Anda di halaman 1dari 34

KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

PREEKLAMSIA POST PARTUM DAN


POST PARTUM BLUES

Disusun Oleh :
KELOMPOK III

KLAUDIA TANDI SAU


MAGDALENA NOVIA YULRINSI S. S
NURWARDA
ANDI SITA MUSLIANI
OLIVIA LISSA THENU
SABRIANTI SYAMSURYANTI

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV BIDAN PENDIDIK


UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

“Preeklamsia Post Partum dan Post Partum Blues” ini dengan baik.

Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah

“Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal”. Dengan adanya makalah ini diharapkan

mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang cara kegawatdaruratan pada

maternal dan neonatal.

Kami menyadari bahwa penulisan rangkuman ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan di masa mendatang

dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Maret 2019

Kelompok III
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL JUDUL

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Tujuan Penelitian .................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

A. Tinjauan Tentang Preeklamsia Post Partum ..........................................

B. Tinjauan Tentang Post Partum Blues ....................................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................................

B. Saran ......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyebab kematian ibu yaitu terjadinya eklamsia dalam

persalinan, eklamsia diawali dengan pre-eklamsi pada kehamilan lanjut

terutama pada trimester III. Kehamilan dengan pre eklamsia adalah keadaan

dimana hipertensi dengan protein urine, edema atau keduanya yang terjadi

akibat kehamilan setelah 20 minggu atau kadang timbul lebih awal. Meskipun

secara tradisional diagnosis pre eklamsia memerlukan adanya hipertensi

karena kehamilan disertai protein urine atau edema, ada yang mengatakan

bahwa edema pada tangan dan muka sangat sering ditemukan pada wanita

hamil sehingga diagnosa preeklamsia tidak dapat disingkirkan dengan tidak

adanya edema. Insiden preeklamsia pada wanita dengan hipertensi kronik

bervariasi karena belum ada definisi yang pasti.

Karena dampak Pre-klamsia ringan sangat signifikan untuk itu ibu harus

mampu mengenali dan mengobati Pre-eklamsia ringan agar tidak berlanjut

pada Pre-eklamsia berat lalu ke eklamsia, pemeriksaan antenatal yang teratur

dan bermutu serta teliti, serta melakukan diet makanan tinggi protein,

karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Untuk itu dalam mengurangi

kejadian dan menurunkan angka kejadian pre-eklamsia ringan dapat

menyebabkan kematian. Mengingat kejadian komplikasi pada ibu dan BBL


sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan, pemeriksaan kesehatan

saat hamil dan kehadiran tenaga kesehatan yang terampil pada masa

kehamilan menjadi sangat penting. Pengetahuan masyarakat tentang gejala

komplikasi dan tindakan cepat untuk segera meminta pertolongan ke fasilitas

kesehatan terdekat menjadi kunci utama dalam menurunkan AKI dan AKB.

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,

perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah

mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan

adalah kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian lagi menggapnya, sebagai

peristiwa yang menetukan kebidupan selanjutnya.

Perubahan fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi

terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi.

Konflik antara keinginan prokreasi kebanggan yang ditumbuhkan dari norma-

norma sosial kultur dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat

merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis mulai dari reaksi emosional

emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam mengahadapi

aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-

bulan pertama setelah melahirkan, baik tetapi sebagian lainnya tidak berhasil

menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan

berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-

partum blues.
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun

1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan

disforia ringan pasca salin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala

disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini post-partum

blues (PPB) atau serig juga disebut maternity blues atau baby blues

dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak

dalam minggu petama setelh persalinan dan ditandai dengan gejala-gejala

seperti :reaksi deprsi/sedih/disforia, menangis, mudah tersinggung

(iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri,

gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini muncul setelah

persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa

jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa kasus gejala-gejala tersebut

terus bertahan dan baru menghilang setelah beberapa hari. Minggu atau bulan

kemudian bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar tentang Preeklamsia Post Partum ?

2. Bagaimana konsep dasar tentang Post Partum Blues ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep dasar tentang preeklamsia post partum

2. Untuk mengetahui konsep dasar tentang post partum blues


BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Preeklamsia Post Partum

1. Pengertian Preeklamsia Post Partum

Preeklamsi merupakan penyakit kehamilan yang akut dan dapat terjadi

antepartum, intrapartum dan postpartum. Pre eklamsia adalah kumpulan

gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan masa nifas yang terdiri

dari trias hipertensi, protein urine dan oedema.

Hipertensi pada kehamilan, pernah disebut toxemia, memiliki dua

tahap yaitu preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia merupakan suatu

penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh

hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria. Diagnosis preeklampsia

secara tradisional didasarkan pada adanya hipertensi disertai proteinuria

dan atau edema. Akan tetapi, temuan yang paling penting ialah hipertensi,

dimana 20% pasien eklamsia tidak mengalami proteinuria yang berarti

sebelum serangan kejang pertama.

Preeklamsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan

peningkatan tekanan darah, proteinuria. Bisa berhubungan dengan kejang

eklamsia dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada

janin meliputi retriksi pertumbuhan dan abruksio plasenta. Preeklamsia

dibagi menjadi 2, yaitu :


a. Preeklamsia Ringan

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai protein

urine dan oedema setelah umur kehamilan 22 minggu atau segera

setelah persalinan. Tanda gejala preeklamsia ringan adalah sebagai

berikut :

1) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan

interval pemeriksaan 6 jam

2) Tekanan darah sistolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval

pemeriksaan 6 jam

3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

4) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1-2 pada

urin kateter atau urin aliran pertengahan.

b. Preeklamsia Berat

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai

dengan timbulnya hipertensi 160/100 mmHg atau lebih disertai protein

urine dan oedema pada kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan.

Tanda gejala preeklamsia berat adalah sebagai berikut :

1) Tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg

2) Albuminuria +3 atau +4

3) Proteinuria lebih dari 3gr/ liter

4) Keluhan subyektif :

a) Nyeri epigastrium
b) Gangguan penglihatan

c) Nyeri kepala

d) Oedema paru dan sianosis

e) Gangguan kesadaran

5) Penambahan berat badan 2 pound (0,9 kg) kurang dari satu minggu

6) Oliguria

7) Pemeriksaan :

a) Kadar enzim hati meningkat disertai icterus

b) Perdarahan pada retina

c) Trombosit kurang dari 100.000/mm

d) Peningkatan nitrogen urea darah, asam urat dan serum

kreatinin.

2. Faktor-Faktor Penyebab Preeklamsia Post Partum

a. Status Reproduksi

1) Faktor Usia

Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk

hamil/melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10%-

20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari

anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua

tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih

mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2-7% dan tinggi

badan 1%.
Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria,

wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih

besar dari wanita berusia 20-24 tahun.Faktor usia berpengaruh

terhadap terjadinya pre-eklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja

pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia

muda kurang dari 20 thn).

2) Faktor Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi

pada kehamilan, 3-8 persen pasien terutama pada primigravida,

pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan

dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari

semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh

primigravidae.

Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi

primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,

terutama primigravida muda. Persalinan yang berulang-ulang akan

mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti

bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling

aman. Pada The New England Journal of Medicine tercatat bahwa

pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9%,

kehamilan kedua 1,7% dan kehamilan ketiga 1,8%.


3) Faktor Kehamilan Ganda

Preeklamsia dan eklamsia 3 kali lebih sering terjadi pada

kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua di dapat 28,6%

preeklamsia dan satu kematian ibu karena eklamsia.

Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor

penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung

Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%)

kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu,

sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai

jumlah janin lebih dari satu.

4) Faktor Genetika

Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang

diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita

dari ibu penderita pre-eklampsia atau mempunyai riwayat

preklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik

merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden

hipertensi kronis yang mendasari.

Kami menganalisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang

melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18%

wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit

hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan

(Cuningham dan Leveno, 1987). Insiden hipertensi dalam


kehamilan untuk multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6%

pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang menunjukkan

bahwa wanita kulit hitam lebih sering terkena penyakit hipertensi

yang mendasari. Separuh lebih dari multipara dengan hipertensi

juga mendrita proteinuria dan karena menderita superimposed

preeclampsia. Kecenderungan untuk preekalmpsia-eklampsia akan

diwariskan.

Chesley dan Cooper (1986) mempelajari saudara, anak, cucu

dan menantu perempuan dari wanita penderita eklampsia yang

melahirkan di Margareth Hague Maternity Hospital selam jangka

waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka

menyimpulkan bahwa preeklamsia-eklampsia bersifat sangat

diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi 0,25

paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini. Namun

demikian, pewarisan multifaktorial juga dipandang mungkin.

b. Status Kesehatan

1) Riwayat Preeklamsia

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan

menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia

mempunyai riwayat preeklamsia, sedangkan pada kelompok

kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklamsia berat.


2) Riwayat Hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau

eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit

vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian

besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal

sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita

penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu

tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan

yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia

atau lebih, seperti oedema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri

epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed

preeklampsia), bahkan dapat timbul eklamsia dan perdarahan otak.

3) Riwayat Penderita Diabetes Melitus (DM)

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan

menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu

lebih dari 140 mg% terdapat 23 (14,1%) kasus preeklamsia

, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan preeklampsia) terdapat

9 (5,3%).

4) Status Gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam

darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena

jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat
badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah

darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula

fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan

terjadinya preeklamsia.

c. Perilaku Sehat

1) Pemeriksaan Antenatal

Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan

berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care

yang bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklamsia, atau

setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat

mengurangi kejadian kesakitan.

Pada tingkat permulaan preeklamsia tidak memberikan gejala-

gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa

dini hanya dapat dibuat dengan antepartum care. Jika calon ibu

melakukan kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal selama

4-6 minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk

melekukan tes proteinurin, mengukur tekanan darah, dan

memeriksa tanda-tanda udema. Setelah diketahui diagnosa dini

perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah masuk

kedalam eklampsia. Disamping faktor-faktor yang sudah diakui,

jelek tidaknya kondisi ditentukan juga oleh baik tidaknya antenatal


care. Dari 70% pasien primigrafida yang menderita preeklampsia,

90% nya mereka tidak melaksanakan atenatal care.

2) Penggunaan Alat Kontrasepsi

Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak di

inginkan, sehingga menpunyai kontribusi cukup besar terhadap

kematian ibu terkomplikasi, namun perkiraan kontribusi pelayanan

KB terhadap kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetric

lainnya, antra lain eklampsia yaitu 20%.

3. Manisfestasi Klinis

Gejala-gejala umum yang biasa terjadi pada penderita preeklampsia

adalah :

a. Kenaikan tekanan darah

b. Pengeluaran protein dalam urin

c. Oedema kaki, tangan sampai muka.

d. Terjadinya gejala subyektif :

1) Sakit kepala terutama daerah frontalis

2) Gangguan mata, penglihatan menjadi kabur

3) Nyeri pada epigastrium

4) Terdapat mual sampai muntah

5) Sesak nafas

6) Berkurangnya urin

e. Menurunnya kesadaran
f. Hingga terjadinya kejang

Selain tanda dan gejala yang disebutkan diatas, perubahan patologis

yang mungkin terjadi pada berbagai organ penting juga dijabarkan sebagai

berikut :

a. Perubahan kardiovaskuler

1) Perubahan sub-endokardial

2) Menimbulkan dekompensasi kardio sampai terhentinya fungsi

jantung

3) Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat

sampai kematian janin

4) Spasme yang berlangsung lama menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin

b. Perubahan hati

1) Perdarahan yang tidak teratur

2) Terjadi nekrosis, trombosis pada hati.

3) Rasa nyeri pada epigastrium karena perdarahan subkapsuler.

c. Perubahan Retina

1) Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus.

2) Ablasio retina (lepasnya retina)

3) Menyebabkan penglihatan kabur


d. Otak

1) Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia

jaringan otak, perdarahan dan nekrosis.

2) Menimbulkan nyeri kepala yang berat

e. Paru-paru

1) Berbagai tingkat edema

2) Bronkopneumoni sampai abses

3) Menimbulkan sesak nafas sampai sianosis.

f. Aliran darah ke plasenta

1) Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat

sampai kematian janin.

g. Perubahan ginjal

1) Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun

sehingga filtrasi glomerulus berkurang

2) Terjadi retensi air dan garam

3) Edema pada tungkai dan tangan, paru dan organ lain

h. Perubahan pembuluh darah

1) Permebilitasnya terhadap protein makin tinggi sehingga terjadi

vasasi protein ke jaringan

2) Protein ekstravaskuler menarik air dan garam sehingga

menimbulkan edema
3) Hemokonsentrasi darah yang menyebabkan gangguan fungsi

metabolisme tubuh

4. Penatalaksanaan Preeklamsia Post Partum

Dibawah ini alur penanganan preeklamsia dan eklamsia

a. Preeklampsia ringan berfokus pada pendidikan dan support sebagai

berikut :

1) Pengelolaan rawat jalan :

a) Tidak mutlak harus tirah baring

b) Diet regular : tidak perlu diet khusus

c) Tidak perlu restriksi konsumsi garam

d) Tidak perlu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum

e) Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

2) Pengelolaan rawat inap :

a) Indikasi preeklamsia ringan di rawat inap :

i) Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu

ii) Proteinuria menetap > 2 minggu

iii) Hasil tes laboratorium yang abnormal

iv) Adanya gejala atau 1 tanda atau lebih preeklamsia berat

b) Rujuk ke rumah sakit

3) Pengelolaan obstetrik :

a) Umur kehamilan < 37 minggu : bila gejala tidak memburuk,

kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm


b) Umur kehamilan > 37 minggu

i) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi

persalinan dengan oksitosis atau prostaglandin

ii) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan

dengan prostaglandin atau kateter foley atau lakukan

seksio sesarea

b. Preeklamsia Berat, penatalaksanaan meliputi hal-hal berikut :

1) Segera rujuk ke rumah sakit

2) Tirah baring ke kiri secara intermitten

3) Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%

4) Pemberian anti kejang/anti kovulsan magnesium sulfat (MgSO4)

sebagai penvegahan dan terapi kejang. MgSO4 merupakan obat

pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeclampsia

berat dan eklampsia

a) Syarat pemberian MgSO4 :

i) Frekuensi pernafasan minimal 16x/menit

ii) Reflex patella (+)

iii) Urin minimal 30mL/jam dalam 4 jam terakhir atau 0,5

mL/kgBB/jam

iv) Siapkan ampul kalsium Glukonas 10% dalam 10 mL


b) Antidotum : jika terjadi henti nafas : lakukan ventilasi (masker

balon, ventilator) beri kalsium glukomas 1 gram ( 10 ml dalam

larutan 10%) IV perlahan – lahan sampai pernapasan mulai lagi

5) Anti hipertensi, diberikan bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126

a) Obat : nivedipine : 10 -20 mg oral, diulangi setelah 20 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine tidak dibenarkan

sublingual karena absorbs yang terbaik adalah melalui saluran

pencernaan makanan

b) Tekanan darah diturunkan secara bertahan : penurunan awal

25% dari tekanan sistolik, tekanan darah diturunkan mencapai :

< 160/105 atau MAP < 125

c) Diuretikum tidak dibenarkan secara rutin, hanya diberikan (

missal furosemide 40mg IV) atas indikasi : oedema, paru,

payah jantung kongesif, edema anasarka.

d) Diet diberikan secara seimbang, hindafi protein dan kalori

berlebih.

Jika MgSO4 tidak tersedia , dapat diberikan diazepam dengan

resiko terjadinya depresi pernapasan neonatal. Pemberian diazepam

pada preeklamsia. Diazepam hanya dipakai jika MgSO4 tidak tersedia.


