Anda di halaman 1dari 13

PATOFISIOLOGI DALAM KEBIDANAN HIPERTENSI KRONIK

DENGAN SUPERIMPOOSED PREEKLAMPSIA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi Dalam Kebidanan


Program Pendidikan Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Intan Wahyuningsih
1610104039

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2019

1
2
3

KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini, Pembahasan di dalam makalah ini saya dapatkan dengan
membandingkan artikel dan teori. Dengan pemahaman berdasarkan pokok
bahasan masalah “Patofisiologi Keidanan Hipertensi Kronik dengan
Superimpoosed Preeklampsia”. Saya berharap makalah ini dapat berguna untuk
menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang membaca makalah ini. Selain itu
saya juga berharap makalah ini digunakan sebagai mana mestinya. Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila
isi makalah ini terdapat kekurangan serta tulisan yang saya buat kurang tepat.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran sangat saya harapkan, mengingat tidak ada yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan
untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan makalah. Semoga dengan
adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan bagi diri kita sendiri
dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Penulis

2
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................5
A. Definisi.........................................................................................................................5
B. Tanda Gejala.................................................................................................................6
C. Patofisiologi .................................................................................................................6
D. Faktor Risiko................................................................................................................7
E. Pencegahan...................................................................................................................7
F. Penanganan...................................................................................................................8
G. Kasus dan Pembahasan ................................................................................................9
BAB III PENUTUP................................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................................11
B. Saran...........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

3
5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran tertinggi terjadi dinegara berkembang dengan
450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan
dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran. Terlebih lagi rendahnya penurunan angka kematian ibu
secara bermakna dinegara yang angka kematian ibunya rendah. Artinya,
negara-negara dengan angka kematian ibu tinggi belum menunjukan
kemajuan berarti dalam 15 tahun ini (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2010 (Depkes RI, 2010),
AKB (angka kematian bayi) di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup
dan AKI di Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2009. Penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, infeksi, dan
hipertensi dalam kehamilan (Prawirohardjo, 2010).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahasa
salah satu penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan,
namun lebih akan membahas mengenai hipertensi kronik dengan
superimposed pre eklampsia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hipertensi kronik dengan superimposed pre eklampsia dalam
kehamilan?
2. Apa saja tanda gejala hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan?
3. Bagaimana patofisiologi hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan?
4. Apa Saja Faktor Risiko hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan?
5. Bagaimana Pencegahan hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan?
6. Bagaimana Penanganan hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan?
7. Pembahasan kasus kebidanan kehamilan dengan hipertensi kronik
superimposed
6

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan
2. Mengetahui tanda gejala hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan
3. Mengetahui patofisiologi hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan
4. Mengetahui Faktor Risiko hipertensi kronik dengan superimposed pre
eklampsia dalam kehamilan
5. Mengetahui Pencegahan hipertensi kronik dengan superimposed pre
4
eklampsia dalam kehamilan
6. Mengetahui penanganan dalam kasus nyata hipertensi kronik dengan
superimposed pre eklampsia dalam kehamilan
7. Pembahasan kasus kebidanan kehamilan dengan hipertensi kronik
superimposed
7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pascapersalinan. Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai
dengan proteinuria. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi
kronik disertai proteinuria (Pawirohardjo, 2010).
B. Tanda Gejala
Menururt Winkjosastro (2010) Diagnosis superimposed preeklampsia
sulit, apalagi hipertensi kronik disertai kelainan ginjal dengan proteinuria.
Tanda-tanda superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik yaitu:
1. Kenaikan tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu
2. Adanya proteinuria, Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita
dengan hipertensi yang belum ada sebelum kehamilan 20
minggu. Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau
jumlah trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
3. Gejala-gejala neurologik
4. Nyeri kepala hebat
5. Gangguan visus
6. Edema patologik yang menyeluruh (anasarka)
7. Oliguria
8. Edema paru
9. Kelainan laboratorium: berupa kenaikan serum kreatinin,
trombositopenia, kenaikan transaminase serum hepar.

C. Patofisiologi
Penyebab pasti superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik
masih belum diketahui secara pasti. Semua gangguan hipertensi kronis
apapun penyebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklamsia atau
eklamsia. Banyak hipotesa mengenai pemicu terjadi hipertensi, salah
satunya adalah hipotesa peranan kontraksi Braxton-Hicks sebagai pemicu.
Terjadinya superimposed preeclampsia/eklampsia makin meningkat
setelah umur kehamilan di atas 20 minggu. Kejadian ini selaras dengan
makin meningkatnya frekuensi kontraksi Braxton-Hicks setelah umur
kehamilan diatas 20 minggu. Kegagalan invasi sel trofoblas ekstravilli

6
8

khususnya pada trimester kedua pada arterioli pada otot uterus,


menyebabkan terjadi berbagai bentuk pelebaran pembuluh darah
arteriolinya dan masih terdapat otot polos yang di dalam arteriolinya.
Bentuk kuantitas dan kualitas invasi sel trofoblas yang tidak sempurna ini
tidak seluruhnya memuluskan aliran darah menuju retroplasenta
(Winkjosastro, 2010).

D. Faktor Risiko
Menurut Prawirohardjo (2010) ada beberapa faktor risiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1. Paritas
Paritas 1-2 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut
kesehatan, sedangkan lebih dari 3 merupakan paritas yang berisiko
tinggi untuk terjadinya hipertensi
2. Umur
Ibu hamil usia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun secara medis
termasuk usia rawan untuk hamil, karena dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang akan membahayakan ibu
dan janin
3. Obesitas
Lemak yang terlalu banyak pada ibu hail menyebabkan aliran darah
dalam pembuluh darah melambat, dan kerja jantung menjadi berat.
4. Riwayat Keluarga
Pada umumnya faktor keturunan lebih menentukan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, ini disebabkan penyakit hipertensi
merupakan penyakit yang dapat diturunkan dari orang tua ke anak
5. Riwayat Hipertensi
Riwayat hipertensi yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan preeklamsia dan hipertensi
dalam kehamilan.

H. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan
preeklampsia tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah
seutuhnya, namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi dengan
pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.
9

Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan


istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti
berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari
dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan
rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensi
merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang
baik.

I. Penanganan
1. Penanganan Hipertensi kronik secara umum
Pemberian antihipertensi dapat diberikan jika tekanan darah
diastolic >95 mmHg, sistolik >150 mmHg, atau terdapat tanda
hipertensi emergensi. Antihipertensi seperti nifedipine yang diberikan
5-10 mg oral dapat diulang 8 kali/24 jam. Evaluasi dalam 30 menit,
labetolol 10 mg oral jika respons tidak membaik setelah 10 menit,
berikan lagi labetolol 20 mg oral atau hidralazin 5 mg IV, metildopa
3x250-500 mg/hari (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Prawirohardjo (2010) Jika didapatkan ada salah satu
tanda gejala pre eklampsia seperti adanya protein urine maka Ibu
hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianiurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi
tidak harus mutlak selalu tirah baring, Pada umur kehamilan di atas 20
minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan
rahim. Tetapi bila tidak ada perbaikan dalam tekanan darahnya, kadar
protein urinenya selama 2 minggu dan ada tanda pre eklampsi berat
maka perlu dirawat di rumah sakit
2. Penanganan hipertensi dengan pre eklampsia
dr. Taufik dalam kuliah pakar menjelaskan bahwa MgSO4 diberikan
sebagai anti kejang pada pasien dengan pre eklampsia maupun
eklampsia.
a. Dosis awal
MgSO4 4 g IV sebagai larutan 20% selama 10 menit atau mgSO4
4 g sedot 10 CC ditambah 10 cc aquabides debrikan secara IM.
b. Dosis perawatan
MgSO4 1 g/jam melalui infus RL selama 24 jam atau 6 gr MgSO4
40% diambil 6 g jadi 15 cc diencerkan 15 cc aquabides diberikan
infus RL 28 tpm selama 6 jam.
10

3. Penanganan Persalinan Pada Kehamilan dengan Hipertensi Kronik


dr. Taufik dalam kuliah pakar menjelaskan jika didapatkan tekanan
darah yang terkendali, perjalanan kehamilan normal, pertumbuhan
janin normal, dan volume amnion normal, maka dapat diteruskan
sampai aterm. jika kehamilan >37 minggu, pertimbangkan terminasi
kehamilan. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5
IU dalam 500 ml RL/dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin. Jika serviks belum matang, berikan prostaglanding,
misoprostol atau kateter foley, atau lakukan terminasi kehamilan
dengan SC. Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah
buruk, maka segera diterminasi dengan induksi persalinan, tanpa
memandang umur kehamilan.
4. Perawatan Postpartum
Berdasarkan kuliah pakar dr. tTaufik dijelaskan bahwa perawatan
postpartum dengan tetap memberikan antikonculsan (MgSO4) sampai
24 jam, teruskan terapi hipertensi jika diastolik masih >90 mmHg,
lakukan pemantauan jumlah urin.

J. Kasus Hipertensi Kronik


“Pagi dokter, umur saya 21 tahun sedang hamil 19 minggu tetapi
tekanan darah saya naik turun dok kadang 160 kadang 140 dok, sebelum
hamil tekanan darah saya sudah tinggi kadang 140, kadang 130. Gimana
cara menurunkannya dan apakah saya bisa melahirkan normal dok?
terimakasih” (Forum diskusi Alodokter).

K. Pembahasan
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang terjadi sebelum umur
kehamilan 20 minggu. Superimposed preeklampsia jika terdapat salah satu
tanda gejala pre eklampsia seperti adanya proteinurin. Maka ibu hamil
yang sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu sudah
mengalami tekanan darah tinggi maka perlu dilakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti tes protein urine
untuk mendeteksi adakah protein dalam urin.
Cara menurunkannya tergantung dari hasil pemeriksaan. Seperti yg
disampaikan oleh dr. Taufik dalam kuliah pakarnya bahwa dokter
kandungan akan mempertimbangkan untuk memberikan obat-obatan
penurun tekanan darah (antihipertensi) seperti nifedipine, labetolol, dan
metildopa, menjelaskan jika didapatkan tekanan darah yang terkendali,
perjalanan kehamilan normal, pertumbuhan janin normal, dan volume
amnion normal, maka dapat diteruskan sampai aterm. Bila tekanan darah
11

tidak ada perbaikan, protein urine tidak ada perbaikan, ada tanda gejala pre
eklampsi berat maka perlu rawat inap. Jika terjadi komplikasi dan
kesehatan janin bertambah buruk maka perlu segera diterminasi dengan
induksi persalinan, tanpa memandang umur kehamilan.
12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada beberapa klasifikasi hipertensi dalam kehamilan, seperti
hipertensi kronik yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria. Penanganan dengan penggunaan obat anti hipertensi
(nifedipine, lidotolol, metildopa) dan anti konvulsan mencegah kejang
seperti MgSO4.
B. Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan atas
penyusunan tutorial klinik ini.Oleh karena itu, penulis mengharapakan
kritik dan saran dari rekan-rekan sekalian demi bertambahnya khasanah
ilmu pengetahuan kita bersama.

11
13

DAFTAR PUSTAKA

Alodokter. 2017. Forum Diskusi Alodokter Hipertensi dalam Kehamilan. Diakses


di https://www.alodokter.com/komunitas/topic/kehamilan-1459. Pada 22
November 2019
Dinas Kesehatan (Dinkes) RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2010.
Diakses di http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2010.pdf. Pada 08 Januari
2019
Nugroho, Taufik. 2019. Kuliah Pakar Hipertensi Dalam Kehamilan. Modul
Powerpoint. Yogyakarta: Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Winkjosastro. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi 1. Cet.12. Jakarta: Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai