Disusun oleh:
Galuh Nandya Carnetita 2165050064
Pembimbing
dr. Rizky Rahmadhany Sp.OG
Disusun Oleh:
Pembimbing
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Hipertensi Dalam
Kehamilan”. Referat ini disusun sebagai salah syarat dalam tugas Kepaniteraan
Klinik di Departemen Obstetrik dan Ginekologi.
Penulis menyadari bahwa dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sangat berarti pada proses penyelesaian referat ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Rizky Ramadhani, Sp.OG selaku
pembimbing yang telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran
sehingga referat ini dapat tersusun dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada orang tua, teman sejawat dan seluruh pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan referat ini.
Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan tema penulisan. Penulis menyadari bahwa referat ini
masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
penulis menerima saran dan kritik yang membangun agar referat ini lebih baik lagi.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini dapat memenuhi
tujuan penulisan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021 menyebutkan bahwa
hipertensi menjadi peringkat ke 4 penyebab tingginya angka kematian ibu setelaha
COVID-19 , perdarahan dan penyebab lainnya. (1)
Hipertensi pada kehamilan juga dapat menghasilkan banyak komplikasi baik untuk
ibu maupun untuk bayi seperti untuk jangka pendek dapat terjadi eklampsia,
hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELLP sindrom) , gagal hati, disfungsi
ginjal, persalinan cesar, persalinan dini, dan abruptio plasenta, kelahiran preterm,
induksi kelahiran, gangguan pertumbuhan janin, sindrom pernapasan hingga
kematian janin. Untuk jangka panjang, ibu yang mengalami hipertensi saat hamil
memiliki risiko kembali mengalami hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat
menimbulkan komplikasi kardiovaskular, penyakit ginjal. Hipertensi pada kehamilan
dapat berkembang menjadi pre-eklampsia, eklampsia dan sindrom HELLP.
Kemudian dapat bermanifestasi dengan kejadian serebral iskemik atau hemoragik
pada pra, peri, dan postpartum menjadi penyakit stroke. Gejala
pre-eklampsia/eklampsia adalah sakit kepala, gangguan penglihatan (kabur atau
kebutaan) dan kejang. Hal ini dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian bagi
ibu dan janin bila tidak segara dilakukan penanganan. Oleh karena itu HDK
memerlukan perhatian khusus agar dapat menurunkan angka kematian ibu. (2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan ketika tekanan darah sistolik
dan diastolic >140/90 dengan pengukurann tekanan darah sekurang-
kurangnya dilakukan 2 kali selama 4 jam. Pada penilaian tekanan darah
diastolik mengambarkan resistensi perifer sementara tekanan sistolik
mengabarkan besaran curah jantung. Penilaian Batasan diastolic >90
dikarenakan tekanan diastolic >90 dengan proteinuria mempunyai korelasi
dengan kematian perinatal tinggi. Proteinuria itu sendiri di definisikan sebagai
kondisi ketika penilaian secara kualitatif >+1 dipstick (100 mg/L) sekurang
kurangnya diperiksa 2x urin acak selang 6 jam, ataupun proteinuria >300
mg/24 jam.
Hipertensi pada kehamilan menurut Report of National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy tahun 2001 memiliki 4 klasifikasi, Hipertensi Kronik,
Preeklampsia, Eklampsia, Hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia dan hipertensi gestasional dengan definisi dari masing masing
klasifikasi adalah; (3)
Klasifikasi Definisi
Hipertensi kronik Hipertensi yang timbul < usia kehamilan
20 minggu
----atauu ---
Yang pertama kali didiagnosis >20
minggu dan menetap sampai >12 minggu
pasca persalinan
2. Epidemiologi
Menurut American College of Obstetrician and Gynecologist (ACOG)
hipertensi termasuk preeklampsia terjadi pada sekitar 5-10% kehamilan di
dunia dan menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada ibu.
Diperkirakan angka kematian akibat preeclampsia adalah 50.000-60.000
perempuan setiap tahunnya. Presentase ini lebih besar dari tiga penyebab
utama lain yaitu perdarahan 13%, aborsi 8% dan sepsis 2%. Tetapi sebenarnya
bahwa lebih dari separuh kematian-terkait hipertensi ini dapat dicegah. 4
Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021 menyebutkan bahwa
hipertensi menjadi peringkat ke 4 penyebab tingginya angka kematian ibu
setelaha COVID-19 , perdarahan dan penyebab lainnya. (1)
3. Faktor Risiko
Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nullipara, namun untuk
perempuan yang lebih tua lebih berisiko dalam hipertensi kronis
superimposed preeklampsia. Berdasar penelitian juga preeklampsia
dipengaruhi oleh ras dan enis , pengaruh lingkungan, sosioekonomi, obseitas,
kehanian ganda, usia ibu lebih dari 35 tahun dan etnis Afrika-Amerika.
