Anda di halaman 1dari 17

Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Case Report Session

Karsinoma Nasofaring

Oleh :

Akbar Muzakki A 1840312767

Preseptor :

dr. Nirza Warto, Sp.THT-KL(K), FICS

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN BEDAH KEPALA DAN LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG
2020

Case Report Session


Kanker Nasofaring
Akbar Muzakki A 1840312767

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas prognosis, dan laporan kasus mengenai karsinoma
pada epitel Nasofaring. Tumor ini menunjukan variasi nasofaring.
derajat diferensiasi dan sering terlihat pada fossa
rosenmuller, posteromedial hingga medial dari tuba 1.3. Tujuan Penulisan
eustachius pada nasofaring. Case report session (CRS) ini bertujuan untuk
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma menambah pengetahuan pembaca dan penulis, khususnya
yang tumbuh pada daerah nasofaring. Karsinoma mengenai karsinoma nasofaring.
nasofaring merupakan keganasan yang prevalensinya
paling tinggi di antara keganasan pada kepala dan 1.4. Metode Penulisan
1
leher. Di Indonesia, prevalensi karsinoma nasofaring Case report session (CRS) ini menggunakan metode
adalah 6,2 per 100.000 populasi, dengan 13.000 tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.
kasus ditemui pertahun. Berdasarkan jenis ras, pasien
KNF dominan dengan ras deutro melayu yang terdiri 2. TINJAUAN PUSTAKA
dari suku Jawa, Sunda, dan Betawi. Sedangkan 2.1 Anatomi
2
berdasarkan pekerjaan, petani mendominasi pasien KNF. Nasofaring merupakan suatu ruang berbentuk
Angka insidensi KNF di Indonesia tergolong tinggi, yaitu trapezoid dengan ukuran tinggi kira-kira 4 cm, lebar 4 cm
sekurang-kurangnya 5.7 pada laki-laki dan 1.9 pada dan anteroposterior 3 cm yang terletak di belakang hidung.
perempuan per 100.000 jiwa bila dibandingkan dengan Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu
angka insidensi dunia yaitu 1,9 pada laki-laki dan 0,8 pada disebut “rongga buntu atau rongga tersembunyi.
perempuan. Namun, perlu diketahui bahwa angka Batas-batas rongga nasofaring, di sebelah depan
insidensi pasti KNF di Indonesia belum dapat adalah koana (nares posterior). Sebelah atas, yang juga
ditentukan secara pasti dikarenakan kurangnya merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah belakang
pendataan kanker dan dokumentasi secara detail adalah jaringan mukosa di depan vertebra servikal. Sebelah
3
mengenai KNF secara nasional di Indonesia. bawah adalah ismus faring dan palatum mole, dan batas
Penanggulangan KNF sampai saat ini masih lainnya adalah dua sisi lateral. Dinding anterior dibentuk oleh
merupakan suatu masalah karena etiologi yang masih koana dan batas posterior septum nasi. Dinding lateral
belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak terdapat muara tuba Eustachius.
nasofaring yang tersembunyi sehingga sulit untuk Dinding nasofaring diliputi oleh mukosa dengan banyak
diperiksa. Akibatnya diagnosis sering terlambat dengan lipatan atau kripta. Secara histologi mukosa nasofaring
ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala dibentuk oleh epitel berlapis silindris bersilia
pertama. (pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang ke arah
orofaring akan berubah menjadi epitel gepeng berlapis
1.2. Batasan Masalah (stratified squamous epithelium). Di antara keduanya
Case report session (CRS) ini akan membahas definisi, terdapat epitel peralihan (transitional epithelium) yang
klasifikasi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, terutama didapatkan pada dinding lateral di daerah fosa
patogenesis, gejala klinis, staging, diagnosis, tatalaksana, Rosenmuller.1,4
Gambar 1.1 Bagian-bagian dari Faring

Bangunan-bangunan penting yang terdapat di


nasofaring adalah:
1. Adenoid atau Tonsila Lushka
Bangunan ini hanya terdapat pada anak-anak usia
kurang dari 13 tahun. Pada orang dewasa struktur ini telah
mengalami regresi.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Gambar 1.2 Anatomi Nasofaring

2. Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring


Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan Gambar 1.3. Kelenjar Limfatik Servikal
tempat predileksi fibroma nasofaring atau angiofibroma
nasofaring.1

3. Torus Tubarius
Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran
tuba Eustachii (ostium tuba).1

4. Fosa Rosenmulleri
Fossa Rosenmulleri merupakan suatu lekuk kecil yang
terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk kecil ini
diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang
disebut sulkus salfingo-faring. Fossa Rosenmulleri
merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari
epitel kolumnar/kuboid menjadi epitel pipih. Tempat
pergantian ini dianggap merupakan predileksi terjadinya
Gambar 1.4 Level KGB leher
keganasan nasofaring.1
Kelenjar getah bening leher terdiri dari beberapa level,
Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri dari epitel
dimana masing-masing level tersebut dapat menjadi
yang bermacam-macam, yaitu epitel kolumnar simpleks
petunjuk metastasis tumor primer di daerah kepala dan
bersilia, epitel kolumnar berlapis, epitel kolumnar berlapis
leher. Pada tumor nasofaring yang sudah bermetastasis
bersilia, dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia. Pada
regional akan memunculkan pembesaran kelenjer getah
tahun 1954, Ackerman dan Del Regato berpendapat bahwa
bening leher level II.5
epitel semu berlapis pada nasofaring ke arah mulut akan
Letak pembesaran kelenjar getah bening merupakan
berubah mejadi epitel pipih berlapis. Demikian juga epitel
petunjuk penting dari letak penyakit primer.Terdapat
yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam dan jelas
beberapa petunjuk umum yang mungkin membantu dalam
sekali. Yang terpenting di sini adalah pendapat umum
penilaian kelenjar getah bening leher. Kelenjar gerah bening
bahwa asal tumor ganas nasofaring itu adalah tempat-
leher yang nyeri mungkin berasal dari penyakit infeksius,
tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke
sedangkan kelenjar getah bening yang tanpa rasa nyeri
jaringan limfe di bawahnya.1 Moch. Zaman mengemukakan
paling mungkin merupakan penyakit keganasan. Daerah
bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi pada:
pembesaran kelenjar getah bening yang multipel biasanya
1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di
menunjukkan penyakit sistemik seperti limfoma,
mana terdapat adenoid.
tuberkulosis, atau mononukleois infeksiosasedangkan
2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau
kelenjar yang soliter seringkali metastatik. Kelenjar getah
di luar koana.
bening leher bagian bawah paling mungkin berasal dari
3. Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri
penyakit keganasan yang berasal dari bagian tubuh lain
sampai dinding faring dan palatum molle.2
selain kepala dan leher, sedangkan kelenjar pada leher
bagian atas paling mungkin sekunder dari kepala dan leher.5

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2.2. Definisi Tipe 1 : Squamous sel karsinoma dengan keratin


Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), biasanya
ganas (kanker) yang berasal dari sel epitel nasofaring, ditemukan pada dewasa tua.
bagian atas tenggorokan belakang hidung dan dekat Tipe 2 : Karsinoma non-kertinisasi (Non-keratizing
dengan dasar tengkorak. Karsinoma nasofaring merupakan Carcinoma)
tipe tumor yang unik karena memiliki distribusi endemis Tipe 3: Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated
khusus dan hanya berhubungan dengan virus Eipsten- Carcinoma)
6
Barr.
Kebanyakan kasus pada anak dan remaja terdapat
2.3. Epidemiologi pada tipe 3. Tipe 2 dan 3 berkaitan dengan peningkatan
KNF merupakan keganasan yang jarang di dunia, titer virus epstein bar.7
dengan prevalensi kurang dari 1/100.000. Namun, Sel epitel pada KNF adalah sel poligonal yang
kejadian karsinoma nasofaring sering ditemukan pada berukuran besar, dengan nukleus yang berbentuk bundar
daerah Cina Selatan dan baru-baru ini meningkat pada atau oval dengan kromatin yang jarang dan nukleoli yang
beberapa kota di Asia Tenggara. KNF merupakan jelas. Sel-sel ini seringkali dikacaukan oleh sel-sel limfoid
keganasan yang sangat menarik karna berkaitan dengan pada nasofaring sehingga disebut juga dengan istilah
geografi, distribusi ras, genetik, sosial dan faktor limfoepithelioma.8
lingkungan sebagai etiologi dari keganasan ini.1 Ras
2.5. Etiologi dan Faktor Risiko
Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker
Penyebab pasti dari KNF masih belum diketahui.
nasofaring sehingga angka kejadiannya cukup tinggi pada
Banyak para ahli menemukan bahwa virus Eibsten Barr
penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam,
(EBV) dan riwayat keluarga dengan karsinoma nasofaring
Thailand, Malaysia, Singapuran dan Indonesia. Di dunia,
mempunyai hubungan yang kuat dengan faktor risiko
angka kejadian tertinggi terdapat di propinsi Cina
timbulnya KNF. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang
Tenggara yakni sebesar 40 – 50 kasus KNF diantara
diduga juga berhubungan dengan timbulnya KNF seperti
100.000 penduduk. KNF sangat jarang ditemukan di
sering mengonsumsi ikan asin, kurang makan buah dan
daerah Eropa dan Amerika Utara dengan angka kejadian
sayur, merokok, genotip HLA kelas I serta adanya pajanan-
sekitar <1/100.000 Penduduk.4
pajanan dari lingkungan.8
Di Indonesia, KNF merupakan tumor ganas ke-4
a. Virus Epstein Barr
terbanyak setelah kanker leher rahim, kanker payudara
EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma
dan kanker kulit serta keganasan terbanyak pada kepala
nasofaring. EBV menginfeksi dan menetap secara laten
dan leher.1,5 Hampir 60% keganasan kepala dan leher
pada 90% populasi dunia. Limfosit B adalah target utama
merupakan karsinoma nasofaring. Frekuensi pasien KNF
EBV. Virus Epstein-Barr dapat memasuki sel-sel epitel
di Indonesia hampir merata disetiap daerah. Angka
orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi
kejadian KNF di RSUPN Cipto Mangun Kusumo
(laten) dan sepanjang masa (life-long). AntibodiAnti-EBV
ditemukan lebih dari 100 kasus pertahun, di RS Hasan
ditemukan lebih tinggi pada pasien karsinoma
Sadikin Bandung 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, 15
nasofaring. Level EBV pada plasma juga sangat
kasus di Denpasar dan 11 kasus ditemukan di Padang
berhubungan dengar respon suatu terapi dan
dan Bukittinggi pertahunnya.5
memprediksi tingkat kekambuhan penyakit serta
Kejadian KNF terutama pada pria usia produktif
indikator prognosis.5,8
(perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan
b. Makanan yang diawetkan
60% pasien berusia 25-60 tahun.1
Paparan non-viral yang paling konsisten dan
2.4. Klasifikasi
berhubungan kuat dengan risiko karsinoma nasofaring
Karsinoma nasofaring diklasifikasikan oleh WHO pada
adalah mengonsumsi ikan asin. Tingginya konsumsi
tahun 1992 ke dalam 3 tipe berdasarkan histologisnya,
nitrosamin dan nitrit dari daging, ikan dan sayuran yang
yaitu :
berpengawet selama masa kecil meningkatkan risiko
karsinoma nasofaring. Nitrosodimethyamine (NDMA), N-
nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya
5,8
Serta kebiasaan makan makanan yang terlalu panas. menyebabkan limfosit B menjadi immortal.
c. Asap Rokok Sementara itu, sampai saat ini mekanismemasuknya
Pada banyak penelitian dikatakan bahwa merokok EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat
berhubungan dengan terjadinya keganasan ini. Merokok dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua
dapat meningkatkan serum anti-EBV. Peningkatan reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke
marker anti-EBV positif dapat dimiliki pada orang-orang dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR
yang memiliki kebiasaan merokok aktif selama lebih dari (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi
20 tahun. oleh EBV dapat menimbulkan beberapa kemungkinan
d. Formaldehid yaitu: sel menjadi mati bila terinfeksi dengan EBV dan
Formaldehid adalah suatu senyawa karsinogenik yang virus mengadakan replikasi, atau EBV yang meinfeksi sel
dapat menyebabkan proses keganasan pada rongga dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel
hidung. Formaldehid merupakan produk senyawa alami kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi
yang dihasilkan dari lingkungan dan digunakan dalam sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga
kehidupan sehari-hari. Formaldehid banyak digunakan mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga
sebagai senyawa pelarut, larutan desinfektan, dan terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk
pengawet. Gas formaldehid dapat menyebabkan kanker sel kanker.7
pada rongga hidung, nasofaring, laring, mulut ,dan
2.7. Gejala Klinis
kelenjar ludah.
Gejala dari KNF terbagi menjadi 4 kategori:
e. Genetik
1. Gejala yang disebabkan adanya masa pada
Telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier
nasofaring (epiktasis, sumbatan hidung dan sekret).
dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan
Pada epistaksis, umumnya berupa ingus
lainnya. Pengaruh genetik terhadap karsinoma
bercampur darah yang dapat terjadi berulang-ulang
nasofaring sedang dalam pembuktian dengan
dan biasanya dalam jumlah sedikit. Gejala ini timbul
mempelajari cell mediated immunity dari virus EB dan
akibat permukaan tumor rapuh sehingga pada
tumor associated antigens pada pasien.3 Riwayat
iritasi ringan dapat terjadi perdarahan. Pada gejala
keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita
sumbatan hidung, gejala ini biasanya menetap dan
karsinoma nasofaring meningkatkan kemungkinan salah
bertambah berat. Gejala ini akibat pertumbuhan
satu anggota keluarga lainnya mendapatkan keganasan
massa tumor menutupi koana. Gejala menyerupai
nasofaring. Human leucocyt antigen (HLA) kemungkinan
pilek kroniskadang-kadang disertai dengan
berhubungan dengan peningkatan kejadian karsinoma
gangguan penciuman. Bila terjadi obstruksi hidung
nasofaring.
total menunjukkan stadium yang lanjut dari
6,9,10
karsinoma nasofaring.
2.6. Patogenesis
KNF timbul dikarenakan interaksi antara infeksi
2. Disfungsi dari tuba eustacius (hilang pendengaran).
kronis dengan gamma onkogenik virus eipstein bar
Gangguan ini terjadi saat tumor berada berdekatan
(EBV) serta lingkungan. Infeksi EBV primer biasanya
dengan fossa rossenmuller. Gangguan berupa,
subklinis, tetapi virus ini sangat berhubungan dengan
tinitus, otalgia dan gangguan pendengaran umunya
perkembangan beberapa keganasan termasuk KNF.7
bersifat unilateral. Gejala ini disebabkan karena
EBV menular melalui saliva, ketika infeksi primer
pertumbuhan atau infiltrasi tumor primer pada otot
saat masa anak-anak virus bereplikasi dalam sel-sel
tuba dan mengganggu mekanisme pembukaan
epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. EBV memulai
ostia tuba. Tuba oklusi dapat menjadi permanen
infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan
jika tumor menyebar dan menyumbat muara
reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21
tuba.6,9,10
atau CR2). Glikoprotein pada kapsul EBV berikatan
dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B. Aktivitas 3. Gejala yang berkaitan dengan penjalaran tumor ke
ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari atas (nyeri kepala, diplopia, nyeri pada wajah dan
mati rasa).. Diplopia terjadi akibat penjalaran tumor

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

melalui foramen laserum mengenai saraf cranial ke


VI dan III. Nyeri pada wajah atau neuralgia
trigeminal dikarenakan terkena saraf cranial ke V.
Jika penjalaran melalui foramen jugulare akan
mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII yang akan
menimbulkan sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom
unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi 2.9. Diagnosis
tulang tengkorak.6,9,10 Karsinoma Nasofaring harus ditegakan diagnosis melalui
beberapa cara:
4. Massa pada leher. Metastasis ke kelenjar leher
a. Gejala Klinis
ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe regional
Pasien dapat mengeluhkan 1 dari 4 gejala klinis,
yang merupakan penyebaran terdekat secara
seperti adanya epiktasis yang berulang, hidung
limfogen dari KNF, dapat terjadi unilateral atau
tersumbat yang menetap atau ada nyeri pada telinga,
bilateral. Kelenjar limfe retrofaringeal (Rouviere)
penurunan pendengaran, nyeri kepala dan kelainan saraf
merupakan tempat pertama penyebaran sel tumor
kranial lainnya.9
ke kelenjar, tetapi pembesaran kelenjar limfe ini
tidak teraba dari luar. Ciri yang khas penyebaran b. Pemeriksaan nasofaring1
KNF ke kelenjar limfe leher yaitu terletak di bawah - Rinoskopi posterior
prosesus mastoid (kelenjar limfe jugulodigastrik), di - Nasofaringoskopi (fiber/rigid)
bawah angulus mandibula, di dalam otot - Laringoskopi
sternokleidomastoid, konsistensi keras, tidak terasa
sakit, tidak mudah digerakkan terutama bila sel c. Biopsi nasofaring10
tumor telah menembus kelenjar dan mengenai Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan
jaringan otot di bawahnya. 6,9,10 diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik
atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat
Gejala-gejala yang terjadi pada KNF biasanya tidak ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian,
spesifik sehingga pasien KNF didiagnosa saat telah hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat
dalam stadium lanjut. dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari
mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan
2.8. Staging
dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
Penentuan stadium untuk karsinoma nasofaring digunakan
sistem menurut American Joint Committee on Cancer
d. Pemeriksaan Patologi Anatomi11
(AJCC) edisi ke-8 tahun 2018:
Klasifikasi gambaran histopatologi yang
direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
 Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi
(Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ). Tipe ini
dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang
dan buruk.
 Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing
Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai adanya
diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel
skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya
batas sel cukup jelas.
 Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated
Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu
memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada prognosis pengobatan. Diagnosis pasti ditegakkan
umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. dengan melakukan biopsi nasofaring.

e. Pemeriksaan radiologi 2.10. Penatalaksanaan


Radioterapi masih merupakan pengobatan utama
dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan
pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan
tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan
kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant
penuh dilanjutkan kemoradiasi (tambahan). 11

 Rontgen polos 1. Radioterapi10


 CT Scan Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi
Memiliki beberapa fungsi yaitu: (1) membantu tinggi yang dapat menembus jaringan dalam rangka
diagnosis; (2) memastikan luas lesi, penetapan membunuh sel neoplasma.
stadium secara akurat; (3) secara tepat Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi external
menetapkan zona target terapi; merancang medan menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk
radiasi; (4) memonitor kondisi remisi tumor pasca memberikan radiasi kepada kanker. Terapi radiasi internal
3,9,10
terapi dan pemeriksaan tindak lanjut. menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan melalui jarum,
 MRI Scan radioaktive seeds, wires atau kateter yang ditempatkan
 Positron emission tomography) PET secara langsung kedalam atau di dekat kanker. Sumber
Disebut juga pencitraan biokimia molekular radiasi menggunakan radiasi γ Co-60, radiasi β energi tinggi
metabolik in vivo. Pasien akan menerima injeksi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama
glukosa yang terdiri dari atom radioaktif. Jumlah dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi
radioaktif yang digunakan sangat rendah. Karena intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi stereotaktik.10
sel kanker di dalam tubuh bertumbuh dengan Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada
cepat, kanker mengabsorpsi sejumlah besar gula ukurannya sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi
radioaktif. 10
yang tak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, < 2 cm
diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan
f. Pemeriksaan serologis EBV
bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan
Bagi salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap
dalam 41 fraksi selama 5,5 minggu. Alat yang biasanya
memiliki risiko tinggi kanker nasofaring:
dipakai ialah “cobalt.
1 Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin
A) VCA-IgA >= 1:80
1. Radiasi eksterna dapat digunakan sebagai :
2 Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early
- pengobatan efektif pada tumor primer tanpa
Antigen-Imunoglobulin) EA-IgA dan EBV-
pembesaran kelenjar getah bening
DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut
- pembesaran tumor primer dengan pembesaran
positif.
kelenjar getah bening
3 Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu
- Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi
menunjukkan titer yang tinggi kontinu atau terus
- Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post
meningkat.
operatif pada neck dissection
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA
untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan
2. Radiasi Interna/ brachyterapi bisa digunakan
dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi
untuk :
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

- Menambah kekurangan dosis pada tumor primer Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari
dan untuk menghindari terlalu banyak jaringan karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka
sehat yang terkena radiasi. pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan
- Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor imunoterapi.
- Pengobatan kasus kambuh.
5. Edukasi dan follow up
2. Kemoterapi Hal-hal yang perlu diedukasikan kepada pasien telah
Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dibahas dalam sebab sebelumnya. Berikut ini adalah
dengan setiap periode diikuti dengan adanya waktu rangkuman mengenai hal-hal yang penting untuk
12
istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh diedukasikan kepada pasien.
melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya
berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering
tidak dianjurkan bagi pasien yang kesehatannya
memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah
penghalang mendapatkan kemoterapi.
Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan
untuk mengobati karsinoma nasofaring. Cisplatin telah
digunakan secara tunggal sebagai bagian dari
kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat
lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi
radiasi. Beberapa obat lain boleh juga berguna untuk
mengobati kanker yang telah menyebar. Obat-obat ini
termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin,
Methotrexate, Doxorubicin, Epirubicin, Docetaxel, dan
Gemcitabine. Sering, pengkombinasian atau lebih obat-
obat ini yang digunakan.5 Tetapi berbagai macam
kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini
adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.5
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-
fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi
yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang
memberi harapan akan kesembuhan total pasien
Follow up dilakukan meliputi konsultasi dan pemeriksaan
karsinoma nasofaring.
fisik:12
 Tahun 1 : setiap 1-3 bulan
3. Operasi
 Tahun 2 : setiap 2-6 bulan
Tindakan operasi pada penderita karsinoma
 Tahun 3-5 : setiap 4-8 bulan
nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
 5 tahun : setiap 12 bulan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada

sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan
Follow-up imaging terapi kuratif dilakukan minimal 3 bulan
kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah
pasca terapi:
dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan
a) MRI dengan kontras sekuens T1, T2, Fatsat, DWI +
radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan
ADC
suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus
b) Bone Scan untuk menilai respons terapi terhadap lesi
yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang
metastasis tulang.
tidak berhasil diterapi dengan cara lain.9

4. Imunoterapi
Follow Up Terapi Paliatif (dengan terapi kemoterapi);
dilakukan dengan CT Scan pada siklus pertengahan terapi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

untuk melihat respon kemoterapi terhadap tumor. penciuman, sulit menelan, dan perdarahan pada kedua
hidung.

2.11. Prognosis  Benjolan mengeluarkan nanah sejak 1 tahun yang lalu

Prognosis keseluruhan tidak baik dan angka survival  Pandangan ganda sejak 1 bulan yang lalu.

5 tahunnya hanya 30%. Hal ini biasa terjadi karena  Sakit kepala hebat tidak ada.
terlambat menegakkan diagnosis. Dengan pengenalan  Tidak ditemukan pandangan ganda
tanda dan gejala sedini mungkin maka prognosis dapat  Tidak ditemukan sesak napas
13
membaik.
Stadium T1 dan T2 memiliki angka kontrol lokoregional yang Riwayat Penyakit Dahulu :
tinggi (> 95%) 5-year locoregional control rates. Angka  Riwayat hipertensi tidak ada
survival dapat mencapai 70 –75%. Pada stadium lanjut T3  Riwayat DM tidak ada.
dan T4, angka kontrol lokoregional mencapai secara  Riwayat keganasan sebelumnya tidak ada
berturut-turut 70% dan 50%. Angka survival 5 tahun pasien
dengan stadium lanjut yang ditangani kemoterapi adalah Riwayat Penyakit Keluarga :
66% dan dengan radiasi 76%.14 Relative five-year survival  Tidak ada keluarga yang
rates pada karsinoma nasofaring adalah:5 memiliki keluhan serupa dengan pasien
a. Stadium I: 72%
 Tidak ada anggota keluarga
b. Stadium II: 64%
yang menderita tumor atau kanker.
c. Stadium III: 62%
d. Stadium IV: 38%
Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi:
 Pasien adalah pedagang
2.3 LAPORAN KASUS
 Pasien Pasien merokok 2 batang/hari
Identitas Pasien
selama 32 tahun (Status Perokok, IB
Nama : Tn. N
perokok ringan)
Jenis Kelamin : Pria
 Pasien sering mengkonsumsi ikan asin
Usia : 48 tahun
sejak kecil.
Alamat : Payakumbuh

Suku Bangsa : Minangkabau
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keluhan Utama :
Keadaan Umum : sedang
Pasien telah dikenal dengan karsinoma nasofaring non
Kesadaran : composmentis
keratinizing subtype differentiated stadium IVA (T4N1M0)
cooperatif
datang untuk pro kemoterapi ke IV.
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 82x/menit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Suhu : 36,6º C
 Teraba benjolan yang semakin membesar dan mengganggu
Pernapasan : 20x/menit
di leher kanan depan sejak 1 tahun yang lalu
Sianosis : Tidak ada
 Benjolan pada leher kanan depan pasien terasa semakin
Edema : Tidak ada
membesar dan sakit. Benjolan pada awalnya sebesar
Anemis : Tidak ada
kelereng kemudian semakin membesar.
Ikterus : Tidak ada
 Pasien datang kerumah sakit setelah 1 tahun timbulnya
benjolan, baru berobat karena mencoba pengobatan
Pemeriksaan Sistemik
alternatif.
Kepala :
 Riwayat telinga berdenging dan terasa penuh sejak 1 tahun
Normocephal Mata
yang lalu.
 Konjungtiva : Tidak anemis
 Pasien mengeluhkan hidung tersumbat sejak 7 bulan
 Sklera : Tidak
setelah muncul benjolan leher disertai penurunan
ikterik Thorak
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020
Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

 Jantung : Tidak ada kelainan Tes Garpu Rinne


Pemeri Kelainan Dextra - +
Sinistra
 Paru : Tidak ada Tala
ksaan
Hidung Schawabach
Deformitas Memanjang
- Sama
-
adwdwdwdwdqkelainan Denga
Luar Kelainan - -
 Abdomen : Tidak ada n
Kongenital Pemerik
awdwdwdawdadwdadwqqkelainan
Trauma - -
sa
 Ekstremitas : akral
Radang/M - -
hangat, kelainan (-) Weber Lateralisasi ke Kanan
assa
Sinus Deformitas - -
Audiometri - -
Status Lokalis THT- Parana Nyeri - -
KL Telinga Timpanom - -
sal Tekan
Pemeriks Kelainan Dextra Sinistra etri
Nyeri - -
aan ketok
Daun Kelainan - -
Telinga Kongenital
Trauma - -
Rinoskopi Anterior
Radang - -
Kelainan Metabolik - - Vestibu

