Anda di halaman 1dari 13

Bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang

dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya, artinya bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri (Syafrudin, 2009).
Umumnya janin dengan Kecil Masa Kehamilan (KMK) memiliki taksiran berat dibawah
persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia
kehamilan yang sama (Bobak et all, 2004).
Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) dalam bahasa Inggris disebut Small-forGestasional-Age (SGA) atau Small-For-Date (SFD), yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan
pertumbuhan intrauterin dengan berat badan terletak dibawah persentil ke-10 dalam grafik
pertumbuhan intrauterin (Wiknjosastro, 2007).
Bayi kecil masa kehamilan juga sering di sebut pertumbuhan janin terhambat yang
merupakan gagalnya setiap janin untuk mencapai potensi pertumbuhannya secara penuh
(Norwitch, 2006). Keadaan ini penting karena dapat mengenali satu kelompok bayi kecil masa
kehamilan yang beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal (Moore, 2001).
Dismaturitas ialah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurang dibandingkan dengan
berat badan seharusnya untuk masa gestasi bayi itu (KMK) (FK UI, 2007).
Istilah dismaturitas janin mengacu kepada sindrom dimana tahap perkembangan bayi
kurang daripada yang diharapkan untuk periode kehamilan tersebut atau keadaan ini
memperlihatkan perubahan yang bersifat kemunduran (regresi) dan tanda-tanda hipoksia
intrauterin (Oxorn, 2010).
Bayi-bayi yang pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi akan berukuran lebih
kecil dibandingkan umur kehamilannya (SGA) (Oxorn, 2010).
Dengan definisi yang telah dikemukakan diatas, dismaturitas dapat terjadi preterm,
term atau postterm. Nama lain yang sering digunakan ialah Kecil Masa Kehamilan (KMK),

insufisiensi plasenta (FK UI, 2007), pertumbuhan janin yang lambat dalam uterus bisa
mencerminkan adanya insufisiensi kronis intrauterin (Oxorn, 2010).
Di negara-negara maju, sekitar duapertiga bayi berat lahir rendah disebabkan oleh
prematuritas, sedangkan di Negara-negara sedang berkembang sebagian besar bayi BBLR di
sebabkan oleh pertumbuhan intrauterin terhambat atau Intra Uterin Growth Retardation (Varney,
2005).
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) terbagi atas dua yaitu (Manuaba, 2001).:
1)

Gangguan pertumbuhan janin simetris


Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris, semua organ
mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom,
kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents<Coxsackie
virus, Listeria>, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simpleks), kekurangan nutrisi berat pada ibu
hamil dan wanita hamil yang merokok.

2)

Gangguan pertumbuhan janin asimetris (tidak simetris)


Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih lama dibandingkan
gangguan pertumbuhan janin asimetris. Beberapa organ lebih terpengaruh dibandingkan yang
lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang terganggu untuk pertama kalinya, kelainan panjang
tulang paha umumnya terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga
berkurang. Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiensinya) plasenta yang
terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes
dalam kehamilan.

Bentuk pelambatan atau penghentian pertumbuhan ini terjadi pada bayi-bayi dengan
kemampuan pertumbuhan yang normal. Kelainan dasarnya berupa gangguan pada suplai zat gizi
trans-plasenta (Oxorn, 2010).
Ada dua bentuk IUGR/PJ T yaitu (Wiknjosastro, 2007):
1)

Proportionate IUGR, janin yang menderita distress yang lama dimana gangguan pertumbuhan
terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan
lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih di bawah
masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi
pada janin ini terjadi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue.

2)

Disproportionate IUGR, terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu
sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal
akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda
sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi
kelihatan kurus dan lebih panjang.
Pada bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran
kepala akan tetapi organ-organ didalam badan pun mengalami perubahan misalnya Drillen
menemukan berat otak, jantung, paru, dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar
adrenal dan thymus berkurang dibandingkan bayi premature dengan berat yang sama.
Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya (Cunningham, 2005).
Tanda-tanda bayi Perkembangan Janin Terhambat (PJT)/Kecil Masa Kehamilan (KMK)

menurut Dikes Provinsi NTB (2007) dan Syafrudin (2009), yaitu:


