Anda di halaman 1dari 58

Laporan Kasus

G7P5A1 (GRAVID 31-32 MINGGU), PEB, JANIN TUNGGAL HIDUP


INTRAUTERINE, PRESENTASI KEPALA

P6A1H6 POST SC a/i PEB + FETAL DISTRES

Oleh:
Novita Sari
2011901032

Pembimbing
dr. Irvan Bahar, Sp.OG

HALAMAN JUDUL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD KOTA DUMAI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “G7P5A1 (Gravid 31-32 Minggu),
PEB, Janin Tunggal Hidup Intrauterine, Presentasi Kepala & P 6A1H6 Post
SC atas indikasi PEB+ Fetal Distres”. Shalawat beriringkan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat
manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan laporan kasus ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan masukan dari pembimbing ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk
kesempurnaan pembuatan laporan kasus ini.

Dumai, 13Juni 2021

Novita Sari
2011901032

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 preeklamsia....................................................................................................2
2.1.1 klasifikasi hipertensi dalam kehamilan..................................................2
2.1.2 definisi preeklamsia...............................................................................3
2.1.3 epidemiologi preeklamsia......................................................................4
2.1.4 faktor resiko preeklamsia.......................................................................5
2.2.1 Etiologi dan patogenesis preeklamsia....................................................7
2.2.2 Patofisiologi dan Manifestasi Preeklamsia..........................................11
2.2.3 Penegakan Diagnosis Preeklamsia......................................................16
2.3.1 Diagnosis Banding Preeklamsia..........................................................16
2.3.2 Penatalaksanaan Preeklamsia..............................................................17
2.3.3 Prognosis dan Komplikasi Preeklamsia..............................................22
2.4 Kalsifikasi Usia Kehamilan.........................................................................26
2.5 Kehamilan Kurang Bulan............................................................................27
2.5.1 Definisi Kehamilan Kurang Bulan......................................................27
2.5.2 Epidemiologi Kehamilan Kurang Bulan.............................................27
2.5.3 Masalah Kehamilan Kurang Bulan......................................................28
2.5.4 Faktor Resiko Kehamilan Kurang Bulan.............................................29
2.5.5 Etiologi Kehamilan Kurang Bulan......................................................30
2.5.6 Diagnosis Kehamilan Lebih Bulan......................................................33
2.5.7 Pencegahan Kehamilan Kurang Bulan................................................36
2.6.1 Pengelolahan KehamilanKurang Bulan...............................................37
2.6.7 Penatalaksanaan Kehamilan Kurang Bulan.........................................38
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................47
3.1 Identitas Pasien............................................................................................47
3.2 Anamnesis...................................................................................................47
3.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................49
3.4 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................51
3.5 Diagnosis.....................................................................................................52
3.6 Penatalaksanaan..........................................................................................52
3.7 Prognosis.....................................................................................................52
3.8 Follow Up....................................................................................................53
BAB V PENUTUP................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................56

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kerusakan
endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi setelah usia gestasi 20 minggu dan
dapat muncul hingga 4-6 minggu postpartum. Insidensi preeklampsia di Amerika
Serikat diperkirakan berkisar 2-6% pada wanita nullipara yang sehat. Diantara
semua kasus preeklampsia, 10 % terjadi pada kehamilan kurang dari 34 minggu.
Insidensi global preeklampsia diperkirakan 5-14% dari semua kehamilan. Di
negara berkembang insidensi preeklampsia dilaporkan sebesar 4-18%. Penyakit
hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab kedua terjadinya lahir mati dan
kematian neonatal dini di negara berkembang.5
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang dari pada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju
adalah 1,3%-6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8%-18%. Insidensi
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya
penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia.3
Di seluruh dunia, preeklamsia dan eklamsia diperkirakan bertanggung jawab
atas sekitar 14% kematian ibu per tahun (50.000-75.000).5 Paparan janin terhadap
preeklamsia mungkin terkait dengan autisme dan keterlambatan perkembangan
(DD). Secara umum, risiko berulangnya preeklamsia pada wanita yang kehamilan
sebelumnya dipersulit oleh preeklamsia sekitar 10%. Jika seorang wanita
sebelumnya pernah menderita preeklamsia dengan ciri-ciri yang parah (termasuk
sindrom HELLP [hemolisis, peningkatan enzim hati, trombosit rendah] dan / atau
eklamsia), ia memiliki risiko 20% untuk mengalami preeklamsia pada kehamilan
berikutnya.5

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan


Klasifikasi penyakit hipertensi yang mempersulit kehamilan yaitu :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan
20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.1
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.1
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang-kejang dan/atau koma.1
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.1
5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan
atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.1

Gambar 1. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan


Sumber : Cunningham et al, 20132

2
2.2 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada usia
kehamilan di atas 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
preeklampsia, harus didapatkan gangguan spesifik organ akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinuria,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia.3
Kriteria tekanan darah
 Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih / tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih pada dua kesempatan setidaknya 4 jam setelah usia
kehamilan 20 minggu pada wanita dengan tekanan darah sebelumnya
normal.4
 Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih / tekanan darah diastolik
110 mmHg atau lebih pada hipertensi berat dapat dikonfirmasi dalam
waktu beberapa menit untuk memfasilitasi pemberian antihipertensi tepat
waktu.4

Kriteria proteinuria
 Protein di urin > 300 mg dalam 24 jam atau rasio protein/kreatinin yaitu
>0,3 mg/dl atau tes urin dipstik > positif 1 (jika pengukuran kuantitatif
tidak tersedia). 4

Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinuria,


namun jika protein urin tidak didapatkan salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, 4 yaitu :
 Trombositopenia : trombosit < 100.000/mikroliter
 Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dl atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya

3
 Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
 Edema paru.
 Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

2.3 Epidemiologi Preeklampsia


Preeklampsia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kerusakan
endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi setelah usia gestasi 20 minggu dan
dapat muncul hingga 4-6 minggu postpartum. Insidensi preeklampsia di Amerika
Serikat diperkirakan berkisar 2-6% pada wanita nullipara yang sehat. Diantara
semua kasus preeklampsia, 10 % terjadi pada kehamilan kurang dari 34 minggu.
Insidensi global preeklampsia diperkirakan 5-14% dari semua kehamilan. Di
negara berkembang insidensi preeklampsia dilaporkan sebesar 4-18%. Penyakit
hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab kedua terjadinya lahir mati dan
kematian neonatal dini di negara berkembang.5
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang dari pada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju
adalah 1,3%-6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8%-18%. Insidensi
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya
penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia.3
Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna risiko hipertensi,
penyakit jantung iskemik, stroke, dan thromboemboli vena pada ibu dengan
riwayat preeklampsia dengan risiko relatif 3,7. Dampak jangka panjang juga dapat
terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia seperti berat badan
lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin
terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas
perinatal.3

