Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FARMAKOLOGI
“PRE DAN EKLAMPSIA”

Disusun Oleh Kelompok 1:


Yuni nurfajrinisa
Lanjut
Reza tamara

Dosen:
Herlin Sulita, S.Farm,M.Sc, Apt

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, Sehingga kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Dan harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca, Amin.

Bengkulu, 22 Juni 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
C. Tujuan Masalah ...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pre dan Eklampsia .................................................................
B. Potofisiologi dan gejala Pre dan Eklampsia ........................................
C. Penatalaksanaan terapi Pre-Eklampsia................................................
D. Penatalaksanaan terapi Eklampsia ......................................................
E. Penggolongan obat-obat Pre dan Eklampsia .......................................
F. Tingkat keamanan obat Pre dan Eklampsia berdasarkan FDA……..
G. Obat Pre dan Eklampsia yang paling aman digunakan ibu hamil…...

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan
lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan dan gangguan multisistem pada kehamilan
yang dikarakteristikkan disfungsi endotelial, peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi,
proteinuria akibat kegagalan glomerolus, dan udema akibat peningkatan permeabilitas vaskuler
(Fauziyah, 2012).

Pre eklamsia atau toksemia preeklantik (pre eclamtic toxaemia, PET) adalah penyebab
utama mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Pre eklamsia dapat timbul pada masa antenatal,
intrapartum, dan postnatal. Pre eklamsia dapat terjadi dengan tanda-tanda hipertensi dan
proteinuria yang baru muncul di trimester kedua kehamilan yang selalu pulih di periode postnatal
(Robson, 2012).

Eklamsia adalah suatu penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita hamil atau nifas
dengan tanda-tanda pre-eklamsia yang disertai kejang-kejang, kelainan akut pada ibu hamil yang
tidak dapat disebabkan oleh hal lain.

Sectio cesarea adalah pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen
dan uterus. Pembedahan Cesarea profesional yang pertama dilakukan di Amerika Serikat pada
tahun 1827. Sebelum tahun 1800 sectio cesarea jarang dikerjakan dan biasanya fatal. Di London
dan Edinburg pada tahun 1877, dari 35 pembedahan cesarea terdapat 33 kematian ibu. 2
Menjelang tahun 1877 sudah dilaksanakan 71 kali pembedahan cesarea di Amerika Serikat.
Angka mortalitasnya 52 persen yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan (Oxorn,
dkk., 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Pre dan Eklampsia?
2. Bagaimana Potofisiologi dan gejala Pre dan Eklampsia?
3. Bagaimana Penatalaksanaan terapi Pre-Eklampsia?
4. Bagaimana Penatalaksanaan terapi Eklampsia?
5. Bagaimana Penggolongan obat-obat Pre dan Eklampsia?
6. Bagaimana Tingkat keamanan obat Pre dan Eklampsia berdasarkan FDA?
7. Bagaimana Obat Pre dan Eklampsia yang paling aman digunakan ibu hamil?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Pre dan Eklampsia
2. Untuk mengetahui Potofisiologi dan gejala Pre dan Eklampsia
3. Untuk mengetahui Penatalaksanaan terapi Pre-Eklampsia
4. Untuk mengetahui Penatalaksanaan terapi Eklampsia
5. Untuk mengetahui Penggolongan obat-obat Pre dan Eklampsia
6. Untuk mengetahui Tingkat keamanan obat Pre dan Eklampsia berdasarkan FDA
7. Untuk mengetahui Obat Pre dan Eklampsia yang paling aman digunakan ibu hamil

D. Manfaat
a. Dapat mengerti, memahami dan menerapkan asuhan kebidanan pada pasien dengan post
sectio secarea dengan indikasi pre eklamsi berat.
b. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya tentang kasus pasien dengan
indikasi pre eklamsi berat.
c. Dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien
dengan indikasi pre eklamsi berat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pre dan eklampsia


Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisika dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria).
Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita
lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan
adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Rekomendasi pengukuran tekanan.
B. Patofisiologi dan gejala pre dan eklampsia
Diagnosis hipertensi pada semua jenis hipertensi dalam kehamilan dapat ditegakkan
jika tekanan darah ≥140 mm Hg untuk sistolik dan ≥90 mm Hg untuk diastolic.

hipertensi dalam kehamilan dibagi dalam beberapa jenis yakni hipertensi gestasional,
preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik, dan preeklampsia superimposed (dengan
hipertensi kronik). Salah satu bentuk hipertensi dalam kehamilan yang dapat mengancam
jiwa adalah preeklampsia (dan eklampsia).

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang didapatkan pertama kali saat


kehamilan, tanpa disertai proteinuria, dan kondisi hipertensi menghilang 3 bulan
pascapersalinan. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang sudah ada sebelum umur
kehamilan 20 minggu (midpregnancy) atau kondisi hipertensi muncul setelah umur
kehamilan 20 minggu, tetapi menetap sampai 3 bulan pascapersalinan.
Preeklampsia superimposed adalah hipertensi kronik yang disertai dengan tanda-tanda
preeklampsia.
Preeklampsia adalah kondisi hipertensi yang didapatkan pada usia kehamilan di atas
20 minggu di mana tekanan darah ≥140/90 mm Hg pada dua kali pengukuran dengan jeda
waktu 4 jam, atau tekanan darah ≥160/100 mm Hg pada preeklampsia berat, yang disertai
dengan proteinuria dengan atau tanpa edema patologis. Jika tidak terdapat proteinuria,
preeklampsia tetap dapat didiagnosis apabila hipertensi disertai kondisi patologis lain.

Kriteria proteinuria pada preeklampsia yakni proteinuria ≥300 mg pada spesimen


urin 24 jam atau rasio protein/kreatin ≥0.3 atau nilai ≥1+ pada dipstick protein urin.
Sementara kondisi patologis lain yang juga dapat menjadi kriteria diagnostik preeklampsia
jika terdapat hipertensi tanpa proteinuria adalah:
1. Trombositopenia (<100.000/μL)

2. Gangguan fungsi ginjal (level serum kreatinin >1.1 mg/dL atau kenaikan level serum
kreatinin dua kali lipat tanpa penyakit ginjal lainnya)

3. Gangguan fungsi hati (kenaikan level transaminase sekurang-kurangnya dua kali nilai
normal)

4. Edema pulmoner

5. Gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, gangguan penglihatan, kejang)

Kondisi patologis di atas juga merupakan tanda-tanda severitas pada suatu


preeklampsia atau dengan kata lain merupakan kriteria diagnostik pada preeklampsia berat.
Khusus untuk kasus kejang, pada perempuan dengan preeklampsia, kejang yang tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab lain disebut eklampsia. Eklampsia dianggap sebagai komplikasi
preeklampsia berat. Kejang pada eklampsia biasanya merupakan kejang grand-mal (kejang
tonik-klonik) yang ditandai dengan penurunan kesadaran dan kontraksi otot yang hebat.

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang didapatkan pertama kali saat


kehamilan, tanpa disertai proteinuria, dan kondisi hipertensi menghilang 3 bulan
pascapersalinan. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang sudah ada sebelum umur
kehamilan 20 minggu (midpregnancy) atau kondisi hipertensi muncul setelah umur
kehamilan 20 minggu, tetapi menetap sampai 3 bulan pascapersalinan.
Preeklampsia superimposed (dengan hipertensi kronik) adalah hipertensi kronik yang
disertai dengan tanda-tanda pre-eklamps

C. Penatalaksanaan terapi pre-eklampsia

Penatalaksanaan preeklampsia tergantung dari usia gestasi dan tingkat keparahan


penyakit. Persalinan/terminasi adalah satu-satunya terapi definitif untuk preeklampsia.
Tujuan utama penatalaksanaan preeklampsia adalah kondisi ibu yang aman dan persalinan
bayi yang sehat. Pada pasien dengan preeklampsia tanpa tanda-tanda preeklampsia berat,
induksi sering dilakukan setelah usia gestasi 37 minggu. Sebelumnya, pemberian
kortikosteroid dilakukan untuk mempercepat pematangan paru janin. Pada preeklampsia
berat, induksi dipertimbangkan setelah usia gestasi di atas 34 minggu. Pada kondisi seperti
ini, beratnya penyakit pada ibu lebih dipertimbangkan dari risiko prematuritas bayi. Pada
situasi gawat darurat, pengontrolan terhadap tekanan darah dan kejang harus menjadi
prioritas.

Perawatan Pre-Rumah Sakit


Perawatan Pre-Rumah Sakit untuk pasien hamil dengan dugaaan preeklampsia terdiri dari:

▪ Pemberian oksigen via face mask


▪ Pemasangan akses intravena

▪ Monitor jantung

▪ Transportasi pasien dengan posisi miring kiri

▪ Kewaspadaan terhadap kejang

Tatalaksana mayoritas pasien dengan preeklampsia tanpa tanda bahaya (bukan


preeklampsia berat) dapat dilakukan dengan cara berobat jalan, tetapi tetap dibutuhkan
observasi yang ketat terhadap terjadinya perburukan. Namun, pada beberapa kasus pasien
juga dapat dirawat di rumah sakit. Tirah baring total sudah tidak direkomendasikan lagi pada
pasien dengan preeklampsia. Selain karena efektivitasnya yang rendah, tirah baring justru
menjadi faktor risiko terjadinya tromboembolisme. Sebaiknya lebih dianjurkan untuk
melakukan tirah baring dengan posisi miring ke kiri ketika pasien sedang tidur guna
menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior sehingga meningkatkan aliran darah
ke jantung. Selain pemantauan tekanan darah dan protein urin secara berkala,
pemeriksaan nostress test (NST dengan menggunakan CTG cardiotocography)
direkomendasikan untuk dilakukan dua kali seminggu sampai persalinan.
D. Penatalaksanaan terapi eklampsia

Satu-satunya cara untuk mengobati eklamsia adalah dengan melahirkan bayi yang
dikandung. Pada ibu hamil dengan preeklamsia yang memiliki risiko untuk mengalami
eklamsia, umumnya akan memberikan beberapa penanganan berikut:

• Memberikan obat pengontrol tekanan darah dan suplemen vitamin


• Menyarankan untuk bed rest di rumah atau di rumah sakit, dengan posisi tidur
menyamping ke kiri
• Memantau kondisi janin dan ibu hamil secara berkala

Jika ibu hamil mengalami eklamsia, akan memberikan obat antikonvulsan.


Suntikan magnesium sulfat (MgSO4) menjadi pilihan pertama untuk menangani kejang pada
eklamsia. Jika kejang yang tidak membaik dengan pemberian magnesium sulfat, dapat
memberikan obat golongan benzodiazepin dan phenytoin.

Pencegahan Eklamsia

Belum ada langkah pasti untuk mencegah preeklampsia dan eklamsia. Namun, beberapa
langkah berikut bisa dilakukan untuk menurukan risiko terjadinya eklamsia pada ibu hamil:

• Melakukan kontrol berkala


Kontrol berkala selama kehamilan perlu dilakukan agar deteksi dini dan pengendalian
hipertensi serta preeklampsia bisa dilakukan. Dengan melakukan pengendalian terhadap
preeklampsia, maka risiko terjadinya eklamsia bisa diturunkan.
• Mengonsumsi aspirin dosis rendah
Aspirin dalam dosis rendah mungkin akan diberikan dokter sesuai dengan kondisi ibu
hamil. Pemberian aspirin dapat mencegah penggumpalan darah dan pengecilan pembuluh
darah, sehingga dapat mencegah munculnya eklamsia.
• Menerapkan gaya hidup sehat
Menerapkan gaya hidup sehat, seperti menjaga berat badan ideal dan berhenti merokok,
dapat membantu menurunkan risiko eklamsia bila ibu hamil.
• Mengonsumsi suplemen tambahan
Suplemen dengan arginin dan vitamin juga diduga dapat menurunkan risiko eklamsia jika
dikonsumsi mulai trimester kedua kehamilan.

