dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya, artinya bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri (Syafrudin, 2009).
Umumnya janin dengan Kecil Masa Kehamilan (KMK) memiliki taksiran berat dibawah
persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia
kehamilan yang sama (Bobak et all, 2004).
Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) dalam bahasa Inggris disebut Small-forGestasional-Age (SGA) atau Small-For-Date (SFD), yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan
pertumbuhan intrauterin dengan berat badan terletak dibawah persentil ke-10 dalam grafik
pertumbuhan intrauterin (Wiknjosastro, 2007).
Bayi kecil masa kehamilan juga sering di sebut pertumbuhan janin terhambat yang
merupakan gagalnya setiap janin untuk mencapai potensi pertumbuhannya secara penuh
(Norwitch, 2006). Keadaan ini penting karena dapat mengenali satu kelompok bayi kecil masa
kehamilan yang beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal (Moore, 2001).
Dismaturitas ialah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurang dibandingkan dengan
berat badan seharusnya untuk masa gestasi bayi itu (KMK) (FK UI, 2007).
Istilah dismaturitas janin mengacu kepada sindrom dimana tahap perkembangan bayi
kurang daripada yang diharapkan untuk periode kehamilan tersebut atau keadaan ini
memperlihatkan perubahan yang bersifat kemunduran (regresi) dan tanda-tanda hipoksia
intrauterin (Oxorn, 2010).
Bayi-bayi yang pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi akan berukuran lebih
kecil dibandingkan umur kehamilannya (SGA) (Oxorn, 2010).
Dengan definisi yang telah dikemukakan diatas, dismaturitas dapat terjadi preterm,
term atau postterm. Nama lain yang sering digunakan ialah Kecil Masa Kehamilan (KMK),
insufisiensi plasenta (FK UI, 2007), pertumbuhan janin yang lambat dalam uterus bisa
mencerminkan adanya insufisiensi kronis intrauterin (Oxorn, 2010).
Di negara-negara maju, sekitar duapertiga bayi berat lahir rendah disebabkan oleh
prematuritas, sedangkan di Negara-negara sedang berkembang sebagian besar bayi BBLR di
sebabkan oleh pertumbuhan intrauterin terhambat atau Intra Uterin Growth Retardation (Varney,
2005).
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) terbagi atas dua yaitu (Manuaba, 2001).:
1)
2)
Bentuk pelambatan atau penghentian pertumbuhan ini terjadi pada bayi-bayi dengan
kemampuan pertumbuhan yang normal. Kelainan dasarnya berupa gangguan pada suplai zat gizi
trans-plasenta (Oxorn, 2010).
Ada dua bentuk IUGR/PJ T yaitu (Wiknjosastro, 2007):
1)
Proportionate IUGR, janin yang menderita distress yang lama dimana gangguan pertumbuhan
terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan
lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih di bawah
masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi
pada janin ini terjadi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue.
2)
Disproportionate IUGR, terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu
sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal
akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda
sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi
kelihatan kurus dan lebih panjang.
Pada bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran
kepala akan tetapi organ-organ didalam badan pun mengalami perubahan misalnya Drillen
menemukan berat otak, jantung, paru, dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar
adrenal dan thymus berkurang dibandingkan bayi premature dengan berat yang sama.
Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya (Cunningham, 2005).
Tanda-tanda bayi Perkembangan Janin Terhambat (PJT)/Kecil Masa Kehamilan (KMK)
pada pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Sedangkan pada ibu yang tua,
terutama pada ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan resiko tinggi pula untuk
hamil karena akan menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan merugikan perkembangan janin
selama periode kandungan. Secara umum hal ini karena adanya kemunduran fungsi fisiologis
dari sistem tubuh (Cunningham, 2005).
b) Paritas
Paritas adalah kehamilan yang menghasilkan janin hidup ataupun mati setelah viabilitas
dapat dicapai dan bukan jumlah janin yang dilahirkan (Walsh, 2007).
Para adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi atau bayi telah
mencapai titik mampu bertahan hidup (Varney, 2006).
Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
(Wiknjosastro, 2007).
Jadi, dari definisi di atas maka paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan
kelahiran bayi yang dapat hidup (viable).
Menurut Varney (2006), paritas diklasifikasikan menjadi :
1) Primipara adalah seorang wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu
bertahan hidup.
2) Multipara adalah seorang wanita yang sudah mengalami dua kehamilan atau lebih dengan janin
3)
Pada umumnya BBLR meningkat sesuai dengan meningkatnya paritas ibu. Resiko untuk
terjadinya BBLR tinggi pada paritas 1 kemudian menurun pada paritas 2 atau 3, selanjutnya
meningkat kembali pada paritas 4 (Manuaba, 2001).
Pada ibu dengan grandemulti, alat reproduksi yang dimilikinya mengalami kemunduran
daya lentur jaringan yang disebabkan terlalu sering melahirkan dengan usia yang tidak produktif
(>35 tahun) menyebabkan terjadinya persalinan prematur sehingga bayi yang dilahirkan BBLR
(Winkjosastro, 2007).
c)
dengan dunia luar. Pecahnya selaput ketuban dapat memudahkan terjadinya infeksi ascenden.
Makin lama periode laten makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan premature
dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam
rahim (Manuaba,2001). Pecahnya selaput ketuban sebelum aterm merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas perinatal. Mortalitas pada bayi preterm adalah 30 % (Oxorn, 2010).
Dengan pecahnya ketuban dapat terjadi pengurangan volume cairan amnion yang
menekan tali pusat hingga dapat terjadi hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat
(Winkjosastro, 2007).
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
(1)
(2)
(3)
(4)
c.
Diagnosis
Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu
(Saifudin AB, 2009).
Karena mortalitas perinatalnya tinggi, diagnosis dini amat penting. Namun demikian,
diagnosis dini sulit ditegakkan dan hanya dibuat pada sepertiga kasus. Screening test yang bisa
diandalkan belum ada. Sering bayi yang mengalami retardasi pertumbuhan ini diketahui hanya
setelah lahir. Sebaliknya overdiagnosis merupakan masalah, hanya sepertiga dari bayi-bayi yang
dicurigai menderita retardasi pertumbuhan itu yang ternyata benar demikian. Hal ini
mengakibatkan pemeriksaan dan interfensi yang tidak diperlukan (Oxorn, 2010).
IUGR dapat terlewat tidak terdiagnosis kecuali ahli obstetrik menetapkan umur gestasi
yang benar pada janin, mengenali faktor-faktor beresiko tinggi dari data dasar obstetrik dan
secara berkala menilai pertumbuhan janin dengan ketinggian fundus atau ultrasonografi.
Penilaian sonografik yang menyeluruh harus dilakukan bila 1) Tinggi fundus berkurang lebih
dari 2 cm di banding umur gestasi yang sudah ditegakkan dengan baik atau 2) Ibu menghadapi
keadaan yang beresiko tinggi seperti misalnya hipertensi yang telah ada, penyakit ginjal yang
kronis, diabetes yang parah dengan keterlibatan pembuluh darah, preeklampsia, penyakit virus,
kecanduan pada nikotin, alkohol, atau obat keras (Moore, 2001).
Tanda-tanda retardasi pertumbuhan intra-uterin atau insufisiensi plasenta jarang timbul
sebelum 28 minggu kehamilan. Gambaran klinisnya yaitu (Oxorn, 2010):
1.
Uterus dan janin tidak berhasil tumbuh dengan kecepatan normal selama jangka waktu 4
minggu.
2.
Tinggi fundus uteri sedikitnya 2 cm lebih rendah daripada yang diperkirakan menurut umur/
lamanya kehamilan.
3.
4.
5.
6.
d.
Pada bayi BBLR baik cukup bulan maupun kurang bulan dapat mengalami gangguan
pernafasan oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru dan
kemudian mengganggu pernafasan, semua berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu
a)
0
Biru pucat
Detak jantung
Tidak ada
Reflex menangis
Tonus otot
Tidak ada
Tidak ada
Pernafasan
Tidak ada
Keterangan :
Nilai 0-3
: asfiksia berat
1
Tubuh
merah,
ekstremitas biru
< 100 X per
menit
Menyeringai
Ekstremitas
fleksi lemah
Tak teratur
2
Seluruh
tubuh
kemerahan
>100 X per
menit
Batuk/bersin
Fleksi kuat gerak
aktif
Tangis kuat
2)
Nilai 4-6
: asfiksia sedang
Nilai 7-10
: normal
Aspirasi mekonium
Aspirasi mekonium ini dapat menyebabkan kolaps paru-paru atau pneumotoraks
(Winkjosastro, 2007). Kesulitan pernafasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur ialah
sindrom aspirasi mekonium. Keadaan hipoksia intrauterine akan mengakibatkan janin
mengadakan gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likour
amnion seperti yang sering terjadi pada subacute fetal distress. Akibatnya cairan yang
mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru-paru janin karena inhalasi. Pada
saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasan yang sangat menyerupai sindroma gangguan
3)
a)
b)
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi
mungkin sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas
(FK UI, 2007).
5) Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia
adalah
adanya
bilirubin
dalam
jumlah
berlebih
sehingga
menyebabkan ikterus. Gejala-gejala yang menyertainya adalah tidak mau minum, lemah, muntah
dan serangan apnea. Hal ini disebabkan belum sempurnanya fungsi hati untuk membentuk enzim
glukuronil transferase, yaitu suatu enzim yang berperan dalam metabolisme bilirubin
(Winkjosastro, 2007).
Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi yang
sesuai masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati. Menurut
gruenwald hati pada bayi dismatur beratnya kurang dibandingkan dengan bayi biasa (FK UI,
6)
2007).
Hipokalsemia
Hipokalsemia juga sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah dengan
gejala klinik yang tidak khas, bayi dapat apnea, tremor atau kejang (Winkjosastro, 2007).
Studi jangka panjang telah memperlihatkan peningkatan 38 kali lipat dalam insidensi
disfungsi serebral (berkisar dari ketidakmampuan belajar minor hingga pulsi serebral) pada bayi
7)
PJT cukup bulan dan lebih banyak lagi jika bayi dilahirkan secara preterm (Norwitch, 2006).
Penyakit membrane hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena surfaktan paru
belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps (FK UI, 2007).