Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gout Arthtritis sudah dikenal sejak 2.000 tahun yang lalu dan menjadi salah satu
penyakit tertua yang dikenal manusia. Dulu, penyakit ini juga disebut "penyakit para raja"
karena penyakit ini diasosiasikan dengan kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman
yang enak-enak. Penyakit asam urat erat kaitannya dengan pola makan. Salah satu cara
penyembuhan tentu dengan mengontrol asupan makanan. Jika pola makan tidak diubah,
kadar asam urat dalam darah yang berlebihan akan menimbulkan penumpukan kristal asam
urat. Apabila kristal terbentuk dalam cairan sendi, maka akan terjadi penyakit gout (asam
urat).2
Berdasarkan jurnal penelitian Best Practice & Research Clinical Rheumatology pada
tahun 2010, terhadap 4683 orang dewasa menunjukkan bahwa angka prevalensi gout dan
hiperurisemia di Indonesia pada pria adalah masing-masing 1,7 dan 24,3%. Dimana rasio
perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 34:1 untuk gout, dan 2:1 untuk hiperurisemia.2
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSCM), Jakarta, penderita penyakit gout dari tahun ketahun semakin meningkat dan terjadi
kecenderungan diderita pada usia yang semakin muda. Hal ini tebukti dengan hasil rekam
medik RSCM pada tahun 1993-1995 mengalami kenaikan yaitu pada tahun 1993 tercatat 18
kasus, pria 13 kasus dan wanita 5 kasus (1 kasus umur 2-25 tahun, 12 kasus umur 30-50
tahun, dan 5 kasus umur >65 tahun). Pada tahun 1995 jumlah kasus yang tercatat adalah 46
kasus, 37 pria dan 9 wanita ( 2 kasus umur 2-25 tahun, 40 kasus umur 30-50 tahun dan 4
kasus umur > 65 tahun). Jadi prevalensi kejadian gout lebih banyak terjadi antara umur 30-50
tahun.2
Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk membuat laporan kasus untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi artritis gout yang terjadi pada pasien yang
memiliki perilaku konsumsi alkohol dan makan tinggi purin dan terdiagnosa dengan Gout
Arthtritis.2

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka masalah yang dapat
dirumuskan adalah :

1. Apa penyebab Gout Arthtritis?


2. Apa yang dapat meningkatkan faktor resiko yang ditemukan pada pasien?
3. Bagaimana cara penegakan diagnose klinis dan diagnose psikososial Arthtritis?
4. Bagaimana penatalaksanaan dan upaya pengendalian Arthtritis?

1.3 ASPEK DISIPLIN DAN ILMU YANG TERKAIT DENGAN PENDEKATAN


DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF PADA PASIEN GOUT ARTHRITIS
Untuk pengendalian permasalahan Gout Arthritis pada tingkat individu dan masyarakat
secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia
melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Komunitas di layanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan
kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan
diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan
pengelolaan masalah kesehatan.
1. Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian stroke secara individual,
masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik, moral dan
peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu mengenali
dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan budaya sendiri dalam
penanganan stroke, melakukan rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan komunikasi,
pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat dan mitra
kerja dalam pengendalian stroke.

2
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4): Mahasiswa mampu memanfaatkan teknologi
informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian stroke secara holistik dan komprehensif baik
secara individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan landasan ilmiah yang
mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan prosedur klinis
yang berkaitan dengan masalah stroke dengan menerapkan prinsip keselamatan
pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa mampu mengelola
masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara komprehensif,
holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan
kesehatan primer.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan tatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur
biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada
hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan
pendekatan diagnose holistik kasus gout arthritis di Puskesmas Tamangapa Makassar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab gout arthritis di Puskesmas Tamangapa Makassar.
2 Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan gout arthritis di
Puskesmas Tamangapa Makassar.
3 Untuk mengetahui cara penegakan diagnose klinis dan psikososial gout arthritis
di Puskesmas Tamangapa Makassar.
4 Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan dan pengendalian gout arthritis di
Puskesmas Tamangapa Makassar.

3
1.4.2 MANFAAT STUDI KASUS
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus sebagai
bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akan stroke yang meliputi proses penyakit dan penanganan
menyeluruh sehingga dapat memberikan keyakinan untuk menghindari faktor
pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah
dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai
pendekatan diagnosis holistik penderita stroke.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based Medicine dan pendekatan
diagnosis holistik stroke serta dalam hal penulisan studi kasus.

1.5 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab timbulnya
gejala gout arthritis.
2. Kepatuhan penderita datang berobat untuk mengontrol etiologi gout arthritis di
layanan primer (Puskesmas) sudah teratur atau penderita bersedia menerima
petugas kesehatan yang berkunjung pada saat dilakukan Kunjungan Rumah /
Home Care.
3. Pasien mampu mengubah pola hidup yang dapat memperberat penyakit gou
arthritis

4
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN DAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI

Faktor Resiko:

1. Suku Bangsa/Ras
2. Alkohol
3. Konsumsi ikan laut
PERILAKU HIPERURISEMIA
4. Obat-obatan
5. Penyakit
6. Jenis Kelamin
7. Diet Tinggi purin
GOUT ARTHRITIS

Gambar 1.

5
2.1.2 PENDEKATAN KONSEP MANDALA

Gaya hidup
Kebiasaan pasien diit
tinggi purin, konsumsi
alcohol, obat-obatan
dll
Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku kesehatan - Kekhawatiran keluarga
pasien tehadap penyakit
Hygiene pribadi dan - Kondisi ekonomi
lingkungan kurang baik kurang

KELUARGA

PASIEN
Pelayanan Bengkak dan nyeri Lingkungan
kesehatan persendian dialami Pekerjaan
Jarak rumah sejak 2 hari yang lalu. Pasien bekerja
Nyeri pada sendi sebagai ketua RT
dengan kedua tangan, lutut
dan lingkup kerja
puskesmas dan kaki terutama bila
hanya disekitar
digerakkan. Riwayat
cukup dekat rumah
demam ada, dialami 2
hari yanglalu,
bersamaan dengan
timbulnya nyeri pada
sendi-sendi

Faktor biologi Lingkungan fisik


Kebersihan
Struktur tubuh normal lingkungan kurang
baik

Komunitas
Dukungan gaya hidup sehat dari keluarga kurang baik

Gambar 2.