E. Penggolongan obat-obat pre dan eklampsia

E.1. Golongan sedative-hiptonik

Obat-obatan golongan sedatif-hipnotik merupakan kelompok yang heterogen secara


kimia dengan efek farmakologi yang sama, menghasilkan serangkaian efek depresan
yang khas mulai dari sedasi ringan, hipnosis hingga anestesi dan koma. Kegunaan
utamanya adalah meringankan ansietas (sedasi) dan kemudahan untuk tidur (hipnosis)
(Katzung, 1994). Hipnotik biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan tidur,
seperti insomnia (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

E.2. Magnesium sulfat

Magnesium merupakan mineral alami yang berperan penting dalam menjaga kesehatan
sel saraf, sistem imun, denyut jantung, tulang, dan fungsi kerja otot. Kadar magnesium
bisa mengalami penurunan pada beberapa kondisi, seperti pola makan yang tidak
seimbang, kecanduan alkohol, diare kronis, hingga gangguan pada proses pencernaan.

E.3. Golongan diuretic

Diuretik adalah obat yang digunakan untuk membuang kelebihan garam dan air dari
dalam tubuh melalui urine. Obat ini memiliki beberapa jenis, yaitu loop diuretic,
diuretik hemat kalium, dan thiazide. Diuretik atau diuretic tersedia dalam bentuk obat
minum atau suntik.

Diuretik bekerja dengan mencegah penyerapan garam, termasuk natrium dan klorida, di
ginjal. Kadar garam juga mempengaruhi kadar air yang diserap atau dikeluarkan oleh
ginjal. Dengan cara kerja ini, garam dan air akan dibuang dari tubuh melalui
pengeluaran urine.

E.4. Obat penunjang lainnya

Obat-obatan

Sambil tetap menerapkan pola hidup sehat, dokter mungkin akan memberikan obat-
obatan berikut pada ibu hamil yang mengalami preeklamsia:

Obat antihipertensi

Obat antihipertensi biasanya diberikan jika tekanan darah ibu hamil sangat tinggi.
Umumnya jika tekanan darah ibu hamil masih berkisar pada 140/90 mmHg, tidak
diperlukan pemberian obat antihipertensi.

Obat kortikosteroid

Obat ini digunakan pada preeklamsia berat atau saat terjadi sindrom HELLP. Selain itu,
obat ini dapat mempercepat pematangan paru-paru janin.

Obat MgSO4

Pada preeklamsia berat, dokter akan memberikan suntikan MgSO4 untuk mencegah
komplikasi, seperti kejang.
F. Tingkat keamanan obat pre dan eklampsia berdasarkan FDA

FDA menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat selama kehamilan dalam 5 kategori
(MIMS, 2015) yaitu :

a. Kategori A Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin
pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya),
dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin.

b. Kategori B Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya
resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah dilakukan.
Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping
obat (selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita
hamil trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester berikutnya).

c. Kategori C Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada
janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol
pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Obat
hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi besarnya resiko yang mungkin
timbul pada janin.

d. Kategori D Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat
yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat
diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat
yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan).

e. Kategori X 14 Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
abnormalitas janin dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi
manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita usia subur.
G. Obat pre dan eklampsia yang paling aman digunakan ibu hamil

Golongan obat Nama obat Kategori Keterangan

Diuretik

Thiazid Chlorthalidone B Tidak terbukti beresiko

Hydrochlorothiazide B Tidak terbukti beresiko

Indapamide B Tidak terbukti beresiko

Metolazone B Tidak terbukti beresiko

Potassium Torasemide B Tidak terbukti beresiko

Amiloride B Tidak terbukti beresiko

ACE inhibitors Spironolactone C Resiko tidak bisa dicegah

Fosinopri C Resiko tidak bisa dicegah

ARBs Candesartan D Positif adanya resiko

Losartan D Positif adanya resiko

H.10 obat pre dan eklamansia yang beredar di pasaran

1.Magnesium Sulfat (MgSO4)

Magnesium sulfat (MgSO4) adalah suplemen mineral yang digunakan untuk mengatasi
kondisi rendahnya kadar magnesium dalam darah (hipomagnesemia). Obat ini juga
digunakan untuk mengobati dan mencegah kejang akibat eklamsia.

• Dosis awal 4 gram selam 5–10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1–2
gram/jam selama 24 jam postpartum atau setelah kejang terakhir

Gambar Magnesium sulfat (MgSO4)


2.diazepam.

Diazepam IV 10 mg diberikan secara perlahan kurang lebih selama 2 menit. Jika kejang berulang
dapat diulang sesuai dosis awal. Jika kejang sudah teratasi, dosis rumatan yang dipakai adalah 40
mg diazepam dilarutkan dalam 500 ml RL dihabiskan dalam 24 jam.

Pemberian diazepam harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena risiko depresi pernapasan
(Dosis maksimal diazepam >30 mg/jam). Perlu menjadi catatan bahwa pemberian diazepam
sebagai antikonvulsan pada preeklamansia

Gambar

3. Nifedipin

nifedipin adalah 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit bila perlu (maksimal 120 mg dalam
24 jam). Nifedipin tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi yang sangat
cepat.

Gambar niedipin
4.Labetalol

labetalol oral atau sodium nitroprusside IV. Dosis inisial labetalol oral adalah 10 mg. Jika setelah
10 menit respon tidak membaik, dapat diberikan lagi labetalol 20 mg.

Untuk sodium nitroprusside IV, dosis yang dipakai adalah 0.25 μg/kg/menit (infus) kemudian
dapat ditingkatkan menjadi 0.25 μg/kg/5 menit.

Gambar lambetalol
5 .Hidralazi

Hidralazin dimulai dengan 5 mg intravena atau 10 mg intramuskuler, jika tekanan darah tidak
terkontrol diulangi tiap 20 menit, jika tidak berhasil dengan 20 mg dosis 1 kali pakai secara
intravena atau 30 mg intramuskuler dipertimbangkan penggunaan obat lain. Mekanisme

kerjanya dengan merelaksasi otot pada arteriol sehingga terjadi penurunan tahanan perifer. Jika
diberikan secara intravena efeknya terlihat dalam 5-15 menit. Efek sampingnya adalah sakit
kepala, denyut jantung cepat dan perasaan gelisah, hidralazin termasuk dalam kategori C
(keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan).

Gambar Hidralazin
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya
disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi
endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu.

B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapakan kritik dan saran dari pembaca sebagai pedoman penulisan makalah yang
lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, C hrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :


EGC

Adhitya, Indra. 2010. Edema Paru Sebagai Faktor Risiko Kematian Maternal
pada Pre-ek lampsia/Eklampsia. Surakarta : UNS ( Skripsi )

Alsagaff, H., Mukty, H. A. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga U niversity Press, pp. 323-328

Basier, D, 2010, Edema Paru dalam Respirologi Anak , Jakarta : Badan Penerbitan
IDAI.

Behrman. 2002. Proteinuria Patologis dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson,


Jakarta : EGC

Deborah,E. 2010. Pre-eclampsia.http://emedicine.medscape.com/article/953579-


overview (12 februari 2011 )

Ghazali, A.V., Sastromihardjo, S. 2002. Studi Cross Sectional, dalam: Dasar-


Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto, pp. 97-108

Greenberg, M. 2007. Pre-eklampsia/Eklampsia dalam Teks Kedokteran


Kedaruratan Jilid 2 . Jakarta : Penerbitan Erlangga, pp.378-79

Hakimi, M. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan ( terjemahan ). Jakarta :


Yayasan Essensia Medica.

Hausberg, M, 2008. The kidneys and hypertension.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18770487 (18 maret 2011)

Anda mungkin juga menyukai