Hubungan antara berat badan ibu dengan kejadian preeklampsia bersifat
progresif 9
Kerusakan pada membrane endotel (disfungsi endotel) ini lah yang dapat
mengakibatkan peningkatan dan perubahan pada beberapa hal;
1. penurunan metabolisme prostaglandin.
salah satu fungsi endotel mengeluarkan prostaglandin (Khususnya PGE2)
merupakan vasodilator kuat.
2. agregasi sel trombosit
ini terjadi karena untuk menutup kerusakan endotel, dikeluarkanlah
trombosit. hasil agregasinya menghasilkan tromboksan TXA2 yang
merupakan vasokonstriktor kuat
3. perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus
4. peningkatan permeablitas kapiler
5. peningkatan produksi bahan vasopressor.
Penurunan NO (vasodilator), peningkatan endote,in (vasokonstriktor)
6. peningkatan factor koagulasi
o Teori genetic
pada ibu yang preeklmapsia 26% anak perempuannya mengalami
preeklampsia juga.
o Teori inflamasi
inflamasi yang terjadi diakibatkan karena residu trofoblas di dalam sirkulasi
darah. Residu ini terjadi hasil dari produksi debris apoptosis dan nekroti
trofoblas karena reaksi stress oksidatif. Pada kondisi plasenta besar atau hamil
ganda, produksi trofoblas plasentas juga sehingga mengakibatkan
kemungkinan hipertensi lebih tinggi
Hipertensi Gestasional
Ditegakan pada perempuan hamil yang memiliki tekanan darah ≥ 140/90
untuk pertama kalinya setelah pertengahan kehamilan namun tidak ada
proteinuria dan tekanan darah kembali normal pada 12 minggu pascapartum.
Hampir separuh Wanita tersebut akhirnya mengalami sindrom pre eklamsia.
Hal ini dikarenakan proteinuria merupakan penanda bocor nya endotel yang
luas yang merupakan ciri dari preeklampsia. Diagnosis akhir hanya dapat
dibuat pascapartu,
Preklampsia Ringan
Diagnosis ditegakan setelah kehamilan 20 minggu dengan :
- Tekanan darah sistolik/diastolic ≥ 140/90
- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstik
Preklampsia berat
Diagnosis preeklampsia berat ditegakan bila ditemukan satu dari gejala:
- Tekanan darah sistolil/diastolic >160/110
- Proteinuria >5 g / 24 jam atau 4+ dipstick
- Oligouria , urin < 500 c/24 jam
- Peningkatan kadar kreatinin plasma (normal , 1,2 mg/dl)
- ganguan visus dan serbral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotyoma dan pandangan kabur diduga diakibatkan karena hiperperfusi
serebrovaskular yang memiliki predileksi pada lobus oksipitalis
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan (terjadi pada nekrosis
hepatoseluler, iskemia hepar dan edema hepar yang mengakibatkan
peregang kapsula Glisson)
- Edema paru dan sianosis
- Hemolisi mikroangiopatik
- Trombositopenia berat : <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat terjadi diakibatkan karena pengaktifan dan agregasi
trombosit, serta hemolisis mikroangiopati yang dicetuskan oleh
vasospasme yang hebat 9
- ganguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase (menandakan kerusakan hepatoselular)
- IUGR
- Sindrom HELLP
- Preeklampsia dengan Impencing Eclampsia : Bila ada gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, ganguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah.
Eklampsia
merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia yang disertai dengan
kejang menyuluruh dan koma. Eklampsia post partum juga dapat terjadi
namun dalam kurun waktu <24 jam. Bila disertai dengan gejala-gejala
khas akan kejang , maka akan dianggap sebagai tanda prodorma akan
terjadinya kejang hal ini disebut dengan impending eclampsia atau
imminent eclampsia. Oleh karena itu pada pasien pre eclampsia harus
dievaluasi dengan ketat agar tidak terjadi eclampsia.
Kejang pada eclampsia harus dicuriga kemungkinan lain yang
mengakibatkan kejang seperti perdarahan otak, hipertensi , lesi otak,
meningitis, maupun epilepsy. Kejang pada eclampsia dimulai dari tonik
kemudian ke klonik. Tanda tanda pada kejang secara berurutan dapat
dilihat sebagai pada tabel berikut;
Sindrom HELLP
Sindrom HELLP ( H: Hemolysis, EL: Elevated Liver Enzyme, LP;
Low Platelets Count) meruapakan preeklampsia-eklapsia disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar , disfungsi hepar dan
trombositopenia
Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik ditemukan pada ibu hamil yang memang sebelum hamil
sudah memiliki riwayat hipertensi, dengan begitu HT kronik dapat
didiagnosia bila ditemukan tekanan darah >140/90 dan ditemukan sebelum
umur kehamilan 20 minggu
6. Tatalaksana
Manajemen pada masing masing hipertensi berbeda yaitu
Preklampsia Ringan
Tujuan utama tatalaksana adalah untuk mencegah kejang, perdarahan
intracranial , mencegah ganguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat.
Tatalaksana pada kondisi ini adalah:
- Rawat jalan
Ibu hamil diminta untuk tirah baring dengan psisi miring. Posisi miring
ini menghilangkan tekanan pada V. Cava Inferior sehingga meningkatkan
aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Dengan
penambahan curah jantung maka perfusi ke organ pun menjadi lebih
baik , serta penambahan aliran darah ke ginjal meningkatakn diuresis.
Diuresis ini dapat meningkatkan eksresi natrium , menurunkan reaktivitas
kardiovaskular sehingga mengurangi vasospasme.
- Rawat inap
pada beberapa kondisi harus dipertimbangkan ibu hamil dengan
preeklampsia ringan untuk dilakukan rawat inap;
1. Bila tidak mengalami perbaikan tensi selama 2 minggu
2. menunjukan salah satu gejala preeklampsia berat
- Konservatif
tidak diberikan obat diuretic, antihipertensi dan sedative. namun
dilakukan pemeriksaan lab rutin.
Preklampsia berat
Tujuan dari tatalaksana dalam kondisi ini adalah mencegah kejang, mencegah
edema, pengelolaan cairan dan tindakan yang tepat kelahiran.
- Harus rawat inap untuk observasi lebih lanjut
- Utama , Kelola cairan. Karena mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
edema paru dan oligouria . Kelola cairan dapat dilakukan dengan;
Input: 5% ringer-dextore atau cairan garam faali dengan jumlah
<125cc/jam
output: kateter foley , amati oligouri <30 cc/ jam atau urin <500
cc/24 jam
- Pemberian obat anti kejang. Yang biasa digunakna di Indonesia adalah
MgSO4 namun dapat juga digunakan fenitoin ataupun diazepam. MgSO4
ini dihentikan setelah 24 jam pascapersalinan ataupun pasca kejang.
MgSO4 bekerja sebagai inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan
magnesium. Kalsium bertugas sebagai transmitter pada sinap, sehingga
dengan menggeser kalsium, sinap tidak dapat teraktifasi sehingga terjadi
depolarisasi.
Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 : IV ( 40% dalam 10 cc ) selama 15 menit
Maintencane dose
6 gram dalamn LR / 6 jam
syarat pemberian
ada antidotum yaitu kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10
cc) diberikan IV 3 menit, refleks patella + kuat (karena sebagai
indicator bila terjadi toksistasi maka refleks patella -), frekuensi
pernapasan >16x / menit dan tidak ada tanda distress pernapasan
dihentikan bila
ada tanda intoksikasi dan setelah 24 jam pasca persalinan atau
setelah kejang terakhir
- Diuretikum jarang diberikan hanya bila ada edema paru, payah jantung
maupun anasarkan. Harus dipertimbangkan hati hati karena dapat
memperparah hypovolemia, memperburuk perfusi uteri-plasenya ,
meningkatan hemokonstreasi, dehidrasi janin
- Obat antihipertensi. Sampai saat ini masih belum didapatkan kapan
sebaiknya obat antihipirtensi diberikan sehingga pemberian disesuikan
pada klinikus masing masing. Pemberian lini 1 adalah Nifedipine dengan
dosis 10-20 mg per oral, ulangi selama 30 menit (mengingat bahwa durasi
kerja Nifedipine secara oral adalah 30-45 menit)5 , maksimum 120 mg
dalam 24 jam. Lini kedua juga bisa diberikan seperti Soidum
nitroprusside dan diazokside namun jarangan digunakan di Indonesia.
Pemberian Nifedipine jangan diberikan secara sublingual karena efek
hipotensi yang sangat cepat, Hentikan bila sudah menurun tensi
- Glukokortikoid. Ini dapat diberikan untuk pematangan paru bayi dan juga
tidak ada rugi untuk ibu hamil. Pemberian diberikan pada kehamilan 32-
34 minggu . 2 x 24 jam. Pemberian kortikosteroid pada saat antenatal
terhadap fungsi paru neonatus terjadi melalui dua mekanisme, yaitu
memicu maturasi arsitektur paru dan menginduksi enzim paru yang
bermain secara biokimia. Secara arsitektur paru, tersusun atas 2 tipe sel,
yaitu pneumosit tipe 1 (berperan untuk pertukaran gas di alveoli) dan tipe
2 (berfungsi untuk produksi dan sekresi surfaktan). Adanya kortikosteroid
mempercepat perkembangan dari kedua sel tersebut, seperti secara
histologi sel epitel menjadi lebih gepeng, penipisan septa alveoli, serta
peningkatan sitodiferensiasi. Selain itu, obat tersebut secara khusus
menstimulasi sintesis fosfolipid dan pelepasan surfaktan. Kortikosteroid
akan memasuki pneumosit tipe 2 fetal dan berikatan dengan reseptornya
di intraseluler sehingga membentuk kompleks kortikosteroid-reseptor.
Kompleks tersebut akan berikatan dengan glucocorticoid response
element (GRE) yang berada di sepanjang genom. Akibatnya, terjadi
peningkatan transkripsi gen tertentu dan menghasilkan messenger
ribonucleis acid (mRNA) yang akan ditranslasi menjadi protein spesifik
(choline-phosphate cytidylyltransferase). Akhirnya, proses enzimatik
tersebut menstimulasi sintesis fosfolipid. Deksametason secara umum
tersedia dalam bentuk deksametason sodium phosphate solution dengan
waktu paruh 36-72 jam. Regimen yang sering digunakan adalah 2 kali
dosis 12 mg betametason intramuscular dengan interval 24 jam dan 4 kali
dosis 6 mg deksametason dengan interval 12 jam intramuskular (6)
Eklampsia
Tatalaksana utama pada eclampsia adalah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, Airway, Breathing, Circulation , mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien
serta melahirkan janin pada waktu yang tepat dan bagus.
Pemberian obat anti kejang dapat dilakukan dengan memberikan MgSO4 yang
sama cara pemberiannya pada pasien PEB. . Bila masih sukar diatasi maka
dapat mengunakan tiopenatal. Pada sebuah penilitian juga menyatakan bahwa
pengunaan MgSO4 dibandingkan dengan diazepam lebih baik dikarenakan
MgSO4 mengurangi kejadian kematian maternal, rekurensi kejang, efek lebih
panjang serta lebih murah sehingga dapat digunakan diberbagai daerah.10
Perawatan pada saat koma dilakukan dengan 2 hal; manjemen jalan napas
serta derainase lambung Perlu diingat bahwa pada posisi koma, tubuh pasien
tidak dapat memberikan reaksi pada stimulus apapun baik itu nyeri, aspirasi
maupun suhu eksterim. Hal yang paling dikawatirkan adalah terbuntunya
saluran napas atas. oleh karena itu setiap penderita eclampsia yang jatuh
dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas atas terbuntu kecuali
dibuktikan lain. Oleh karena itu diperlukan manajemen agar jalan napas atas
tetap terbuka baik dengan head-tilt neck-lift maupun dengan head-tilt chin-lift
maupun dengan jaw thrust kemudian dapat dialnjutkan dengan pemasangan
oropharyngeal airway. Hal penting kedua yang harus diperhatikan adalah
kehilangan refleks muntah sehingg kemungkinan terjadinya bahan lambung
sangat besar. Semua ibu hamil yang mengalami koma harus dianggap
lambung penuh. Dengan begitu diperlukan pengisapan secara intermiten
lendir maupun sisa makanan .
Sindrom HELLP
Terapi mengikuti preeklampsia-eklampisa dengan monitoring kadar trombosit
tiap 12 jam serta penambahan seperti;
- Pada Trombosit <50.000 ml periksa waktu prothrombin,
waktu tromboplastin parsial dan fibirinogen
- Pada trombosit <100.000 /ml atau 100.000 – 150.000 disertai
dengan gejala eclampsia, hiprtensi berat, nyeri epigastrium
deksametaoson 10 mg i.v tiap 12 jam kemudiab taoering of 5
mg deksametason 2x selang 12 jam
terapi deksametason dihentikan bila kadar trombosit >100.000
serta perbaikan tanda dan gejala klinik pre eclampsia –
eklamspsia
Mekanisme yang mendasari efek kortikosteroid ini masih belum jelas, namun
diperkirakan kortikosteroid dapat memicu pengeluaran trombosit dari sumsum
tulang secara normal atau dengan menghambat kerusakan vaskular.
Kemungkinan lainnya adalah melalui mekanisme penurunan adesivitas
trombosit serta penghambatan faktor-faktor inflamasi dan antiangiogenik. 8
Hati hati pada pemberian cairan dikarenakan pada kondisi ini sudah terjadi
vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang dapat diberikan adalah
RD 5% bergaian dengan RL 5% dengan keceapatan 100 ml/ jam dan produksi
urin dipertahannkan 20 cc/jam. Bila sudah akan dilakukan sc namun trombosit
masih berada <50.000 maka dapat diberikan transfuse trombosit.
Kehamilan pada kondisi HELLP harus segera diakhiri tidak memandang usia
kehamilan, hal ini dikarenakan HELLP dapat menyebbakan kegagalan
kardiopulmoner, ganguan pembekuan darah, perdarahn otak, rupture hepar
dan kegagalan organ multiple. Kondisi HELLP juga terbilang membaik
apabila ditemukan trombosit nya meningkat dan juga peningkatan urin serta
peningkatan lab seperti LDH dan AST
Hipertensi Kronik
tujuan pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah mencegah
terjadinya progresivitas hipertensi dari yang ringan menjadi berat. Hal ini
dapat dicapai dengan perubahan pola hidup seperti: diet, merokok, alcohol
Apabila terjadi
koma:
Kelola jalan
napas (o2,
headtilt chin
lift, opa),
pengisapan
lendir maupun
sisa makannan
HELLP Komplikasi Gejala dari pre Mengikuti Kehamilan
Syndrome dari eklamspai preeklamspai diakhiri tanpa
preeklampsia Peniningkatan dan eclampsia memandang
ldh, penurunan umur
trombosit, Observasi kehamilan
peningkatan trombosit
AST ataupun
ALT Pemberian
dexamethasone
sesuai kadar
trombosit
KESIMPULAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyulit tertinggi bagi ibu
setelah infeksi dan perdarahan. Hipertensi didiagnosa apabila didapatkan tensi
>140/90 mmhg dalam 2 kali periksa selama 4 jam. Hipertensi dalam kehamilan
memiliki 4 kategori ; preeklampsia berat maupun ringan, eclampsia, hipertensi kronik
serta HELLP Syndrome. Etiopatogenesis dalam HDK masih belum diketahui, namun
diduga ini merupakan multifactorial yang utamanya dapat disebabkan oleh
kekurangan invasi trofoblas kedalam endotel sehingga endotel menjadi kaku yang
akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah. Tatalaksana yang tepat serta
penentuan sikap pada kehamilan perlu dilakukan agar dapat memperbaiki kondisi ibu
maupun janin nya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kesehatan Keluarga. Profil Kesehatan Indonesia 2021. Kementerian
Kesehatan. Diakses pada 3 September 2022 pada
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf
2. Dr. dr. Haidar Alatas SpPD-KGH,MH.,MM . Hipertensi Pada Kehamilan.
Seminar Nasional Penyakit Tidak Menular Penyebab Kematian Maternal.
PAPDI Cabang Purwokerto RSUD Banyumas.
3. Sarwono P. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kelima. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2018.
4. Roberts J.M., August P.A., Bakris G., Barton J.R., Bernstein I.M., Druzin M.,
Hypertension in Pregnancy. American College of Obstetrician and
Gynecologist. Washington. 2013
5. Cohan JA, Checcio LM. Nifedipine in the management of hypertensive
emergencies: report of two cases and review of the literature. Am J Emerg
Med. 1985 Nov;3(6):524-30. doi: 10.1016/0735-6757(85)90164-0. PMID:
4063018
6. Ayu R, Sari RDP. Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin.
Majority. Volume 6. Nomor 3 . Juli 2017. 142
7. Sameh Wasseff (2009). Mechanisms of convulsions in eclampsia. Elsevier.
72(1), 0–51
8. Permatasi YI . [SKRIPSI] Profil Pengunaan Kortikosteroid Pada Pasien Pre-
eklampsia Berat Dengan HELLP Syndrome. Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga. 2015
9. Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Ruse DJ, Sponng CY.
Obstetri Wiliams: Hipertensi dalam Kehamilan. Penerbit Buku KEdokteran
EGC. Ed 23. Vol 2. hal 740-85
10. Duley L, Henderson-Smart DJ, Walker GJ, Chou D. Magnesium sulphate
versus diazepam for eclampsia. Cochrane Database Syst Rev. 2010 Dec
8;2010(12)