Rinitis Alergi
Oleh:
Alvin Arif 1840312284
Debby Amanda 1840312243
Tania Ratna Putri 1840312424
Preseptor :
DR. Dr. Bestari J Budiman, Sp. THT-KL (K) FICS
Rinitis Alergi
Alvin Arif 1840312284, Debby Amanda 1840312243, Tania Ratna Putri 1840312424
Abstrak
Pendahuluan: Hidung adalah salah satu organ vital manusia. Hidung bersama dengan sinus paranasal memiliki
beberapa fungsi, seperti fungsi respirasi, fungsi penghidu, fungsi fonetik, fungsi statik dan refleks nasal. Terjadinya
inflamasi dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hidung.
Tinjauan Pustaka: Rinitis alergi merupakan peradangan pada mukosa hidung akibat suatu respon imunologi yang
dimediasi oleh Immunoglobulin E (IgE) terhadap suatu stimulan yang disebut alergen. Berdasarkan cara masuknya,
alergen dapat dibagi menjadi alergen Inhalan, ingestan, injektan dan kontaktan. Diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis sangat penting karena hampir 50 % diagnosis
dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Respon imunologi yang terjadi akan bermanifestasi pada mata, hidung, telinga,
faring dan laring, sehingga pemeriksaan fisik perlu dilakukan pada bagian-bagian tersebut. Penatalaksanaan rinitis
alergi meliputi menghindari kontak dengan alergen penyebab, terapi medikamentosa, operatif dan terapi imunologi.
Kesimpulan : Diagnosis dan terapi yang tepat sangat penting dalam mencegah perburukan rinitis alergi.
Kata kunci: rinitis alergi, alergen, respon imunologi.
Abstract
Pendahuluan: Nose is vital organ in human. Nose and paranasal sinuses have some functions, such as respiration
function, smelling, fonetic, static and nasal reflex. Inflammation causing disruption in nasal function.
Literature review: Allergic Rhinitis is an inflammation on nasal mucoses caused by immunologic response mediated by
Immunoglobulin E (IgE). Immunologic response is caused by stimulan called allergen. Based on the entry, allergen can
classified become inhalan allergen, ingestion, injection, and contactan allergen. Diagnosis made by anamnesis,
physical examination and supporting examination. Anamnesis is very important because almost 50% diagnosis made
by anamnesis. Immunologic response will manifestated in the eyes, nose, ears, pharynx and larynx. So we have to do
physical examination in those sections. Allergic rhinitis management include avoiding the allergen that causing allergy,
medicamentosa theraphy, operation, and imunology therapy.
Conclusion: early diagnosis and treatment can decrease the complication later.
Keywords:nasal inflammation, allergen, infection.
Hidung adalah salah satu organ vital dalam epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,
sistem organ manusia manusia. Sebagai sebuah diagnosis, dan penatalaksanaan Rinitis Alergi.
Rongga hidung dipisahkan oleh septum nasi yang Dinding atas kavum nasi dibentuk oleh lamina
menjadi kavum nasi dextra dan sinistra. Lubang depan kribriformis sebagai pemisah antara rongga tenggorak
kavum nasi disebut nares anterior, sedangkan lubang dan rongga hidung. Dinding inferior yang merupakan
belakang disebut nares posterior (koana). Koana dasar rongga hidung dibentuk oleh os maksila dan os
hidung.Gejalanya juga sering diikuti oleh iritasi pada jam. Rinitis alergi merupakan inflamasi yang diawali
3,4,9,10
konjungtiva, gatal pada palatum dan faring. dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap
2.2 Epidemiologi provokasi.
Rinitis alergi merupakan inflamasi mukosa hidung Pada fase sensitisasi alergen ditangkap makrofag
yang banyak ditemui dan merupakan suatu masalah yang berada di mukosa hidung. Setelah itu antigen
kesehatan global. Penyakit ini ditemukan diseluruh akan bergabung dengan molekul HLA II (Human
dunia yang diderita oleh sedikitnya 10-25% dan terus Leukocyte Antigen II) membentuk MHC II (Major
12
meningkat. Di Amerika Serikat, rinitis alergi Histocompatibility Complex II) yang akan
mengenai sekitar 40 juta penduduk dan penelitian dipresentasikan ke sel T helper. Makrofag melepaskan
terkini menunjukkan prevalensi rinitis alergi di Amerika sitokin yang menyebabkan Th0 berproliferasi menjadi
Serikat mencapai 20%. Studi yang dilakukan di daerah Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan sitokin yang
Skandinavia menemukan prevalensi rinitis alergi pada menyebabkan sel limfosit B aktif dan memproduksi
7
pria 15% dan wanita 14%. IgE. IgE pada sirkulasi darah akan masuk ke jaringan
Menurut studi yang dilakukan oleh WAO pada dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit
tahun 2008, melaporkan kejadian rinitis alergi dan atau basofil, sehingga kedua sel ini menjadi aktif.
asma di asia pasifik sekitar 10-30% pada anak dan Fase provokasi terjadi ketika mukosa hidung
5
dewasa. Ghanie A tahun 2007 menyatakan terpapar oleh alergen serupa setelah melewati fase
prevalensi rinitis alergi di Indonesia 40% pada anak- sensitisasi, pada fase ini IgE akan mengikat alergen
anak dan 10-30% pada dewasa. Prevalensi terbesar spesifik dan terjadi degranulasi sel mastosit dan
12
pada usia 15-30 tahun. Angka kejadian rinitis alergi basofil sehingga dilepaskannya mediator kimia
di Indonesia bervariasi diberbagai daerah. Hasil studi terutama histamin. Histamin yang dikeluarkan akan
di Jakarta didapatkan 26,71% anak usia 13-14 tahun, berikatan dengan reseptor H1 pada nervus viadianus
Bandung 19,1%, dan Semarang 18,4%.6 Prevalensi sehingga menimbulkan gejala bersin-bersin dan
rinitis alergi pada anak-anak lebih sering terjadi pada hidung gatal. Kelenjar mukosa dan sel goblet juga
anak laki-laki dibandingkan perempuan. Prevalensi akan dirangsang sehingga terjadi hipersekresi mukus
antara wanita dan pria ada saat dewasa hampir sama. dan peningkatan permeabilitas kapiler yang
Usia rata-rata onset rinitis alergi pada 8-11 tahun, menimbulkan keluhan rinorea. Efek lain dari histamin
tetapi rinitis alergi dapat terjadi pada segala usia. berupa vasodilatasi dari sinusoid yang akan
Prevalensi rinitis alergi sekitar 40% pada anak-anak menyebabkan penyumbatan pada rongga hidung dan
dan menurun seiring dengan peningkatan usia.7 menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Mediator lain
Penelitian yang dilakukan di Semarang pada yang dilepas seperti kemokin dan sitokin dapat
range umur 6-7 tahun pada tahun 2005 menemukan meningkat ekspresi molekul adhesi pada endotel
prevalensi rinitis alergi sebesar 11,5%, sedangkan vaskular yang mengikat sel inflamasi agar dapat
pada anak umur 13-14 tahun sebesar 17,3%. Nugraha bermigrasi ke mukosa dan menimbulkan fase lambat.
PY tahun 2011 menemukan prevalensi rinitis alergi Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperesponsif hidung
13
30,2% pada umur 16-19 tahun. Menurut ISAAC, pada fase lambat adalah akibat peranan eosinofil
Prevalensi rinitis alergi berbeda-beda baik di dalam dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti
maupun antar negara. Hal ini diduga disebabkan oleh Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic
perbedaan geografis dan potensi alergen serta beban Derived Protein (EDP) dan lain-lain. Pada fase ini,
aeroalergen yang juga berbeda.7 selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non
2.3 Patofiologi spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok,
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu reaksi cepat bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
1,8
dan reaksi lambat. Reaksi cepat terjadi sejak kontak kelembaban udara yang tinggi.
pertama dengan alergen hingga 1 jam setelahnya. Paparan alergen dosis rendah yang terus
Reaksi lambat terjadi 2-4 jam setelah pajanan alergen menerus pada seseorang penderita yang mempunyai
dan berlangsung hingga 24-48 jam dengan puncak 6-8 bakat alergi (atopik) dan presentasi alergen oleh sel
APC kepada sel B disertai adanya pengaruh sitokin 1. Rinitis alergi musiman (seasonal). rinitis ini hanya
interleukin 4 (IL-4) memacu sel B untuk memproduksi ada dinegara yang memiliki 4 musim, alergen
IgE yang terus bertambah jumlahnya. IgE yang penyebabnya spesifik, yaitu serbuk dan spora
diproduksi berada bebas dalam sirkulasi dan sebagian jamur.
diantaranya berikatan dengan reseptornya dengan 2. Rinitis alergi sepanjang tahun. Gejala penyakit ini
afinitas tinggi di permukaan sel basofil dan sel timbul intermitten, tanpa variasi musim. Penyebab
mastosit. Sel mastosit kemudian masuk ke venula di paling sering adalah alergen inhalan, terutama
mukosa yang kemudian keluar dari sirkulasi dan pada orang dewasa dan alergen ingestan. Alergen
berada dalam jaringan termasuk di mukosa dan inhalan terutama alergen dalam rumah, seperti
submukosa hidung. Dalam keadaan ini maka tungau. Alergen ingestan sering merupakan
seseorang dapat belum mempunyai gejala rinitis alergi penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai
atau penyakit atopi lainnya, tetapi jika dilakukan tes dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria.
8
kulit dapat memberikan hasil yang positif 2.5 Manifestasi Klinis
Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi Gejala rhinitis alergi dapat muncul pada hidung,
1
atas : mata, telinga, faring, dan laring.3
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama udara • Gejala pada hidung: nasal crease- garis mendatar
pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, pada pertengahan dorsum nasi akibat kebiasaan
rerumputan, serta jamur. menggosok hidung dengan punggung tangan
2. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, (allergic salute), mukosa hidung pucat dan edem,
berupa makanan seperti susu, telur, coklat, ikan konka edem, sekret hidung jernih dan cair atau
laut, dan kacang. mukoid.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau
tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit
atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik,
perhiasan.
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari
satu organ sasaran, sehingga akan memberikan Gambar 4 Allergic salute, allergic crease
gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang • Gejala pada mata: allergic shinner-bayangan
memberi gejala asma bronkial dan rinitis alergi.1 gelap dibawah mata karena stasis vena sekunder
2.4 Klasifikasi akibat obstruksi hidung.
Berdasarkan WHO Initiative ARIA, berdasarkan
sifat berlangsungnya dibagi atas:1
1) Intermitten, jika gejala kurang dari 4 hari per
minggu atau kurang dari 4 minggu.
2) Persisten, jika gejala lebih dari 4 hari perminggu
atau lebih dari 4 minggu Gambar 5 allergic shinner
Berdasarkan berat ringannya penyakit, dibagi atas: • Gejala pada telinga: retraksi membran timpani
1) Ringan, bila tidak ada gangguan tidur, gangguan atau otitis media serous karena ada blok pada
pada kegiatan sehari-hari, bersantai, belajar, tuba eustachius.
bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu. • Tanda pada faring: granular faringitis akibat
2) Sedang-berat, bila terdapat 1 atau lebih gangguan hiperplasia dari jaringan submukosa limfoid. Pada
yang tersebut diatas. anak-anak sering prolonged mouth-breathing
Sedangkan berdasarkan sifat berlangsungnya dapat akan tampak hiperplasia adenoid.
dibagi menjadi: 1 • Tanda pada laring: suara serak dan edem pada
plica vocalis.
Gejala klinis yang khas pada rinitis alergi ialah menggosok hidung ini lama kelamaan akan
terdapatnya serangan bersin yang berulang. Bersin mengakibatkan timbulnya garis melintang di
merupakan gejala normal, merupakan suatu dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang
mekanisme fisiologik, yaitu self cleaning process. disebut allergic crease. Mulut sering terbuka
Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari dengan lengkung langit-langit yang tinggi
lima kali setiap serangan, terutama merupakan gejala sehingga akan menyebabkan gangguan
pada reaksi alergi fase cepat dan kadang-kadang pertumbuhan gigi (facies adenoid). Dinding
pada reaksi alergi fase lambat sebagai akibat posterior faring tampak granuler dan edema
12
pelepasan histamine. Seringkali gejala yang timbul (cobblestone appearance), serta dinding lateral
tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama peta (geographic tongue).14
atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien 1
2.6 Diagnosis
• Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena seringkali
serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa.
Hampir 50 % diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Gejala yang khas adalah
terdapatnya serangan bersin berulang.
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang
normal, terutama pada pagi hari atau bila
terdapat kontak dengan debu. Hal ini merupakan
mekanisme fisiologik, yaitu proses
Gambar 6. Gambaran nasoendoskopi hidung
membersihkan sendiri (self cleanig process).
pada rinitis alergi.16
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer
dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata
2.7 Diagnosis Banding
gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
Rinitis alergi perlu dibedakan dari rinitis
banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali
vasomotor ataupun idiopatik, rinitis infeksiosa,
gejala yang muncul tidak lengkap, terutama pada
rinitis sekunder dari obat-obatan baik local (Neo-
anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat
Synephrine dan kokain) maupun sistemik (beta
merupakan keluhan utama atau satu-satunya
bloker, aspirin, reserpin, morfin), rinitis sekunder
gejala yang diutarakan oleh pasien.14
dari factor mekanis, tumor hidung, polip hidung,
• Pemeriksaan fisik
rhinorea serebrospinal, iritan kimia, factor
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa 14
psikologis dan mastositosis hidung.
edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala 2.7 Pemeriksaan Penunjang
persisten, mukosa konka inferior tampak Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat untuk membuktikan rhinitis alergi diantaranya:3,9, 14
dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik • Hitung jenis leukosit
lain pada anak adalah terdapatnya bayangan Akan tampak peningkatan eosinofil perifer, namun
gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena hal ini tidak selalu muncul.
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. • Skin prick test
Gejala ini disebut allergic shiner. Selain itu sering Tes kulit digunakan secara luas sebagai salah
juga tampak anak menggosok-gosok hidung satu alat untuk menegakkan diagnosis alergi
karena gatal dengan menggunakan punggung terhadap allergen dan merupakan indikator yang
tangan, yang disebut allergic salute. Keadaan aman, mudah dilakukan, hasil cepat didapat,
biaya yang relative murah dengan sensitifitas Jika ditemukan basofil >5/lap mungkin
tinggi serta dapat dipakai sebagai pemeriksaan disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
penyaring. Tes cukit dapat mendiagnosis rhinitis ditemukan banyak sel PMN (polimorfonuclear)
alergi akibat allergen inhalasi berderajat sedang menunjukkan infeksi bakteri
sampai berat, tetapi pada penderita dengan • Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRi.
sensitifitas rendah, kemungkinan tidak terdeteksi Dilakukan bila ada indikasi keterlibatan sinus
walaupun terdapat korelasi dengan gejala klinik. paranasal, seperti adakah komplikasi rinosinusitis,
Bila pada anamnesis terdapat kecurigaan adanya menilai respon terhadap terapi dan jika
alergi, sedangkan tes kulit negative, tindakan direncanakan tindakan operasi.
yang perlu dilakukan adalah: 2.7 Tatalaksana
1. Periksa obat-obatan ang dapat Tata laksana Rinitis Alergi secara umum, antara
mempengaruhi hasil tes lain8,14:
2. Periksa adakah penyebab hasil negative
palsu 1. Terapi yang paling ideal adalah dengan
asma. Terdapat berbagai keadaan dimana kadar berlangsung lama serta dengan pengobatan cara
IgE meningkat yaitu infeksi parasit, penyakit kulit lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
(dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG
kadar menurun pada imunodefisiensi serta blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2
multiple mieloma. Kadar IgE dipengaruhi juga metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu
oleh ras dan umur, sehingga pelaporan hasil intradermal dan sublingual.
