Anda di halaman 1dari 4

Dermatitis kontak alergi

A. Definisi
Dermatitis ialah reaksi inflamasi yang melibatkan epidermis dan dermis
berupa kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis terdiri
atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak jelas. Gambaran klinisnya sesuai
stadium penyakitnya (Ardie, 2004 & chairunisa 2014).
Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi akut atau kronik terhadap substansi
yang menempel pada kulit. Terdapat dua macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis
kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). (chairunisa, 2014)
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi yang merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV (saripati..)
B. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan (DKI), jumlah pasien DKA
lebih sedikit, karena hanya mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka
(hipersensitif). Dalam praktek klinisi kedua respon antara iritan dan alergi sulit untuk
dibedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak sebagai iritan maupun alergen.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari inggris dan amerika menunjukkan bahwa DKA akibat kerja
cukup tinggi yaitu 50 dan 60 persen. Sedangkan dari sebuah penelitian, frekuensi
DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dibandingkan dengan DKA akibat
kerja. (FKUI)
Penyakit ini terhitung 7% dari penyakit yang terkait dengan pekerjaan di
Amerika Serikat. Terkait jenis kelamin, perempuan lebih banyak (18,8%)
dibandingkan laki-laki (11,5%). Angka tersebut mengacu pada prevalensi DKA dalam
populasi, dan bukan dari angka insidensi.
C. Etiologi
Penyebab DKA ialah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah
(<1000 dalton), disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus
stratum korneum sehingga dapat mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup.
Sekitar 3000 bahan kimia yang diketahui sebagai penyebab DKA. Beberapa
zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, yang dengan sekali paparan bisa
menyebabkan terjadi sensitisasi, sedangkan sebagian besar zat kimia lain memerlukan
paparan berulang-ulang sebelum timbul sensitisasi. Mungkin saja paparan alergen
telah berlangsung bertahun-tahun, namun secara mendadak baru terjadi
hipersensitivitas (lecture ebook)
Alergen yang sering menyebabkan DKA adalah tanaman pioson ivy, nikel
(paling sering, pada perhiasan), colonophony (bahan plester), bahan aditif karet,
kromat (pada semen), cat rambut, dan obat-obat topikal. Alergen lainnya yaitu bahan
kimia tekstil, wewangian (misalnya sabun, deodoran), formaldehid (shampo),
sunscreen atau tabir surya, sinar UV. (medscape, lecture)
pioson ivy contoh klasik penyebab DKA akut di amerika utara. DKA dari
pioson ivy ditandai dengan garis-garis linear pada bagian kulit yang kontak langsung
dengan bagian tanama.
Nikel adalah penyebab utama DKA di dunia. Manifestasi klinis biasanya pada
bagian kulit yang memakai perhiasan seperti anting-anting, kalung dimana benda
logam yang mengandung nikel berkontak dengan kulit.
Sarung tangan karet. DKA terhadap bahan kimia dalam sarung tangan karet
biasanya terjadi maksimal pada area dorsal tangan. Individu alergi terhadap bahan
kimia dalam sarung tangan karet dapat bertambah menjadi DKA terhadap bahan
kimia lain (misalnya ikat pinggang elastis).
Pasien dengan kondisi penyakit tertentu ( ulserasi kaki, dermatitis perianal)
memiliki peningkatan risiko sensitisasi terhadap obat topikal dan zat-zat pada
kendaraan (medscape). Berbagai faktor berperan dalam terjadinya DKA yaitu potensi
sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi,
suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Faktor individu juga berperan
yaitu keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imun (misalnya sedang sakit), pajanan matahari secara intens. (fkui)
D. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respon imun yang
diperantarai oleh reaksi imunologik tipe IV atau hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi
ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu
yang telah mengalami sensitisasi dapat mengalami DKA.
Fase sensitisasi
Adanya kontak primer/pertama kali dengan bahan kimia sederhana yang
disebut hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap
oleh antigen presenting cells (APC) yaitu sel langerhans dengan cara pinositosis, dan
diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada
molekul HLA-DR untuk menjadi antigen lengkap. Hapten adalah molekul kecil
nonimunogenik yang dapat menambahkan epitop baru/spesifitas baru bila
dikonjugasikan dengan antigen yang ada. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan
istirahat dan hanya memiliki fungsi sedikit sebagai makrofag yang menstimulasi sel
T. Akan tetapi setelah keratinosit terpajan hapten yang memiliki efek iritan,
keratinosit akan melepaskan sitokin IL-1 yang akan mengaktifkan sel langherhans.
Selanjutnya antigen ini dibawa oleh APC ke kelenjar limfoid regional untuk
dipresentasikan ke sel T. Sel T yang diaktifkan pada umunya adalah sel CD4+
terutama Th1, dan beberapa sel CD8+ dapat juga diaktifkan. Sel langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2 dan
mengekspresikan reseptor IL-2. Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi dan
diferensiasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak dan berubah menjadi sel T
memori (sel T teraktivasi) yang akan meninggalkan kelenjar limfoid dan beredar ke
seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu telah tersensitasi. Fase ini rata-rata
berlangsung selama 2-3 minggu.
Tahap sensitisasi tidak hanya berasal dari sinyal antigenik sendiri, melainkan
juga dari sifat iritasi yang menyertainya. Menurut konsep ‘danger signal’, Sinyal
antigenik murni suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal
iritan menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak
bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri,
ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan, bahan kimia inflamasi pada
kulit yang meradang atau kombinasi ketiganya (Baratawidjaja, 2014 & kulit fkui)

Fase elisitasi atau efektor

Fase kedua hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen
(hapten) yang sama atau serupa (pada reaksi silang). seperti pada fase sensitisai,
hapten akan ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi
antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya
kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan ke sel T yang telah tersensitisasi
(sel T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi.
Sel T melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan
sel inflamasi nonspesifik lain. Sel T yang terkativasi mengeluarkan IFN-ᵞ yang akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1)
dan HLA-DR. ICAM-1 memungkinkan keratinosit beraksi dengan limfosit T dan
lekosit lain yang mengekspresi LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan
keratinosit berinteraksi dengan sel CD4. Keratinosit juga menghasilkan sitokin lain
seperti IL-1 yang dapat merangsang keratinosit menghasilkan eikosinoid. Sitokin dan
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin,
faktor kemotaktik, PGE2, dan PGD2 sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
meningkat. Faktor kemotaktik dan eikosinoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel
darah laindari pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Fase elisitasi umumnya
berlangsung 24-48 jam dengan timbulnya gejala-gejala klinis.

Anda mungkin juga menyukai