6
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk biopsikososio-kultural
pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia adalah merupakan sistem organ,
terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan
penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang diperoleh dari alasan
kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
penunjang, penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama
(layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi, tujuannya
yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi ASPETRI
Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan, pencatatan
biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien

7
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi, prognosis, dan
kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor individual
termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi social.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di layanan


primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian dari
keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara terpadu dan
paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive &
spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability
limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan
sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus
menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter keluarga
bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses
penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program dengan berbagai institusi
yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.

8
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah seorang
manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta berkehidupan di
tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari beberapa aspek
yaitu:
1. Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan diagnosis
kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku. Karakteristik
pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sosial
ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan, hanya
dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung pada
keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan

9
2.3 GOUT ARTHRITIS
2.3.1 Definisi
Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi
ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya
terdiri dari episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi.1
Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan,
siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi
pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat
mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia).1

2.3.2 Epidemiologi
Dalam beberapa dekade terakhir, prevalensi penyakit ini meningkat hampir 2 kali lipat
di Amerika. Di Cina, penduduk Cina yang mengalami keadaan hiperurisemia berjumlah
hingga 25%. Hal ini mungkin disebabkan karena gaya hidup seperti diet purin tinggi,
konsumsi alkohol yang berlebihan, dan medikasi-medikasi lain (Wortman, 2002).5
Alexander (2010) menyatakan prevalensi asam urat (gout) di Amerika serikat
meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 1990 dan 1999, dari 21 per
1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi asam uratpada populasi orang
dewasa Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun.5
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta,
penderita penyakit goutdari tahun ke tahun semakin meningkat dan terjadi kecenderungan
diderita pada usia yang semakin muda. Hal ini tebukti dengan hasil rekam medik RSCM pada
tahun 1993-1995 mengalami kenaikan yaitu padatahun 1993 tercatat 18 kasus, pria 13 kasus
dan wanita 5 kasus (1kasus umur 2-25 tahun, 12 kasus umur 30-50 tahun, dan 5 kasus umur
>65 tahun). Pada tahun 1995 jumlah kasus yang tercatat adalah 46 kasus, 37 pria dan 9
wanita, 2 kasus umur 2-25 tahun, 40 kasus umur 30-50 tahun dan 4 kasus umur > 65 tahun
(Krisnatuti, 1997).5
Prevalensi penderita asam urat tertinggi di Indonesia berada pada penduduk di daerah
pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado – Minaha sebesar 29,2 % pada tahun

10
2003dikarenakan kebiasaan atau pola makan ikan dan mengonsumsi alkohol. Alkohol dapat
menyebabkan pembuangan asam urat lewat urine berkurang sehingga asam uratnya tetap
bertahan di dalam darah (Anonim, 2009).5

2.3.3 Etiologi
2.3.3.1 Hiperurisemia dan Gout Primer
Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas diketahui.
Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout
primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia karena
penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-20%). Hiperurisemia
karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas
varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan
sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer
karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan
gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia.6

2.3.3.2 Hiperurisemia dan Gout Sekunder


Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan
peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP
atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena
kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim
glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim
fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena
produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaanyang menyebabkan peningkatan
pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam
metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan
dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi
glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obat-obatan.(Putra,
2009)6

11
2.3.3.3 Hiperurisemia dan Gout Idiopatik
Hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primernya, kelainan genetik, tidak ada
kelainan fisiologis dan anatomi yang jelas.6

2.3.4 Faktor Risiko


2.3.4 1 Suku Bangsa/Ras
Suku bangsa yang paling tinggi prevalensi nya pada suku maori di Australia.
Prevalensi suku Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali sedangkan Indonesia
prevalensi yang paling tinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah
Manado-Minahasa karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi alkohol.(Wibowo,
2005)6

2.3.4.2 Konsumsi Alkohol


Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi
asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme
normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum. (Carter, 2005)6

2.3.4.3 Konsumsi Ikan Laut


Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi. Konsumsi ikan
laut yang tinggi mengakibatkan asam urat. (Luk, 2005)6

2.3.4.4 Penyakit-Penyakit
Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia. Mis. Obesitas,
diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia, dsb. Adipositas tinggi dan berat
badan merupakan faktor resiko yang kuat untuk gout pada laki-laki, sedangkan penurunan
berat badan adalah faktor pelindung. (Purwaningsih, 2005)6

2.3.4.5 Obat-Obatan
Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya hiperurisemia. Mis. Diuretik,
antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan juga mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik
sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal
tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang asam urat. Hal ini pada

12
gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan serangan
gout. Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan
menyesuaikan dosis. Serangan Gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti cedera dan
infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat. Hipertensi dan penggunaan
diuretik juga merupakan faktor risiko penting independen untuk gout. (Luk, 2005)6
Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat, yaitu: dosis rendah menghambat
ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg /
hari) adalah uricosurik.(Doherty, 2009)6

2.3.4.6 Jenis Kelamin


Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan perempuan pada
semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada
usia lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki
dengan perempuan secara keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed
care di Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout
adalah 4:1 pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh
persen lebih dari 65 tahun. Pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan
keluhan sendi datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50%
pada mereka yang lebih tua dari 80 tahun. ( Luk, 2005)6

2.3.4.7 Diet Tinggi Purin


Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan bagian dari
kolesterol, trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi dalam
kesimpulan penelitian tentang faktor resiko dari hiperurisemia dengan studi kasus pasien di
rumah sakit Kardinah Tegal. (Purwaningsih, 2010)6

2.3.5 Patofisiologi
Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara produksi (10%
pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila keseimbangan ini terganggu maka dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah yang disebut
hiperurisemia.18 Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl.1 Secara klinis,
hiperurisemia mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan artritis gout, nefropati,

13
topi, dan nefrolithiasis.18 Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat
monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum
ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang
sering menyertai gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang
hebat pada sendi dan jaringan lunak.6

2.3.6 Gejala Klinis


2.3.6.1 Hiperurisemia Asimptomatik
Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia tanpa adanya manifestasi
klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut gout arthritis, atau
urolithiasis dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 10-
40% pasien dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya
serangan arthritis. Sebuah serangan gout terjadi ketika asam urat yang tidak dikeluarkan dari
tubuh bentuk kristal dalam cairan yang melumasi lapisan sendi, menyebabkan inflamasi dan
pembengkakan sendi yang menyakitkan. Jika gout tidak diobati, kristal tersebut dapat
membentuk tofi - benjolan di sendi dan jaringan sekitarnya.(Putra, 2009)7

2.3.6.2 Gout Arthritis Simptomatik


2.3.6.2.1 Gout Arthritis Stadium Akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala
apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya
bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling
sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat
terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan
akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan
operasi, pemakaian obat diuretik dan lain-lain.(Putra, 2009)7

2.3.6.2.2 Gout Arthritis Stadium Interkritikal


Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut,
namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan.(Putra, 2009) Stadium ini

14
merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik.
Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi
sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus
berlanjut, walaupun tanpa keluhan.(Putra, 2009)7

2.3.6.2.3 Gout Arthritis Stadium Menahun ( Kronik Bertofus )


Stadium ini umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri
(self medication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter.
Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering
pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi
tofi yang paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti.
Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan
menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas. Pada
stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
(Putra, 2009)7

2.3.7 Diagnosis
Gold standard dalam menegakkan gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat
MSU (Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan diagnosis gout
arthritis akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College Of Rheumatology) tahun
1977 sebagai berikut :
A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau
B. Adanya tofus yang berisi Kristal urat, atau
C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris, dan radiologis sebagai berikut :
1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut
2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu 1 hari
3. Arthritis monoartikuler
4. Kemerahan pada sendi
5. Bengkak dan nyeri pada MTP-1
6. Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1
7. Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8. Kecurigaan terhadap adanya tofus
9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)

15
10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi7
Yang harus dicatat adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam
urat normal.(Hidayat, 2009)7

2.3.8 Penatalaksanaan
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,

istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan dini agar tidak terjadi kerusakan

sendi ataupun komplikasi lain.19 Tujuan terapi meliputi terminasi serangan akut;

mencegah serangan di masa depan; mengatasi rasa sakit dan peradangan dengan cepat

dan aman; mencegah komplikasi seperti terbentuknya tofi, batu ginjal, dan arthropati

destruktif. Pengelolaan gout sebagian bertolakan karena adanya komorbiditas; kesulitan

dalam mencapai kepatuhan terutama jika perubahan gaya hidup diindikasikan; efektivitas

dan keamanan terapi dapat bervariasi dari pasien ke pasien. Namun, dengan intervensi

awal, pemantauan yang cermat, dan pendidikan pasien, prognosisnya baik.23

Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik (menggunakan obat-obatan).

Medikamentosa pada gout termasuk:

1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINs).

OAINS dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout secara efektif.

Efek samping yang sering terjadi karena OAINS adalah iritasi pada sistem

gastroinstestinal, ulserasi pada perut dan usus, dan bahkan pendarahan pada usus.

Penderita yang memiliki riwayat menderita alergi terhadap aspirin atau polip tidak

dianjurkan menggunakanobat ini. Contoh dari OAINS adalah indometasin. Dosis

obat ini adalah 150- 200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari

sampai minggu berikutnya.3

16
2. Kolkisin

Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam

waktu 48 jam pada sebagian besar pasien.10 Kolkisin mengontrol gout secara efektif

dan mencegah fagositosis kristal urat oleh neutrofil, tetapi seringkali membawa efek

samping, seperti nausea dan diare.3

Dosis efektif kolkisin pada pasien dengan gout akut berhubungan dengan

penyebab keluhan gastrointestinal. Obat ini biasanya diberikan secara oral pada awal

dengan dosis 1 mg, diikuti dengan 0,5 mg setiap dua jam atau dosis total 6,0 mg atau

8,0 mg telah diberikan. Kebanyakan pasien, rasa sakit hilang 18 jam dan diare 24

jam; peradangan sendi reda secara bertahap pada 75-80% pasien dalam waktu 48

jam.10 Pemberian kolkisin dosis rendah dapat menurunkan efek samping gastro-

intestinal ataupun efek toksisitas dari kolkisin itu sendiri. AGREE (Acute Gout Flare

Receiving Kolkisine Evaluation) membandingkan efektivitas pemberian kolkisin

dalam dosis tinggi (4,8 mg dalam 6 jam) dan dalam dosis rendah (1,8 mg dalam 1

jam) dalam sebuah studi acak. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kolkisin dosis

rendah lebih superior dalam hal efikasi maupun tingkat keamanannya dibandingkan

kolkisin dosis tinggi. Pemberian kolkisin lebih dari 1,8 mg dalam 1 jam (AUC0 43.8

nanograms x jam/ml) akan meningkatkan efek sampingnya tanpa meningkatkan efek

klinisnya.8

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan yang

lansung disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari steroid antara lain

penipisan tulang, susah menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan tubuh

terhadap infeksi. Steroids digunakan pada penderita gout yang tidak bisa

menggunakan OAINS maupun kolkisin.1 Prednison 20-40 mg per hari diberikan

17
selama tiga sampai empat hari. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 1-

2 minggu. ACTH diberikan sebagai injeksi intramuskular 40-80 IU, dan beberapa

dokter merekomendasikan dosis awal dengan 40 IU setiap 6 sampai 12 jam untuk

beberapa hari, jika diperlukan. Seseorang dengan gout di satu atau dua sendi besar

dapat mengambil manfaat dari drainase sendi diikuti dengan injeksi intraartikular

dengan 10-40 mg triamsinolon atau 2-10 mg deksametason, kombinasi dengan

lidokain.8

Profilaksis dengan kolkisin mengurangi tingkat serangan akut berulang,

konsentrasi asam urat serum adalah normal. Dalam suatu penelitian terhadap 540

pasien, kolkisin benar-benar efektif 82% dari pasien, memuaskan 12% dari pasien,

dan efektif hanya pada 6% pasien. Meskipun diperlukan durasi profilaksis, belum

ditetapkan kelanjutan terapi untuk setidaknya satu tahun setelah konsentrasi urat

serum telah kembali ke normal. Myoneuropati kadang-kadang dilaporkan selama

profilaksis dengan kolkisin pada pasien yang memiliki kreatinin clearence 50 ml per

menit.10 Kolkisin yang dikombinasikan dengan probenesid telah disetuji oleh FDA

(Food and Drug Administration) sejak tahun 1982.2

Gout dapat dicegah dengan mengurangi konsentrasi asam urat serum < 6,0 mg/dL. Penurunan

kurang dari 5,0 mg/dL mungkin diperlukan untuk resorpsi dari tofi. Terapi dengan obat yang

menurunkan konsentrasi asam urat serum harus dipertimbangkan, ketika semua kriteria

sebagai berikut: penyebab hiperurisemia tidak dapat dikoreksi atau, jika diperbaiki, tidak

menurunkan konsentrasi serum asam urat kurang dari 7,0 mg/dL; pasien memiliki dua atau

tiga serangan pasti gout atau memiliki tofi; dan pasien dengan kebutuhan untuk minum obat

secara teratur dan permanen. Dua kelas obat yang tersedia: obat urikosurik (misalnya

probenesid) dan xanthine oxidase inhibitor (misalnya Allopurinol).8

18
Obat urikosurik meningkatkan ekskresi asam urat, sehingga menurunkan konsentrasi

asam urat serum. Risiko utama yang terkait dengan obat ini melibatkan peningkatan ekskresi

asam urat kemih yang terjadi segera setelah terapi inisiasi. Sebaliknya, inhibitor xantin

oksidase memblokir langkah terakhir dalam sintesis asam urat, mengurangi produksi asam

urat sekaligus meningkatkan prekursornya, xanthine dan hipoksantin (oksipurin). Secara

umum, inhibitor xantin oksidase diindikasikan pada pasien dengan peningkatan produksi

asam urat (overproducers), dan obat urikosurik pada mereka dengan ekskresi urat yang

rendah (underexcretors). Beberapa pasien, memiliki kedua faktor-misalnya, pasien dengan

clearance asam urat rendah dan asupan makanan tinggi purin dan alkohol. Allopurinol lebih

sering direkomendasikan karena menawarkan kenyamanan dengan dosis tunggal harian dan

efektif dalam overproducers atau underexcretors atau keduanya8

Allopurinol, pirazolopirimidin dan analog dari hipoksantin, adalah satu-satunya

inhibitor xanthine oxidase dalam penggunaan klinis.10 Inhibitor xanthine oxidase bekerja

dengan menghambat pusat molybdenum pterin yang merupakan tempat aktif xanthine

oksidase. Xanthine oksidase dibutuhkan untuk mengoksidasi hipoxanthine dan xanthine

menjadi asam urat dalam tubuh.4 Allopurinol adalah obat pilihan untuk orang dengan

kelebihan asam urat, pembentukan tophus, nefrolitiasis, atau kontraindikasi untuk terapi

urikosurik lain. Ini merupakan obat pilihan dalam kasus insufisiensi ginjal, tetapi

toksisitasnya paling sering terjadi ketika laju filtrasi glomerulus berkurang. Keracunan

biasanya dapat dihindari jika dosis disesuaikan dengan tepat. Dosis yang tepat adalah 100 mg

per hari pada pasien dengan tingkat filtrasi glomerulus sekitar 30 ml per menit, 200 mg per

hari pada pasien dengan laju filtrasi sekitar 60 ml per menit, dan 300 mg per hari pada pasien

dengan fungsi ginjal normal.8

Agen urikosurik efektif untuk pasien dengan laju filtrasi glomerulus melebihi 50-60

mL/menit; bersedia untuk minum setidaknya dua liter cairan setiap hari dan mempertahankan

19
aliran urin yang baik, bahkan di malam hari; tidak memiliki sejarah nefrolitiasis atau

keasaman urin yang berlebihan; dan dapat menghindari konsumsi semua salisilat, yang dapat

menghambat efek agen urikosurik itu. Probenesid adalah agen urikosurik yang paling umum

digunakan. Dosis awal adalah 0,5 gr/hari; dosis meningkat perlahan-lahan tidak lebih dari 1

gr dua kali sehari, atau sampai tingkat target urat tercapai. Efek samping yang umum

termasuk ruam dan GI serta urat nefrolitiasis merugikan yang memberi pengaruh perhatian

terbesar. Pembentukan batu meskipun upaya untuk mempertahankan volume urin tinggi

menunjukkan bahwa terapi urikosurik mungkin tidak sesuai, dan allopurinol lebih disukai

pada pasien tersebut.8

Karena kebutuhan akan obat yang menurunkan konsentrasi asam urat serum mungkin

akan seumur hidup, pentinguntuk mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap

hiperurisemia yang mungkin diperbaiki. Beberapa faktor tersebut adalah obesitas, diet purin

tinggi, konsumsi alkohol secara teratur, dan terapi diuretik. Mengontrol berat badan,

membatasi konsumsi daging merah dan latihan sehari-hari, rekomendasi dasar gaya hidup

yang penting untuk pasien dengan gout atau hiperurisemia. Studi di Taiwan menunjukkan

bahwa tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, rasio pinggang-pinggul, rasio

pinggang-tinggi, dan indeks massa tubuh secara signifikan lebih tinggi dalam kasus daripada

kelompok kontrol. Frekuensi konsumsi sayur dan buah secara signifikan lebih rendah dalam

kasus daripada kelompok kontrol. Alkohol harus dihindari karena meningkatkan produksi

asam urat dan merusak ekskresinya. Dehidrasi dan trauma berulang yang mungkin terjadi

dalam latihan atau pekerjaan tertentu harus dihindari, dan obat-obatan yang dikenal untuk

berkontribusi untuk hiperurisemia, termasuk thiazide dan diuretik loop, salisilat dosis rendah,

siklosporin, niacin, etambutol, dan pirazinamid harus dihilangkan, jika memungkinkan.8

20
Penatalaksaan artritis gout tidak hanya dapat diselesaikan secara farmakologis, namun dapat

juga dilakukan secar non farmakologis dengan melakukan latihan fisik berupa latihan fisik

aerobik dan latihan fisik ringan. Risiko terjadinya gout lebih besar terjadi pada lelaki yang

tidak memiliki aktivitas fisik dan kardiorespiratori fitnes dibandingkan dengan lelaki yang

aktif secara fisik dan kardiorespiratori. Penelitian lain menyebutkan bahwa serum asam urat

dapat diturunkan dengan melakukan olah raga rutin dan teratur, namun jika olah raga tersebut

hanya dilakukan secara intermiten justru akan meningkatkan kadar serum asam urat. Untuk

mencegah kekakuan dan nyeri sendi, dapat dilakukan latihan fisik ringan berupa latihan

isometrik, latihan gerak sendi dan latihan fleksibiltas yang keseluruhan itu tercakup dalam

stabilisasi sendi.5

21
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 METODOLOGI STUDI KASUS


Metodologi Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk
mempelajari hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah
kesehatan), dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak
subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah
kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan penderita Gout Arthritis
dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Tamangapa pada tahun 2017.

3.2 WAKTU STUDI KASUS


Studi kasus dilakukan pertama kali dilakukan saat dilakukan home visit ke
pasien pada tanggal 9 Agustus 2017. Selanjutnya dilakukan home visit lanjutan pada
tanggal 16 Agustus 2017 untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

3.3 LOKASI STUDI KASUS


Studi kasus bertempat di Puskesas Tamangapa yang berlokasi di Jalan
Tamangapa Raya no.264, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala Kota
Makassar.
3.3.1 Keadaan Geografis
Puskesmas Tamangapa berada dalam wilayah Kecamatan Manggala, dengan
wilayah kerja meliputi dua kelurahan yaitu Kelurahan Tamangapa dan Kelurahan
Bangkala. Kelurahan Tamangapa terdiri dari 7 RW dan 30 RT, dengan luas wilayah
662 ha. Sedangkan Kelurahan Bangkala terdiri dari 14 RW dan 97 RT, dengan luas
wilayah 430 ha, dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Antang
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa

22
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Panakukang

3.3.2 Keadaan Demografis


Berdasarkan survey tahun 2010, jumlah penduduk dalam wilayah kerja
Puskesmas Tamangapa adalah 25.649 orang, terdiri dari 7.488 orang di Kelurahan
Tamangapa dan 18.161 orang di Kelurahan Bangkala. Yang secara terperinci
dijelaskan dalam tabel berikut ini:

Kelurahan Rumah KK Pria Wanita Jumlah

Tamangapa 1.715 1.794 3.690 3.798 7.488

Bangkala 3.830 4.071 9.139 9.022 18.161

Total 5.545 5.865 12.829 12.820 25.649


Tabel 1.

3.3.3 Organisasi Puskesmas Tamangapa


3.3.3.1 Sarana Kesehatan
a. Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang selanjutnya disebut PUSKESMAS
adalah fasilitas pelayananan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
esensial dan pengembangan, dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
berupa rawat jalan, pelayanan gawat darurat, one day care,dan home care
berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan.
Puskesmas Tamangapa adalah Puskesmas Rawat Jalan yang mempunyai
dua buah Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 16 Posyandu yang memiliki 101 orang
kader Posyandu.

23
b. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan
Puskesmas Tamangapa memiliki 12 ruangan yang terdiri atas Ruang
Periksa/Ruang Dokter, Ruang Tindakan, Ruang Kepala Puskesmas, Apotek,/Kamar
Obat, Ruang Gizi dan PSM, Poliklinik Gigi, Ruang P2 dan Kesling, Ruang Tata
Usaha, Ruang KIA dan KB, Ruang Laboratorium dan 2 buah WC.

Ruang Tindakan Ruang Periksa

Ruang Kepala PKM Apotek/Kamar Obat

Poliklinik Gigi Ruang Gizi dan PSM

Ruang P2 dan Kesling Tata Usaha

T
A Laboratorium
Ruan KIA dan KB
M
A WC WC
N

Gambar 3. Denah Puskesmas Tamangapa


c. Struktur Organisasi

Kepala Puskesmas

Tata Usaha

* Bendahara
* Inventaris

Unit Pencegahan & Unit Peningkatan & Unit Pemeliharaan Unit Lingkungan, Unit Pelaksana
Unit Perawatan Unit Penunjang
P'berantasan Peny. Kes. Keluarga Kes. Rujukan Penyuluhan & PSM Khusus
* Imunisasi * KIA * Kes. Gigi & Mulut * Kes. Lingkungan * Pelayanan Kartu * Farmasi * Kesehatan Mata
* TB Paru * KB * Pelayanan Darurat * Perkesmas * Kamar Periksa * Laboratorium * Kesehatan Jiwa
* Kusta/Diare/ISPA * Gizi * Rujukan * PKM/Posyandu * Kamar Tindakan
Surveilans * UKS
* DHF * Usila

Pustu Tamangapa Poskesdes Pustu Bangkala

Gambar 4. Struktur Organisasi

24
d. Alur Pelayanan Puskesmas
Pasien datang

Pengambilan Kartu

Pemeriksaan Poliklinik Umum


Dengan tindakan
Penunjang Poliklinik Gigi
KIA
Imunisasi
Laboratorium Kamar Tindakan
Gizi

Apotek/Kamar Obat

Pasien pulang

Gambar 5.
Program-program pada Puskesmas Tamangapa yaitu :
1. Mengikuti kegiatan Poliklinik dan Apotek/Kamar Obat
2. Pelayanan Imunisasi
3. Sosialisasi KIA
4. Pelayanan KB (Keluarga Berencana)
5. Surveilans
6. Kesehatan Lingkungan
7. Gizi
8. Manajemen Puskesmas
9. Penyuluhan Kesehatan dan Posyandu

3.3.4 Visi dan Misi Puskesmas


Visi Puskesmas Tamangapa
Puskesmas Tamangapa menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang bermutu,
terjangkau dan berorientasi kepada keluarga dan masyarakat agar tercapai
Indonesia Sehat 2010.
Misi Puskesmas Tamangapa
 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu, paripurna dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat.

25
 Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
sehingga masyarakat bisa mandiri.
 Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan
kesehatan.
 Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan kesehatan
masyarakat.
 Meningkatkan kesejahteraan pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan.
 Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat.

Visi dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan :


a). Enam Upaya Kesehatan Wajib, yaitu :
1. Upaya Promosi Kesehatan
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencna
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6. Upaya Pengobatan

b). Lima Upaya Kesehatan Pengembangan, yaitu :


1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
3. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
5. Unit Pembinaan Pengobatan Tradisional

3.4 PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan penderita
informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien
dan atau keluarganya dan analisis data.

26
3.4.1 Cara Pengumpulan Data / Informasi
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan atau keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 31 Desember 1961 (56 tahun)
Tanggal Pemeriksaan : 16/8/2017
Anamnesis : Autoanamnesis

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bengkak dan nyeri pada persendian
Anamnesis Terpimpin :
Bengkak dan nyeri pada persendian dialami sejak 2 hari yang lalu. Nyeri pada sendi
kedua tangan, lutut dan kaki terutama bila digerakkan. Nyeri sebelumnya ada, tapi tidak
berat semenjak 3 tahun yang lalu. Riwayat demam ada, dialami 2 hari yang lalu,
bersamaan dengan timbulnya nyeri pada sendi-sendi. Saat ini nyeri kepala (-). batuk (-)
batuk darah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya
(-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), riwayat nyeri ulu hati (-), nafsu makan biasa.
Buang air besar saat ini lancar 2 kali sehari berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air
kecil lancar berwarna kuning jernih.
Riwayat asam urat tinggi (+) sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat penyakit rematik dan
asam urat dalam keluarga (-)
Riwayat DM tidak diketahui. Riwayat DM pada keluarga (-). Riwayat jika
mendapatkan luka sukar sembuh (-)
Riwayat Hipertensi (-).
Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (-)
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat minum obat diuretik (+)
Riwayat minum anti-purin (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat penyakit maag (-)
Riwayat minum minuman beralkohol (-)

28
Riwayat penyakit kuning (-)
Riwayat benjolan (+) pada kedua tangan, lutut, dan kaki.

C. PEMERIKSAAN FISIS
 Status Present:
Sakit Sedang/Gizi Cukup/ Compos mentis
BB= 50 kg; TB= 160 cm; LLA=22 cm; IMT=19,53 kg/m2 (normal)
 Tanda Vital:
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 88 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
o
Suhu : 37 C (axilla)
 Kepala:
Ekspresi : Normal
Simetris Muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Kesegala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (+)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil : Bulat, isokor, ∅ 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL
+/+
 Telinga:
Tophi : (-)
Pendengaran : Tidak ada kelainan
Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
 Hidung:

29
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+2 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Pembuluh Darah : Bruit (-)
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
 Paru:
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS V-VI anteriordextra

30
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea midclavicularis
sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)
 Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
 Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
o Perkusi : Timpani (+) , Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-

31
o Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
- Tampak benjolan pada manus dextra sinistra, kontraktur digiti I,II,III,IV,V
manus dextra, genu dextra sinistra, dan pedis dextra sinistra. Nyeri tekan pada
benjolan (+)

DIAGNOSIS SEMENTARA
- Arthritis Gout Eksaserbasi Akut
D. PENATALAKSANAAN AWAL
- Diet rendah purin, garam, kalium, dan protein 1 gr/ kgBB/ hari
- Meloxicam 7,5mg/12jam/oral
- Paracetamol 500mg/8jam/oral
- Cefadroxil 500mg/8 jam /oral
Anjuran Pemeriksaan :
- Kontrol Darah Rutin
- Kontrol Asam Urat
- Kontrol Kolesterol
- Foto Radiologi
- Pemeriksaan CRP

E. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia et malam
Ad Functionem : Dubia et malam
Ad Sanationem : Dubia et malam

4.1.1 Keluarga
4.1.2.1 Profil Keluarga
Pasien Tn.B tinggal bersama suaminya dan kedua anak dan menantunya.
Karakteristik Demografi Keluarga
- Identitas kepala keluarga : Tn. B
- Identitas anak
- Anak pertama : Ny. H
- Suami anak pertama : Tn. A

32
- Anak kedua :Ny. HR
- Suami anak kedua : Tn. MA
- Alamat : Jl. Tamangapa Raya III Lr. III No.24 G.
- Bentuk Keluarga : Extended Family

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala
1 Tn. B Laki- laki 56 tahun SMA Ketua RT
keluarga

2 Ny. R istri Perempuan 53 tahun SMA IRT

Anak
3. Ny. H Perempuan 30 tahun SMA IRT
pertama
Suami
4. Tn. A Laki- laki 40 tahun SMA Satpam
anak I

5. Ny. HR Anak ke II Perempuan 25 tahun SMA IRT

Suami
6. Tn. MA Laki- laki 32 tahun SMA Buruh
anak ke II

Tabel 2.

4.1.2.2 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


Pasien adalah seorang kepala rumah tangga. Pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga di tanggung bersama dari penghasilannya anak-anak, dan menantunya yang
bekerja sebagai satpam dan buruh. Pasien ini tinggal di rumah pribadi yang terletak jalan
Tamangapa Raya III Lr. III No.24 G. Rumah pasien dalam kondisi yang kurang baik, dengan
ventilasi yang cukup memadai dan lingkungan rumah yang padat.

33
Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : kurang tertata rapih dan kurang bersih
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 4 x 6 m2 Keluarga Tn.B tinggal di rumah dengan
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 6 orang kepemilikian milik sendiri. Tn.B tinggal
Luas halaman rumah : tidak ada dalam rumah yang kurang sehat dengan
Lantai rumah dari : semen lingkungan rumah yang cukup padat dan
Dinding rumah dari : tembok ventilasi yang cukup memadai dan
Jamban keluarga : ada dihuni oleh 6 Orang. Dengan
Tempat bermain : tidak ada penerangan listrik 1200 watt. Air
Penerangan listrik : 1200 watt PDAM sebagai sarana air bersih
Ketersediaan air bersih : ada keluarga.
Tempat pembuangan sampah : ada
Tabel 3.
4.1.2.3 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Balita :-
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

4.1.2.4 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Faktor Keterangan Kesimpulan


- Cara mencapai pusat Pada saat akan melakukan Letak puskesmas tidak jauh
pelayanan kesehatan pemeriksaan rutin keluarga dari tempat tinggal pasien,
menggunakan kendaraan sehingga untuk mencapai
umum (bentor) untuk menuju puskesmas keluarga pasien
Puskesmas. dapat menggunakan
- Tarif pelayanan Menurut keluarga biaya kendaraan umum (bentor).
kesehatan pelayanan kesehatan Untuk biaya pengobatan
ditanggung oleh pemerintah diakui oleh keluarga pasien
yaitu setiap kali datang
berobat tidak dipungut biaya

34
dan pelayanan puskesmas

- Kualitas pelayanan Menurut keluarga kualitas dirasakan keluarga pasien


kesehatan pelayanan kesehatan yang cukup memuaskan pasien.
didapat memuaskan. Pasien juga sebulan sekali
dikunjungi oleh petugas.
Tabel 4.

4.1.3 Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang biasa
dihidangkan anak dari Tn.B terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng yang biasanya
dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain sayuran hijau baik
direbus atau ditumis dan cukup jarang mengonsumsi sayuran. Lauk yang dihidangkan
bervariasi seperti telur, tahu maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang dikonsumsi
oleh keluarga ini. Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan
siang dan makan malam, diantaranya terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang
di buat sendiri sebagai cemilan. Di dalam sehari, Tn.B, memiliki kebiasaan makan sebanyak
dua sampai tiga kali sehari. Begitu juga teh manis, merupakan jenis minuman yang paling
sering dikonsumsi, bisa lebih dari tiga gelas dalam sehari dan ditambah kebiasaannya yang
suka mengkonsumsi gorengan. Setelah terdiagnosis Gout Arthritis, dalam tiga tahun terakhir
ini Tn.B, tidak melakukan diet makanan apapun.

4.1.4 Pola Dukungan Keluarga


- Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Pasien masih memiliki anak yang membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-
hari dan mengantar pasien sesekali ke puskesmas (terakhir berkunjung 1 tahun yang lalu)
- Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga

35
Terlepas dari penyakitnya, Tn.B juga merasa sedih karena terkadang anaknya memiliki
kesibukan sehingga tidak menemani pasien ketika pergi berobat ke puskesmas ataupun
rumah sakit. Selain itu, kurangnya kepedulian pasien terhadap penyakit yang dideritanya,
hal tersebut terbukti dari tidak adanya keinginan pasien untuk melakukan diet setelah
pemberian edukasi mengenai makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsinya. Selain
itu, kurangnya kepedulian keluarga pasien dalam melanjutkan terapi dari Tn.B, hal
tersebut terbukti dari obat dari rumah sakit tidak dilanjutkan sejak 1 tahun yang lalu
karena keluarga pasien menganggap hal tersebut tidak diperlukan. Kurangnya kepedulian
keluarga untuk mengatur diet makanan dari Tn.B, hal tersebut terbukti dari penyajian
makanan dalam keluarga tersebut tidak memiliki pembeda antara makanan yang di
konsumsi anak dan pasien. Kurangnya kepedulian tersebut akibat dari kurangnya
pengetahuan anak mengenai penyakit yang diderita oleh ayahnya.
Dalam penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta yang aktif
dari seluruh anggota keluarga. pada saat ini istri dan anak pasien kurang memperhatikan
keadaan kesehatan pasien. Selain itu fungsi keluarga harusnya selalu memberi
dukungan dan selalu mengingatkan pasien agar meminum obat teratur, kontrol
berobat. Namun pada saat ini peran keluarga sangat kurang.

4.1.5 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)


1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok keluarga,
antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam mengambil
keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga
dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi
waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.

36
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada anggota √
keluarga yang bersedia mengantarkan
Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada
anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit yang √
anda derita, apakah anak anda mau
mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat penyakit √
anda, apakah anggota keluarga yang lain

37
selalu mendampingi Anda dalam
mengatasi kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang manis. Apakah

anggota keluarga yang lain
mengkonsumsi menu yang sama dan
makan bersama?
Total Skor 6

Tabel 5.

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 6 ini menunjukkan Fungsi keluarga kurang sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien memiliki seorang suami dan 2 orang anak
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas dan
memiliki asuransi kesehatan BPJS.
3. Fungsi Keturunan (Genogram)
a. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah extended family. Keluarga terdiri dari Tn. B sebagai kepala
keluarga, Ny. R sebagai seorang istri, mereka memiliki 2 orang anak dan 2 orang menantu
yaitu Ny. H dan suaminya Tn. A, dan Ny. HR dan suaminya Tn. MA

38
4.2 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Gout Arthritis, didapatkan berdasarkan anamnesis
secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek risiko
eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan
pendekatan diagnostik holistik.
4.2.1 Analisa Kasus
Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien post Gout Arthritis.

Skor
Skor Resume Hasil Akhir
Masalah Upaya Penyelesaian Akhi
Awal Perbaikan
r
Faktor biologis
- Gout merupakan 2 - Edukasi mengenai - Terselenggara 4
penyakit penyakit dan penyuluhan
metabolik pencegahannya - Keluarga memahami
melalui penyuluhan bahwa penyakit
gaya hidup sehat Diabetes mellitus dan
dengan makanan yg hipertensi dapat
bergizi dan rendah dicegah
purin - Keluarga mau
menerapkan gaya
hidup sehat
Faktor ekonomi
dan pemenuhan
kebutuhan 4 - Motivasi mengenai - Keluarga 4
- Memiliki perlunya memiliki menyisihkan
tabungan tabungan pendapatan untuk
tabungan
3 - Nasehat untuk
- Kehidupan sosial bertawakkal kepada - Memiliki rasa 4
dengan Allah, dan yakinkan Tawakkal kepada

39
lingkungan bahwa semua akan Allah, dan menjalin
baik-baik saja. Serta hubungan yang baik
sesekali bertegur sapa dengan tetangga
dengan tetangga
Faktor perilaku
kesehatan
- Higiene pribadi 3 - Edukasi tentang - Anggota keluarga 4
yang kurang dan pentingnya PHBS paham akan
lingkungan yang dirumah untuk pentingnya PHBS
kurang bersih mencegah infeksi. dan mau
mengaplikasikan
dengan baik PHBS
- Minum obat 2 dilingkungan dan 5
belum teratur - Edukasi untuk minum rumah mereka
obat sesuai anjuran - Pasien selalu minum
dokter obat teratur sesuai
anjuran dokter
Faktor Psikososial
- Kurangnya 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
perhatian anggota keluarga bersedia memberi
keluarga pasien untuk lebih perhatian perhatian lebih
terhadap penyakit dengan kondisi pasien kepada pasien
yang diderita
pasien 2 - Memotivasi pasien - Pasien termotivasi 4
- Motivasi untuk serta menjelaskan untuk sembuh
sembuh sangatlah kepada pasien bahwa
kurang penyakitnya dapat
sembuh apabila pasien
berobat secara teratur
Total Skor 15 29
Rata-rata Skor 2,1 4,1
Tabel 6.

40
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya
keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnyaoleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada
upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

4.2.2 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan Selanjutnya


Pertemuan ke 1 : 9 Agustus 2017
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-ekonomi dan
melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat yang akan
dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

4.2.2.1 Anamnesis Holistik


Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien sedang berbaring di kamar. Kemudian
pasien diberitahu oleh suami pasien bahwa petugas dari puskesmas telah datang. Dengan
bantuan anak pasien, pasien bangun dari tempat tidur dan berjalan meuju ruang tamu. Pasien
baru pertama kali mendapat kunjungan dari pihak pukesmas untuk mengontrol keadaan

41
pasien, disamping itu pasien sangat begitu senang karena ada teman berbagi cerita. Pasien
masih memiliki harapan untuk bisa beraktifitas seperti sedia kala.
Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Gout Arthritis.
Aspek Faktor Risiko Internal
Dulunya pasien sering lupa dan malas untuk kontrol asam urat ke puskesmas. Pasien
kurang menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik. Dari segi usia pasien juga
sudah tergolong lansia sehingga sangat rentan dengan berbagai penyakit.
Aspek Faktor Risiko Eksternal
- Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga pasien
kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, kurangnya komunikasi antara pasien dan
anggota keluarga dikarenakan kesibukan dari anak dan istrinya sebagai keluarga sehingga
tidak mengingatkan untuk berobat, dan kurang memperhatikan pola diet pasien.
Aspek Fungsional
Tn.B sudah kurang mampu melakukan sendiri aktivitas dan menjalankan fungsi sosial
dalam kehidupannya. Tn.B banyak menghabiskan waktu di dalam rumah saja.
Derajat Fungsional
Derajat 3 yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan, hanya
dapat melakukan kerja ringan.
Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Rumah pasien Jalan Tamangapa III Lr. III No.24G, 09 Agustus 2017
pukul 10.00 WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jalan Tamangapa III Lr. III No.24G, 16 Agustus 2017
pukul 12.00 WITA.
Sasara Hasil yang Biay
Aspek Kegiatan Waktu Ket.
n diharapkan a
Aspek Memberikan edukasi Pasien Pada saat Pasien dapat Tida Tidak
persona kepada pasien mengenai kunjunga sadar dan k ada menolak
l penyakit gout dan n rumah mengerti akan
komplikasi serta pentingnya
memberikan informasi melakukan diit

42
mengenai perkembangan rendah purin
penyakitnya.
Aspek Memberikan obat GA Pasien Pada saat Gula darah Tida Tidak
klinik untuk mengontrol kunjunga dapat k ada menolak
serangan penyakit dan n rumah terkontrol,
untuk mengurangi gejala hipertensi
dapat
terkontrol,
melakukan
fisioterapi
Aspek Mengajarkan bagaimana Pasien Pada saat Gula darah Tida Tidak
risiko pola makan yang baik, kunjunga dapat k ada menolak
internal menganjurkan untuk n rumah terkontrol,
menjaga hygenitas diri tekanan darah
dapat
terkontrol
Aspek Menganjurkan keluarga Keluar Pada saat Keluarga Tida Tidak
risiko memberi dukungan ga kunjunga memberi k ada menolak
external kepada pasien agar selalu n rumah perhatian dan
menjaga kesehatannya dukungan
dan selalu mengingatkan lebih kepada
pasien untuk minum obat pasien dan
dan kontrol gula darah, pasien lebih
dan mendukung pola diet termotivasi
pasien. untuk sembuh

Menganjur-kan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk rajin Pasien Pada saat Agar kondisi Tida Tidak

43
fungsio melakukan fisioterapi kunjunga tubuh selalu k ada menolak
nal serta menghindari hal-hal n rumah sehat dan
yang bisa mencederai bugar, agar
pasien. kelemahan
pada tubuh
pasien bisa
berkurang
Tabel 7.
4.2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 110/70 mmHg, Nadi : 90 x/menit,
Pernapasan : 18 x/menit, Suhu : 36,5oC. Tampak kelemahan pada tangan dan lengan kiri.
Sensibilitas pada keempat ekstremitas normal. Kekuatan pada ekstremitas atas kiri menurun.

4.2.2.3 Pemeriksaan Penunjang


-
4.2.2.4 Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
Diagnose Klinis:
Gout Arthritis
Diagnose Psikososial:
- Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan.
- Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan pasien.
4.2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi pencegahan primer,
pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit stroke antara
lain:
- Mengontrol kesehatan
 Mengatur pola makan
- Mengontrol diit
 Melakukan diet rendah purin

44
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang berkaitan
dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota keluarga diberikan
pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien diit rendah purin.
Selain itu apabila kita kembali mengingat bahwa silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit
metabolic yang tinggi sehingga, penting mengingatkan ke anggota keluarga untuk menjaga
pola makan serta melakukan kebiasaan hidup yang sehat.

45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis :
Gout Arthritis
- Diagnosis psikososial :
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan serta kurangnya
perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan pasien.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn.B, maka disarankan untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan penyakit gout arthritis.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit Gout Arthritis
serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur mengonsumsi obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan dukungan lebih
kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan mengontrol
penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Bettschen J., 2010. Gouty Arthritis: Current Treatments & New Developments. p:1-
8.
2. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. 2010. What is
Gout? p:1-4
3. Tulaar, A.B.M., 2008. Nyeri punggung dan leher. MKI, Volum: 58, Nomor: 5, Mei
2008
4. Albar, Z. 2010. Gout: Diagnosis and Management. Rheumatology division,
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia,
Jakarta, Indonesia
5. Roddy. E., and Doherty.M. 2010. Epidemiology of Gout. Arthritis Research &
Therapy, 12:223
6. Choi H, Atkinson K, Karlson E, Willett W, Curhan G. 2004. Purine-Rich Foods,
Dairy And Protein Intake, And The Risk Of Gout In Men. N Engl J Med, 350:1093-
1103.
7. The American Rheumatism Association.1977.ACR criteria for classification of acute
gouty arthritis.
8. Hui Yu, K., et al. 2012. Risk of end-stage renal disease associated with gout: a
nationwide population study. Arthritis Research and Therapy:1-6

47

Anda mungkin juga menyukai