4
2.4 Faktor Risiko Preeklampsia
Insidensi preeklampsia lebih tinggi pada wanita dengan riwayat
preeklampsia, kehamilan multipel, hipertensi kronis, atau penyakit kronis yang
mendasari. Berikut ini beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia yaitu:
 Usia : Peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada
wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada primipara. Usia muda
tidak meningkatkan risiko preeklampsia secara bermakna.3
 Nulipara : Nullipara memiliki risiko hampir 3 kali lipat. 3
 Kehamilan pertama oleh pasangan baru : Kehamilan pertama oleh
pasangan baru dianggap sebagai fator risiko, walaupun bukan nulipara
karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah
terhadap sperma. 3
 Jarak antar kehamilan : Wanita multipara dengan jarak kehamilan
sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia hampir
sama dengan nullipara. 3
 Riwayat preeklampsia sebelumnya : Kehamilan pada wanita dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian
preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang
buruk. 3
 Riwayat keluarga preeklampsia : Riwayat preeklampsia pada keluarga
juga meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat. 3
 Kehamilan multipel : Kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk menjadi preeklampsia dibandingkan kehamilan
normal. Kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3
kali lipat. Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki
risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet. 3
 Donor oosit, donor sperma, dan donor embrio : Kehamilan setelah
inseminasi donor sperma, donor oosit, atau donor embrio juga dikatakan
sebagai faktor risiko. 3
 Obestas sebelum hamil dan IMT saat pertama kali ANC : Obesitas
meningkatkan risiko preeklampsia sebesar 2,47 kali lipat, sedangkan

5
wanita dengan IMT sebelum hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-
27 memiliki risiko preeklampsia 4 kali lipat. 3
 Diabetes Mellitus Tergantung Insulin : Kemungkinan preeklampsia
meningkat hampir 4 kali lipat bila diabetes terjadi sebelum hamil. 3
 Penyakit Ginjal : Risiko preeklampsia meningkat sebanding dengan
keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal. 3
 Sindrom Antifosfolipid : Antibodi antifosfolipid (antibodi
antikardiolipin, antikoagulan lupus, atau keduanya) meningkatkan risiko
preeklampsia hampir 10 kali lipat. 3
 Hipertensi Kronik : Wanita dengan hipertensi kronik meningkatkan
risiko terjadinya preeklampsia superimposed dan hampir setengahnya
adalah preeklampsia onset dini (<34 minggu) dengan keluaran maternal
dan perinatal yang lebih buruk. 3

Gambar 2. Klasifikasi Faktor Risiko Preeklampsia


Sumber : Wibowo et al, 2016

6
2.5 Etiologi dan Patogenesis Preeklampsia
Mekanisme terjadinya preeklampsia tidak pasti, ada banyak faktor ibu,
ayah, dan janin yang terlibat di dalamnya. Adapun faktor-faktor yang saat ini
dianggap penting yaitu :
 Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada
pembuluh darah uterus
Pada implantasi normal arteriola spiralis uteri mengalami remodelling
karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel ini menggantikan
lapisan otot dan endotel untuk memperlebar diameter pembuluh darah.
Namun, pada preeklampsia kemungkinan terjadi invasi trofoblas yang tidak
lengkap sehingga lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan
terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Berkurangnya perfusi dan lingkungan yang hipoksik akhirnya menyebabkan
pelepasan debris plasenta yang mencetuskan respon inflamasi sistemik.2

Gambar 3. Implantasi Plasenta pada Kehamilan Normal dan Preeklampsia


Sumber : Cunningham et al, 2013
Diameter rata-rata arteri spiralis pada kehamilan normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil
normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran
darah ke utero plasenta.1

7
 Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodelling arteri
spiralis sehingga mengakibatkan iskemia plasenta. Plasenta yang mengalami
iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau radikal bebas.
Radikal bebas akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi proksida lemak. Peroksida lemak akan merusak
membran sel, nukleus, dan protein sel endotel.1
Sel endotel yang terpapar oleh peroksida lemak akan mengalami
kerusakan sel endotel yang dimail dari kerusakan pada membran sel endotel.
Hal ini mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel. 1 Pada waktu terjadi
disungsi sel endotel maka akan terjadi :
- Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga menyebabkan
menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan
vasodilator kuat. 1
- Agregrasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
suatu vasokonstriktor kuat. 1
- Perubahan khas sel endotel pada kapiler glomerulus. 1
- Peningkatan permeabilitas kapiler. 1
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor yaitu endothelin.
Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat. 1
- Peningkatan faktor koagulasi. 1

 Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan


maternal, paternal (plasental), dan fetal
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya
hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. 1

8
 Ibumultipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami sebelumnya. 1
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. 1
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam
modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin
dari lisis sel Natural Killer (NK) ibu. 1
Selain itu adanya HLA-Gakan mempermudah invasi sel trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan deisuda ibu, di samping untuk
menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadinya penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua
daerah plasenta mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam
desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.
HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan
terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadinya Immune-
Maladaptation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan
perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata
mempunyai proporsi sel helper yang lebih rendah dibandingkan pada
normotensif. 1

 Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau


inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopressor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis

9
prostaglandin oleh sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadapa bahan vasopressor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesas inhibitor. Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata
adalah prostaskilin. 1
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopressor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopressor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopressor. 1

 Faktor-faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diwariskan serta


pengaruh epigenetik
Preeklampsia merupakan penyakit multifaktorial. Dalam suatu ulasan
oleh Ward dan Lindheimer (2009) mengutip risiko insiden preeklampsia
sebesar 20-40% pada anak dari ibu yang pernah mengalami preeklampsia;
11-37% pada saudara perempuan seorang penderita preeklampsia; dan 22-
47% pada kembar. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Nilsson dkk
(2004) pada hampir 1,2 juta pelahiran di Swedia mereka melaporkan adanya
komponen genetik untuk hipertensi gestasional sekaligus preeklampsia.
Mereka juga melaporkan angak kejadian bersama sebesar 60% pada kembar
monozigotik perempuan. Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan
akibat interaksi ratusan gen yang diwariskan baik dari ayah maupun ibu
yang mengendalikan sejumlah besar fungsi metabolik dan enzimatik
disetiap sistem organ. 2

Gambar 4. Gen yang Berkaitan dengan Preeklampsia


Sumber : Cunningham et al, 2013
10
Gambar 5. Patogenesis Preeklampsia
Sumber : Rana et al, 2019
6
2.6 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Preeklampsia
 Sistem Kardiovaskular
Gangguan sistem kardiovaskular berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung yang disebabkan oleh hipertensi, preload jantung yang
sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia pada kehamilan akibat
penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik akibat infus larutan
kristaloid atau onkotik intravena, aktivasi endotel disertai ekstravasasi
cairan intravaskular ke dalam ruang ekstrasel.2
Pada kehamilan normal volume plasma meningkat (hipervolemia)
guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Sebaliknya pada
preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40%
dibandingkan kehamilan normal (hipovolemia). Pada perempuan
preeklampsia mengalami hemokonsentrasi yang terjadi akibat
vasokonstriksi generalisata yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran
plasma ke dalam ruang interstitial akibat meningkatnya permeablitas. 2

11
 Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna. Namun pada preeklampsia terjadi
perubahan anatomis dan patofisiologis yang reversibel yaitu penurunan
perfusi ginjal dan berkurangnya laju filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus
yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat penurunan volume plasma.
Sebagian besar penurunan ini kemungkinan timbul akibat meningkatnya
resistensi arteriol aferen yang dapat meningkat hingga lima kali lipat.
Penurunan aaliran darah ke ginjal mengakibatkan terjadinya oliguria,
peningkatan kadar kreatinin serum.2
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria. Proteinuria dapat timbul pada tahap kehamilan lanjut, dan
beberapa perempuan mungkin setelah melahirkan.1
Pada preeklampsia sel endotel sering membengkak dan kelainan ini
disebut endoteliosis kapiler glomerular. Sel endotel sering sedemikian
bengkaknya sehingga menyumbat seluruh atau sebagian lumen kapiler.
Terdapat bukti bahwa pembengkakan endotel terjadi akibat penurunan
mendadak faktor angiogenik karena protein bebas membentuk kompleks
dengan reseptor protein antiangiogenik dalam sirkulasi. Protein angiogenik
ini sangat penting bagi kesehatan podosit dan inaktivasinya oleh reseptor
antiangiogenik menyebabkan disfungsi podosit dan pembengkakan endotel.2

Gambar 5. Endoteliosis Kapiler Kapiler Glomerulus


Sumber : Cunningham et al, 2013

12
 Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi
nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat
meluas hingga dibawah kapsul hepar dan disebut subkapsular hematom.
Subkapsular hematom dapat menimbulkan nyeri di daerah epigastrium dan
dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga perlu pembedahan.1

Gambar 6. Pemeriksaan Mikroskopis Tampak Nekrosis Hemoragik Periportal


Sumber : Cunningham et al, 2013
Keterlibatan hepar pada preeklampsia mungkin bermakna secara
klinis dalam kondisi-kondisi berikut ini :
 Keterlibatan simptomatik dengan manifestasi klinis nyeri tekan derajat
sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau pertengahan
epigastrium.2
 Peningkatan asimptomatik kadar transaminase hepar dalam serum yaitu
AST dan ALT dianggap merupakan penanda preeklampsia berat.2
 Perdarahan hepar dari daerah yang mengalami infark dapat meluas
sehingga membentuk hematom hepatis. Hematom tersebut dapat meluas
sehingga dapat membentuk hematom subkapsular yang dapat ruptur. 2
 Perlemakan hati akut memiliki awitan pada kehamilan lanjut, dan sering
disertai hipertensi, peningkatan kadar transaminase dan kreatinin dalam
serum, serta trombositopenia.2

13
 Otak
Lesi utama yang ditemukan pada autopsi perempuan dengan
eklampsia adalah perdarahan subkortikal dan kortikal. Lesi lain yang sering
dilaporkan meliputi edema subkortikal, daerah pelunakan nonhemoragik
non multipel diseluruh otak, daerah perdarahan pada substansia alba, dan
perdarahan dalam ganglia basalis atau pons sering disertai ruptur ke dalam
ventrikel.2

Gambar 7. Lokasi Perdarahan dan Ptekie Serebral Pada Eklampsia


Sumber : Cunningham et al, 2013
Teori disfungsi endotel yang menandai sindrom preeklampsia yaitu :
o Sebagai respon terjadinya hipertensi akut dan berat terjadi
regulasi serebrovaskular yang berlebihan sehingga timbul
vasospasme. Menurut teori ini, penurunan aliran darah otak
dihipotesiskan sebagai penyebab iskemia, edema sitotoksis, dan
akhirnya infark jaringan.2
o Terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik mendadak yang
melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskular. Menyebabkan
timbulnya vasodilatasi dan vasokonstriksi paksa khususnya pada
daerah perbatasan arteri. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik, hiperperfusi, dan ekstravasasi plasma serta

14
eritrosit melalui celah taut endotel sehingga terjadi edema
vasogenik.2
Perubahan neurologik dapat berupa :
 Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
edema vasogenik.1
 Akibat vasospasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi
gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa pandangan kabur,
skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan
ablasio retina. 1
 Hiperefleks sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan
faktor prediksi terjadinya eklampsia. 1
 Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang belum diketahui
dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik yaitu
edema serebri, vasospasme serebri, dan iskemia serebri. 1
 Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia. 1

 Darah dan Koagulasi


Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat
vasospasme, hipoalbumin, hemolisis mikroangiopatik akibat spasme
arteriole, dan hemolisis akibat kerusakan endotel artriole. Perubahan
tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut
trombositopenia bila trombosit <100.000 mm3.1

 Perfusi Uteroplasental
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan endotel pembuluh darah plasenta.1
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah :
- Intrauterine growth restriction dan oligohidramnion

15
- Peningkatan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat IUGR, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
2.7 Penegakan Diagnosis Preeklampsia

Gambar 8. Kriteria Diagnosis Preeklampsia


Sumber : PNPK POGI, 2016

2.8 Diagnosis Banding Preeklampsia


 Hipertensi gestasional
 Hipoperfusi plasenta
 Abruptio plasenta

16
2.9 Penatalaksanaan Preeklampsia
 Manajemen Ekspektatif atau Aktif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu.

17
18
Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat

 Obat Anti Kejang

19
Pemerian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk
mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal.
- Mekanisme : Magnesium sulfat menghambat dan menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pemberian magnesium sulfat akan menggeser kalsium sehingga
aliran impuls tidak terjadi. Magnesium sulfat juga berperan dalam
menghambat reseptor NMDA di otak yang dapat teraktivasi akibat
asfiksia sehingga menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron yang
mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.1, 3
- Cara Pemberian :
o Initial dose : 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10cc) selama
15 menit.1 Sedangkan menurut guideline RCOG loading dose
MgSO4 yaitu 4 gram selama 5-10 menit.3
o Maintenance dose : 6 gram MgSO4 dalam larutan Ringer/6jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam. 1 Sedangkan menurut guideline
RCOG maintenance dose MgSO4 yaitu 1-2 g/jam selama 24 jam
post partum atau setelah kejang terakhir. Pemberian ulang 2gram
bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang.3
o Syarat pemberian MgSO4 :
 Harus tersedia antidotum MgSO4 , bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 1 gram (10ml) dapat diberikan
perlahan selama 10 menit.3
 Refleks patella (+) kuat
 Frekuensi pernafasan >16x/menit dan tidak ada tanda-tanda
distress pernafasan.
o Magnesium sulfat dihentikan bila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi

20
 Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
o Efek samping magnesium sulfat : rasa hangat, flushing, nausea,
muntah, kelemahan otot, ngantuk, iritasi lokal dari lokasi injeksi.

 Obat Anti Hipertensi


Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi
ringan - sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi
gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik superimposed,
hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ
subklinis pada usia kehamilan berapa pun. Pada keadaan lain, pemberian
antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥ 150/95 mmHg.3

o Calcium Channel Blocker


Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium
channel blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada
sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian calcium channel blocker
dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya takikardia,
palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal
mikrovaskular serta retensi cairan.3

21
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang
sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan
preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan RCT,
penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat
dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal
pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar
ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan
produksi urin. Dibandingkan dengan labetalol yang tidak berpengaruh
pada indeks kardiak, nifedipin meningkatkan indeks kardiak yang
berguna pada preeklampsia berat16 Regimen yang direkomendasikan
adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis
maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan calcium channel blocker
dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini
disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel
blocker.3

o Beta Blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, terutama pada digunakan untuk jangka
waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester
pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian
anti hipertensi lainnya tidak efektif.3

o Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf
pusat, adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk
wanita hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960,
metildopa mempunyai safety margin yang luas (paling aman).
Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun
juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus

22
simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan
aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi
postural, anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis.3
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2
atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat
maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-
12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan
metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum
1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui
plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.3

2.10 Prognosis dan Komplikasi Preeklampsia


Di seluruh dunia, preeklamsia dan eklamsia diperkirakan bertanggung jawab
atas sekitar 14% kematian ibu per tahun (50.000-75.000).5 Morbiditas dan
mortalitas pada preeklamsia dan eklamsia berhubungan dengan kondisi berikut:
o Disfungsi endotel sistemik
o Vasospasme dan trombosis pembuluh kecil yang menyebabkan
iskemia jaringan dan organ
o Peristiwa sistem saraf pusat (SSP), seperti kejang, stroke, dan
perdarahan
o Nekrosis tubular akut
o Koagulopati
o Solusio plasenta pada ibu

Paparan janin terhadap preeklamsia mungkin terkait dengan autisme dan


keterlambatan perkembangan (DD). Paparan janin terhadap preeklamsia dikaitkan
dengan lebih dari dua kali lipat peningkatan risiko ASD dan lebih dari lima kali
lipat peningkatan risiko DD.5
Secara umum, risiko berulangnya preeklamsia pada wanita yang kehamilan
sebelumnya dipersulit oleh preeklamsia sekitar 10%. Jika seorang wanita
sebelumnya pernah menderita preeklamsia dengan ciri-ciri yang parah (termasuk

23
sindrom HELLP [hemolisis, peningkatan enzim hati, trombosit rendah] dan / atau
eklamsia), ia memiliki risiko 20% untuk mengalami preeklamsia pada kehamilan
berikutnya.5
Jika seorang wanita pernah mengalami sindrom HELLP atau eklamsia,
risiko kekambuhan sindrom HELLP adalah 5% dan eklampsia adalah 2%.
Semakin dini penyakit ini bermanifestasi selama kehamilan pertama, semakin
tinggi kemungkinan kekambuhannya meningkat. Jika preeklamsia muncul secara
klinis sebelum usia kehamilan 30 minggu, kemungkinan kekambuhan bisa
setinggi 40%.5

2.2 Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Sebelum persalinan sebenarnya dimulai, terdapat beberapa tanda
yang menunjukkan bahwa tidak lama lagi persalinan akan terjadi. Tanda tersebut
adalah7:
-Lightening : perasaan subjektif dari ibu karena bagian bawah janin masuk
ke dalam segmen bawah rahim dan pelvis. Ibu merasa janin turu, sesak
nafas berkurang, tetapi disertai sakit pinggang dan sering kencing
- Engagement : yaitu peristiwa masuknya kepala ke dalam panggul.
- Sekresi vagina meningkat
- Bloody show
- Serviks menjadi lunak dan datar
- Sakit pinggang yang terus menerus
- Ada gejala false labor

Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan


perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Tanda-tanda inpartu yaitu penipisan dan pembukaan
serviks, kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi
minimal 2x dalam 10 menit), dan keluarnya cairan lendir bercampur darah melalui
vagina.7

24
Gambar 9. Perbedaan Persalinan Sebernarnya dengan Persalinan Palsu
Sumber : Cunningham et al, 2013

2.2.1 Letak, Presentasi, Posisi, dan Sikap Badan Janin


 Letak janin : menunjukkan bagaimana hubungan antara axis panjang janin
terhadap ibu. 2

25
Gambar 10. Letak Janin
Sumber : Wiknjosastro, 2018
 Presentasi : bagian tubuh janin yang terendah di dalam maupun dibagian
terdekat jalan lahir. Berbagai presentasi yang mungkin terjadi yaitu
presentasi kepala, bokong, bahu, muka, dan rangkap. 2
 Posisi : digunakan untuk menunjukkan kedudukan bagian janin yang ada
dibagian bawah rahim terhadap sumbu ibu: disebelah depan, kiri atau kanan
depan, kiri atau kanan lintang, kiri atau kanan belakang. Sebagai penunjuk
dipakai ubun-ubun kecil, dagu, sakrum, kepala. 2

26
 Sikap : menunjukkan hubungan bagian-bagian janin terhadap sumbunya,
khususnya terhadap tulang punggung. Umumnya janin berada dalam sikap
fleksi.2

Gambar 12. Sikap Janin


Sumber : Wiknjosastro, 2018

2.3 Kalsifikasi Usia Kehamilan


Klasifikasi usia kehamilan untuk melahirkan menurut ACOG (2017) yaitu5 :
Preterm : before 370/7 weeks
Early term : 370/7 – 386/7 weeks
Full term : 390/7 – 406/7 weeks
Late term : 410/7 – 416/7 weeks
Postterm : 420/7 and beyond

2.4. Kehamilan Kurang Bulan


2.4.1. Definisi
Kehamilan kurang bulan/ preterm adalah yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi
yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan22- 37 minggu7.

27
2.4.2. Epidemiologi

Sampai saat ini mortaliras dan morbiditas neonatus pada bayi


preterm/prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ
pada bayi lahir seperti paru, otak, dan gastrointestinal. Di negara Barat sampai
80% dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang
selamat 10% mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab
persalinan preterm sering dapat dikenali dengan jelas Namun, pada banyak kasus
penyebab pasti tidak dapat diketahui. Beberapa faktor mempunyai andil dalam
terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor Janin dan plasenta,
ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.
Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6 – 10%.
Hanya 1,5 persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5
% pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan
duapertiga dari kematian neonatal Di Amerika Serikat pada tahun 2005, 384 bayi
meninggal pada tahun pertama kehidupan mereka. Kelahiran kurang bulan, yang
didefinisikan sebagai pelahiran sebelum 37 minggu lengkap, terkait dengan
sekitar dua pertiga kematian ini. Meskipun angka kematian bayi di Amerika
Serikat sebenarnya telah menurun selama seabad terakhir, angka kematian
tersebut belum berubah sejak tahun 2000 hingga 2005 (MacDorman dan
Matthews, 2008). Dengan demikian, masalah kelahiran kurang bulan masih
merupakan masalah kesehatan utama.
2.4.3.Masalah Kehamilan Preterm

Permasalhan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada


kematian perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan
kelainin, baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang

28
Tabel 2. Masalah Utama Jangka Panjang dan Jangka Pendek pada Bayi dengan
Berat Badan Lahir Sangat Rendah

Dengan melihat permasalahan yang dapat terjadi pada bayi preterm, maka
menunda persalinan preterm, bila mungkin, masih tetap memberi suatu
keuntungan.
2.4.4. Faktor Resiko Kehamilan Preterm

Ada beberapa faktor risiko yang dapat membuat persalinan preterm seperti
tingkat sosio-ekonomi, riwayat lahir mati, dan kehamilan di luar nikah.
Merupakan langkah penting daiam pencegahan persalinan preterm adalah
bagaimana mengidentifikasi faktor risiko dan kemudian memberikan perawatan
antenatal serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan[7]. Selain
hal tersebut, ada beberapa yang dapat persalinan preterm seperti:

1. Abortus yang Mengancam


Perdarahan vagina pada awal kehamilan menyebabkan peningkatan
dampak buruk dikemudian hari. Weiss dkk, (2004) melaporkan dampak
perdarahan vagina saat usia kehamilan 6 sampai 13 minggu pada hampir 14.000
perempuan. Baik perdarahan ringan dan berat dibubungkan dengan persalinan
kurang bulan, solusio plasenta, dan keguguran sebelum 24 minggu pada
kehamilan berikutnya. [8]

29
2. Faktor Gaya Hidup
Factor gaya hidup seperti: Merokok, pertambahan berat badan ibu yang
tidak adekuat, dan penggunaan narkoba berperan penting pada insiden dan hasil
akhir pelahiran neonatus berberat badan lahir rendah. Selain itu, Ehrenberg dkk.,
(2009) menemukan bahwa perempuan gemuk yang berisiko untuk kelahiran
kurang bulan memiliki angka kejadian melahirkan kurang bulan sebelum usia
kehamilan 35 minggu yang lebih rendah, dibandingkan perempuan berisiko
dengan berat badan normal. Beberapa efek ini tidak diragukan lagi karena
penghambatan pertumbuhan janin, namun Hickey dkk., (1995) mengaitkan
kenaikan berat badan pranatal secara khusus dengan kelahiran kurang bulan.
3. Kesenjangan Ras dan Etnik
Di Amerika Serikat dan Inggris, wanita yang masuk golongan berkulit
hitam, Afrika-Amerika dan Afro-Karibia, secara konsisten dilaporkan berisiko
tinggi untuk kelahiran kurang bulan (Goldenberg dkk., 2008b). Asosiasi lainnya
termasuk status sosial ekonomi dan status pendidikan yang rendah. Lu dan Chen
(2004) menggunakan survey kooperatif pemerintah pusat dan negara bagian,
Sistem Pemantauan Penilaian Resiko Kehamilan (Pregnancy Risk Assessment
Monitoring System/ PRAMS), untuk mempelajari peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres dalam populasi minoritas wanita hamil dan menemukan hal ini
tidak berhubungan dengan kelahiran kurang bulan. Kistka dkk., (2007)
menggunakan data negara bagian Missouri untuk menganalisis kesenjangan ras
yang tidak tergantung pada faktor risiko medis dan sosial ekonomi; menemukan
bahwa wanita kulit hitam memiliki peningkatan risiko kelahiran kurang bulan
berulang. Para penulis menyiratkan bukti adanya peningkatan risiko intrinsik
kelahiran kurang bulan pada populasi ini.
4. Bekerja Selama Kehamilan
Penelitian mengenai bekerja dan aktivitas fisik yang berhubungan dengan
kelahiran kurang bulan telah membuahkan hasil yang bertentangan (Goldenberg
dkk., 2008b). Namun, terdapat beberapa bukti bahwa jam kerja yang panjang dan
kerja fisik yang berat mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran
kurang bulan. [8]

30
5. Faktor Genetik
Kehamilan kurang bulan yang bersifat rekuren, berhubungan dengan
keluarga dan ras telah menimbulkan pendapat bahwa genetika mungkin
memainkan peran penyebab (Anum, 2009; Lie, 2006; Ward, 2005, dkk.) Semakin
banyak literatur mengenai varian genetik yang menopang konsep ini (Gibson,
2007; Hampton, 2006; Li, 2004; Macones, 2004, dkk.) Beberapa studi tersebut
juga melibatkan gen imunoregulator yang memperparah korioamnionitis dalam
kasus kelahiran kurang bulan akibat infcksi8.

2.5. Etiologi Kehamilan Preterm

Ada empat etiologi utama kehamilan kurang bula di Amerika Serikat8:

1. Pelahiran atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi
dilahirkan dengan pelahiran caesar prapersalinan.
2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban utuh
3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik.
4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak.

Ananth dan Vintzileos (2006) menggunakan data kelahiran di Missouri


sejaki tahun 1989 hingga 1997 untuk menganalisis factor penyebab kelahiran
terindikasi sebelum 35 minggu. Preeklamsia, distres janin, kecil masa kehamilan,
dan solusio plasenta merupakan indikasi paling umum atas intervensi medis yang
mengakibatkan kelahiran kurang bulan. Penyebab lainnya yang kurang umum
adalah hipertensi kronik, plasenta previa, perdarahan tanpa sebab yang jelas,
diabetes, penyakit ginjal, isoimunisasi Rh, dan malformasi kongenital.
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal
dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak
kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan

31
mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan
perubahan serviks, yaitu: [8]
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks

Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan


premature harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi,
menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri
kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan. Kondisi selama kehamilan
yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah[7]:
1. Janin dan plasenta
a. Perdarahan trimester awal
b. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
c. Ketuban pecah dini (KPD)
d. Pertumbuhan janin terhambat
e. Cacat bawaan janin
f. Kehamilan ganda/gemeli
g. Polihidramnion
2. Ibu
a. Penyakit berat pada ibu
b. Diabetes mellitus
c. Freeklampsia/hipertensi
d. Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
e. Penyakit infeksi dengan demam
f. Stres psikologik
g. Kelainan bentuk uterus/serviks

32
h. Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
i. Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
j. Pemakaian obat narkotik
k. Trauma
l. Perokok berat
m. Kelainan imunologi/kelainan resus

Patogenesis infeksi ini yang menyebabkan persalinan belum jelas benar.


Kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 yang melepaskan bahan
asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas
meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan
merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat
menginisiasi proses persalinan. Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan
infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari
aktivasi monosit. Berbagai sitokin, termasuk interleukin- l, tumor nekrosing faktor
(TNF), dan interleukin-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan
persalinan preterm. Sementara itu, Platelet Activating Factor (PAF) yang
ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin
tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian, janin
memainkan peran yang sinergik dalam mengawali proses persalinan preterm yang
disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan
membrane lewat pengaruh langsung dari protease[7].
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominanlaktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh
bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies mobilunkus atau mikoplasma
hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini, persalinan
preterm, dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari
5,0[7].

2.6. Diagnosis

33
2.6.1Estimasi Tanggal Persalinan
Kehamilan rata-rata berlangsung selama 280 hari sejak hari pertama haid
terakhir atau 266 hari setelah konsepsi. Secara historis, hari pertama haid terakhir
yang akurat merupakan penduga terbaik untuk menentukan taksiran tanggal
persalinan.4
 Naegele’s Rule
Metode ini mengasumsikan siklus menstruasi tepat 28 hari, dengan ovulasi
terjadi pada hari ke 14. Ada beberapa kekurangan dalam rumus Naegele
dimana seorang wanita mungkin tidak mengingat secara akurat hari pertama
haid terakhirnya, metode ini tidak memperhitungkan siklus menstruasi
dengan durasi yang lebih pendek atau lebih lama, metode ini tidak dapat
membedakan antara perdarahan menstruasi dan perdarahan awal
kehamilan.4

HPL : (hari + 7), (bulan-3), (tahun + 1)

 Parikh’s Formula
Rumus parikh dibuat untuk wanita yang memiliki perbedaan panjang siklus
menstruasi.4
HPL : {hari + (siklus - 21), (bulan-3), (tahun + 1)

 Tinggi Fundus Uteri (McDonald’s Rule)


Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan secara berulang setiap bulan.

34
Gambar 20. Tinggi Fundus Uteri
Sumber: Wahyuningsih dan Tyastuti, 2016

Lebih dari 20 minggu tinggi fundus uteri dapat menentukan umur


kehamilan secara kasar. Jika pasien tidak dapat mengingat hari pertama haid
terakhirnya, siklus menstruasi yang tidak teratur, aturan Naegele tidak dapat
digunakan maka dapat digunakan ultrasonografi.
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan
preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar
merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai
diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu[7]:
1. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 - 8 menit sekali, atau 2 - 3 kali
dalam waktu 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low bacb pain)
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm, dan penipisan 50 - 80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isciadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm
8. Terjadi pada usia kehamiian 22 - 37 minggu

Diferensiasi awal antara persalinan sejati dan palsu adalah sulit sebelum
pendataran dan dilatasi serviks dapat dibuktikan. Aktivitas uterus sendiri dapat
keliru karena adanya kontraksi. Kontraksi ini, digambarkan sebagai kontraksi
uterus yang tidak teratur, tidak ritmik, dan dapat nyeri atau tidak; dapat
menyebabkan kebingungan dalam diagnosis persalinan kurang bulan sejati. Tidak
jarang, wanita yang melahirkan sebelum aterm memiliki aktivitas uterus seperti
kontraksi Braxton Hicks sehingga membuat diagnosis persalinan yang palsu.
Karena kontraksi rahim mungkin saja menyesatkan, American Academy of

35
Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologists (1997)
sebelumnya telah mengusulkan kriteria berikut untuk memastikan persalinan
kurang bulan: [8]
1. Kontraksi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit

ditambah perubahan progresif pada leher rahim

2. Dilatasi serviks lebih besar dari 1 cm

3. Pendataran serviks 80 persen atau lebih besar

Namun, saat ini, kriteria klinis tersebut, sebagai prediktor pelahiran kurang
bulan, sudah dianggap tidak akurat (American College of Obstetricians and
Gynecologists, 2003). Dengan demikian, kriteria eksplisit tersebut tidak lagi
dimunculkan pada berbagai pedoman yang lebih baru (American Academy of
Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologists, 2008)[8]
Selain kontraksi rahim yang disertai nyeri/tidak, gejala seperti penekanan
panggul, kram seperti saat menstruasi, cairan vagina encer, dan nyeri pinggang
belakang, secara empiris berhubungan dengan kelahiran kurang bulan yang akan
dan sedang berlangsung (impending). Keluhan-keluhan tersebut dianggap oleh
sebagian orang sering terjadi pada kehamilan normal sehingga pelahiran kurang
bulan sering diabaikan oleh pasien, dokter dan perawat. Pentingnya gejala-gejala
ini sebagai penanda persalinan telah ditekankan oleh beberapa peneliti, tetapi
tidak semua (Copper dkk., 1990; Iams dkk., 1990; Kragt dan Keirse, 1990). Iams
dkk., (1994) menemukan bahwa tanda dan gejala persalinan kurang bulan,
termasuk kontraksi uterus, muncul hanya dalam waktu 24 jam persalinan kurang
bulan. [8]
Beberapa indikator dapat dipakai untuk terjadinya persalinan preterm, sebagai

berikut[7]:

 Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya
ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.

36
 Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah:
jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml amu lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7
mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.0001m1).
 Indikator biokimia
 Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,
serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau
lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan
risiko persalinan preterm.
 Corticotropin releasingbormone (CRH): peningkatan CRH dini atau
pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan
preterm.
 Siobin inflamasi: seperti IL-10, IL-6, IL-8, dan TNF-cl telah diteliti
sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
 Isoferitin plasenut pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama
kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 1 53
U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya
persalinan prererm.
 Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif
untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan
dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi.
Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar
feritin dan kejadian penluiit kehamilan, termasuk persalinan preterm.

2.4.7. Pencegahan Persalinan Preterm

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan


sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan
pasien yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik

37
terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga
tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim
dilakukan pada kunjungan antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut
mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan terjadinya persalinan
preterm. Bila dijumpai serviks pendek (< 1 cm) disertai dengan pembukaan yang
merupakan tanda serviks matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko
terjadinya persalinan preterm 3 - 4 kali[7]. Pencegahan lahir kurang bulan telah
menjadi tujuan yang sulit dijangkau. Namun, laporan terakhir menunjukkan
bahwa pencegahan mungkin dapat tercapai. [8]
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan

preterm antara lain sebagai berikut[7].

 Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)


 Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
 Anjurkan tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
 Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prererm
 Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
 Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm

2.4.Pengelolaan Kehamilan Preterm


Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah:

apakah ini memang persalinan preterm. Seianjutnya mencari penyebabnya dan

menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris,

ataupun ultrasonografi meliputi penumbuhan /berat janin, jumlah dan keadaan

cairan amnion, presentasi dan keadaan janin/kelainan kongenital. Bila proses

38
persalinan kurang bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah

dilakukan segala upaya pencegahan, maka perlu dipertimbangkan[7]:

 Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter


spesialis kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi
preterm atau berapa persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi
teftentu.
 Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah sesar.
 Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau
sindroma gawat napas.
 Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi
perawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.
 Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan
rencana perawatan intensif neonates.

2.4.9. Penatalaksanaan Kehamilan Preterm


Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor[7]:

 Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat


bilamana selaput ketuban sudah pecah.
 Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan
mencapai 4 cm.
 Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah
persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan
berlangsung bila TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
 Penyebab/komplikasi persalinan preterm.
 Kemampuan neonatal intensiae care facilities.

39
Wanita yang diketahui berisiko melahirkan kurang bulan dan mereka yang
memiliki tanda dan gejala persalinan kurang bulan telah menjadi kandidat
penerima beberapa intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan prognosis
neonatus. Jika tidak ada indikasi ibu atau janin yang mengharuskan pelaksanan
pelahiran yang disengaja, intervensi di maksudkan untuk mencegah kelahiran
kurang kurang bulan. Meskipun banyak intervensi ini yang diuraikan pada bagian
bagian berikutnya, mereka tidak di rekomendasikan. Beberapa orang mungkin
menghasilkan sedikit perbaikan, tapi sebagian lainnya belum terbukti. Sebagai
contoh, American College of Obstetricians and Gynecologists (2003, 2008b),
dalam tinjauannya mengenai manajemen persalinan prematur, telah
menyimpulkan: "Meskipun banyak metode penatalaksanaan yang diusulkan,
kekerapan kelahiran kurang bulan hanya berubah sedikit selama 40 tahun terakhir.
Ketidakpastian mengenai strategi terbaik untuk mengelola persalinan kurang
bulan terus berlanjut ." [8]

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterrn, terutama

mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah[7]:

 menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis,


 pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid, dan
 bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.

Tokolisis

Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan,


tidak ada yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu
dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan
serviks. Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah[7]:
 Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature
 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin

40
 Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
 Optimalisasi personels
Beberapa macam obat -yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah[7]:

 Kalsium antagonis: Nifedipin 10 mg/oral diulang 2 - 3 kali/jam,


dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi
jika timbul kontraksi berulang.
 Obat B-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol,
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
 Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai
karena efek samping pada ibu ataupun janin.
 Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu
membamsi aktivitas atau tirah baring.

Kortikosteroid

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan


paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular,
yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Konikosteroid perlu diberikan
bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan adalah:
deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko
terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal konikosteroid
adalah[7]:
 Betametason: 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam
 Deksametason: 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 72 jam.

Antibiotika

Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko


terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang
dianjurkan adalah: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah
ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain

41
seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko
NEC. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan
KPD/PPROM (Preterm Prematare rupture of the membrane) adalah[7]:
 Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril.
 Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan
pemeriksaan spekulum.
 Pada pemeriksaan USG jika didapat penumnan indeks cairan amnion
(ICA) tanpa adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR
mengarah pada kemungkinan KPD

Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada


usia kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32 - 35 minggu jika ada bukti hasil
pemeriksaan maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilims
perinatologi) sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri. Akan
tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun laboratorik), maka
pengakhiran persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia kehamilan.

42
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. R Nama : Tn. M


Umur : 40 tahun Umur : 47 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen Agama : Kristen
Suku : Batak Suku : Batak
Alamat : jl.Soekarno Hatta, Bukit Alamat : jl.Soekarno Hatta, Bukit
Kapur Kapur
No MR : 26.54.51

3.2 Anamnesis
 Keluhan Utama
Pasien mengatakan bahwa dia pusing sejak 1 hari yang lalu dan mata
berkunang-kunang.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G7P5A1 datang ke RSUD Dumai pada tanggal 02 Maret 2021 kiriman
bidan bukit kapur dengan diagnosa G7P5A1 (32-33 minggu). Pasien
mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-), Keluar lendir bercampur
darah dari jalan lahir (-), Keluar air-air dari jalan lahir (-), dan keluar darah
yang banyak dari jalan lahir (-). Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil
disangkal, riwayat keputihan selama hamil (-), deman (-), batuk (+), mual (-),
muntah (-), sakit kepala (+), pandangan kabur (+), myeri ulu hati (-) gerakan
janin dirasakan saat usia 16 minggu. Hari pertama haid terakhir tanggal 27
september 2020, dengan taksiran tanggal persalinan 06 juli 2021.

 Riwayat Hamil Muda


Mual (+), muntah (+), perdarahan (-), pusing (+), penurunan napsu makan (-)
 Riwayat Hamil Tua

43
Mual (-), muntah (-), perdarahan (-),pusing (-), penurunan napsu makan (-),
pandangan kabur (-).
 Riwayat Pre Natal Care
Pasien kontrol kehamilan rutin, dilakukan setiap bulan di bidan. Pasin
melakukan ANC 9 kali dan USG 4 kali. Control kehamilan dan USG terakhir
bulan Mei 2021
 Riwayat Makan Obat
Pasien mengonsumsi vitamin dan kalsium yang diperoleh dari bidan. Pasien
tidak ada mengonsumsi obat-obatan yang lain dan jamu selama hamil.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Gastritis (-), asma (-), diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-), alergi (-), riwayat operasi (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Asma (-), diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), penyakit
ginjal (-).
 Riwayat Haid
Menarche pada usia 13 tahun, siklus haid teratur tiap 28 hari, lamanya haid 5-
7 hari, haid disertai dengan dysmenorrhea, jumlah darah haid sekitar 2x ganti
pembalut dalam sehari, HPHT pasien tanggal 27 September 2020.

 Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1x, menikah saat usia 19 tahun, saat ini usia pernikahan yaitu
21 tahun.

 Riwayat Kehamilan
Saat ini merupakan kehamilan ke 7, passion mengalami keguguran 1x.
Anak pertama lahir tahun 2001-PN-Bidan meriana-Perempuan-2800 gr
Anak kedua lahir tahun 2003-PN-dukun-perempuan-2600 gr
Anak ketiga lahir tahun 2007-abortus 3 minggu
Anak keempat lahir tahun 2008-PN-dr.alwin spog-perempuan-2900 gr

44
Anak kelima lahir tahun 2009-PN-Bidan Ros-Perempuan-3000 gr
Anak keenam lahir tahun 2016-PN-Bidan ros-Perempuan-3000 gr
Anak ketujuh hamil saat ini
 Riwayat KB
Pasien menggunakan KB 3 bulan.

3.3 Pemeriksaan Fisik


 Tanda Vital
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah :200 /110 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
Temperatur : 36,7oC
Respirasi : 20 x/menit

 Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, RC +/+
THT : bentuk normal, sekret (-), darah (-), membran timpani intak
Leher : simetris, trakea lurus ditengah, tidak ada pembesaran KGB
Thorax : pengembangan dinding dada simetris, tidak ada retraksi
Pulmo : auskultasi vesikular (+), rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung S1 dan S2, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen : bising usus (+), status obstetrikus
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, ekstremitas edema (+)

 Status Obstetrikus
Muka : chloasma gravidarum (-)
Mamae : hiperpigmentasi mamae (+)
Abdomen :

45
Inspeksi : perut tampak membesar, linea nigra (+), striae livid (+),
striae albican (+)
Palpasi : L1 : TFU 26 cm, teraba massa bulat, lunak, tidak melenting
(kesan bokong).
L2 :Teraba tahanan memanjang pada sisi kiri ibu dan
teraba bagian-bagian kecil pada sisi kanan ibu.
L3 :Teraba massa bulat, kera, melenting (kesan kepala)
L4 :Divergen 5/5
TFU : 26 cm TBA : 2015 gram HIS : (-)
Genitalia eksterna : vulva tenang, vagina tampak tenang, pembekakan (-)
VT / Bimanual Palpasi : Tidak Dilakukan
- Panggul dalam Promontorium : -
Sakrum :-
Spina iskiadika :-
Arkus pubis :-
Os. Koksigis :-

- Janin Presentasi :-
Situs :-
Hodge :-
Ketuban :-

-Porsio Pembukaan :-
Penipisan :-
Konsistensi :-
Arah sumbu :-
3.4 Pemeriksaan Penunjang
 Hematologi
o Hb : 13,1 GR/DL
o Leukosit : 9.400 mm3
o Trombosit :104 .000 mm3

46
o Eosinofil :2 %
o Basofil :0 %
o Natrofil batang:0 %
o Netrofil segment:72%
o Limfosit :22 %
o Monosit :4 %
o Jmlh Eritrosit : 4.290.000 mm3
o MCV : 91 FL
o MCH : 30 PG
o MCHC : 33 %
o Hematokrit : 39%
o RDW : 13,6%
 Hemostasis
o Masa perdarahan: 3 menit
o Masa pembekuan: 4 menit
 Pemeriksaan gula darah
o KGD AD Random : 86 mg/dl
 Urinalisa
o Protein : +3

 USG

47
3.5 Diagnosis
G7P5A1 (gravid 32-33 minggu) + PEB, janin tunggal hidup intrauterine
presentasi kepala

3.6 Penatalaksanaan
IVFD RL + drip Mgso4 28 tpm
Dopamet 3x500 mg

48
Nifedipine 3x10 mg
Inj.dexametahasone 1 amp/8 jam

3.7 Prognosis
Kehamilan : ad bonam
Persalinan : dubia ad bonam

49
3.8 Follow Up
Tanggal S O A P
03/06/202 Nyeri pinggang menjalar KU : Baik G7P5A1 (Gravid 31-32 IVFD RL 20 tpm
1 ke ari-ari, gerak janin (-), Kesadaran : CM minggu), PEB + JTHIU Dopamet 3x500 mg
Jam 08.00 keluar lendir bercampur TD : 160/100 mmHg presentasi kepala Dexamethasone inj 1 amp/8 jam
darah (-), keluar air-air (-), HR : 82 x/menit
pusing (+) RR : 22 x/menit
T : 36,7oC
DJJ : 142 x/menit
HIS : -