Nyeri Tarik - - lum

Nyeri Tekan Tragus - - Vibrise


Liang dan Cukup Lapang Iya Iya Radang
Dinding Sempit - - Ada
Telinga Hiperemis - -
Tidak ada
Edema - -
Massa - - Ada
Sekret/Seru Bau Warna Jumlah - - Tidak ada
men Jenis - - Kavum Nasi
- - Normal/Cu kup Lapang Sempit Lapang
-

Membran Timpani
Utuh Warna Putih Putih -
Refleks Cahaya (+), (+), Lapang
arah
jam 5 arah -
Bulging - jam 7
Retraksi -
- -
Atrofi -
Lapang
- Sekret
Lokasi
- -
Perforasi Jumlah perforasi - -
Jenis - - -
Kuadran - -
Pinggir - -
Jenis
Mastoid Tanda Radang - -
Fistel - - -
Sikatrik - - -
Nyeri Tekan - -
Nyeri Ketok - -
Jumlah
-
-
Hidung

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Bau Rata
- Rata
-
Konka Inferior
Ukuran Warna
n

Permukaa n
Edema
Eutrofi Merah muda Licin

Tidak ada Warna


Eutrofi Merah muda Licin Merah
Merah
Tidak ada

Konka Media
Ukuran Warna muda
muda
Permukaa n
Edema
Eutrofi Merah muda Licin
Spina
-
Tidak ada
-
Eutrofi Merah muda Licin

Tidak ada

Krista
-
Septum
-
Cukup
Cukup lurus
Cukup lurus

Abses
-
-
Lurus/Devi

Perforasi
-
-
asi

Massa
Lokasi
-
-
Permukaa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Mudah
-
-

Digoyang

Bentuk
-
-
Pengaruh
-
-
Ukuran
-
-
Vasokonstr

Permukaa
-
-
iksi

Rinoskopi Posterior
Koana
Cukup Lapang/No rmal
Sempit

Warna Massa

- -

-
-
(-)
-
Konsistens
- -
- (-)
Mukosa
Warna

i
Edema Jaringan Granulasi
-

-
-

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020


Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

- -

- ORAL CAVITY dan OROFARING (Tidak diperiksa)


- Pemeriksaa
Konka Inferior n
Ukuran Warna Kelainan
Dextra
Permukaa n Sinistra
Edema Trismus
Eutrofi Merah muda Licin
-
Tidak ada -
Eutrofi Merah muda Uvula
Edema
Licin Bifida
-
Tidak ada -
Adenoi -
d -
Ada/tidak Palatum Mole + Arkus Faring
- Simetris/ tidak Warna
-
Muara Tuba Eustac Edema Bercak/ eksudat
hius Simetris
Tertutup Sekret Edema -
Mukosa
- Tidak ada Tidak ada
Simetris
-
- -

- Tidak ada Tidak ada


Massa Dinding Faring
Lokasi Warna

Ukuran Bentuk Permukaa n Permuka an


- Sulit Dinilai
- Sulit dinilai
- Tonsil
- Ukuran Warna
-
- Permuka an Muara kripti Detritus Eksudat
- Sulit dinilai
- -
Post -
Nasal Drip Sulit dinilai
Ada/Tidak Jenis
- -
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020
Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

- Konsistensi
Peritonsil -
Warna -
-
Edema Abses -
Sulit dinilai
- -
- -
Sulit dinilai -
-
- -
-
-
Perlengk etan Gigi
- Karies/ra diks
-
Tumor Kesan
-
Pemeriksa Kelainan Dextra Sinistra
an
Epiglotis Bentuk Normal Normal
Warna Merah Merah muda Hygiene baik

muda Tidak ada -

Edema Tidak ada Rata


Pinggir Rata
Rata/Tidak Tidak ada Hygiene baikk

Massa Tidak ada Lidah


Aritenoid Warna Merah Merah muda Warna
muda Tidak ada Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada Merah muda
Massa Tidak ada Simetris
Gerakan Simetris Bentuk
Plika Warna Merah Merah
Normal
Vokalis muda muda
Normal
Pinggir Rata Rata
Medial
Deviasi
Massa Tidak ada Tidak ada
-
Gerakan simetris simetris
-
Sinus Massa - -
Piriformis Sekret - -
Massa
Valekulae Massa - -
-
Sekret/Sej - -
enisnya -
Warna - -
Edema - -
Massa - -
LARINGOSKOPI INDIREK (TIDAK DIPERIKSA)
Lokasi
Bentuk Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Ukuran Inspeksi
Permukaan 1. Lokasi : Regio colli dextra II,III, IV
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020
Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2. Bentuk : Padat regio colli dextra, ukuran 100x20x20mm, padat,