a) Umur janin cukup tapi beratnya kurang dari 2500 gram
b) Gerakannya aktif dan tangisnya kuat
c) Kulitnya keriput, lemak dibawah kulitnya tipis
d) Bayi perempuan labia mayora menutupi labia minora
e) Bayi laki-laki testis mungkin telah turun

f) Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian


g) Menghisap kuat
b. Etiologi
1) Faktor Ibu
a) Umur Ibu
Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu faktor resiko kematian perinatal, dalam
kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah
20-35 tahun. (Depkes RI, 2009)
Kehamilan, persalinan, dan kelahiran paling aman, pada kebanyakan aspek, bila ibu
melahirkan bayi pada usia antara 20 dan 34 tahun. Ibu remaja, baik yang berusia lebih muda (13
sampai 17 tahun) maupun lebih tua (18 atau 19), memiliki peluang tinggi untuk melahirkan bayi
premature atau mengalami retardasi pertumbuhan (Wheeler, 2003).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan hasil
kehamilan. Pada umur < 20 tahun atau 35 tahun resiko terjadinya prematuritas dan komplikasi
kehamilan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada usia < 20 tahun kondisi ibu
masih dalam masa pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).
Secara fisik alat reproduksi pada umur < 20 tahun juga belum terbentuk sempurna. Pada
umumnya rahim masih relative kecil karena pembentukan belum sempurna dan pertumbuhan
tulang panggul belum cukup lebar karena rahim merupakan tempat pertumbuhan bayi, rahim
yang masih relative kecil dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-35 tahun, kematian
maternal meningkat kembali setelah 35 tahun ke atas (Wiknjosastro, 2007).
Pada usia 20 tahun merupakan resiko tinggi kehamilan yang mengancam keselamatan ibu
dan bayi, hal ini disebabkan pada usia muda organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya
belum optimal dan secara psikologis belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang cukup dewasa
sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan kehamilannya yang akhirnya akan berdampak

pada pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Sedangkan pada ibu yang tua,
terutama pada ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan resiko tinggi pula untuk
hamil karena akan menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan merugikan perkembangan janin
selama periode kandungan. Secara umum hal ini karena adanya kemunduran fungsi fisiologis
dari sistem tubuh (Cunningham, 2005).
b) Paritas
Paritas adalah kehamilan yang menghasilkan janin hidup ataupun mati setelah viabilitas
dapat dicapai dan bukan jumlah janin yang dilahirkan (Walsh, 2007).
Para adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi atau bayi telah
mencapai titik mampu bertahan hidup (Varney, 2006).
Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
(Wiknjosastro, 2007).
Jadi, dari definisi di atas maka paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan
kelahiran bayi yang dapat hidup (viable).
Menurut Varney (2006), paritas diklasifikasikan menjadi :
1) Primipara adalah seorang wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu
bertahan hidup.
2) Multipara adalah seorang wanita yang sudah mengalami dua kehamilan atau lebih dengan janin
3)

mencapai titik mampu bertahan hidup


Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami empat atau lebih kehamilan
yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas
Suatu peningkatan pada paritas seorang wanita dicapai hanya jika kehamilan
menghasilkan janin yang mampu bertahan hidup (Varney, 2006).
Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari kematian maternal maupun
kesehatan ibu dan bayinya, paritas 1 atau lebih dari 4 mempunyai resiko kematian tinggi
(Wiknjosastro, 2007).

Pada umumnya BBLR meningkat sesuai dengan meningkatnya paritas ibu. Resiko untuk
terjadinya BBLR tinggi pada paritas 1 kemudian menurun pada paritas 2 atau 3, selanjutnya
meningkat kembali pada paritas 4 (Manuaba, 2001).
Pada ibu dengan grandemulti, alat reproduksi yang dimilikinya mengalami kemunduran
daya lentur jaringan yang disebabkan terlalu sering melahirkan dengan usia yang tidak produktif
(>35 tahun) menyebabkan terjadinya persalinan prematur sehingga bayi yang dilahirkan BBLR
(Winkjosastro, 2007).
c)

Penyakit Ibu (Preeklampsia/Eklampsia)


