Anda di halaman 1dari 9

Abstrak

Peningkatan produksi leptin dan penurunan vit D pada seorang obesitas


meningkatkan aktivitas simpatis ginjal. Dengan meningkatnya saraf simpatis akan
meningkatkan produksi Renin-Angiotensin Sistem(RAS). Kerja RAS tergantung
tipe reseptor yang diterima, yaitu reseptor AT1R dan AT2R

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tubuh sehat secara fisik dapat dinilai dari penampilan luarnya, yang
biasanya dinilai dari postur tubuh dengan membandingkan tinggi badan dan berat
badan seseorang ideal atau tidak. Di dalam era globalisasi yang semakin
dimudahkan segala aktivitas manusia oleh kecanggihan teknologi, menjadikan
seseorang mengalami perubahan gaya hidup dan pola makan. Ketidakseimbangan
antara konsumsi makanan melebihi kebutuhan tubuh menimbulkan penimbunan
lemak berlebih, yang jika berlangsung lama dan terus-menerus akan
meningkatkan berat badan seseorang hingga mengalami obesitas.(Umboh n.d.;
Mph 2010)

Obesitas tidak hanya mempengaruhi penampilan seseorang, tetapi juga


merupakan salah satu faktor resiko hipertensi. Ginjal sebagai organ yang memiliki
fungsi sangat penting, tidak hanya berfungsi untuk membersihkan tubuh dari sisa
bahan-bahan metabolisme, tetapi juga berperan dalam mengatur sirkulasi darah.
Melalui produksi renin oleh sel juxtaglomerular, ginjal berfungsi mengatur
tekanan darah. Dalam keadaan normal, renin di stimulus oleh penurunan perfusi
darah ke ginjal sehingga dengan segera meningkatkan tekanan darah hingga
mencapai kadar normal. Namun, dalam keadaan tertentu sekresi renin dapat
meningkat, salah satunya peningkatan aktivitas saraf simpatis oleh leptin. Leptin
merupakan protein hormon yang dihasilkan sel adiposa, dan kadarnya meningkat
pada penderita obesitas.(Guyton & Hall 2006). Maka dari itu, penulis mengambil
judul “ Pengaruh Renin-Angiotensin Sistem Pada sirkulasi Obesitas”.

Tujuan

Mengetahui kerja ginjal dalam sekresi hormon renin, dan pengaruhnya terhadap
sirkulasi darah.
PEMBAHASAN

Obesitas

Obesitas atau istilah awam kegemukan merupakan seseorang yang


memliki berat badan secara berlebihan, dikarenakan tidak seimbangnya asupan
makanan dengan pengeluaran energi atau kegagalan metabolisme tubuh. Obesitas
sering ditentukan dengan pengukuran antropometri menggunakan metode Indeks
Masa Tubuh (IMT), yaitu rasio antara berat badan(BB) (kg) dan tinggi badan
(TB) (m) kuadrat.(Mph 2010)

BB
IMT --------------------------------

TB2
Standar normal IMT orang dewasa diatas 20tahun adalah 20-25,0, berat
badan kurang(underweight) bila IMT <20,0. Berat badan berlebih(overwight) bila
IMT 25,0-29,9, sedangkan obesitas memiliki IMT >30,0. Obesitas tidak hanya
memengaruhi penamapilan, tetapi juga berpengaruh pada kesehatan. Kenaikan
berat badan berlebih mempunyai faktor resiko 65-75% untuk terkena hipertensi
primer, yang dipengaruhi oleh kerja ginjal dalam mengontrol tekanan darah,
hingga berakibat terkena penyakit jantung koroner dan kematian.(Mph 2010;
Mawi 2001)

Efek hormon Leptin terhadap ginjal

Leptin adalah hormon derivat lemak dengan berat molekul 16 kDa dari gen
obesitas (Ob), yang dihasilkan sel adiposa. Dalam keadaan normal leptin
berfungsi menghambat nafsu makan dan meningkatkan penyerapan energi melalui
aktivitas simpatis, yaitu leptin mengirimkan sinyal ke pusat otak, bahwa terdapat
cukup simpanan energi sehingga akan mengurangi keinginan asupan makanan.
kadar hormon ini menurun saat puasa, dan meningkat setelah beberapa hari
mengkonsumsi makanan berlebihan. Namun pada obesitas, dengan penimbunan
lemak yang tinggi maka produksi leptin tinggi pula, hal ini menimbulkan
terjadinya resistensi leptin.(Bravo et al. 2006; Ghantous et al. 2015)

Resistensi leptin, salah satunya karena gangguan transportasi leptin menembus


sawar darah otak intracerebroventrikular, akhirnya hipotalamus kekurangan leptin.
Karena hipotalamaus dan daerah pusat otak lainnya kekurangan hormon leptin
maka terjadi kegagalan pengontrolan rasa kenyang dan penurunan pemecahan
timbunan lemak(Bravo et al. 2006)

Fungsi biologis leptin dipengaruhi interaksi dengan reseptor sitokin class 1


Ob-Ra sampai Ob-Rf. Di ginjal, Reseptor Ob-Ra ditemukan di sel endotel dan sel
mesangial, reseptor Ob-Rb di medula renal. Reseptor Ob-Rb juga terdapat di
hipotalamus, yang merupakan pusat kontrol keseimbangan energi.(Thieme &
Oliveira-Souza 2015; Ghantous et al. 2015). Stimulus leptin ke hipotalamus dan
yang menuju Rostral ventral Lateral Medula(RVLM) otak belakang oleh sel A1/C1
meningkatkan aktivitas simpatik ginjal (Renal Sympathetic Nerves
Activity/RSNA) dan tekanan darah, yang mana RVLM merupakan pusat
vasomotor. Seperti yang telah diketahui, dengan meningkatnya RSNA juga akan
mengaktivasi sistem renin-angiotensin, selanjutnya menurunkan natriuresis
dengan up-regulation pompa Na/K ATP-ase terutama di bagian medula ginjal,
sehinggga meningkatkan retensi sodium. Selain itu aktivasi saraf simpatik
meningkatkan sirkulasi endothelin-1, peningkatan stres oksidatif, penurunan
pelepasan Nitrit Oxide (NO). Endothelin merupakan vasokonstriktor yang
disekresi oleh medula bagian dalam, sedangkan NO merupakan vasodilator,
apabila NO dihambat secara in vitro akan terjadi penyempitan alirah darah ke
ginjal. (Bravo et al. 2006; Barnes & McDougal 2014; Guyton & Hall 2006;
Thieme & Oliveira-Souza 2015).

Individu obesitas memiliki kadar vit D yang rendah. Hal ini di pengaruhi oleh
leptin melalui fibroblast growth factor-23 (FGF-23), yaitu polipeptida di ginjal
yang menekan sintesis vit D bentuk aktifnya 1,25(OH)2.(Noviani et al. 2015)
Pengaruh Renin-Angiotensin System (RAS) terhadap sistem sirkulasi

RAS merupakan regulator utama tekanan darah dan homeostasis cairan tubuh.
Organ target angiotensin diantaranya otak, sumsum tulang, epididimis, badan
karotis, liver, pankreas, dan jaringan lemak. Renin yang dilepaskan sel
juxtaglomerular mempunyai stimulus pelepasan yaitu perubahan tekanan perfusi
renal, pengiriman zat terlarut ke sel makula densa, dan pengaruh aktivitas saraf
simpatis (Renal Sympathetic Nerves Activity/RSNA).(Barnes & McDougal 2014)

Renin disintesis dan disimpan di sel-sel juxtaglomerular dalam bentuk


prorenin. Angiotensinogen disintesis terutama di hati, selain itu juga di ginjal di
bagian tubulus proksimal. Renin bekerja secara enzimatik yaitu memecah
angiotensinogen (Ang) melepaskan peptida asam amino-10 angotensin I (ANG I).
Karena aktivitas vasokonstriktor ANG I ringan, sehingga dipecah menjadi peptida
asam amino 8 angiotensin II (ANG II) oleh enzim Angiotensin-Converting
enzyme(ACE). ANG II memiliki aktivitas vasokonstrisi yang sangat kuat, namun
berada dalam darah hanya selama 1-2 menit(Guyton & Hall 2006). Angiotensin II
adalah peptida RAS utama yang beraksi melalui dua reseptor, yaitu AT 1R dan
AT2R(Le et al. 2013).