04/06/202 Pusing (+) KU : TSS G7P5A1 (Gravid 31-32 IVFD RL 20 tpm


1 Kesadaran : CM minggu), PEB + JTHIU Dopamet 3x500 mg
Jam 08.00 TD : 120/80 mmHg presentasi kepala Nifedipine 3x10 mg
HR : 80 x/menit Hemafore 1x1
RR : 20 x/menit
T : 36,6oC
DJJ : 144 x/menit
HIS : -
05/06/202 Asi (-), Nyeri bekas KU : TSS P6A1 post sc hari pertama Inj cefotaxim/8 jam
1 operasi (+), BAK (+), Kesadaran : CM atas indikasi PEB + fetal Inj ketorolac/8 jam
Jam 07.00 BAB (-), belum bias TD : 140/90 mmHg distres Pronalges sup 3x1
berjalan. HR : 82 x/menit Nifedipine 3x10 mg
Bayi perempuan dengan RR : 22 x/menit Dopamet 3x250 mg
BB 1580 dengan apgar T : 36,6oC
score 5/6

50
Tanggal S O A P
06/06/202 Asi (+), Nyeri bekas KU : TSS P6A1 +post SC hari kedua IVFD RL 20 tpm
1 operasi (+), BAK (+), Kesadaran : CM atas indikasi PEB + fetal Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam
Jam 07.00 BAB (-), belum bias TD : 160/100 mmHg distress Inj.ketorolac 1gr/8 jam
berjalan, batuk (+), sesak HR : 80 x/menit Nifedipine 3x10 mg
(+), buang angi (+) RR : 20 x/menit Dopamet 3x250 mg
T : 36,6oC Inj.furosemide 1gr/12 jam
TFU 2 jari dibawah pusat Hemafort 1x1
Kontraksi baik OBH syr 3x1
Lochia lubra:sedikit

07/06/202 Asi (+), Nyeri bekas Kesadaran : CM P6A1 post sc hari ketiga IVFD RL 20 tpm
1 operasi (+), BAK (+), TD : 180/100 mmHg atas indikasi PEB + fetal Inj. Ceffotaxime 1gr/8 jam
07.05 BAB (+), sudah bisa HR : 80 x/menit distress Inj.ketorolac 1gr/8 jam
berjalan. RR : 20 x/menit Nifedipine 3x10 mg
T : 38oC Dopamet 3x250 mg
TFU 2 jari dibawah pusat Hemafort 1x1
Kontraksi baik Sanmol 500 mg (1x1)
Lochia lubra:sedikit PCT 3x500 mg

08/06/202 Asi (+), Nyeri bekas KU : Baik P6A1 post sc hari ke empat - Hemafort 1x1
1 operasi (+), BAK (+), Kesadaran : CM atas indikasi PEB + fetal - Dopamet 3x500 mg
07.15 BAB (+), mobilitas TD : 160/70 mmHg distres - Sanmol inf 1 fls
betahap HR : 94 x/menit - Nifedipine 3x10
RR : 22 x/menit
T : 36,6oC

Tanggal S O A P

51
09/06/202 Asi (+),nyeri bekas KU : Baik P6A1 post sc hari kelima Obat yang dibawa pulang
1 operasi, BAB (+), BAK Kesadaran : CM atas indikasi PEB + fetal - Cefixime 2x200 mg
Jam 07.20 (+), TD : 140/90 mmHg distres - Asam mefenamad 3x1
HR : 88 x/menit - Dopamet 3x1
RR : 22 x/menit - Hemafort 1x1
T : 36,2oC

TFU 2 jari dibawah pusat


Kontraksi baik
Lochia lubra:sedikit

52
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis Preeklamsia Berat karena pasien mengeluhkan pusing


dan pandangan berkunang-kunang dan usia kehamilan pasien lebih dari 20
minggu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/100 dan didukung
oleh hasil urin yaitu protein urine 3+. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria dan trombositopenia.
Usia kehamilan pasien yaitu 31-32 minggu. Adapun penentuan usia
kehamilan pasien menggunakan rumus Naegele dengan HPHT 27 September
2020. Maka taksiran tanggal persalinan 4 Juli 2021, dengan rumus HPL (hari+7),
(bulan-3), (tahun+1). Adapun penentuan usia kehamilan pasien dari biometrik
janin pada pemeriksaan USG terakhir pada tanggal 3/06/2021 usia kehamilan 32-
33 minggu. Hal ini sesuai dengan teori dimana jika pasien mengingat HPHT maka
menggunakan rumus Neagle dapat digunakan. Berdasarkan usia kehamilan, maka
didiagnosis kehamilan preterm. Kehamilan pretrem adalah suatu kehamilan yang
berakhir antara 22-37 minggu.
Pada pasien didiagnosis fetal distres karena hasil CTG menunjukkan
kegawat daruratan. Denyut jantung bayi dibawah 120x/menit. Sehingga pasien
harus dilakukan SC cito.

53
BAB V
PENUTUP

- Pada pasien di atas ditegakkan diagnosis G7P5A1 (Gravid 31-32 minggu),


PEB, Janin Tunggal Hidup Intrauterine presentasi kepala.
- Pasien didiagnosis PEB sehingga dilakukan terminasi dan pematangan paru.
- Pasien didiagnosis fetal distres. Sehingga dilakukan sc cito.

54
DAFTAR PUSTAKA

[1] K.-H. Lim, “Preeclampsia,” Medscape, 2018. [Daring]. Tersedia pada:


https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#a1. [Diakses:
05-Apr-2021].
[2] N. Wibowo, R. Irwinda, dan E. Frisdiantiny, “Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana Pre-Eklamsia,”
Perkumpulan Obstet. dan Ginekol. Indones., 2016.
[3] A. B. Saifuddin, T. Rachimhadhi, dan G. H. Wiknjosastro, Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo, 4 Cetakan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2018.
[4] F. G. Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom, J. c Hauth, D. J. Rouse, dan
C. Y. Spong, Williams Obstetrics, 23 ed. New York: McGraw-Hill, 2013.
[5] American College of Obstetricians and Gynecologists Committee on
Practice Bulletins, “Gestational Hypertension and Preeclampsia,” ACOG
Pract. Bull. Number 202, vol. 133, no. 1, hal. e1-25, 2019.
[6] S. Rana, E. Lemoine, J. P. Granger, dan S. A. Karumanchi, “Preeclampsia
Pathophysiology, Challenges, adn Prespectives,” Circ Res, vol. 124, hal.
1094–1112, 2019.
[7] abdul bari Saiduddin, T. Rachimhadhi, and G. Wiknjosastro, ilmu
kebidanansarwono prawirohardjo, 4th ed. Jakarta, 2010.
[8] G. Cunningham, K. Leveni, S. Bloom, J. Hauth, and D. Rouse, williams
obstetrics, 23rd ed. 2010.

55

Anda mungkin juga menyukai