mengontrol gejala rinitis alergi, namun hanya 7. Sheikh J. Allergic rhinitis. 2015 (diunduh Januari
digunakan pada serangan akut karena 2020). Tersedia dari URL: HYPERLINK
memiliki banyak efek samping sistemik. http://emedicine.medscape.com/article/134825-
Kortikosteroid topikal seperti beclomethasone overview#a6
dipropionate, budesonide, unisolide acetate, 8. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Alergi dasar.
uticasone and mometasone menghambat Edisi ke-1. Jakarta: Interna Publishing. 2009
reaksi inflamasi pada mukosa hidung dan 9. Huriyati E, Hafiz A. Diagnosis dan
menekan reaksi alergi fase lambat. Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai
Penggunaan yang terus menerus dapat Asma Bronkial. Jurnal Kesehatan Andalas.
menyebabkan atrofi mukosa hidung dan 10. ARIA. Allergic rhinitis and its impact on asthma.
perforasi septum. Penggunaan kortikosteroid 1st edition. 2007
intranasal sebaiknya 1-2 minggu tiap 2-3 11. Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N (eds). Buku ajar
bulan. alergi imunologi anak edisi 2. Jakarta: Badan
2.8 Komplikasi penerbit IDAI, pp: 245-251. 2010
1,17
Komplikasi rinitis alergi yang tersering adalah : 12. Ghanie A. Penatalaksanaan rinitis alergi terkini.
• Polip hidung, beberapa penelitian Karya ilmiah. Temu Ilmiah Akbar Lustrum IX FK
menunjukkan rinitis alergi merupakan salah Unsri. 2007
satu faktor penyebab terbentuknya polip 13. Nugraha PY. Prevalensi dan faktor risiko rinitis
hidung. alergi pada siswa sekolah umur 16-19 tahun di
• Otitis media efusi yang residif terutama pada Kodya Semarang. Artikel ilmiah. FK Undip. 2011
anak 14. Snell RS (2007). Clinical anatomy by systems.
• Rinosinusitis Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins
• Faringitis kronik 15. Peng P dan Har-El G (2004). Anatomi dan
fisiologi. Dalam: Lucente FE, Har-El G, Goldsmith
DAFTAR PUSTAKA AJ, Sperling NM, dan Turk JB. Essentials of
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti otolaryngology. 5th ed. USA: Lippincott Williams
RD (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, & Wilkins Inc. Terjemahan Hartanto H, Matahari,
hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Balai Diani A, Kosasih AA, dan Maharani DA (2011).
penerbit FK UI. 2014 Ilmu THT esensial. Edisi ke 5. Jakarta: EGC.
2. Efendi H, Santoso RAK (ed). BOIES buku aja 16. Probst R, Grevers G, Iro H. Nose, Sinus
penyakit THT. Jakarta: EGC. paranasal and face Basicotorhinolarygology. New
3. Dhingra PL, Dhingra S. Disease of ear, nose, and York: Thieme. 2006: 52
throat & head and neck surgery. India: Elsevier. 17. Lumbanraja, P. Distribusi Alergen pada Penderita
2014 Rinitis Alergi di Departemen THT-KL FK
4. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, USU/RSUP H. Dr. Adam Malik Medan. (Tesis).
Behrman RE (eds). Nelson textbook of pediatrics. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara
United states: Elsevier. 2011 ; 2007
5. Abong JM, Kwon SL, Alava HDA, Castor MAR,
Leon JCD. Prevalence of allergic rhinitis in filipino
adults based on national nutrition and health
survey 2008. Asia pacific allergy. 2012: 129-135
6. ISAAC steering committe. ISAAC phase three
data. 2002 (diunduh Januari 2020). Tersedia dari:
URL:
HYPERLINKhttp://isaac.auckland.ac.nz/phases/p
hasethree/results/result.php