3. Soliter/Multiple :Multiple terfiksir, permukaan tidak rata, batas tegas, NT
Palpasi (-)
4. Bentuk : Permukaan rata, batas tegas - Terdapat kelainan pada pemeriksaan nervus
5. Ukuran : 100x30x20mm kranialis IV dan VI.
6. Konsistensi : Padat
7. Mobilitas : Terfiksir Diagnosis Utama: Ca Nasofaring non
8. Nyeri tekan : Tidak ada keratinizing subtype differentiated stadium IVA
(T4N1M0) pro kemoterapi ke 4
RESUME Diagnosis Tambahan: -
Anamnesis: Diagnosis Banding: -
- Pasien telah dikenal dengan karsinoma nasofaring non Pemeriksaan Anjuran: Cek Laboratorium
keratinizing subtype differentiated stadium IVA (T4N1M0) Terapi: Kemoterapi Protokol
dan sedang kemoterapi ke-4 Kemoterapi
- Benjolan pada leher kanan depan pasien sejak 1 tahun Hari 1:
yang lalu. Terasa semakin membesar dan sakit. Benjolan • Hidrasi dengan NaCl 0,9% 1 liter/24 jam
pada awalnya sebesar kelereng kemudian semakin (14 tetes/menit selama 24 jam)
membesar. • Deksametason 20 mg iv
- Pasien datang kerumah sakit setelah 1 tahun timbulnya • Ondansentron 8 mg iv
benjolan, baru berobat karena mencoba pengobatan • Ranitidin 50 mg iv
alternatif. • Difenhidramin 50 mg iv
- Pasien mengeluhkan telinga kanan berdenging dan Hari 2:
terasa penuh sejak 1 tahun yang lalu. Naprotax 254,75 mg dalam 250 ml Dextrose 5% 24
- Pasien mengeluhkan hidung tersumbat sejak 7 tetes/menit, dilanjutkan Dextrose 5% 36 tetes/menit,
bulan yang lalu setelah muncul benjolan leher kemudian Cisplatin 105 mg dalam NaCl 0,9% 42
disertai penurunan penciuman, sulit menelan, tetes/menit, dilanjutkan NaCl 0,9% dan Dextrose 5% 20
dan perdarahan pada kedua hidung. tetes/menit.
- Benjolan mengeluarkan nanah sejak 1 tahun
yang lalu Prognosis:
- Penglihatan ganda pada mata kanan dirasakan - Quo ad Vitam : dubia ad bonam
sejak 1 bulan yang lalu. - Quo ad Sanam : dubia ad bonam
- Terlihat area di sekitar leher kanan mengalami
hiperpigmentasi DISKUSI
- Sakit kepala hebat tidak ada. Pasien Laki-Laki Berusia 48 tahun datang ke RSUP Dr M
- Tidak ditemukan sesak napas Djamil dengan keluhan, benjolan dileher kanan sejak 2
tahun yang lalu. Benjolan pada leher kanan pasien terasa
Pemeriksaan Fisik: semakin membesar dan sakit. Benjolan awalnya berukuran
- Tekanan darah: 120/80 mmHg sebesar kelereng kemudian semakin membesar dan
- Telinga kiri dan kanan: liang telinga mengeluarkan nanah. Pasien datang ke rumah sakit setelah
lapang/lapang, massa di superior anterior/tidak 1 tahun timbulnya benjolan. Riwayat telinga kanan
ada, tidak ada sekret, jenis serumen berdenging dan terasa penuh sejak 1 tahun yang lalu.
kering/serumen kering, membran timpani Keluhan hidung tersumbat, sulit menelan, penurunan
utuh/utuh. penciuman ada sejak 7 bulan setelah munculnya benjolan
- Tes garpu tala: rinne -/+, weber Lateralisasi ke di leher. Riwayat keluar darah dari hidung kiri dan kanan
kanan, schwabach telinga kanan memanjang. ada. Pasien riwayat merokok sebanyak 2 batang perhari dari
- Rinoskopi anterior kedua kavum nasi cukup SMA. Keluhan kelemahan diwajah tidak ada.
lapang, konkamedia eutrofi/eutrofi Pasien mengaku suka mengonsumsi ikan asin
- Teraba pembesaran kelenjar getah bening sejak usia sekolah kecil. Konsumsi ikan asin dan makanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020
Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

yang diawetkan yang mengandung volatile nitrosamin sebesar kelereng kemudian semakin membesar dan
merupakan faktor karsinogenik yang berhubungan dengan mengeluarkan nanah. Pasien datang ke rumah sakit setelah
kanker nasofaring. Telah terbukti bahwa mengkonsumsi ikan 1 tahun timbulnya benjolan. Pasien juga mengeluhkan
sejak telinga berdenging, dan terasa penuh sejak 1 tahun yang
anak-anak meningkatkan risiko kanker nasofaring di Cina lalu. Keluhan hidung tersumbat, sulit menelan, penurunan
Selatan. Pasien merupakan perokok aktif dengan rata-rata penciuman, ada sejak 7 bulan setelah munculnya benjolan
menghisap 2 batang/hari selama 32 tahun terakhir (IB di leher. Riwayat keluar darah dari hidung kiri dan kanan
Ringan) ada. Pasien riwayat merokok sebanyak 2 batang perhari dari
Riwayat keluar darah dari hidung ada. Hal ini terjadi SMA. Keluhan kelemahan diwajah tidak ada. Sakit kepala
karena adanya tumor pada nasofaring. Neovaskularisasi hebat tidak ada.
pada tumor menyebabkan nasofaring mudah berdarah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan
Pasien juga mengeluhkan telinga berdenging, dan terasa bahwa pasien mengalami pembesaran kelenjar getah
penuh sejak 1 tahun yang lalu Gangguan pada telinga bening pada regio colli dextra dengan ukuran 100x30x20
merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor mm.
dekat muara eustachius (fosa rosenmuller). Perluasan tumor Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
ke arah posterolateral menyebabkan gangguan fungsi tuba penunjang, pasien ditegakkan diagnosanya sebagai
eustachius. Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak karsinoma nasofaring non keratinizing subtype differentiated
nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia) serta stadium IVA (T4N1M0). Menurut guideline NCCN, terapi
gangguan pendengaran. yang tepat untuk pasien ini adalah concurrent
Pasien mengeluhkan adanya penglihatan gada atau diplopia chemoradiation, yaitu kombinasi kemoterapi dan radioterapi,
pada pada kedua matanya. Hal ini terjadi akibat namun hal ini sulit dilakukan sehingga pilihan terapi yang
perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan diberikan adalah kemoterapi.
menimbulkan gangguan N. IV (N. Trochlearis) dan N. VI (N.
Abducens). Apabila tumor mengenai kiasma optikum, akan DAFTAR PUSTAKA
terjadi kebutaan.
1. Adham M, Kurniawan AN, Muhtadi AI.
Pada pasien ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah
Nasopharyngeal carcinoma in indonesia:
bening pada regio colli dextra level II, III, IV yang merupakan
epidemiology, incidence,signs, dan symptoms at
tanda penyebaran atau metastase dekat secara limfogen
presentation. Chin J Cancer. 2012;31(4):185-96.2.
dari karsinoma nasofaring. Pada karsinoma nasofaring,
2. Bustam FP, Berawi KN, Wahyudo R,Kedokteran
penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi
F, Lampung U, Fisiologi B, et al. Konsumsi
akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening pada lapisan
Ikan Asin sebagai Faktor Resiko pada
submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar
Pasien Karsinoma Nasofaring Consumption of
getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di
Salted Fish as a Risk Factor in Nasopharyngeal
lateral retrofaring, yaitu Nodus Rouvierre. Di dalam kelenjar
Carcinoma Patients. 2018;8(April):1–6.
ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga
3. Maubere F, Nuaba IGA. Karakteristik Pasien
kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada
Karsinoma Nasofaring di Poliklinik Telinga
leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri
Hidung Tenggorokkan-Kepala Leher Rumah
karenanya sering diabaikan oleh pasien.
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Pada
Menurut guideline NCCN, terapi yang tepat untuk pasien ini
Bulan November -Desember 2014.
adalah concurrent chemoradiation, yaitu kombinasi
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
kemoterapi dan radioterapi, namun hal ini sulit dilakukan
Kanker Nasofaring. Jakarta: Komite Penanggulan
sehingga pilihan terapi yang diberikan adalah kemoterapi
Kanker Nasional (KPKN), 2017; 1-77.
5. Roezin A, Adham M. Karsinoma Nasofaring.
KESIMPULAN
Dalam: Efiaty A. Soepardi (ed). Buku ajar ilmu
Pasien Laki-Laki Berusia 48 tahun datang ke RSUP
penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ketujuh.
Dr M Djamil dengan keluhan, benjolan dileher kanan sejak 2
Jakarta : FK UI, 2014.
tahun yang lalu. Benjolan pada leher kanan pasien terasa
semakin membesar dan sakit. Benjolan awalnya berukuran
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020
Dokter Muda THT-KL Periode Jul-Agu 2020 17
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

6. Wah S, Ling Y, Man C, Shin P, Ming V, Lau


Y, et al. Etiological factors of nasopharyngeal
carcinoma. Oral Oncol [Internet].
2014;50(5):330–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.oraloncology.2014.02.00
65.-Diakses 20 Agustus 2020.
7. Brennan B. Nasopharyngeal carcinoma. Orphanet
Journalof Rare Diseases, 2006; 1-5.
8. Rahman S, Budiman BJ, Subroto H. Faktor risiko
non viral pada Karsinoma nasofaring. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2015; 4(3):988-994.
9. Tabuchi K, Nakayama M, Nishimura B, Hayashi K.
Early Detection on Nasopharyngeal Carcinoma.
International Journal of Otolaryngology, 2011; 1-6.
10. Harnsberger, H.Ric. et al. 2004, Benign Mixed
Tumor (PMS). Squamous Cell Carcinoma,
Nasopharynx. Minor Salivary Gland Malignancy
(PMS). Non-Hodgkin Lymphoma (PMS). In:
Diagnostic Imaging Head and Neck. First Edition.
Canada.
11. Susworo. Dalam : Kanker Nasofaring Epidemologi
dan Pengobatan Mutakhir. Cermin Dunia
Kedokteran. 2004 : 16-20.
12. Kementrian Kesehatan RI. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Nasofaring. 2012.
13. Bull TR. The pharynx and larynx In Color atlas of
ENT diagnosis. Thieme 2003 p 166-235.
14. Lalwani AK. Benign and malignant lesions of the
oral cavity, oropharynx and nasopharynx In.
Current diagnosis and treatment
otolaryngology.The McGraw-Hill Companies. 2007
p.22.1-16.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2020

Anda mungkin juga menyukai

  • CRS Peb
    CRS Peb
    Dokumen50 halaman
    CRS Peb
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Alergi - CSS
    Rinitis Alergi - CSS
    Dokumen9 halaman
    Rinitis Alergi - CSS
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat
  • CRS Pre Eklampsia Berat
    CRS Pre Eklampsia Berat
    Dokumen35 halaman
    CRS Pre Eklampsia Berat
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat
  • Anam Veruka
    Anam Veruka
    Dokumen1 halaman
    Anam Veruka
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat
  • PPT Mutan
    PPT Mutan
    Dokumen33 halaman
    PPT Mutan
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Diabetikum
    Ulkus Diabetikum
    Dokumen25 halaman
    Ulkus Diabetikum
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat
  • Crs Pneumonia
    Crs Pneumonia
    Dokumen41 halaman
    Crs Pneumonia
    Akbar Muzakki Alvarino
    Belum ada peringkat