Penyakit-penyakit yang diderita ibu seperti hipertensi, jantung, paru-paru, penyakit
infeksi, gangguan gizi dan kebiasaan merokok dan pecandu alkohol serta kehamilan dengan
interval yang pendek dapat menyebabkan gizi kurang yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin terhambat. Perubahan-perubahan mikrovaskuler akibat toksemia gravidarum,
hipertensi, penyakit ginjal kronis dan diabetes mellitus menyebabkan pengurangan aliran darah
ke uterus dan plasenta sehingga mengganggu pertumbuhan janin (Manuaba, 2001).
Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan pertambahan berat badan yang
berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre-eklampsia ringan tidak
ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre-eklampsia berat di dapatkan sakit kepala di daerah
frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntahmuntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema
menjadi lebih umum dan proteinuria bertambah banyak (Winkjosastro, 2007).
Temuan-temuan yang dilaporkan oleh Friedman dkk. pada para wanita dengan janin yang
pertumbuhannya terhambat akibat preeklampsia berat mempunyai angka kematian pada masa

bayi lebih tinggi (Cunningham, 2005).


Faktor-faktor terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia adalah (Winkjosastro, 2007):
(1) Jumlah primigravida, terutama primigravida muda
(2) Distensi rahim yang berlebihan seperti hamil ganda, mola hidatidosa

(3) Penyakit yang menyertai kehamilan, seperti Diabetes Mellitus, kegemukan


(4) Jumlah umur ibu diatas 35 tahun
(5) Preeklampsia berkisar antara 3%-5% dari kehamilan yang di rawat
Karena patofisiologi preeklampsia menyebabkan insufisiensi plasenta dan uterus, maka
janin beresiko mengalami hipoksia kronis dan IUGR (Varney, 2005).
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap
angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan
terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsifungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sampai 40-60%. Gangguan plasenta
menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus.
Aktivitas uterus dan sensitifitas terhadap oksitosin meningkat (Maryunani, 2009).
d) Komplikasi kehamilan (Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan
setelah ditunggu satu jam, belum ada tanda persalinan. Ketuban pecah dini adalah penyebab
terbesar terjadinya kelahiran premature. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi
rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab
terbesar persalinan prematur dengan segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah
ketuban pecah pada fase laten persalinan (Winkjosastro, 2007).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu (Saifudin AB, 2009).
Insidensi KPD mendekati 10% dari semua persalinan, dan pada umur kehamilan kurang
dari 34 minggu, angka kejadiannya sekitar 4%. Sebagian dari KPD mempunyai periode lama
melebihi satu minggu (Manuaba, 2001).
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan
dalam rahim karena salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas

dengan dunia luar. Pecahnya selaput ketuban dapat memudahkan terjadinya infeksi ascenden.
Makin lama periode laten makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan premature
dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam
rahim (Manuaba,2001). Pecahnya selaput ketuban sebelum aterm merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas perinatal. Mortalitas pada bayi preterm adalah 30 % (Oxorn, 2010).
Dengan pecahnya ketuban dapat terjadi pengurangan volume cairan amnion yang
menekan tali pusat hingga dapat terjadi hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat
(Winkjosastro, 2007).
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di

(1)
(2)
(3)
(4)

bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001).


Penyebab KPD, meliputi hal-hal berikut (Manuaba, 2001) :
Serviks inkompeten
Ketegangan rahim berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion
Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang, letak lintang
Kemungkinan kesempitan panggul seperti perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP

(pintu atas panggul), disproporsi sefalopelvik


(5) Kelainan bawaan dari selaput ketuban
(6) Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
Pada kehamilan aterm, 90 % persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Sedangkan pada kehamilan
kurang dari 26 minggu, persalinan terjadi dalam 1 minggu (Saifudin, 2009).
Owen dkk menganalisis hasil akhir perinatal pada 178 kehamilan yang dilahirkan
terutama karena hipertensi. Mereka membandingkannya dengan 159 kehamilan yang dilahirkan
atas indikasi persalinan spontan atau pecah ketuban preterm spontan. Mereka menyimpulkan
bahwa kehamilan yang mengalami stress, yang sering mengakibatkan dilahirkannya bayi kecil
masa kehamilannya, tidak memberikan keuntungan yang besar bagi ketahanan hidup
(Cunningham, 2005).

c.

Diagnosis
Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu
(Saifudin AB, 2009).
Karena mortalitas perinatalnya tinggi, diagnosis dini amat penting. Namun demikian,
diagnosis dini sulit ditegakkan dan hanya dibuat pada sepertiga kasus. Screening test yang bisa
diandalkan belum ada. Sering bayi yang mengalami retardasi pertumbuhan ini diketahui hanya
setelah lahir. Sebaliknya overdiagnosis merupakan masalah, hanya sepertiga dari bayi-bayi yang
dicurigai menderita retardasi pertumbuhan itu yang ternyata benar demikian. Hal ini
mengakibatkan pemeriksaan dan interfensi yang tidak diperlukan (Oxorn, 2010).
IUGR dapat terlewat tidak terdiagnosis kecuali ahli obstetrik menetapkan umur gestasi
yang benar pada janin, mengenali faktor-faktor beresiko tinggi dari data dasar obstetrik dan
secara berkala menilai pertumbuhan janin dengan ketinggian fundus atau ultrasonografi.
Penilaian sonografik yang menyeluruh harus dilakukan bila 1) Tinggi fundus berkurang lebih
dari 2 cm di banding umur gestasi yang sudah ditegakkan dengan baik atau 2) Ibu menghadapi
keadaan yang beresiko tinggi seperti misalnya hipertensi yang telah ada, penyakit ginjal yang
kronis, diabetes yang parah dengan keterlibatan pembuluh darah, preeklampsia, penyakit virus,
kecanduan pada nikotin, alkohol, atau obat keras (Moore, 2001).
Tanda-tanda retardasi pertumbuhan intra-uterin atau insufisiensi plasenta jarang timbul
sebelum 28 minggu kehamilan. Gambaran klinisnya yaitu (Oxorn, 2010):

1.

Uterus dan janin tidak berhasil tumbuh dengan kecepatan normal selama jangka waktu 4
minggu.

2.

Tinggi fundus uteri sedikitnya 2 cm lebih rendah daripada yang diperkirakan menurut umur/
lamanya kehamilan.

3.

Berat badan Ibu tidak meningkat

4.

Gerakan janin semakin berkurang

5.

Uterus sering mudah terangsang

6.

Volume cairan ketuban menurun

d.

Akibat-akibat yang di timbulkan pada bayi KMK


Masalah bayi BBLR Perkembangan Janin Terhambat (PJT)/Kecil Masa kehamilan (KMK)

menurut Wiknjosastro dan Dikes Provinsi NTB (2007):


1. Pada bayi-bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK), alat-alat dalam tubuhnya sudah bertumbuh lebih
baik bila dibandingkan dengan bayi prematur dengan berat yang sama. Dengan demikian, bayi
KMK yang tidak prematur lebih mudah hidup di luar kandungan. Walaupun demikian, harus
waspada akan terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditanggulangi dengan baik, seperti:
a. Aspirasi mekoneum yang sering diikuti pneumotoraks.
b. Hipoglikemia
c. Keadaan lain yang mungkin terjadi seperti asfiksia, perdarahan paru yang masif, hipotermia,
cacat bawaan akibat kelainan kromosom, cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterin, dan
sebagainya.
Sekalipun berat janin lebih kecil dari umur kehamilannya, tetapi pertumbuhan organorgannya lebih sempurna sehingga kemampuannya lebih baik (Manuaba, 2001).
Komplikasi bayi dengan PJT memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas perinatal yang
lebih tinggi pada usia gestasi berapapun, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada bayi
dengan berat badan lahir sama yang dilahirkan pada usia gestasi yang lebih awal. Sayangnya
morbiditas neonatus akan ditemukan pada 50 % neonatus PJT yaitu (Norwitch, 2006) :
1) Asfiksia
Asfiksia bayi baru lahir adalah dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah
bayi lahir (Wiknjosastro, 2007).

Pada bayi BBLR baik cukup bulan maupun kurang bulan dapat mengalami gangguan
pernafasan oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru dan
kemudian mengganggu pernafasan, semua berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu
a)

lahir sehingga mengalami asfiksia lahir (Proverawati, 2010)


Penilaian dengan nilai APGAR
Nilai APGAR adalah suatu alat yang sangat baik untuk menilai status keseluruhan pada
neonatus segera setelah kelahiran (1 menit) dan setelah periode singkat observasi (5 menit). Nilai
APGAR yang normal adalah 7 atau lebih besar pada 1 menit dan 9 atau 10 pada 5 menit (Hacker,
2001).
Nilai (skor) APGAR tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi.
Penilaian harus dilakukan segera sehingga keputusan resusitasi tidak didasarkan pada penilaian
APGAR; tetapi cara APGAR tetap dipakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1
menit dan 5 menit setelah kelahiran (Depkes RI, 2007).

Berikut Nilai APGAR secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 2.1


Tabel 2.1. Nilai APGAR ( Varney, 2007 ).
Klinis
Warna kulit

0
Biru pucat

Detak jantung

Tidak ada

Reflex menangis
Tonus otot

Tidak ada
Tidak ada

Pernafasan

Tidak ada

Keterangan :
Nilai 0-3

: asfiksia berat

1
Tubuh
merah,
ekstremitas biru
< 100 X per
menit
Menyeringai
Ekstremitas
fleksi lemah
Tak teratur

2
Seluruh
tubuh
kemerahan
>100 X per
menit
Batuk/bersin
Fleksi kuat gerak
aktif
Tangis kuat

2)

Nilai 4-6

: asfiksia sedang

Nilai 7-10

: normal

Aspirasi mekonium
Aspirasi mekonium ini dapat menyebabkan kolaps paru-paru atau pneumotoraks
(Winkjosastro, 2007). Kesulitan pernafasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur ialah
sindrom aspirasi mekonium. Keadaan hipoksia intrauterine akan mengakibatkan janin
mengadakan gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likour
amnion seperti yang sering terjadi pada subacute fetal distress. Akibatnya cairan yang
mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru-paru janin karena inhalasi. Pada
saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasan yang sangat menyerupai sindroma gangguan

3)

pernafasan idiopatik (FK UI, 2007).


Hipotermi
Bayi dengan berat badan lahir rendah mudah kehilangan panas tubuh sehingga sulit

a)

mempertahankan suhu tubuhnya. Hal ini disebabkan karena:


Permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas dibandingkan berat badannya menyebabkan

b)

kehilangan panas melalui kulit besar.


Suhu tubuh bayi dalam kandungan ibu 37oC segera setelah lahir bayi berada dalam ruangan
dengan suhu yang jauh lebih rendah ( 25oC-28oC), perbedaan suhu yang besar ini akan sangat

mempengaruhi kehilangan panas tubuh bayi


c) Jaringan subkutan pada bayi BBLR sangat tipis sehingga bayi tidak mempunyai isolator untuk
4)

menghindarkan panas melalui kulit.


Hipoglikemia simtomatik
Hipoglikemia atau rendahnya kadar glukosa darah dan merupakan penyebab utama
kerusakan otak pada periode perinatal. Gejala-gejala yang timbul biasanya lambat dan tidak
khas: Lemah, bayi kurang aktif, pucat dan apnea. Hipoglikemia disebabkan makanan cadangan
pada bayi dengan berat badan lahir rendah sangat minim (Winkjosastro, 2007).

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi
mungkin sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas
(FK UI, 2007).
5) Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia

adalah

adanya

bilirubin

dalam

jumlah

berlebih

sehingga

menyebabkan ikterus. Gejala-gejala yang menyertainya adalah tidak mau minum, lemah, muntah
dan serangan apnea. Hal ini disebabkan belum sempurnanya fungsi hati untuk membentuk enzim
glukuronil transferase, yaitu suatu enzim yang berperan dalam metabolisme bilirubin
(Winkjosastro, 2007).
Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi yang
sesuai masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati. Menurut
gruenwald hati pada bayi dismatur beratnya kurang dibandingkan dengan bayi biasa (FK UI,
6)

2007).
Hipokalsemia
Hipokalsemia juga sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah dengan
gejala klinik yang tidak khas, bayi dapat apnea, tremor atau kejang (Winkjosastro, 2007).
Studi jangka panjang telah memperlihatkan peningkatan 38 kali lipat dalam insidensi
disfungsi serebral (berkisar dari ketidakmampuan belajar minor hingga pulsi serebral) pada bayi

7)

PJT cukup bulan dan lebih banyak lagi jika bayi dilahirkan secara preterm (Norwitch, 2006).
Penyakit membrane hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena surfaktan paru
belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps (FK UI, 2007).

Anda mungkin juga menyukai