Pemberian Intravena

1) Dosis Awal

a) Diazepam 10mg IV pelan – pelan selama 2 menit

b) Jika kejang berulang, ulangi dosis

2) Dosis Pemeliharaan

a) Diazepam 40mg dalam 500 larutan ringer laktat per infus

b) Depresi pernapasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30

mg/jam.

c) Jangan berikan > 100 mg/24jam

Pemberian Melalui Rektum

1) Jika pemberian IV tidak memungkinkan, diazepam dapat diberikan

per rekal, dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa

jarum.

2) Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10

mg/jam, bergantung pada berat badan pasien dan respon klinik.

B. Tinjauan Tentang Post Partum Blues

1. Pengertian Post Partum Blues

Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan saat sebelum hamil.

Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6-8 minggu. Pengawasan dan


asuhan post partum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah

menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis,

melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat,

memberikan pelayanan KB. Reaksi emosional yang biasanya muncul pada

perempuan di masa nifas pasca melahirkan yaitu:

a. Maternity Blues atau Post Partum Blues

b. Psikois pasca persalinan

c. Depresi pasca persalinan.

Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami

perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana

hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si

bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada

saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin,

progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi

kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.

Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut

maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma

gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah

persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada
hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari

atau dua minggu pasca persalinan.

2. Fase-Fase Perubahan Psikologi Pada Ibu Pasca Partum

Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak

perubahan baik perubahan fisik maupun psikologi. Perubahan psikologi

pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga

fase, yaitu :

a. taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri,

banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama

persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.

b. taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang

berlangsung 4 sampai 5 minggu.

c. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah

perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan

kembali bekerja mengurus hal-hal lain.

3. Faktor-Faktor Penyebab Post Partum Blues

Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat

ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap

terjadinya postpartum blues, antara lain:

a. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,

progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah

melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional


pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim

monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja

menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam

perubahan mood dan kejadian depresi.

b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas

c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan

d. Latar belakang psikososial ibu, seperti tingkat pendidikan, status

perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan

kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan

sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami

menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman

memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan

rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-

kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul

permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau

mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami,

problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.

e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya

Wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika

mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja

mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Ibu mengalami


ketakutan pada bayinya tentang adanya ketidaksempurnaan pada

bayinya.

Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)

menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang

berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge

Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan

alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu

depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,,

episiotomy dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup

ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap sebagai factor pemicu.

Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :

a. Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.

b. Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.

c. Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.

d. Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan

e. Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga

f. Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak

atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk

dirawat.

g. Takut tidak menarik lagi bagi suaminya

h. Kelelahan, kurang tidur


i. Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya

j. Kekecewaan emosional (hamil, bersalin)

k. Rasa sakit pada masa nifas awal

4. Gejala-Gejala Post Partum Blues

Gejala – gejala post partum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap

seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari

setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :

a. Sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia

b. Tidak sabar

c. Penakut

d. Tidak mau makan

e. Tidak mau bicara

f. Sakit kepala sering berganti mood

g. Mudah tersinggung ( iritabilitas)

h. Merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan

i. Tidak bergairah

j. Tidak percaya diri

k. Khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati

l. Tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan

m. Merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru

saja dilahirkan

n. Merasa tidak menyayangi bayinya


o. Insomnia yang berlebihan.

Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada

umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai

beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau

beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.

5. Penatalaksanaan Post Partum Blues

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di

tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara

bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu suami, keluarga

dan juga teman dekatnya. Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas

dengan postpartum blues ada dua cara yaitu “Dengan Cara Pendekatan

Komunikasi Terapeutik”.

Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik

antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :

a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi

b. Dapat memahami dirinya

c. Dapat mendukung tindakan konstruktif.

d. Dengan cara peningkatan support mental

Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan

keluarga diantaranya :
a. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan

pekerjaan rumah, seperti membantu mengurus bayinya, memasak,

menyiapkan susu, dll.

b. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam

menghadapi kesibukan merawat bayi

c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih

perhatian terhadap istrinya

d. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir

e. Memperbanyak dukungan dari suami

f. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan

g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja

melahirkan

h. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu

i. Mengganti suasana, dengan bersosialisasi

j. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya

Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat

dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :

a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi

b. Tidurlah ketika bayi tidur

c. Berolahraga ringan

d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu


e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

f. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

g. Bersikap fleksibel

h. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x

i. Bergabung dengan kelompok ibu

6. Cara Mencegah Post Partum Blues

Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko

Postpartum Blues, yaitu :

a. Pelajari Diri Sendiri

Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga

klien sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka klien akan

segera mendapatkan bantuan secepatnya.

b. Tidur dan makan yang cukup

Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang

terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama

periode postpartum dan kehamilan.

c. Olahraga

Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan

peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga

membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan

dalam diri Anda.


d. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan

Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti

membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.

Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga

dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang

diderita.

e. Beritahukan perasaan

Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang

Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika

memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera

beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.

f. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan

Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama

melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan

atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar

yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di

sisi Anda setiap mengalami kesulitan.

g. Persiapkan diri dengan baik

Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.

h. Senam Hamil

Senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai

informasi yang diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut


setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang

diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat

dihindari.

i. Dukungan emosional

Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu

Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada

mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga

Anda merasa lebih baik setelahnya.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Preeklamsi merupakan salah satu bentuk hipertensi yang hanya terjadi

pada wanita hamil dan berlanjut kepersalinan maupun nifas.

Preeklamsia merupakan suatu keadaan heterogen dimana

patogenesisnya dapat berbeda-beda bergantung faktor resiko yang dimiliki.

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai protein urine dan

oedema setelah umur kehamilan 22 minggu atau segera setelah persalinan.

Preeklamsia berat yaitu suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai protein urine dan

oedema pada kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan.

Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang ibu

mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan

hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta

dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan

endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh ibu, yang dapat

mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional ibu.

Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda

dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu

ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya


yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan.

Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan

seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis.

Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional,

intelektual, sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan

lingkungannya, yaitu suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

B. Saran

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam

memberikan pelayanan kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat meningkatkan dan

mengoptimalkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan

sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education

dalam perawatan depresi postpartum blues serta mengingat preeklamsia

merupakan suatu gejala penyakit yang cukup mempengaruhi kesehatan ibu

hamil atau setelah persalinan.


DAFTAR PUSTAKA

Saskia Putri. 2016. Preeklasmsia Nifas


http://www.academia.edu/29901554/preeklamsia_nifas.docx diakses tanggal
13 Maret 2019
Dian Setyawan. 2016. Post Partum Blues
http://www.academia.edu/16564024/post_partum_blues diakses tanggal 13
Maret 2019
Wheny Ramita. 2014. Makalah Post Partum Blues
http://whenyramita.blogspot.com/2014/05/makalah-post-partum-blues.html
diakses tanggal 13 Maret 2019
Mastur. 2013. Post Partum Blues http://masturajj.blogspot.com/2013/05/post-
partum-blues.html diakses tanggal 13 Maret 2019
Unknown. 2013. Makalah Preeklamsia
http://chiiviolet.blogspot.com/2013/12/makalah-preeklamsi.html diakses
tanggal 13 Maret 2019
Ezy Rizki. 2016. Makalah Preeklamsia dan Eklamsia
http://makalahpreeklampsiadanekslampsia.blogspot.com/2016/08/makalah-
preeklampsia-dan-ekslampsia.html diakses tanggal 13 Maret 2019
Tri Budi Yanti. 2012. MAKALAH POST PARTUM BLUES
http://tribudiyantiwr.blogspot.com/2012/04/makalah-post-partum-
blues_25.html diakses tanggal 13 Maret 2019
Taufan Nugroho. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta ; Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai