Anda di halaman 1dari 48

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... 1

SKENARIO ....................................................................................................................................... 2

BAB I : KATA SULIT ...................................................................................................................... 4

BAB II : RUMUSAN MASALAH ................................................................................................... 5

BAB III : BRAINSTORMING ......................................................................................................... 6

BAB IV : PETA MASALAH ............................................................................................................ 8

BAB V : TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................................................ 9

BAB VI : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 10

BAB VII : PETA KONSEP .............................................................................................................. 49

BAB VIII : SOAP ............................................................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 53

1
SKENARIO

Mentheng – mentheng

Ny. Calista, 20 tahun, seorang Ibu Rumah Tangga yang beralamat di Desa Sumbersekar,
datang ke Klinik Asy-Syifa diantar suaminya dengan keluhan nyeri dan menteng-menteng pada
payudara kanan sejak 2 hari yang lalu. Puting kanan tampak lebih pendek, lecet dan terasa perih saat
menyusui. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 hari yang lalu. Perut tidak mules, luka jahitan tidak
sakit, darah nifas keluar dengan lancar, tapi kemaluan berbau tidak sedap.

Riwayat melahirkan pertama 1 minggu yang lalu secara spontan, bayi laki-laki, luka
perineum dijahit. ASI mulai keluar pada hari ke-2 setelah persalinan, sejak lahir bayi hanya minum
ASI. Pasien merasa kesulitan dalam menyusui dan ia merasa capek karena bayinya sering rewel
kalau tidak digendong. Pasien hanya makan nasi lauk tahu dan tempe, karena pesan ibunya harus
menghindari makanan berkuah, telur, ikan dan daging agar jahitan cepat kering.

Pemeriksaan Fisik

KU : tampak lemah

Kesadaran : compos mentis, GCS 456

Vital sign : TD 110/70 mmHg, N 92x/menit, RR 20 x/menit, Tax 38,5℃

Antropometri : TB 155 cm, BB 45 kg

Kepala/ Leher : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pembesaran KGB (-/-)

Jantung : Batas jantung normal, HR 90 x/mnt reg, bising (-)

Paru : simetris, sonor, vesikuler, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Mammae kanan : ukuran lebih besar dari kiri, tampak tegang, bengkak, kemerahan. Palpasi
keras, nyeri tekan (+), putting pendek, lecet

Abdomen : supel, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus normal. Fundus
uteri teraba di pertengahan umbilikus-simphisis pubis

Ekstremitas : hangat, edema (-/-)

Genetalia Eksterna : Lochea bau (+)

2
Dokter memberikan KIE dan resep obat pada pasien dan menyarankan untuk kontrol 1 minggu lagi.

3
BAB I

KATA SULIT

1. Mentheng : Payudara mengeras, nyeri


2. Lokia : Cairan substrat dari kavum uteri. Ada lokia rubra  1-2 hari setelah
melahirkan  darah merah, sisa ketuban, desidua, verniks karseosa. Sangunolenta  3-7
hari setelah melahirkan, darah berwarna merah, lendir. Serosa 7-14 hari  berwarna
kecoklatan, lebih sedikit darah, alba  putih kekuningan, selaput lendir serviks jaringan
yang mati
3. Nifas : darah yang keluar setelah melahirkan, setelah melahirkan plasenta, masa
nifas selama 40hari

4
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa pasien merasa nyeri dan mentheng-mentheng pada payudara kanan sejak 2 hari
yang lalu?
2. Mengapa puting kanan terasa lebih pendek, lecet dan nyeri?
3. Mengapa pasien mengeluh demam?
4. Hubungan keluhan pasien capek menyusui dengan keluhan utama?
5. Adakah hubungan usia dan keluhan utama?
6. Adakah hubungan pesan ibu mengenai larangan mengkonsumsi beberapa makanan dengan
keluhan pasien?
7. Mengpa kemaluan berbau tidak sedap?
8. Hubungan makanan yang dikonsumsi dengan jahitan?
9. Apakah KIE yang diberikan dokter dan mengapa menyuruh pasien untuk kontrol setelah 1
minggu?
10. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik yang abnormal?
11. Diagnosis dari pasien?

5
BAB III

BRAINSTORMING

1. Mengapa pasien merasa nyeri dan mentheng-mentheng pada payudara kanan sejak hari
 Masa menyusui, ASI kurang keluar sehingga statis, dan berkumpul di mammae
 Adanya hisapan bayi, infeksi, cara menyusui yang salah, hormone yang tidak teratur
 Adanya infeksi  sumbatan di duktus  ASI tidak keluar  menumpuk  payudara
mengeras dan nyeri
 Adanya stasis ASI  Tekanan di duktus meningkat  tegangan alveoli  respon
inflamasi  meningkatkan kemungkinan infeksi. Karena kerusakan jaringan dapat
berpengaruh ke inflamasi
2. Mengapa puting kanan terasa pendek, lecet, dan nyeri?
 Pembengkakan sehingga putting agak masuk
 Secara anatomis, ada lemak  bulbus dan alveolus  sinus  duktus lakiferus 
bulbus dan alveolus yang mengeksresi ASI  membesar  agak tertarik  lebih
pendek
 Kanan lebih besar  infeksi di kanan  membengkak
 Secara anatomis pada beberapa wanita puting payudaranya memendek dari salah satu
sisi
3. Mengapa pasien mengeluh demam?
 Bayi lahir memiliki bawaan bakteri di saluran napas  saat IMD  putting ibu lecet 
bakteri berpindah ke putting respon inflamasi  hypothalamus  PG  demam
 Stasis ASI  jaringan mammae tegang  lubang duktus lebih terbuka  bakeri masuk
4. Hubungan keluhan pasien capek menyusui dengan keluhan utama?
 Psikis ibu  fase menyusui banyak tekanan  bayi ikut rewel
 Kondisi ibu  kortisol meningkat  menekan system imun  mudah infeksi
5. Adakah hubungan usia pasien dan keluhan utama?
 Usia masih muda  belum paham pemberian ASI dan merawat diri dengan benar 
risiko meningkat
6. Adakah hubungan pesan ibu mengenai larangan mengkonsumsi beberapa makanan dengan
keluhan pasien?
 Banyak pantangan makan  turunan dari generasi sebelumnya  tidak terkait
 Yang dilarang makanan yang banyak protein  untuk membentuk jaringan baru 
repairing dari sel
 Larangan dari ibu  jahitan belum menutup sempurna  mudah masuk infeksi

6
7. Mengapa kemaluan berbau tidak sedap?
 Jahitan belum kering dan masa nifas  hygiene kurang
 Masa nifas  ada lokia purulenta  pertanda infeksi
 Nifas  darah kotor  media kuman dan muncul bau tidak sedap
8. Hubungan makanan yang dikonsumsi dengan jahitan?
 Banyak pantangan makan  turunan dari generasi sebelumnya  tidak terkait
 Yang dilarang makanan yang banyak protein  untuk membentuk jaringan baru 
repairing dari sel
 Larangan dari ibu  jahitan belum menutup sempurna  mudah masuk infeksi
9. Apakah KIE yang diberikan dokter dan mengapa menyuruh pasien untuk kontrol setelah 1
minggu?
 Istirahat, meningkatkan frekuensi menyusui pada payudara yang bermasalah, kompres
hangat, menjaga kebersihan
 Perawatan nifas dan luka jahit
 Posisi menyusui secara bergantian
 ASI stasis  dibersihkan  pijat  ASI keluar semua  di duktus keluar 
pemberian ASI teratur
 Infeksi  menyusui dari sisi yang tidak bermasalah
 Tetap menyusui meskipun dalam kondisi patologis selama bayi tidak ada respon
penolakan
10. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik yang abnormal?
 Tekanan darah sedikit menurun
 Suhu axilla meningkat karena demam
 Mammae kanan ukuran lebih besar, bengkak, kemerahan, atau stasis
 Putting pendek, bisa karena anatomis
 Abdomen  masa nifas denga adanya peninggian fundus uteri
 Lokia bau  jahitan belum kering, makanan dibatasi
11. Diagnosis dari pasien?
 Luka di payudara, demam, lokia bau  mastitis
 Cracked nipple  puting lecet, pengaruh ke keluarnya ASI dan bentuk
 Abses payudara  ada pus sehingga payudara membengkak
 Inverted nipple  puting memendek
 Diagnosis  Kelainan payudara selama menyusui

7
BAB IV

PETA MASALAH
Epidemiologi
Ny. Calista Faktor Resiko

Wanita 20 tahun

Keluhan Utama Etiologi


Patofisiologi
Nyeri dan mentheng mentheng pada payudara Manajemen
kanan
laktasi

Pemeriksaan Fisik
Anamnesis
KU : tampak lemah
- Mentheng-mentheng pada
Tax 38,5◦C
payudara kanan sejak 2 hari
yang lalu
Mammae kanan :
- Perih saat menyusui
- Demam sejak 1 hari yang Ukuran lebih besar dari yang
lalu kiri, tampak tegang,
- Merasa kesulitan menyusui
bengkak,kemerahan, palpasi
dan Lelah
keras, nyeri tekan (+), putting
- Kemaluan berbau tidak sedap
pendek, lecet

Genitalia eksterna:

Lochea bau (+)  Pemeriksan


Fisik dan
penunjang
 Perawatan nifas
 Fisiologi nifas
Definisi dan Klasifikasi
Manifestasi Klinis Wdx : Diagnosis banding
Kriteria diagnosis Kelainan payudara selama Prognosis
ANC menyusui
Komplikasi
Kriteria diagnosis

Tatalaksana

KIE:
Tata laksana
 Perawatan organ genitalia Pencegahan
 Memijat payudara yang sakit Integrasi Islam
 Kontrol kembali setelah satu minggu

8
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai perawatan masa nifas


2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai fisiologi nifas
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai manajemen laktasi
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai definisi dan klasifikasi kelainan
payudara
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai epidemiologi kelainan payudara
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai etiologi kelainan payudara
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai faktor risiko kelainan payudara
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi kelainan payudara
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai manifestasi klinis kelainan payudara
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan fisik dan penunjang
kelainan payudara
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai kriteria diagnosis kelainan payudara
12. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai diagnosis banding kelainan payudara
13. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai tata laksana kelainan payudara
14. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai komplikasi kelainan payudara
15. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai prognosis kelainan payudara
16. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai pencegahan kelainan payudara
17. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Integrasi keIslaman terkait kelainan
payudara

9
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
6.1 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai perawatan masa nifas
1. Pengertian Perawatan Masa Nifas
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah selesai bersalin
hingga alat genitalia kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan
tetapi, pada umunya kembali seperti semula dalam 3 bulan. Perawatan masa nifas dimulai
sebenarnya sejak dini dengan menghindari adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan
postpartum dan infeksi. (Sulistyawati, 2009)
Perawatan diri adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu untuk memelihara
kesehatan. Pada masa nifas, ibu diharapkan mampu merawat dirinya sendiri agar tidak
mengalami gangguan kesehatan. (Potter, et.al, 2006)
2. Macam-macam Perawatan Diri Masa Nifas
Perawatan diri ibu nifas terdiri dari berbagai macam, meliputi:
a. Memelihara Kebersihan Pribadi (Personal Hygiene)
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan psikis ibu.
Menjaga kebersihan diri tidak hanya mandi, tetapi juga menggosok gigi dan menjaga
kebersihan mulut, menjaga kebersihan rambut dengan keramas, menjaga kebersihan
pakaian, dan menjaga kebersihan kaki, kuku, telinga, mata dan hidung. Selain itu
juga mencuci tangan sebelum memegang payudara, setelah mengganti popok bayi,
setelah buang air besar dan kecil dan sebelum memegang atau menggendong bayi.
(Potter,et. Al, 2006)
b. Perawatan Perineum
Perawatan khusus perineum bertujuan untuk pencegahan terjadinya infeksi,
mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatkan penyembuhan pada luka pada
persalinan.Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu rumah sakit lainnya, prinsip-
prinsip dasarnya bersifat universal yaitu mencegah kontaminasi dari rektum,
menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan membersihkan
semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau. (Hamilton, 2004)
Perawatan perineum yang dianjurkan untuk ibu postpartum adalah membasuh
perineum dengan air bersih dan sabun setelah berkemih dan buang air besar karena
perineum harus dalam keadaan kering dan dibersihkan dari depan ke belakang. Ibu
dianjurkan untuk mengganti pembalut setiap kali mandi, setelah buang air besar atau
kecil atau setiap tiga sampai empat jam sekali. (Potter, et.al, 2006)
Munculnya infeksi perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih
ataupun pada jalan lahir, infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka

10
tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan sel penunjang, sehingga akan menambah
ukuran panjang maupun dalamnya luka itu. (Potter, et.al, 2006)
c. Perawatan Payudara
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk melancarkan pengeluaran ASI
pada ibu menyusui. Payudara harus dibersihkan dengan teliti setiap hari selama
mandi dan sekali lagi ketika hendak menyusui. Hal ini akan mengangkat kolostrum
yang kering atau sisa susu dan membantu mencegah akumulasi dan masuknya
bakteri baik ke puting maupun ke mulut bayi. (Yanti, 2015)
Adapun langkah-langkah dalam melakukan perawatan payudara yang baik, yaitu :
i. Mengompres kedua puting dengan baby oil selama 2-3 menit,
ii. Membersihkan puting susu ,
iii. Melakukan pegurutan dari pangkal ke putting susu sebanyak 20-30 kali pada
tiap payudara, pengurutan dengan menggunakan sisi kelingking,
iv. Pengurutan dengan posisi tangan mengepal sebanyak 20-30 kali pada tiap
payudara dan kompres dengan air kemudian keringkan dengan handuk kering.
d. Mobilisasi Dini dan Senam Nifas
Mobilisasi Dini secepat mungkin membimbing ibu keluar dari tempat tidurnya
dan membimbing ibu selekas mungkin segera berjalan. Jika tidak ada kelainan,
mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal.
Mobilisasi dini sangat bermanfaat untuk mempertahankan fungsi tubuh,
memperlancar peredaran darah sehingga mencegah terjadinya tromboemboli,
membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot,
memperlancar eliminasi, dan mengembalikan aktivitas sehingga dapat memenuhi
kebutuhan gerak harian.
Senam nifas dilakukan sejak hari pertama setelah melahirkan hingga hari
kesepuluh, terdiri atas beberapa gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan keadaan ibu. Senam nifas dilakukan pada saat kondisi ibu benar-benar
pulih dan tidak ada hambatan atau komplikasi pada masa nifas. (Rahmawati, 2009)
e. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan setidaknya 3-4 hari setelah melahirkan. Namun
buang air besar secara spontan umumnya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan efek anastesi.
Fungsi defekasi dapat diatasi dengan mengembalikan fungsi usus besar dengan
diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olahraga atau
ambulasi dini. Jika pada hari ketiga ibu juga tidak buang air besar maka dapat
diberikan laksatif per oral atau per rectal. (Jensen, et.al, 2005)

11
f. Diet
Diet harus mendapat perhatian dalam nifas karena makanan yang baik
mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi air susu ibu. Makanan
juga harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, serta banyak mengandung protein,
banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan karena ibu nifas mengalami
hemokonsentrasi.
Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena
berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air
susu yang cukup. Ibu yang menyusui perlu mengkonsumsi protein, mineral dan
cairan ekstra. Makanan ini juga bisa diperoleh dengan susu rendah lemak dalam
dietnya setiap hari. Ibu juga dianjurkan untuk mengkonsumsi multivitamin dan
suplemen zat besi. (Hamilton, 2004)
g. Eliminasi Urin (Miksi)
Miksi sebaiknya dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita
mengalami sulit buang air kecil selama 24 jam pertama setelah melahirkan. Hal ini
terjadi karena kandung kemih mengalami trauma atau lebam selama melahirkan
akibat tertekan oleh janin sehingga ketika sudah penuh tidak mampu untuk mengirim
pesan agar mengosongkan isinya, juga karena sfingter utertra yang tertekan oleh
kepala janin. Bila kandung kemih penuh ibu sulit kencing sebaiknya lakukan
kateterisasi, sebab hal ini dapat mengandung terjadinya infeksi. (Sofian, 2011)
h. Istirahat
Setelah persalinan, ibu mengalami kelelahan dan butuh istirahat/tidur telentang
selama 8 jam kemudian miring kiri dan kanan. Ibu harus bisa mengatur istirahatnya.
6.2 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai fisiologi nifas
A. Pengertian
Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra- hamil. Lama nifas ini yaitu 6-8 minggu.
(Mochtar, 1998 : 115).
Nifas ialah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. Masa nifas mulai setelah partus selesai, dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (Saifudin, 2000 : 35)
Perperium adalah periode dari ekspulsi/ pengeluaran plasenta saat organ – organ
reproduksi kembali ke kondisi pregravid selama 6 minggu.
Adapun karakteristik ditandai ciri – ciri sebagai berikut :
1. organ – organ reproduksi kembali pada posisi sebelum kehamilan
2. perubahan – perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan berbalik
3. masa menyusui anak dimulai

12
4. HCG (Human chorionic gonadotropin, Human placenta lactogen, estrogen dan
progesterone menurun.
B. Periode Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2. Puerperium yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau
tahunan.(Mochtar, 1998 : 115)
C. Perubahan Fisiologis pada masa nifas
Perubahan – perubahan yang terjadi yaitu :
1. Sistem Reproduksi
a. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil ( involusi ) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil.
b. Lochia
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa
nifas.
Macam-macam Lochia :
1. Lochia Rubra ( Cruenta ) : Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban , sel-
sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari post partum.

13
Involusi TFU Berat Diameter Keadaan
Uterus Bekas Cervix
Melekat
Plasenta
Setelah Sepusat 1000 gr 12,5 cm Lembik
plasenta lahir

1 minggu Pertengahan 500 gr 7,5 cm Dapat


pusat dilalui 2
symphisis jari
2 minggu Tak teraba 350 gr 5 cm Dapat
dimasuki 1
jari
6 minggu Sebesar hamil 50 gr 2,5 cm
2 minggu

2. Lochia Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3-7
post partum.
3. Lochia Serosa : Berwarna kuning, cairan tidak darah lagi, pada hari ke 7-14 post
partum.
4. Lochia Alba : Cairan putih, setelah 2 minggu.
5. Lochia Purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6. Lochiastasis: Lochia tidak lancar keluarnya. (Mochtar, 1998 : 116)
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan
serviks menutup.
d. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina
secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih
menonjol.
e. Perineum

14
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5,
Perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap
kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
f. Payudara
Setelah kelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesterone menurun,
prolactin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. ASI yang alkan pertama muncul pada
awal nifas adalah ASI kolostrum yang sudah terbentuk dalam tubuh ibu pada usia
kehamilan + 12 minggu.
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
 Penurunan kadar progesterone secara tepat dengan peningkatan hormone
prolaktin setelah persalinan.
 Kolostrum sudah ada saat persalinan. Produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau
hari ke-3 setelah persalinan.
 Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi.
2. Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Urin dalam jumlah yang besar
akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi
akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
3. Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume
darah kembali kapada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan haemoglobin
kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang
sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada
normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya
koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat
dan penekanan pada ambulansi dini.
Cardiac output terus meningkat selama kala I dan kala II persalinan. Cardiac output
tetap tinggi dalam beberapa waktu sampai 48 jam post partum, ini umumnya mungkin
diikuti dengan peningkatan stroke volume akibat dari peningkatan venosus return,
bradicardi terlihat selama waktu ini. Cardiac output akan kembali ke keadaan semula
seperti sebelum hamil dalam 2 – 3 minggu.
4. Sistem Gastrointestinal / Pencernaan
Beberapa wanita mengalami konstipasi pada masa nifas, dikarenakan kurangnya
makanan berserat selama proses persalinana dan adanya rasa takut dari ibu karena

15
perineum sakit, terutama jika terdapat luka perineum. Namaun kebanyakan kasus sembuh
secara spontan, dengan adanya ambulasi dini dan dengan mengonsumsi makanan yang
berserat. Jika tidak, dapat diberikan supositoria biskodil per rektal untuk melunakan tinja.
Defakasi harus terjadi dalam 3 hari post partum.
Kerapkali dibutuhkan 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun
kadarprogesterone menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami
penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah
sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema.
5. Sistem Hematologi
 Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen
dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
 Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama
persalinan dan tetap tinggi dalam beberapa postpartum. Jumlah sel darah putih normal
rata – rata pada wanita hamil kira – kira 12000/mm3. Selama 10 – 12 hari setelah
persalinan umumnya bernilai antara 20000 – 25000/mm3. Sel darah putih, bersama
dengan peningkatan normal pada kadar sedimen eritrosit, mungkin sulit
diinterpretasikan jika terjadi infeksi akut pada waktu ini.
 Factor pembekuan, yakni suatu aktivasi factor pembekuan darah terjadi setelah
persalinan. Aktivasi ini, bersamaan dengan tidak adanya pergerakan, trauma atau
sepsis, yang mendorong terjadinya tromboemboli. Keadaan produksi tertinggi dari
pemecahan fibrin mungkin akibat pengeluaran dari tempat plasenta.
6. Sistem Endokrin
 Hormon placenta
Hormon placenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human Chorionic
Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga
hari ke-7 post partum dan sebagai omset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post
partum.
 Hormon pituitari
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui,
prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase
konsentrasi folikuler ( minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
 Hypotalamik pituitary ovarium

16
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga di pengaruhi oleh faktor
menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya
kadar estrogen dan progesteron.
 Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktifitas
prolaktin yang juga sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam
menghasilkan ASI.
7. Sistem Muskuloskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam post partum. Ambulasi dini sangat
membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi. Tulang –
tulang sendi dan ikatan – ikatan sendi saat kehamilan secara gradual kembali ke posisi
normal selama 3 bulan. Otot – otot prut dan dasar panggul secara gradual juga kembali
seperti semula melalui pelatihan pasca melahirkan.
8. Sistem integumen
 Penurunan melanin umumnya setelah persalinan menyebabkan berkurangnya
hiperpigmentasi kulit.
 Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan
menghilang pada saat estrogen menurun.
D. Involusi dan Subinvolusi masa nifas
a. Involusi
Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ
tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. Involusi
uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali ke bentuk asal.
1) Ischemia pada myometrium disebut juga local ischemia yaitu kekurangan darah pada
uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup
lama seperti tersebut di atas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi
ke uterus di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan janin.
2) Autolysis adalah penghancuran jaringan otot uterus yang tumbuh karena adanya
hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang 10 kali dan menjadi
5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut kembali mencapai keadaan
semula.
3) Aktifitas otot-otot adalah adanya retraksi dan kontraksi dari otot-otot setelah anak lahir,
yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya kontraksi
dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah di
dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otot tersebut menjadi lebih kecil.
b. Subinvolusi

17
Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologis pada sistem reproduksi pada
masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran yang reproduktif. Subinvolusi
dapat terjadi pada:
 Subinvolusi uterus
 Pucat, pusing, dan tekanan darah rendah serta suhu tubuh tinggi
 Subinvolusi tempat plasenta
 Subinvolusi ligament
 Subinvolusi serviks
 Subinvolusi lochea
 Subinvolusi vulva dan vagina
 Subinvolusi perineum

6.3 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai manajemen laktasi

Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Dengan mengetahui anatomi payudara
dan bagaimana payudara menghasilkan ASI akan sangat membantu para ibu mengerti proses
kerja menyusui yang pada akhirnya dapat menyusui secara eksklusif. (IDAI,2008)
Air susu ibu dan hormon prolaktin
Setiap kali bayi menghisap payudara akan merangsang ujung saraf sensoris disekitar
payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian depan untuk menghasilkan prolaktin.
Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke payudara menyebabkan sel sekretori di
alveolus (pabrik ASI) menghasilkan ASI.
Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah dihisap, sehingga
prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk minum berikutnya. Sedangkan
untuk minum yg sekarang, bayi mengambil ASI yang sudah ada.
Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus laktiferus), makin banyak
produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusui makin banyak ASI diproduksi.
Sebaliknya, makin jarang bayi menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi
berhenti menghisap maka payudara akan berhenti menghasilkan ASI.
Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui pada malam hari dapat
membantu mempertahankan produksi ASI. Hormon prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi
indung telur untuk menghasilkan sel telur), sehingga menyusui secara eksklusif akan
memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Oleh karena itu, menyusui pada malam
hari penting untuk tujuan menunda kehamilan.
Air susu ibu dan refleks oksitosin (Love reflex, Let Down Reflex)
Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis. Hormon tersebut
dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan

18
melalui darah menuju ke payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli
(pabrik ASI) dan memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang
ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau ibunya.
Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di
payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan
menyusui (sebelum bayi menghisap). Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi
mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi
ASI, padahal payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak mengalir keluar.
Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah
melahirkan. Hal ini membantu mengurangi perdarahan, walaupun kadang mengakibatkan nyeri
(IDAI,2008).
Keadaan yang dapat meningkatkan hormon oksitosin
Beberapa keadaan yang dianggap dapat mempengaruhi (meningkatkan) produksi hormon
oksitosin :
 Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.
 Celotehan atau tangisan bayi
 Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi ke ibu saat akan disusui
atau disendawakan, mengganti popok dan memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi
dan membantu pekerjaan rumah tangga
 Pijat bayi (IDAI,2008).
Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin
 Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung
 Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk tubuhnya, meniggalkan
bayi karena harus bekerja dan ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.
 Rasa sakit terutama saat menyusui (IDAI,2008).
Keberhasilan menyusui
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui selama 6 bulan pertama.
Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar sukses menyusui secara eksklusif selama 6
bulan pertama, antara lain :
1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam 1 jam pertama
(inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif dan tanggap dalam 1 jam pertama dan
setelah itu akan mengantuk dan tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking reflex)
sangat kuat pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi kaisar juga dapat melakukan
hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah bebas dari efek anestesi umum). Proses
menyusui dimulai segera setelah lahir dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu
sehingga terjadi kontak kulit kulit. Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan

19
menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang aliran ASI, membantu ikatan
batin (bonding) ibu dan bayi serta perkembangan bayi.
2. Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi anda. Tidak ada
makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula) yang diberikan, karena akan
menghambat keberhasilan proses menyusui. Makanan atau cairan lain akan mengganggu
produksi dan suplai ASI, menciptakan bingung puting, serta meningkatkan risiko infeksi
3. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan melepaskan
puting dengan sendirinya (IDAI,2008).
Keterampilan menyusui
Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai
keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi secara efektif.
Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara
yang tepat.
Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau duduk.
Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar menyusui
terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu
(perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur
terlentang, atau posisi tidur miring.
Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap payudara dengan
hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan
hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi
terbuka lebar dan secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan
bahu bayi (bukan kepala bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan
cara menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut bayi
sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi
akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir
atas bayi (IDAI,2008).
Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut:
 Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)
 Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)
 Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi membentuk garis lurus
dengan lengan bayi dan leher bayi
 Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
 Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
 Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
 Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku (IDAI,2008).
Posisi menyusui yang tidak benar dapat dilihat sebagai berikut :

20
 Leher bayi terputar dan cenderung kedepan
 Badan bayi menjauh badan ibu
 Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu
 Hanya leher dan kepala tersanggah
 Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi
 C-hold tetap dipertahankan (IDAI,2008).
Hisapan bayi yang benar
Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak
payudara kedalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus laktiferus. Bayi harus menarik
keluar atau memeras jaringan payudara sehingga membentuk puting buatan/ DOT yang
bentuknya lebih panjang dari puting susu. Puting susu sendiri hanya membentuk sepertiga dari
puting buatan/ DOT. Hal ini dapat kita lihat saat bayi selesai menyusui. Dengan cara inilah bayi
mengeluarkan ASI dari payudara. Hisapan efektif tercapai bila bayi menghisap dengan hisapan
dalam dan lambat. Bayi terlihat menghentikan sejenak hisapannya dan kita dapat mendengar
suara ASI yang ditelan (IDAI,2008).
Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik
 Dagu menyentuh payudara
 Mulut terbuka lebar
 Bibir bawah terputar keluar
 Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah
 Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu
Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan nyeri pada puting
susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat dikeluarkan secara efektif. Bayi
merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit
dan berat badan bayi tidak naik dan lambat laun ASI akan mengering (IDAI,2008).
Tanda perlekatan ibu dan bayi yang tidak baik :
 Dagu tidak menempel pada payudara
 Mulut bayi tidak terbuka lebar- Bibir mencucu/ monyong
 Bibir bawah terlipat kedalam sehingga menghalangi pengeluaran ASI oleh lidah
 Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat
 Terasa sakit pada puting (IDAI,2008).
Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui
 Bayi datang dari arah bawah payudara
 Hidung bayi berhadapan dengan puting susu
 Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik pertemuan)
 Puting diarahkan ke atas ke langit-langit bayi

21
 Telusuri langit-langit bayi dengan putting sampai didaerah yang tidak ada tulangnya,
diantara uvula (tekak) dengan pangkal lidah yang lembut
 Putting susu hanya 1/3 atau ¼ dari bagian dot panjang yang terbentuk dari jaringan payudara
(IDAI,2008).
Cara bayi mengeluarkan ASI
1. Bayi tidak mengeluarkan ASI dari payudara seperti mengisap minuman melalui sedotan
2. Bayi mengisap untuk membentuk dot dari jaringan payudara
3. Bayi mengeluarkan ASI dengan gerakan peristaltik lidah menekan gudang ASI ke langit-
langit sehingga ASI terperah keluar gudang masuk kedalam mulut
4. Gerakan gelombang lidah bayi dari depan ke belakang dan menekan dot buatan ke atas
langit-langit
5. Perahan efektif akan terjadi bila bayi melekat dengan benar sehingga bayi mudah memeras
ASI (IDAI,2008).
Berapa lama sebaiknya bayi menyusu ?
Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi menyusu selama 5-15
menit, walaupun terkadang lebih. Bayi dapat mengukur sendiri kebutuhannya. Bila proses
menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit)
mungkin ada masalah. Pada hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500
gram), proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar. Sebaiknya
bayi menyusu pada satu payudara sampai selesai baru kemudian bila bayi masih menginginkan
dapat diberikan pada payudara yang satu lagi sehingga kedua payudara mendapat stimulasi yang
sama untuk menghasilkan ASI (IDAI,2008).
Frekuensi menyusu bayi
Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi, sedikitnya lebih dari 8 kali
dalam 24 jam. Awalnya bayi menyusu sangat sering, namun pada usia 2 minggu frekuensi
menyusu akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui sesering dan selama bayi menginginkannya
bahkan pada malam hari. Menyusui pada malam hari membantu mempertahankan suplai ASI
karena hormon prolaktin dikeluarkan terutama pada malam hari. Bayi yang puas menyusu akan
melepaskan payudara ibu dengan sendirinya, ibu tidak perlu menyetopnya (IDAI,2008).
Menilai kecukupan ASI
1. Asi akan cukup bila posisi dan perlekatan benar
2. Bila buang air kecil lebih dari 6 kali sehari dengan warna urine yang tidak pekat dan bau
tidak menyengat
3. Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah melebihi berat lahir pada usia
2 minggu
4. Bayi akan relaks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari payudara ibu
(IDAI,2008).

22
Cara perawatan puting susu terbenam
a. Menggunakan alat suntik

b. Memerah ASI
1. Letakkan jari dan ibu jari di tiap sisi areola dan tekan ke dalam kearah dinding dada
2. Tekan di belakang puting dan areola di antara ibu jari dan jari telunjuk
3. Tekan dari samping untuk mengosongkan semua bagian

23
c. Menggunakan pompa payudara Cara:
1. Pasang batang penghisap di dalam silinder bagian luar.
2. Pastikan bahwa tutup karetnya dalam kondisi baik.
3. Pasang corong pada puting.
4. Pastikan seluruh keliling corong menyentuh kulit, untuk membuat kondisi hampa
udara.
5. Tarik silinder luar ke bawah. Puting akan tersedot ke dalam corong.
6. Kembalikan silinder luar ke posisi semula, dan kemudian tarik ke bawah lagi. Bila ASI
berhenti mengalir, lepaskan ruang hampa udara, Luang ASI ke luar silinder, dan kemudian
ulangi prosedur.

Perawatan payudara di kamar bersalin


Payudara dibersihkan dengan air bersih. Bayi baru lahir dibersihkan, tali pusat dirawat,
lendir dalam mulut dan saluran pernafasan diisap, mata jangan ditetesi dulu dengan nitrate
argenti, setelah tindakan ini selesai mulut bayi dihadapkan ke puting susu atau IMD.

6.4 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai definisi dan klasifikasi
kelainan payudara
a. Cracked Nipple
Definisi
Cracked nipple (puting susu lecet) merupakan perlukaan pada puting susu yang
disebabkan karena trauma pada puting susu saat menyusui, kadang kulitnya sampai
terkelupas atau luka berdarah (sehingga ASI menjadi berwarna pink).
Klasifikasi
Secara umum pada pemeriksaan fisik cracked nipple akan ditemukan puting susu lecet
dan terasa nyeri. Menurut Mohrbacher, trauma pada puting susu dapat dibagi ke dalam
empat staging:
 Stage I, Superficial intact : nyeri atau iritasi tanpa kerusakan kulit. Dapat berupa
kemerahan, memar, bintik-bintik merah, bengkak.

24
 Stage II, Superficial with tissue breakdown : berupa nyeri dengan kemungkinan abrasi,
retakan atau fisura yang dangkal, garis kompresi, hematoma, ulserasi dangkal.
 Stage III, Partial thickness erosion : kerusakan kulit berupa destruksi lapisan epidermis
hingga dermis. Dapat berupa fisura dalam, blister, ulserasi dalam dan ulserasi lanjut.
 Stage IV, Full thickness erosion: kerusakan lebih dalam lapisan dermis, mungkin berupa
erosi penuh pada beberapa bagian dermis. (Kemenkes RI, 2015; Toronto Public Health,
2013)
b. Inverted Nipple
Definisi
Puting susu terbenam adalah puting susu yang tidak dapat menonjol dan cenderung
masuk kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar dengan lancar.
Klasifikasi
Secara klinis diagnosis inverted nipple terbagi atas tiga tingkatan.
 Grade 1: Puting bisa ditarik keluar secara manual dengan mudah dan mempertahankan
proyeksinya dengan baik. Ada fibrosis minimal atau tidak ada sama sekali
 Grade 2: Puting dapat ditarik secara manual, namun tidak semudah grade I. Puting
tidak dapat mempertahankan posisinya dengan baik dan mudah retraksi. Terdapat
fibrosis derajat sedang dan duktus laktiferus retraksi ringan
 Grade 3: Puting inversi dan retraksi, sangat sulit ditarik secara manual. Walaupun
dilakukan penekanan pada puting untuk memaksa protrusi, puting dengan mudah
mengalami retraksi. Terdapat fibrosis yang jelas dan duktus laktiferus sangat retraksi
dengan jaringan lunak yang inadekuat. (Yenty, 2016)
c. Mastitis
Definisi
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau
mastitis puerperalis. Mastitis dapat mempengaruhi satu atau kedua payudara. Kadang-
kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari
mastitis. Mastitis biasanya merupakan infeksi, jinak, sembuh sendiri, dengan beberapa
konsekuensi untuk menyusui bayi.
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu
ataumelalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut
jugamastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting
susu,tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi
fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat.

25
Klasifikasi
Thomsen dan kawan-kawan pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang
pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara
dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut ini :
- stasis ASI
Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan atau saat bayi tidak
mengisap ASI, yang dihasilkan oleh sebagian atau seluruh payudara. Penyebabnya
termasuk pengisapan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif,
pembatasan frekuensi atau durasi menyusui dan sumbatan pada saluran ASI. Situasi lain
yang mempengaruhi predisposisi terhadap stasis ASI, termasuk suplai ASI yang sangat
berlebihan, atau menyusui untuk kembar dua atau lebih. Berikut faktor-faktor penyebab
stasis asi :
1. Bendungan payudara
2. Frekuensi menyusui
3. Pengisapan pada payudara
4. Sisi yang disukai dan pengisapan yang efisien
5. Faktor mekanis lain
- inflamasi noninfeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
- mastitis infeksiosa.
1) Organisme penyebab infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staph. albus, kadang-kadang
ditemukan Escherichia coli dan Streptococcus, dan organisme infeksi streptokokal
neonatus ditemukan pada sedikit kasus. M.tuberculosis adalah penyebab mastitis lain
yang jarang ditemukan. Dalam populasi yang endemik tuberkulosis, M.tuberbulosis
dapat ditemukan pada kira-kira 1% dari kasus mastitis dan berkaitan dengan beberapa
kasus tonsillitis tuberkulosis pada bayi.
Bakteri sering ditemukan dalam ASI dari payudara yang asimtomatik di negara-
negara industri dan berkembang. Spektrum bakteri sering serupa dengan yang
ditemukan di kulit. Berdasarkan penelitian, hanya 50% biakan AS1 bersifat steril,
sedangkan yang lain menunjukkan hitungan koloni "normal" dari 0-2.500 koloni per ml.
Oleh karena itu, adanya bakteri dalam ASl tidak selalu menunjukkan terjadinya infeksi,
bahkan bila bakteri bukan kontaminan dari kulit.
2) Kolonisasi bakteri pada bayi dan payudara
Kolonisasi bakteri pada bayi dan payudara adalah proses normal yang terjadi
segera setelah lahir. Saluran susu ibu dan nasofaring bayi terkolonisasi oleh berbagai

26
organisme, beberapa di antaranya potensial bersifat patogenik, seperti Staph. aureus.
Namun, kehadiran bakteri-bakteri tersebut tidak dengan sendirinya menyebabkan
mastitis. Bila ibu melakukan kontak yang erat dengan bayinya segera setelah lahir, ibu
memindahkan organisme saluran napas dan kulit dari strainnya kepada bayinya.
Organisme ini tumbuh dan membentuk populasi pada usus, kulit, dan saluran napas
bayi. Bila organisme flora komensal terbentuk, pertumbuhan bakteri patogen terhambat.
Proses ini, dikenal sebagai interferensi bakterial, telah di gunakan secara luas pada
keadaan klinis untuk mencegah dan mengendalikan wabah infeksi bentuk Staph.aureus
yang lebih virulen. Karena itu, dukungan untuk menyusui dan memeluk, kontak kulit
dini antara ibu dan bayinya, dan rawat gabung, merupakan cara yang paling alami dan
efisien untuk mencegah penyebaran infeksi, termasuk penyebaran organisme yang
bertanggung jawab untuk mastitis.
3) Rute infeksi
Bagaimana infeksi memasuki payudara belum diketahui. Beberapa jalur telah
diduga, yaitu melalui duktus laktiferus ke dalam lobus, dengan penyebaran hematogen
dan melalui fisura puting susu ke dalam sistem limfatik periduktal. Frekuensi fisura
puting susu telah dilaporkan meningkat dengan adanya mastitis. Mastitis dan puting
pecah-pecah terjadi bersamaan karena keduanya dapat mengakibatkan pengisapan yang
buruk pada payudara, selain itu, seringkali fisura menjadi titik masuk infeksi.
(Prawiroharjo, 2012)
Mastitis ada 2 berdasarkann waktunya yaitu:
a. Mastitis gravidarum.
b. Mastitis puerperalis
Penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan laktasi.
Sedangkan mastitis berdasarkan tempat absesnya dapat dibedakan menjadi:
a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
b. Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses ditempat itu.
c. Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mammae dan otot-otot dibawahnya.
Tingkatan mastitis ini ada 2 yaitu:
a. Tingkat awal peradangan (non infeksi).
Pada tingkatan ini mastitis sering diakibatkan oleh bendungan ASI. Hal ini terjadi
karena proses menyusui yang tidak berjalan dengan baik, dimana bayi tidak secara
maksimal mendapatkan ASI. Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya
merasa nyeri setempat, taraf ini cukup memberi penyangga pada mammae itu dengan
kain tiga segi, agar tidak menggantung yang memberika rasa nyeri, dan disamping itu
perlu diberikan antibiotika. Dalam hal antibiotika dapat dikemukakan bahwa kuman

27
dari abses yang dibiakkan dan diperiksa resistensinya terhadap antibiotika ternyata
banyak yang resistensi terhadap penisilin dan streptomisin. Knight dan Nolan dari
Royal Infirmary di Edinburgh mengemukakan bahwa stafilokokus aureus yang
dibiakkan, 93% resisten terhadap penisilin dan 55% terhadap streptomisin, akan tetapi
hampir tidak resisten terhadap linkosin dan oksasilin, yang diberikan 500 mg setiap 6
jam selama 7-10 hari dan kalau ternyata alergis terhadap obat-obat ini, eritromisin 250
mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari. Bantu agar ibu tetap meneteki, dianjurkan
untuk menyangga payudaranya dan melakukan kompres hangat sebelum meneteki
untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol 500 mg dan ibu perlu
dievaluasi selama 3 hari.
b. Tingkat abses (infeksi)
Infeksi payudara dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke abses
berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi edematous,
air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera bercampur dengan nanah.
Gejala abses ini pada ibu yang menderita mastitis infeksi adalah warna kulit menjadi
merah, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilap dan suhu
tinggi (39-400C), sehingga ibu mengalami demam, dan pada pemeriksaan ada
pembengkakan, dan dibawah kulit teraba cairan. Dan bayi dengan sendirinya tidak
mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu yang sebelah
itu campur nanah. Didaerah payudara ini akan terlihat daerah kemerahan yang jelas.
Meskipun demikian laktasi tidak harus disupresi karena mastitis. Ibu harus didorong
untuk selalu mengeluarkan ASInya dengan menggunakan pompa atau secara manual,
karena tindakan mempertahankan aliran ASI akan mengurangi jumlah
mikroorganisme. (Prawiroharjo, 2012)
Mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3, yaitu
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause,
penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan
mammaryductectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan
pada saluran di payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab
utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang
ditransmisi ke putting ibu melalui kontak langsung.
3. Mastitis supurativa/abses
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC memerlukan

28
penanganan yang ekstra intensif dan drainage yang adekuat. Bila penanganannya tidak
tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
Berdasarkan Sarwono Prawiroharjo, 2012, mastitis terbagi menjadi :
1. Mastitis laktasi
2. Mastitis nonlaktasi
 Infeksi periareola: biasanya terjadi pada perempuan perokok akibat terjadinya
periduktal mastitis. Gejala yang timbul berupa inflamasi pada daerah periareola
dengan/tanpa massa, abses periareola, mammary duct fistula, retraksi puting dan
keluarnya pus dari puting. Risiko rekurensi hampir pada setengah penderita. Untuk
menghindari keadaan tersebut dapat dilakukan pengangkatan dari duktus yang
terinfeksi.
 Mammary duct fistula: sering timbul akibat insisi dan drainase dari abses payudara
nonlaktasi sehingga terjadi fistula yang menghubungkan duktus dengan kulit dan
terjadi di daerah periareola. Terapinya adalah dengan eksisi fistel dan duktus yang
tcrlibat kemudian luka ditutup primer.
 Peripheral nonlactational breast abscess: keadaan tersebut jarang terjadi dan
biasanya disertai penyakit lain (DM, rheumatoid arthritis, terapi steroid, trauma),
sering terjadi pada perempuan muda. Terapinya seperti abses lainnya (insisi dan
drainase, aspirasi dengan bantuan USG).
 Selulitis dengan ata:u tanpa abses, terjadi pada perempuan dengan berat badan
berlebih, payudara besar, pernah operasi atau radiasi pada payudara. Infeksi kulit
sering timbul akibat kista sebasea terinfeksi dan hidradenitis supuratif. Lokasi
tersering pada kulit payndara bagian bawah atau lipatan mamari. Terapinya dengan
eksisi kulit yang terlibat.
 Tuberkulosis: kuman tersebut mencapai payudara biasanya dari kelenjar getah bening
aksila, kelenjar getah bening leher, atau kelenjar getah bening mediastinum atas dari
struktur di bawah payudara (iga). Terapinya dengan eksisi dan obat anti TBC.
 Abses faaitial: dapat didiagnosis bila abses superfisial menetap atau rekuren
walaupun diterapi secara benar. Timbul pada pasien yang mempunyai masalah
kejiwaan.
 Granulomatous lobular mastitis, berupa massa multipel, lunak, nyeri, dan berbentuk
mikroabses pada lobulus payudara. Kuman penyebabnya adalah corynobacterium.
Terapinya cukup dengan antibiotik yang sensitif yang diperoleh dari hasil resistensi.
(Prawiroharjo, 2012)
6.5 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai epidemiologi kelainan
payudara

29
Epidemiologi Cracked Nipple
Data masalah menyusui pada bulan April hingga Juni 2012 di Indonesia menunjukkan
22,5% mengalami puting susu lecet, 42% ibu mengalami bendungan ASI, 18% ibu mengalami
air susu tersumbat, 11% mengalami mastitis, dan 6,5% ibu mengalami abses payudara yang
disebabkan oleh kesalahan ibu dalam menyusui bayinya (Hasanah, 2017).
Berdasarkan Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Coca et al (2008) didapatkan masalah
yang paling sering dialami oleh bu menyusui adalah puting susu lecet. Sekitar 57,4% ibu yang
menyusui mengalami puting susu lecet/nyeri 2 dan paling banyak dialami oleh ibu primipara
sebanyak 54,9%. Masalah puting susu lecet ini 95% terjadi pada wanita yang menyusui
bayinya dengan posisi menyusui yang tidak sampai areola dan hanya menyusui pada puting
susu saja. Kesalahan lain dapat disebabkan pada saat ibu menghentikan proses menyusui
kurang hati-hati (Maryunani, 2009).
Epidemiologi Inverted Nipple
Inverted nipple dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, dengan berbagai derajat
keparahan. Pada beberapa kasus, puting dapat muncul kembali bila distimulasi. Namun, pada
kasus-kasus lainnya, retraksi ini bersifat menetap. Inverted nipple akan berkurang sekitar 3%
seiring peningkatan usia kehamilan (Kemnkes)
Epidemiologi Mastitis
Organisasi Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation) memperkirakan insiden
mastitis pada ibu menyusui sekitar 2,6% - 33% dan prevalensi global adalah sekitar 10%
(WHO, 2013). Persentase ibu post partum yang menyusui melaporkan dirinya mengalami
tanda gejala mastitis di Amerika Serikat adalah 9,5% dari 1000 wanita (Lawrence, 2012).
6.6 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai etiologi kelainan payudara
Etiologi Cracked Nipple
Cracked nipple dapat disebabkan oleh berbagai faktor dalam proses menyusui. Proses
menyusui yang normal tidak akan menyebabkan rasa sakit. Abnormalitas proses menyusui
yang dapat menyebabkan cracked nipple dapat berupa kesalahan posisi menyusui, perlekatan
yang tidak adekuat, atau kelainan pada bayi seperti short tongue, ankyloglossia, dan palatum
letak tinggi (Niazi, 2016).
Penyebab lain yang lebih jarang adalah gesekan. Pada pelari disebut dengan “jogger’s
nipple”, pada peselancar disebut “surfer’s nipple”, dan pada penyelam disebut “wetsuit rub”.
Setiap aktivitas, baik olahraga ataupun aktivitas seksual, yang melibatkan gesekan secara
konstan pada puting susu dapat menyebabkan lecet pada putting (Finkelstein, 2018)

Etiologi Inverted Nipple

Etiologi inverted nipple dapat bersifat kongenital atau acquired (didapat). [9] Inverted nipple
yang bersifat bawaan disebabkan oleh kegagalan duktus laktiferus untuk berkembang dan

30
tumbuh saat maturasi jaringan payudara. Sedangkan tipe acquireddisebabkan karena fibrosis
disekitar duktus laktiferus akibat inflamasi (seperti mastitis, kanker, dan operasi payudara
sebelumnya) (Gould, 2015).
Etiologi Mastitis
Etiologi mastitis infeksius dan abses payudara biasanya adalah bakteri yang mengkolonisasi
kulit. Bakteri yang paling umum ditemukan adalah Staphylococcus aureus dan Coagulase
negative staphylococcus (CNS). Methicillin-resistant S. aureus (MRSA) juga semakin sering
dilaporkan dan merupakan penyebab umum terapi antibiotik yang gagal (Tristanti,2019).
Etiologi Mastitis adalah sebagai berikut
 Praktik menyusui yang buruk
Pengetahuan ibu tentang proses menyusui yang kurang dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam posisi menyusui yang berakibat terjadinya lecet pada putting susu ibu.
Lecet pada putting susu menyebabkan bakteri mudah masuk ke putting susu sehingga
payudara mudah mengalami infeksi yang ditandai seperti pembengkakan payudara,
kemerahan, dan demam. Selain itu, kesalahan dalam proses menyusui juga menyebabkan
proses pelepasan dan pengeluaran ASI yang kurang maksimal sehingga menyebabkan
bendungan payudara atau stasis ASI dapat menyebabkan infeksi bakteri pada payudara
(Pilar Mediano,2014).
 Stasis ASI atau bendungan payudara
Kebiasaan proses pengosongan payudara yang tidak tuntas juga menyebabkan stasis atau
bendungan payudara yang nantinya menjadi media berkembangnya mikroorganisme.
 Cracked nipple
Jika ibu mengalami putting susu lecet (Cracked nipple) maka hal itu akan menjadi jalan
masuk bagi mikroorganisme untuk menginfeksi payudara
 Sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu
Sistem imun ibu yang turun dapat menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
 Kelelahan ibu
Kelelahan ibu menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh ibu sehingga
memudahkan terjadinya infeksi oleh mikroorganisme
6.7 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai faktor risiko kelainan
payudara
a. Mastitis
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu
 Umur

31
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21 tahun ahun atau di atas 35 tahun.
 Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
 Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami
infeksi (mastitis) Antioksidan dari vitamin E, vitamin A, dan selenium dapat
mengurangi resiko mastitis.
 Pekerjaan di luar rumah
Interval antara menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI
yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI
b. Inverted Nipple
 Adanya faktor menyusui yang salah, seperti penyusuan yang tertunda, perlekatan yang
tidak baik, dan pemberian minum lain selain ASI
 Keadaan stress pada ibu
 Kelainan pada bayi, misalnya bibir sumbing, sehingga bayi menjadi kesulitan dalam
mengisap ASI
c. Cracked Nipple
Proses menyusui yang normal tidak akan menyebabkan rasa sakit. Abnormalitas
proses menyusui yang dapat menyebabkan cracked nipple dapat berupa kesalahan posisi
menyusui, perlekatan yang tidak adekuat, atau kelainan pada bayi seperti short tongue,
ankyloglossia, dan palatum letak tinggi. Setiap aktivitas, baik olahraga ataupun aktivitas
seksual, yang melibatkan gesekan secara konstan pada puting susu dapat menyebabkan
lecet pada puting.
6.8 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi kelainan
payudara

MASTITIS

1. Bendungan
Sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal
dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis, dan dengan
pengisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih
dengan cepat. Namun, dapat berkembang menjadi bendungan, dan kedua kondisi ini

32
sering membingungkan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI
dan cairan jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu menjadi
terhambat, dan tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat. Payudara menjadi
bengkak dan edematous. Payudara penuh yang bersifat fisiologis maupun penuh
karena bendungan, biasanya mengenai kedua payudara. Namun, terdapat beberapa
perbedaan penting, yaitu:
- payudara yang perih terasa panas, berat, dan keras. Tidak terlihat mengkilat,
edema, atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar, dan kadang-kadang
menetes keluar secara spontan. Bayi mudah mengisap dan mengeluarkan ASI.
- payudara yang terbendung membesar, membengkak, dan sangat nyeri. Payudara
dapat terlihat mengkilat dan edema dengan daerah eritema difus. Puting susu
teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit untuk
mengisap ASI sampai pembengkakan berkurang. Wanita kadang-kadang menjadi
demam. Walaupun demikian, demam biasanya hilang dalam 24 jam.
b. Sumbatan saluran payudara
Stasis ASI lokal, mempengaruhi sebagian payudara, seperti sebuah lobus,
sering menunjukkan sumbatan saluran payudara. "Bendungan payudara fokal", atau
"saluran payudara tersumbat” merupakan istilah lain yang kadang-kadang
digunakan. Kondisi ini dianggap akibat dari obstruksi benda padat, tetapi dapat pula
hanya akibat pengeluaran ASI yang tidak efisien dari bagian payudara tersebut.
Tanda klinis berupa benjolan yang sangat nyeri pada satu payudara, sering dengan
bercak kemerahan pada kulit di atasnya. Hanya sebagian dari satu payudara yang
terkena. Wanita biasanya tidak demam dan merasa sehat.
Beberapa wanita dengan sumbatan saluran ASI melaporkan adanya bahan
partikel pada air susu yang diperas. Pada kasus ini mungkin terdapat sumbatan sejati
pada saluran ASI. Gejala hilang dengan cepat ketika materi partikel yang keras
dikeluarkan, dan ASI keluar dari bagian payudara yang terkena. Granula putih yang
dapat ditemukan pada ASI yang terkumpul diduga terbentuk dari campuran kasein
dan materi lain yang mengeras oleh garam yang mengandung kalsium. Materi yang
tampak berlemak atau seperti benang, kadang-kadang berwarna coklat atau
kehijauan, juga kadang-kadang keluar dari saluran yang tampak tersumbat, diikuti
dengan hilangnya gejala. Kondisi yang berhubungan adalah tampaknya bintik putih
pada ujung puting susu, biasanya berdiameter sekitar 1 mm pada bagian payudara
dengan saluran yang tersumbat. Bintik putih dapat sangat nyeri selama pengisapan.
Sumbatan cepat hilang bila bintik putih dibuang, misalnya, dengan menggunakan
jarum steril atau diusap dengan handuk. Bintik putih diduga akibat pertumbuhan
epitel yang berlebihan (membentuk sebuah bula), atau akumulasi materi partikel

33
atau berlemak. Keadaan lain yang tidak lazim berhubungan adalah galaktokel.
Galaktokel adalah kista yang terisi susu, diduga merupakan perkembangan dari
saluran ASI yang tersumbat. Galaktokel timbul sebagai pembengkakan yang bulat
licin pada payudara, awalnya hanya terisi dengan susu, kemudian dengan materi
yang kental seperti krim bila cairan diabsorbsi. Bila pembengkakan diperas, cairan
seperti susu dapat keluar dari puting susu. Diagnosis dapat dibuat dengan aspirasi
atau ultrasound. ASI dapat diaspirasi, tetapi kista biasanya terisi lagi setelah
beberapa hari, dan diperlukan aspirasi ulangan. Galaktokel dapat dibuang secara
bedah dengan anestesi lokal. Menyusui tidak perlu dihentikan.
c. Mastitis noninfeksiosa
Bila ASI tidak dikeluarkan dari sebagian atau seluruh payudara, produksi
ASI melambat dan akhirnya berhenti. Namun, proses ini membutuhkan waktu
beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu,
akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan. Sitokin, baik inflamasi dan
antiinflamasi normal ditemukan dalam ASI. Sitokin antiinflamasi dan faktor-faktor
lain diduga merupakan pelindung bayi, tetapi sitokin inflamasi, seperti interleukin-8
(IL-8), mungkin lebih penting sebagai pelindung payudara terhadap infeksi.
Peningkatan kadar IL-8 ditemukan dalam payudara selama mastitis, dan merupakan
tanda respon inflamasi telah terjadi. Sebagai bagian dari respons inflamasi, jalur
paraseluler, yang berhubungan erat, dengan sel pensekresi ASI di alveoli payudara
terbuka, sehingga menyebabkan bahan-bahan dari plasma masuk ke dalam ASI,
terutama imunoprotein dan natrium. Pada saat yang sama, peningkatan tekanan
dalam saluran ASI dan alveoli dapat menyebabkan substansi tersebut kembali masuk
ke jaringan sekitar. Sitokin dari ASI dapat menginduksi respons inflamasi di dalam
jaringan sekitar, dan sitokin juga membantu komponen lain menginduksi reaksi
antigen. Inflamasi juga bertanggung jawab terhadap tanda dan gejala mastitis.
Sebagian payudara sangat nyeri, merah, membengkak, dan keras. Biasanya hanya
satu payudara yang terkena. Wanita sering demam dan merasa tidak sehat. Namun,
dalam penelitian diamati bahwa sepertiga sampai setengah wanita dengan mastitis
hanya memiliki tanda lokal. Jalur paraseluler yang terbuka mengakibatkan
perubahan komposisi ASI, kadar natrium dan klorida meningkat, dan kadar laktosa
dan kalium menurun. ASI berubah rasa menjadi lebih asin dan kurang manis.
Biasanya rasa asin ini bersifat sementara, berlangsung kira-kira satu minggu.
Kadang-kadang payudara kurang digunakan, dan stasis ASI serta perubahan rasa
menetap. Namun, kondisi ini bersifat reversibel, dan setelah kehamilan berikutnya,
payudara yang terkena kembali berfungsi normal.
d. Mastitis subklinis

34
Mastitis subklinis didiagnosis dari adanya peningkatan rasio natrium-kalium
dalam ASI, dan peningkatan konsentrasi interleukin-8 (IL-8), bila tidak ditemukan
mastitis secara klinis. Peningkatan kadar natrium dan IL-8 diduga menunjukkan
bahwa sedang terjadi respons inflamasi,walaupun tidak ada tanda klinis. Mastitis
subklinis sering ditemukan pada wanita di Banglades, Tanzania, Malawi, dan Afrika
Selatan. Peningkatan rasio natrium-kalium dalam ASI juga telah diamati
berhubungan dengan pertambahan berat badan yang buruk pada bayi, dan bila
makanan tambahan yang diberikan pada bayi, atau bila frekuensi menyusui
berkurang, sehingga produksi ASI sangat berkurang sampai di bawah 400 ml per
hari. Hal ini menunjukkan bahwa mastitis subklinis dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, dan bahwa mastitis subklinis agak sering
terjadi pada situasi terscbut. Morton pada tahun 1994 menemukan bahwa pemberian
bimbingan yang benar pada ibu bayi berusia di atas satu bulan, termasuk membantu
mereka agar bayi dapat mengisap payudara dengan baik, berhubungan dengan
perbaikan laktasi dan penurunan kadar natrium ASI yang meningkat.
e. Mastitis infeksiosa
Mastitis infeksi terjadi bila stasis ASI tidak sembuh, dan proteksi oleh faktor
imun dalam ASI dan oleh respons inflamasi kalah. Secara normal, ASI segar bukan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, harus terdapat kondisi yang
mencegah payudara untuk menghancurkan dan mengeliminasi bakteri. Aliran ASI
alami sepanjang saluran payudara, bila dikeluarkan secara efisien, diharapkan akan
menghanyutkan bakteri keluar dari payudara. Pengeluaran ASI yang tidak efisien,
yang menyebabkan akumulasi ASI, membuat suatu keadaan yang kondusif untuk
pertumbuhan bakteri, dan proses antiinfeksi dapat kalah. Tanda dan gejala mastitis
infeksiosa, seperti yang telah didiskusikan diatas, tidak mungkin dibedakan dari
mastitis noninfeksiosa. Biasanya sebagian dari satu payudara menjadi merah, sangat
nyeri, membengkak, dan keras, dan mungkin terdapat beberapa gejala umum, seperti
demam dan malaise. Tanda yang menyertai mungkin adalah puting pecah-pecah.
Mastitis infeksiosa telah diklasifikasikan oleh beberapa penulis dalam beberapa cara.
Pertama, berdasarkan tempat, yaitu: mastitis superfisialis dan mastitis intramamaria
yang terletak pada jaringan kelenjar itu sendiri (parenkimatosa) atau pada jaringan
ikat payudara (interstisial). Kedua berdasarkan pola epidemiologis yaitu epidemik
atau sporadik. Penghitungan sel dan koloni bakteri berguna untuk membedakan
antara mastitis infeksiosa dan noninfeksiosa. Biakan ASI dapat membantu
menentukan organisme penyebab infeksi, bila ada, dan sensitivitasnya terhadap
antibiotik. Bila biakan tidak mungkin dilakukan secara rutin, dapat dilakukan secara
selektif pada:

35
- mastitis yang didapat di rumah sakit, atau kasus berat atau kasus yang tidak biasa

- ketiadaan respons terhadap antibiotik dalam dua hari;

- mastitis berulang.

Mastitis berulang dapat diakibatkan oleh pengobatan yang terlambat atau


tidak adekuat terhadap kondisi awal atau teknik menyusui yang buruk yang tidak
diperbaiki. Kadang-kadang terdapat keadaan payudara yang menyebabkan drainase
yang buruk pada sebagian payudara, seperti kelainan saluran payudara, kista atau
tumor, yang harus diidentifikasi dan diobati dengan baik. (WHO,2003)

Inverted Nipple

Inverted nipple dapat disebabkan oleh kegagalan perkembangan duktus laktiferus dan
pertumbuhan selama maturasi jaringan payudara, atau fibrosis di sekitar duktus laktiferus
akibat inflamasi (misalnya mastitis, kanker, atau riwayat pembedahan sebelumnya). Pada
perkembangan fetus minggu ke enam, kuncup payudara terbentuk di sepanjang garis ASI.
Kemudian, kelenjar susu berkembang sebagai pertumbuhan epitel ke dalam jaringan
mesenkim. Pada bulan ke delapan atau ke sembilan, lubang terbentuk di pintu masuk duktus.
Proliferasi jaringan mesenkim dan lemak di bawah lubang tersebut, menyebabkan elevasi ke
atas kulit dan membentuk proyeksi puting. Kegagalan pertumbuhan mesenkim atau
pemanjangan saluran laktiferus dapat menyebabkan inverted nipple kongenital.

Cracked Nipple

Cracked nipple merupakan lesi kutan makroskopik pada ujung dan areola payudara, yang
dapat berupa hilangnya jaringan kulit, luka, celah, eritema, edema, atau lepuhan. Cracked
nipple sering kali disebabkan perlekatan yang tidak baik. Bayi akan menarik puting keluar-
masuk saat menyusu. Jika perlekatan saat menyusui tidak tepat, akan terjadi gesekan antara
kulit ibu dengan mulut bayi dan tekanan kuat pada puting. Penyebab cracked nipple lain
adalah infeksi Staphylococcus aureus dan Candida albicans, atau frenulum bayi yang pendek.

6.9 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai manifestasi klinis kelainan
payudara
Engorgement (pembengkakan) payudara terasa penuh akibat ASI tidak dapat keluar, sehingga
menekan aliran vena, aliran limfatik, aliran ASI. Hal ini menyebabkan payudara menjadi
bengkak dan edema. Gambaran klinis dari pembengkakan payudara yaitu:
a. Payudara terasa berat, panas dan keras, tidak mengkilat/edema dan kemerahan. Kadang
ASI keluar dengan spontan, kondisi tersebut memudahkan bayi untuk mengeluarkan
ASI.
36
b. Payudara membengkak, besar dan sakit, mengkilat/edema dan kemerahan, puting datar,
ASI susah keluar dan kadang disertai demam. Keadaan ini sangat menyusahkan bayi
untuk menghisap ASI.
c. Obstruksi duktus menyebabkan galaktokel , berupa kista yang berisi ASI. Pertama
cairan tersebut encer menjadi kental. Bila ditekan akan keluar cairan ASI dan akan terisi
kembali setelah beberapa hari. Diagnosis dapat ditegakkan dengan aspirasi atau
pemeriksaan USG.
d. Matitis subklinis: ditandai dengan peningkatan rasio antara Na/K di dalam ASI dan
peningkatan IL-8 tanpa disertai gejala mastitis. Ini semuanya menandakan adanya
respon inflamasi. Keadaan tersebut sudah di observasi terutama pada bayi yang tidak
bertambah berat badannya sehingga memerlukan makanan tambahan lain.
e. Mastitis infeksiosus berdasarkan letak diklasifikassikan sebagai berikut yaitu mastitis
superfisial yang nberlokasi didaerah dermis dan intra mammaria dan mastitis
parenkimus atau interstisial yang terletak pada jaringan payudara, berdasarkan bentuk
epidemiologikal dibagi menjadi mastitis epidemik atau sporadik. Keadaan mastitis
tersebut dapat dibuktikan dengan menghitung jumlah materi sekaligus kultur resistensi
untuk menentukan pemrian antibiotik yang sesuai.
f. Matitis rekuren: terjadi karena keterlambatan atai tidak adekuatnya penanganan matitis
sebelumnya atau cara pemberian ASI yang tidak baik
Inverted nipple
Grade 1: puting payudara tetap menonjol, bisa ditarik keluar
Grade 2: puting payudara menonjol sementara, dan dapat ditarik keluar tapi tidak semudah
yang grade 1
Grade 3: puting payudara tetap terbenam
Cracked nipple
1. Nyeri, panas pada puting payudara
2. Terasa seperti melepuh, retak, fissura pada puting payudara
3. Berdarah pada puting payudara
Grade 1: Kemerahan, memar, bintik merah dan bengkak pada payudara
Grade 2: retakan dangkal, ulcerasi dangkal pada payudara
Grade 3: fissura dan ulcer dalam pada payudara
Grade 4: erosi penuh pada dermis payudara
6.10 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan fisik dan
penunjang kelainan payudara
a. Mastitis
Pemeriksaan fisik

37
 Inspeksi dan Palpasi bertujuan untuk mencari tanda-tanda inflamasi berupa
eritema, payudara menegang, terasa hangat cederung panas, adanya perbesaran dari
ukuran payudara. Observasi secara umum dapat dilakukan dengan memeriksa
suhu, tekanan darah, dan denyut jantung agar dapat menyingkirkan kemungkinan
sepsis.

Pemeriksaan penunjang

 Menurut pedoman WHO mengenai mastitis, didapati dua kondisi yang berebeda
apabila didapati perbesaran dan bendungan pada payudara, yaitu :
a. Payudara yang penuh terasa panas, berat, dan keras. Tidak terlihat mengkilat,
edema, atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar dan kadang-kadang
menetes keluar secara spontan. Bayi mudah menghisap dan mengeluarkan ASI
b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, dan sangat nyeri.
Payudara dapat terlihat mengkilat dan edema dengan daerah eritema difus.
Puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan
bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
Wanita atau ibu kadang akan mengalami demam, namun akan menghilang
setelah 24 jam. (WHO, 2003)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak
selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
- pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik dalam 2
hari
- terjadi mastitis berulang
- mastitis terjadi di rumah sakit
- penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan
hasil psitif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang
muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
(IDAI, 2013)
Selain itu pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan berdasarkan panduan WHO
mengenai mastitis adalah kultur ASI. Apabila pasien terkana mastitis noninfeksiosa
akan didapati peningkatan kadar natrium dan klorida, yang diikuti penurunan laktosa

38
dan kalium. Selain itu rasa ASI akan berubah menjadi lebih asin dan kurang manis yang
ummnya berlangsung selama satu minggu. (WHO, 2003)
b. Cracked Nipple
Pemeriksaan Fisik
Didapati adanya rasa seperti terbakar dan nyeri pada puting, terdapat fisura, dapat
ditemukan adanya luka pada puting, dan beberapa tanda inflamasi, misalnya
membengkak atau berwarna kemerahan.
c. Inverted Nipple
Pemeriksaan Fisik
Ditemukan puting payudara yang datar atau masuk ke dalam, apabila
diklasifikasikan pada derajat 1 maka puting akan mudah dikeluarkan dengan satu jari.
Selain itu, didapati adanya fibrosis derajat sedang dan kulit akan mengalami iritasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan histologi akan ditemukan stromata kaya kolagen dan otot polos
(Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013)
6.11 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai kriteria diagnosis kelainan
payudara
Mastitis
1. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.
2. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
3. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI
sampai pembengkakan berkurang.
4. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan
tubuh terasa pegal dan sakit.
5. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena.

Cracked Nipple

Diagnosis cracked nipple dan inverted nipple dapat ditegakkan secara klinis. Namun,
dalam beberapa keadaan diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan
diagnosis banding, seperti pada abses atau kanker payudara.
Anamnesis
Keluhan yang paling sering dialami pasien dengan cracked nipple adalah nyeri pada
daerah sekitar puting susu yang bertambah jika menyusui bayi. Pasien bisa menyadari
adanya lecet atau retakan kulit, perdarahan, kulit terkelupas, serta keluar discharge dari
puting susu.
Inspeksi

39
 Luka lecet kekuningan
 Kulit tampak terkelupas/ luka berdarah sampai mengakibatkan rasa sakit pada saat
menyusu
 Kemerahan
 Terlihat retak

Inverted Nipple

Diagnosis cracked nipple dan inverted nipple dapat ditegakkan secara klinis. Namun,
dalam beberapa keadaan diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan
diagnosis banding, seperti pada abses atau kanker payudara.
Anamnesis
Inverted nipple seringkali menyebabkan keluhan terkait proses menyusui. Dari
anamnesis dapat diketahui kesulitan ibu untuk menyusui bayi akibat puting susu tertarik.
Anamnesis mengenai teknik menyusui bayi, frekuensi menyusui, teknik perawatan
payudara, kelainan kongenital pada bayi, serta faktor-faktor lain yang menjadi risiko
terjadinya cracked dan inverted nipple juga perlu digali.
Inspeksi
 Grade 1: Puting bisa ditarik keluar secara manual dengan mudah dan mempertahankan
proyeksinya dengan baik. Ada fibrosis minimal atau tidak ada sama sekali
 Grade 2: Puting dapat ditarik secara manual, namun tidak semudah grade I. Puting
tidak dapat mempertahankan posisinya dengan baik dan mudah retraksi. Terdapat
fibrosis derajat sedang dan duktus laktiferus retraksi ringan
 Grade 3: Puting inversi dan retraksi, sangat sulit ditarik secara manual. Walaupun
dilakukan penekanan pada puting untuk memaksa protrusi, puting dengan mudah
mengalami retraksi. Terdapat fibrosis yang jelas dan duktus laktiferus sangat retraksi
dengan jaringan lunak yang inadekuat.
6.12 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai diagnosis banding kelainan
payudara

Kelainan Payudara
Keterangan
Kanker Payudara Galactocele Engorgement Breast
Definisi Keganasan pada jaringan Krista berisi susu yang Pembendungan air susu
payudara yang dapat terdiri dari epitel karena penyempitan
berasal dari epitel duktus kuboid atau datar yang duktus laktaferi atau oleh
maupun lobulusnya. sering terjadi pada kelenjar-kelenjar yang
wanita yang sedang tidak dikosongkan dengan

40
menyusui atau hamil sempurna atau karena
akibat dari obstruksi kelainan pada puting susu
susu.
Gejala a. Benjolan di payudara a. Nyeri tekan a. Pada payudara yang
b. Kecepatan tumbuh mungkin ada, tapi di penuh, terasa berat,
dengan/tanpa rasa beberapa sumber panas dan keras serta
sakit tidak ada nyeri tekan ASI dapat keluar
c. Nipple discharge, b. Benjolan batas jelas b. Tidak demam
retraksi putting susu, di payudara berisi c. Jika payudara bengkak,
dan krusta air susu yang dapat payudara juga edema,
d. Kelainan kulit, mengental seperti dan sakit, puting
dimpling, ulserasi, keju dan bisa kencang, kulit
venektasi, peau berminyak mengkilat walau tidak
d’orange merah dan bila
e. Benjolan ketiak dan diperiksa atau dihisap
edema lengan ASI tidak keluar
d. Badan bisa demam
setelah 2 jam

6.13 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai tata laksana kelainan
payudara
1. Mastitis
Prinsip utama penanganan mastitis yaitu :
a. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat frustasi, dan membuat
banyak wanita merasa sangat sakit. Ia dapat menjadi bingung, cemas, dan tidak ingin
terus menyusui.
Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui yang aman untuk diteruskan,
bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya, dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. Ia memerlukan dukungan
bahwa perlu sekali untuk berusaha melampaui kesulitan ini.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
- Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara.
- Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
- Bila perlu peras ASI dengan tangan atau dengan pompa.
c. Terapi simtomatik

41
- Analgesik
Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat mengurangi
infalamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang tepat
- Istirahat dan mendapat cukup cairan.
- Penggunaan kompres hangat untuk menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI
d. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik diindikasikan pada :
- Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada menunjukkan infeksi
- Gejala berat sejak awal
- Terlihat puting pecah-pecah
- Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
Antibiotik Dosis Durasi

Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam 10-14 hari

Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam 10-14 hari

Dikloksasilin 125-500 mg setiap 6 jam per 10-14 hari


oral
Amoksasilin 250-500 mg setiap 8 jam 10-14 hari

Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam 10-14 hari

(WHO, 2003)
2. Inverted Nipple
a. Non invasif
- Penarikan puting secara manual dengan tangan. Puting ditarik-tarik dengan lembut
beberapa kali hingga menonjol
- Menggunakan spuit ukuran 10-20 ml, bergantung pada besar puting. Ujung spuit
yang terdapat jarum dipotong dan penarik spuit dipindahkan ke sisi bekas potongan.
Ujung yang tumpul diletakkan di atas puting, kemudian lakukan penarikan beberapa
kali hingga puting keluar. Lakukan sehari tiga kali pada pagi, siang, dan malam
masing-masing 10 kali.
b. Invasif
Dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan puting jika terapi non invasif tidak dapat
mengeluarkan puting.
(PPK Faskes Primer)
3. Cracked Nipple
a. Non medikamentosa

42
- Menjaga puting agar tetap kering
- Teknik menyusui yang benar
- Memposisikan bayi dengan tepat saat menyusui
- Tetap memberikan ASI pada bayi
- Mengoleskan sedikit ASI yang keluar pada daerah putting, kemudian biarkan hingga
kering
- Jika payudara lecet sangat berat dan terasa sangat nyeri dapat diistirahatkan selama
24 jam, namun pastikan ASI dipompa agar tidak terjadi bendungan payudara.
b. Medikamentosa
- Analgetik : parasetamol 650-1000 mg tiap 4-6 jam, maksimal dosis 4000 mg per hari
- Krim pelembap putting
(PPK Faskes Primer)
6.14 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai komplikasi kelainan
payudara
 Masitis
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau
mastitis puerperalis. Mastitis dapat mempengaruhi satu atau kedua payudara. Kadang-
kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari
mastitis. Mastitis biasanya merupakan infeksi, jinak, sembuh sendiri, dengan beberapa
konsekuensi untuk menyusui bayi.
 Abses payudara
Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan nanah
yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri. Kondisi ini
menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh. Pada beberapa
kasus, orang-orang sdengan abses payudara dapat menderita demam. Kondisi ini
umumnya terjadi pada orang-orang yang berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun tetapi
sangat jarang terjadi pada wanita yang tidak menghasilkan air susu ibu (ASI). Oleh
karena itu, wanita yang menyusui memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya abses
payudara.
6.15 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai prognosis kelainan payudara
a. Mastitis
Prognosis mastitis dapat baik ketika diobati dengan segera dan tepat, dan mortalitas sangat
jarang terjadi. Kebanyakan infeksi payudara termasuk abses akan hilang tanpa komplikasi
serius. Sebagian besar pasien akan mengalami resolusi mastitis setelah 2-3 hari terapi
antibiotik yang tepat.

43
b. Cracked Nipple dan Inverted Nipple
Prognosis cracked nipple dan inverted nipple tergantung pada derajat keparahan penyakit.
Komplikasi yang dapat timbul berupa mastitis dan abses payudara
6.16 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai pencegahan kelainan
payudara
a. Mastitis
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor
risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi
sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu
untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah dengan tangan
atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan
punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI
mengalir dan rasa nyeri berkurang.
Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu
agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan
menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani
untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran
ASI.
Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat
dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya
bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat,
meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta
melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa
ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat
diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke
jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan
mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan
mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal
lainnya.
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus
selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota
keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan. Ibu
harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus
adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat.
Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui
dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga

44
biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas
setelah digunakan.
b. Cracked Nipple
 Tidak membersihkan puting dengan sabun, alkohol, lotion, cream, dan obat-obat yang
dapat mengiritasi.
 Cara melepaskan hisapan bayi setelah selesai menyusui adalah dengan menekan dagu
bayi atau memijit hidungnya perlahan atau dengan memasukkan jari kelingking ibu
yang bersih ke mulut bayi. Hindari menarik puting dari mulut bayi secara paksa
 Ibu dianjurkan tetap menyusui bayinya mulai dari puting yang tidak sakit serta
menghindari tekanan lokal pada puting dengan cara mengubah-ubah posisi menyusui.
Untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui.
 Untuk mencegah lecet, sebelum menyusui keluarkan beberapa tetes ASI untuk
dioleskan pada puting, kemudian setelah selesai menyusui segera oleskan ASI seperti
awal menyusui dan biarkan kering oleh udara, baru kemudian ditutup. Hal ini dapat
dilakukan sambil menyangga bayi supaya bersendawa.
 Perhatikan tehnik menyusui yang benar, khususnya letak puting dalam mulut bayi, yaitu
bibir bayi menutup areola sehingga tidak nampak dari luar, puting di atas lidah bayi,
areola di antara gusi atas dan bawah.
c. Inverted Nipple
Inverted Nipple merupakan suatu kondisi kelaian anatomis dimana putting susu dari si ibu
tidak menonjol keluar, hal ini terjadi pada sebagian kecil wanita yang menyebabkan
kecemasan, karena ini merupakan kelainan yang anatomis maka kejadian dari Inverted
Nipple sendiri tidak bisa dicegah, namun ada berbagai cara yang bisa dilakukan oleh ibu
menyusui agar tetap bisa menyusui bayinya dengan kondisi Inverted Nipple atau putting
yang tidak menonjol keluar tersebut.
Berikut adalah beberapa cara mengatasi inverted nipple :
 Gunakan teknik Hoffman. Letakkan kedua ibu jari di kedua sisi dasar puting. Lalu,
perlahan-lahan renggangkan kedua ibu jari menjauhi satu sama lain, lakukan dengan
arah horizontal dan vertical, lakukan dua kali sehari, lalu secara bertahap tingkatkan
jadi lima kali sehari. Teknik ini dipercaya mampu memecah daya lekat di bagian dasar
puting yang membuatnya jadi melesak ke dalam
 Gunakan stimulasi oral selama berhubungan seks. Memutar, menarik, dan menghisap
puting bisa membantu mengeluarkan puting datar. Namun, minta pasangan untuk
berhenti melakukannya jika puting teasa sakit. Ingat, lakukan stimulasi ini dengan
lembut
 Putar-putar puting di antara ibu jari dan telunjuk beberapa kali sehari. Tarik puting
perlahan-lahan ketika sedang tegak untuk membuatnya tetap berada di posisi

45
demikian. Setelah itu, basahi handuk dengan air dingin dan usapkan ke puting untuk
menstimulasinya lebih jauh
 Gunakan pelindung payudara. Produk ini biasa ditemukan di toko ibu dan anak.
Pelindung payudara bertekstur lembut dan bentuknya bulat dengan lubang kecil di
tengah-tengah yang berguna untuk menarik puting keluar.
 Tangkupkan payudara ke dalam pelindung dan posisikan puting ke dalam lubang kecil
tadi.
 Kenakan pelindung payudara di bawah kaus, kaus dalam, atau bra, ibu mungkin harus
memakai pakaian berlapis untuk menyamarkan bentuknya.
 Jika akan menyusui, kenakan pelindung payudara 30 menit sebelum menyusui.
 Pelindung ini akan memberikan tekanan lembut pada puting sehingga membuatnya
tetap tegak berdiri. Benda ini bisa digunakan untuk pria dan wanita yang mengalami
masalah puting datar.
 Pelindung payudara ini bisa menstimulasi kelenjar susu pada wanita menyusui. Jadi,
para ibu yang sedang menyusui tidak boleh mengenakan benda ini seharian nonstop.
Jika mengenakan pelindung payudara saat sedang menyusui, pastikan setelahnya
mencuci pelindung tersebut dengan air panas dan sabun, lalu bersihkan sisa-sisa susu
yang tumpah ke permukaannya.
 Awasi area di sekitar payudara saat mengenakan pelidung, karena alat ini bisa memicu
alergi.
 Gunakan pompa payudara. Jika sedang hamil atau menyusui, gunakan pompa untuk
meregangkan jaringan di daerah puting.
 Letakkan ujung pompanya di sekitar payudara dan pastikan puting tepat berada di
tengah-tengah. Ujung pompa bisa ditemukan dalam berbagai ukuran, jadi jenis apa
pun yang pilih, pastikan bentuknya benar-benar pas di puting.
 Tahan ujung pompa tadi di sekitar payudara untuk memastikan permukaannya
menempel di kulit.
 Pegang ujungnya atau pegang botol pompanya dengan satu tangan, setelah itu
mulailah memompa.
 Pompa payudara dengan tekanan yang terasa nyaman.
 Setelah itu, matikan mesin pemompa, pegang kedua botol di hadapan dengan satu
tangan, dan matikan pompanya dengan tangan satunya.
 Jika menyusui, segera berikan puting ke bayi saat sedang mencuat tegak.
 Jangan memompa terlalu sering jika sedang menyusui, karena itu justru akan membuat
susu mengalir terus-terusan.

46
 Ada banyak jenis pompa payudara yang tersedia di pasaran; salah satunya adalah
pompa elektrik berkualitas tinggi seperti yang biasa digunakan di bangsal kebidanan
rumah sakit untuk menarik puting tanpa merusak jaringan di sekitarnya.
 Pompa payudara bervariasi, tergantung merek dan produsen pembuatnya.
Konsultasikan dengan suster atau profesional lainnya tentang memilih pompa yang
sesuai.
 Gunakan botol suntik tanpa jarum dengan ukuran 10 ml untuk menarik keluar puting.
(tergantung ukuran puting).
 Gunakan gunting yang bersih dan tajam untuk memotong ujung botol suntik yang
bertuliskan “0 ml”. (Paling ujung.)
 Angkat pendorongnya, copot bagian ujungnya, lalu tekan lagi pendorongnya ke
bawah.
 Posisikan ujung botol suntik yang sudah dipotong tepat di atas puting dan tarik
pendorongnya sehingga puting akan ikut tertarik.
 Hentikan jika terasa sakit.
 Sebelum melepaskan botol suntik dari puting, tekan dulu pendorongnya ke dalam
sehingga tidak lagi dalam posisi menarik.
 Setelah selesai, cuci botol suntik tadi per bagian dengan air panas dan sabun.
 Jika menhendaki, tersedia alat medis yang bernama Evert-it, yang merupakan botol
suntik yang sudah dimodifikasi untuk menarik puting. Cara kerjanya sama seperti
yang disebutkan di atas.
 Gunakan Niplette. Niplette adalah alat yang mampu memanjangkan saluran susu
dengan cara menarik puting setegak mungkin. Alat ini bentuknya kecil dan terbuat
dari plastik transparan, dipasang di sekitar puting. Gunakan sebelum memakai bra.
 Aplikasikan pelembap secukupnya ke daerah puting dan areola sebelum memakai
Niplette.
 Pasang katup ke botol suntik, dan dorong dengan perlahan.
 Posisikan Niplette di sekitar puting dengan satu tangan, dan tarik botol suntiknya
dengan tangan yang lain, membuat gerakan menghisap. Jangan menarik terlalu keras
untuk menghindari rasa sakit.
 Saat puting sudah tertarik keluar, lepaskan Niplette.
 Pegang katupnya dan lepaskan dari botol suntik. Lakukan ini dengan hati-hati
sehingga tidak ada udara yang masuk lagi, yang bisa menyebabkan Niplette jatuh.
 Kenakan Niplette di bawah pakaian. Jika mengenakan atasan ketat, Niplette bisa
disamarkan dengan menggunakan penutup khusus.
 Lepas Niplette dengan cara menarik botol suntik ke katupnya untuk menghentikan
proses tarikan.

47
 Mulai gunakan Niplette satu jam tiap hari. Lalu tingkatkan pemakaiannya dari satu
jam ke delapan jam tiap harinya.
 Jangan menggunakan Niplette siang malam!
 Dalam 3 minggu, akan lihat hasilnya; puting akan mengisi cetakan di katup dengan
sempurna tanpa harus ditarik lagi.
6.17 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Integrasi keIslaman terkait
kelainan payudara

233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

48

Anda mungkin juga menyukai