AT1R merupakan reseptor utama, mekanisme kerjanya melalui jalur


fosfolipase C, IP3, dan juga JAK/STAT. Pada ginjal terdapat di arteri dan arteriol
preglomerular, vasa recta, dan tubulus proksimal. Efek yang ditimbulkan ANG
II/AT1R adalah vasokonstriksi arteriol aferen dan eferen, antinatriuresis,
peningkatan tekanan darah, pelepasan vasopresin dan aldosteron, fibrosis, dan
pertumbuhan sel. Bahkan jika kadar ANG II sangat tinggi menimbulkan
vasokonstriksi lebih kuat di arteiol eferen, hal ini dikarenakan oleh perbedaan tipe
reseptor AT1R dengan arteriol aferen. Kerja ANG II dilemahkan oleh keberadaan
prostaglandin, NO, dan kinin. Peningkatan fungsional AT1R menurunkan AT2R-
ACE2-Ang (1–7)-MasR, sehingga meningkatkan tekanan darah.(Ruan et al. 1997;
Thieme & Oliveira-Souza 2015; Le et al. 2013). Efek lain dari AT1R yang lebih
penting juga, yaitu meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler sehingga
menyebabkan kontraksi dinding otot polos pembuluh darah, dengan demikian
menginduksi resistensi pembuluh darah(Le et al. 2013)
Kadar ANG II memiliki hubungan negatif dengan vitamin D, yaitu , individu
dengan tingkat D 25-hydroxyvitamin cukup (>30ng/mL), memiliki tingkat
sirkulasi ANG II lebih tinggi pada orang dengan insufisiensi (15-29,9ng/mL) dan
defisiensi (<15ng/mL). Dengan demikian pada seorang obesitas kadar vit D
rendah meningkatkan stimulus RAS.(Carrara et al. 2014)

Sekresi ANG II melalui reseptor AT1R juga mengaktivasi pelepasan


Aldosteron, yaitu hormon yang berperan meningkatkan reabsorbsi Natrium dan
meningkatkan tekanan darah. Aldosteron meningkatkan sekresi kalium dan
meningkatkan reabsorbsi Natrium terutama di sel prinsipalis tubulus koligens.
Bila reabsorbsi Natrium ditingkatkan, maka air akan bergerak secara osmosis
sehingga meningkatkan volume darah dan meningkatkan tekanan darah(Guyton &
Hall 2006). Terdapat juga jenis enzim yang homolog dengan ACE yaitu ACE2,
merupakan enzim yang berfungsi mengubah ANG I menjadi Ang(1-9) dan ANG
II menjadi Ang (1-7). Ikatan Ang (1-7) dengan reseptor G-protein Mas serta ANG
II/AT2R menimbulkan efek berlawanan dengan ANG II/AT1R yaitu efek
vasodilatasi, antihipertropik, antihiperproliferatif, , meningkatkan natriuresis, dan
berpotensi menurunkan tekanan darah serta berperan melindungi tubuh terhadap
kanker.(Frantz et al. 2013; Le et al. 2013)

RAS secara normal berperan mengatur sistem kardiovaskuler dan homeostasis


tubuh, apabila terjadi aktivasi simulus yang berlebihan, maka akan terjadi
gangguan metabolik tubuh yang berhubungan dengan obesitas, diantarnya
hipertensi, diabetes melitus tipe-2, dan dislipidemia(Dong et al. 2015)

Mekanisme natriuresis pada obesitas terganggu disebabkan oleh reabsorbsi Na


kedalam darah yang meningkat untuk meningkatkan tekanan darah, karena curah
jantung yang meningkat dalam mensuplai jaringan lemak tambahan, sehingga
ginjal tidak akan mengekskresikan garam dan air dalam jumlah yang cukup
kecuali tekanan arteri tinggi.(Guyton & Hall 2006)
KESIMPULAN

Seseorang dikatakan obesitas, bila memiliki rentang Indeks Masa Tubuh (IMT)
>30,0. Penimbunan lemak yang berlangsung lama meningkatkan produksi Leptin,
yang pada akhirnya menimbulkan resistensi leptin itu sendiri. Dalam keadaan
normal leptin menurunkan asupan makanan dan meningkatkan pengeluaran
energi. Karena Resistensi leptin ini menimbulkan efek yang berlawanan dengan
efek normalnya. Kadar leptin yang tinggi meningkatkan aktivitas RSNA, sehingga
meningkatkan aktivitas RAS ginjal. Kadar vit D yang rendah pada obesitas juga
meningkatkan stimulus RAS. RAS akan di ubah menjadi ANG II melibatkan
ACE, ANG II merupakan vasokonstriktor kuat. Efek ANG II terhadap jaringan
tergantung tipe reseptor yang diterima. Reseptor tipe AT1R menyebabkan
vasokonstriksi, antinatriuresis, proliferasi sel, pelepasan aldosteron dll. Sedangkan
reseptor tipe AT2R menyebabkan efek berlawanan dengan AT1R. Pelepasan
aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga meningkatkan volume
darah dan tekanan darah. Dengan tekanan darah yang tinggi, maka mekanisme
natriuresis terganggu, yaitu ginjal mensekresikan garam dan air dengan tekanan
yang lebih tinggi dari keadaan normal.
Ucapan Terimakasih

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penugasan referat ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini dibuat berdasarkan ilmu yang diperoleh dari berbagai sumber ilmu
pengetahuan serta bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis sampaikan
terimakasih kepada:

 Yth. Dr. Fajar Alfa Saputra, selaku tutor pembimbing dalam mengarahkan
jalannya penugasan.
 Dan Rekan-rekan FK UII 2014, khususnya kelompok tutorial 7 yang telah
membantu dalam berbagai hal.

Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan agar lebih baik di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 25 juni 2015

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

Barnes, M.J. & McDougal, D.H., 2014. Leptin into the rostral ventral lateral
medulla (RVLM) augments renal sympathetic nerve activity and blood
pressure, Available at:
http://journal.frontiersin.org/article/10.3389/fnins.2014.00232/abstract.

Bravo, P.E. et al., 2006. Leptin and hypertension in obesity. Vascular Health and
Risk Management, 2(2), pp.163–169.

Carrara, D. et al., 2014. Cholecalciferol administration blunts the systemic renin-


angiotensin system in essential hypertensives with hypovitaminosis D.
Journal of the renin-angiotensin-aldosterone system : JRAAS, 15(1), pp.82–
7. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23283825.

Dong, T. et al., 2015. Role of the Renin-Angiotensin System, Renal Sympathetic


Nerve System, and Oxidative Stress in Chronic Foot Shock-Induced
Hypertension in Rats. International Journal of Biological Sciences, 11(6),
pp.652–663. Available at: http://www.ijbs.com/v11p0652.htm.

Frantz, E.D.C. et al., 2013. Renin-Angiotensin System Blockers Protect


Pancreatic Islets against Diet-Induced Obesity and Insulin Resistance in
Mice. PLoS ONE, 8(7), pp.1–15.

Ghantous, C.M. et al., 2015. Differential Role of Leptin and Adiponectin in


Cardiovascular System. International Journal of Endocrinology, 2015, pp.1–
13. Available at: http://www.hindawi.com/journals/ije/2015/534320/.

Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2006. Effect of Estrogen on Bone,

Le, T.H. et al., 2013. The Renin–Angiotensin System. Seldin and Giebisch’s The
Kidney, pp.427–450. Available at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/B978012381462300015X.

Mawi, M., 2001. Indeks massa tubuh sebagai determinan penyakit jantung
koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun. , 23(3), pp.87–92.

Mph, A.A., 2010. Tubuh sehat ideal dari segi kesehatan. Seminar, pp.1–7.

Noviani, E., Prasetyo, D. & Setiabudiawan, B., 2015. +xexqjdq .dgdu 9lwdplq ’
ghqjdq $qdn $wrsl gdq 2ehvlwdv. , 16(5), pp.342–346.

Ruan, X. et al., 1997. Regulation of angiotensin II receptor AT1 subtypes in renal


afferent arterioles during chronic changes in sodium diet. Journal of Clinical
Investigation, 99(5), pp.1072–1081.
Thieme, K. & Oliveira-Souza, M., 2015. Renal Hemodynamic and Morphological
Changes after 7 and 28 Days of Leptin Treatment: The Participation of
Angiotensin II via the AT1 Receptor. Plos One, 10(3), p.e0122265.
Available at: http://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0122265.

Umboh, A., Hubungan obesitas dengan profil tekanan darah pada anak usia 10-12
tahun di kota manado 1. , pp.147–153.

Anda mungkin juga menyukai