Oleh :
Preseptor :
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan case report session yang
berjudul “Pre Eklampsia Berat”. Case report session ini ditujukan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Obstetri dan
ginekologi RSUP Dr. M. Djamil Padang .
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………….……………….…2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
BAB IV DISKUSI..................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................34
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Batasan Penulisan
Batasan penulisan case report session ini membahas mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari preeklampsia berat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Kriteria
Hipertensi TD > 140/90 mmHg setelah 20 minggu
dimana
gestasional
sebelumnya normotensi tanpa diikuti
Preeklampsi : Hipertensi dengan
≥ 300mg/ 24 jam, atau
Proteinuria
Rasio Protein urin: kreatinin ≥ 0.3, atau
Dipstick 1+ menetap
Atau
Trombositopeni Trombosit < 100.000/ul
Gangguan ginjal Level kreatinin > 1.1 mg/dL atau meningkat
2x
Gangguan liver AST & ALT Meningkat 2x diatas batas
Cerebral Symptoms normal
Sakit kepala, gangguan penglihatan, konvulsi
Pulmonary edema Sesak nafas, ronkhi
Microangiopathic Peningkatan LDH
hemolysis
6
Gangguan Oligohidramnion
pertumbuhan janin
FGR
2.3 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10%
dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda
awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia
menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di
negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama
dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian
eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas.10
Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700
kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara
7
berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania,
dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka
kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia ini juga
dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali
lebih tinggi dari pada ibu multipara.10
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor
dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di
Indonesia adalah akibat perdarahan.9
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.11,12
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
b. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%.
c. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu. Penelitian lain
menyebutkan bahwa kekurangan kalsium berhubungan dengan angka
kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
d. Tingkah laku/sosioekonomi
Insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil
memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh
lebih tinggi. Istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
e. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
f. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan
8
patofisiologinya bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan
ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.
g. Kehamilan pertama
h. Riwayat Eklampsia atau Preeklampsi pada hamil sebelumnya
i. Jarak anak sebelumnya >10 tahun
j. Usia > 40 tahun
k. Riwayat Preeklampsia pada keluarga (ibu & saudara perempuan)
l. Memiliki riwayat penyakit Hipertensi, ginjal & diabetes.
m. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
n. Kehamilan multipel
o. Sindrom antifosfolipid (APS)
p. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit, dan embrio
q. Obesitas sebelum hamil
2.4 Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
9
Gambar 2.1 Perbedaan Arteri Spiralis pada Kehamilan dengan
Preeklampsia.2
10
3. Faktor Genetik
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan
pada ipar mereka.
4. Faktor Gizi
Faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam
Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan
“Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
5. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2.5 Patogenesis
Patogenesis preeklampsia masih belum sepenuhnya dapat dijelaskan
meskipun hingga kini sudah banyak progres mengenai penjelasan terjadinya
hal tersebut. Plasenta menjadi kunci utama penyebab preeklampsia karena
pelepasan plasenta berhubungan dengan berkurangnya gejala preeklampsia.
Pemeriksaan patologik plasenta dari kehamilan dengan preeklampsia sering
mengungkapkan plasenta yang infark dan sklerotik di dekat arteriol.
Hipotesis tentang cacatnya invasi trofoblas dan hubungannya dengan
hipoperfusi uteroplasenta dikaitkan dengan terjadinya preeklampsia. Plasenta
11
iskemik merupakan pusat keluarnya berbagai kimia dan sinyal sebagai
pencetus hipertensi dalam kehamilan. Konsep ini terkenal dengan “two
stage theory”. Stage 1 berupa banyak faktor termasuk genetik, imunologi,
pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan plasentasi abnormal
sehingga aliran darah berkurang sehingga terjadi plasenta iskemik. Pada
Stage 2 dimana plasenta mengeluarkan kimiawi atau molekul ke dalam
sirkulasi.8,14
12
Gambar 2.3 Skema preeklampsia6
13
Gambar 2.4 Plasenta iskemik berdasarkan 3 kondisi11
2.6 Diagnosis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas
usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia ter sebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan
dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
4,6,7
diagnosis preeklampsia, yaitu:
14
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).6,13
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan
menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan
preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan
kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu
dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)6,13
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi
protein urin masif (lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi
mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia
merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.13
8
15
a) Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan
sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pasca persalinan.
b) Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi kronis adalah timbulnya
preeklamsi ataueklamsi pada pasien hipertensi kronik.
c) Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada
wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala
hipertensi kronik atau preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala
ini akan hilang dalam waktu< 12 minggu pascasalin.13
2.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Ekspetatif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen
ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal seperti
gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio plasenta.
Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi
morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing
enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama
perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen
16
ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih
banyak.13
Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat napas,
perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal.13
17
Gambar 2.6 Alur manajemen ekspetatif Preeklampsia Berat13
Rekomendasi:
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat
dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan
janin stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal.
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin.
18
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif
• Evaluasi di kamar bersalin dalam 24 – 48 jam
• Kortikosteroid untuk pematangan
paru, Magnesium sulfat profilaksis,
antihipertensi
• USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan
pemeriksaan laboratorium13
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan patokan untuk dilakukan
terminasi segera:13
19
Terapi Farmakologi
2.10 Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada
tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin dilaksanakan,
dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2%
-48.9%.8,9
2.11 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu:8,9
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia
serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau
gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama Pasien : Silvia Resti
Umur : 29 th
Nomor RM : 00.69.10.10
Jenis Kelamin : Perempuan
3.2 Anamnesis
Seorang pasien datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 12 November
2020 Diantar suami dengan:
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien merasa pusing yang berputar sejak dua jam sebelum masuk rumah sakit
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien awalnya kontrol rutin di puskesmas Padang Pasir di pagi hari sebelum masuk
rumah sakit. Di puskesmas didapat kan tekanan darah 160/90 mmHg, kemudian diberikan
rujukan ke poli kebidanan RS aisyiah untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sesampai di rumah
pasien mengeluhkan pusing kemudian langsung diantar keluarga ke IGD RSUP
dr.M.Djamil Padang dan sampai di IGD PONEK RSUP dr. M. Djamil Padang kira-kira
pada jam 16.00 WIB
Sakit kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati(-)
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)
Keluar lendir campur darah (-)
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
HPHT: 22-2-2020 TP : 29-10-2020
Gerak anak terasa sejak 5 bulan yang lalu
ANC :kontrol rutin setiap bulan ke puskesmas dan kontrol ke Sp. OG 4 x selama
hamil yaitu bulan ke 1,2,3 dan 8
Batuk (-) pilek (-), sesak nafas (-), demam (-)
Riwayat perjalanan keluar negeri/luar kota (-)
Riwayat berkontak dengan pasien covid-19 positif (-)
Riwayat berkontak dengan orang yang pulang dari luar kota/luar negeri (-)
Basofil 0
Hematologi Hasil Eosinofil 1
Neutrofil 73
Hemoglobin 13,3 gr / dl
Limfosit 16
Hematokrit 40 % Monosit 10
Leukosit 8.54 /mm3
Trombosit 470.000/m
Elektrolit
m3 -Natrium 136
HbsAg Non reaktif -Kalium 4.1
HIV Non reaktif -Clorida 106
Kesan: Hasil Dalam Batas
Normal
USG
3.5
3.5 Diagnosis
Diagnosis P1A0H1 PEB gravid 37-38 minggu + PEB
3.6 Sikap
Terminasi Kehamilan
3.7 Follow Up
11/202 S / Telah dilakukan tindakan terminasi kehamilan (SCTPP) lahir
0 bayi dengan
BBL : 2900 gram
PB : 50 cm
JK : Perempuan
A/S : 8/9
-Nyeri post Op (+)
-Demam (-)
O/ Ku : Sedang, Kesadaran: CMC, TD:140/90, Nd: 84X,
NF:20x, T:36,8C
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien wanita berumur 29 tahun dengan diagnosis
G1P0A0H0 gravid 37-38 minggu + PEB. Diagnosis Preeklampsia ditegakkan
berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dibawa
IGD PONEK RSUP DR. M. Djamil Padang setelah mengeluhkan pusing sepulang
pemeriksaan di poli kebidanan RS Aisyiah 2 jam SMRS. Pada pasien tidak didapatkan
adanya tanda-tanda inpartu , keluhan nyeri kepala hebat ,nyeri ulu hati, nyeri abdomen
kanan atas dan pandangan kabur tidak ada. Pada pemeriksaan fisik yaitu didapatkan
tanda-tanda kehamilan, denyut jantung janin yang positif, terabanya bagian-bagian
janin dan pergerakan janin sudah dirasakan oleh ibu sejak 5 bulan yang lalu.
Didapatkan tanda preeklampsia : hipertensi (170/100 mmHg) dan proteinuria + Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit kardiovaskular sebelmnya. Pasien rutin ANC tiap
bulan ke puskesmas dan kontrol ke Sp.OG 4 kali selama kehamilan yaitu pada bulan
ke 1, 2, 3 dan 8.
Berdasarkan kepustakaan, kriteria diagnosis untuk pre-eklampsia termasuk
peningkatan tekanan darah yang baru dan proteinuria setelah minggu 20 gestasi. Pre-
eklampsia berat diindikasikan dengan terpenuhinya syarat preeklampsia dan
didapatkan salah satu kondisi seperti : peningkatan tekanan darah ≥160\110 mmHg,
trombositopenia (<100.000/ml),gangguan ginjal, gangguan liver ( peningkatan
transaminase 2X atau nyeri epogastrik), edema paru, gangguan neurologis dan
gangguan janin.
Pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan. Terminasi kehamilan dilakukan
karena usia kehamilan 37-38 minggu. Terminasi kehamilan dilakukan saat tekanan
sistolik pasien <140 mmHg. Sebelum operasi, pasien dilakukan kontrol KU, vital sign,
DJJ, his dan diberikan IVFD RL drip MgSO4 dosis maintenance serta diberikan
metildopa 3X500 mg. Kondisi bayi dilahirkan dalam batas normal. Setelah itu pasien
dilakukan perawatan post op dengan kontrol KU, IVFD RL drop MgSO4 dosis
maintenance, IVFD Oksitosin 2 ampul 28 tpm. injeksi ceftriakson 2X1 dan cek lab
post operasi. Magnesium sulfat (MgSO4) 40% diberikan dengan dosis inisial 4 gr
sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau kejang berulang. Prosedurnya adalah
ambil 4 gram larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml
akuades. Berikan larutan secara perlahan IV selama 20 menit. Jika akses IV sulit,
berikan masing-masing 5 gr MgSO4 IM di bokong kiri dan kanan. Kemudian mulai
dosis rumatan 6 MgSO4 dalam 6 jam sesuai prosedur. Sebelum pemberian MgSO4,
periksa : pastikan tersedia Ca Glukonas 10% untuk menjaga/mencegah henti napas,
frekuensi napas > 16 kali/menit, refleks patella (+), urin > 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir.
Obat anti hipertensi, yaitu metildopa dan nifedipin diberikan karena tekanan darah
sistolik diatas 160 mmHg, dan target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160
mmHg dan diastolik < 110mmHg.
Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil, penundaan
persalinan meningkatkan resiko untuk ibu dan janin. Tindakan berupa periksa serviks,
bila serviks matang lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan
oksitosin atau prostaglandin. Jika persalinan pervaginam tak dapat diharapkan selama
12 jam pada eklampsia atau 24 jam pada preeklampsia lakukan seksio sesarea.
Pada pasien ini dalam gravid 37-38 minggu dengan PEB. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, tatalaksana yang dipilih untuk terminasi janin. Dilahirkan bayi
perempuan dengan berat lahir 2900gr, panjang badan : 50 cm; dan apgar score 8/9.
DAFTAR PUSTAKA