Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

R DENGAN PREEKLAMSIA BERAT


SUPERIMPOSED DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

LAPORAN KASUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Kebidanan Kegawatdaruratan
Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Disusun Oleh:
DWI TIARA SARI
FADHILAH AKMALIAH
FRIGA MUGI UTAMI
PHAULYNA RUTH DAMAYANTI GEGE
VALENTI JAYANTI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA 1
JURUSAN KEBIDANAN
JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga makalah yang bejudul Asuhan Kebidanan Pada Ny. R Dengan
Preeklamsia Berat Superimposed Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Siti Aminah.W, S.Pd, M.Kes, Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Jakarta I dan juga dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
masukan dalam pembuatan laporan ini.
2. Pembimbing lahan yang sudah membimbing kami selama penyusunan makalah ini.
3. Dosen pembimbing dan pengajar mata kuliah Kegawat Daruratan di Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Jakarta 1.
4. Ny. P dan keluarga atas kerjasamanya.
5. Kedua orang tua yang selalu member dukungan baik moral maupun materil.
6. Teman-teman di Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Jakarta 1 yang selalu
memberikan bantuan dan dukungan.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan bahan tindak lanjut dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
Asuhan Kebidanan Pada Ny. R Dengan Preeklamsia Berat Superimposed Di RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca.
Jakarta, 02 Juni 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN...................................................................................2
D. METODOLOGI PENULISAN.........................................................................2
E. SISTEMATIKA PENULISAN.........................................................................3
BAB II PREEKLAMSIA BERAT....................................................................................4
A. PENGERTIAN..................................................................................................4
B. FAKTOR RESIKO...........................................................................................4
C. ETILOGI...........................................................................................................5
D. PATOFISIOLOGI.............................................................................................7
E. GEJALA KLINIS..............................................................................................8
F. KOMPLIKASI..................................................................................................9
G. PENCEGAHAN...............................................................................................9
H. PENANGANAN.............................................................................................10
BAB III TINJAUAN KASUS.........................................................................................18
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................32
A. KESIMPULAN...............................................................................................32
B. SARAN...........................................................................................................32

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih relatif tinggi yaitu sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012. Angka ini melonjak dibandingkan AKI tahun 2007 yang
hanya 228 per 100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes RI, 2013).
Penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi DKI Jakarta tahun
2012 yaitu Hipertensi dalam kehamian / Eklampsia (39 %), Pendarahan (31 %)
disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil, Infeksi (6 %), Abortus (2 %), Partus
lama (1 %). (Kemenkes RI, 2007)
Menurut Ridwan Amiruddin (2007) target penurunan angka kematian ibu
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 tidaklah mudah
tercapai karena sistem pelayanan kesehatan yang masih lemah. Sesungguhnya
masalah kematian ibu bukanlah masalah ibu sendiri akan tetapi merupakan
masalah global yang setiap negara seharusnya dapat menanggulangi dan
mencegah

kematian

ibu.

Menurut

Ridwan Amiruddin

(2007)

bahwa

preeklampsia / eklamsi merupakan salah satu penyebab kematian ibu terbanyak


di negara- negara berkembang, disamping karena perdarahan dan infeksi.
Seringkali dijumpai ibu yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
kondisi yang mengkhawatirkan, hal ini mungkin ibu dan keluarga belum
mengetahui tentang bahaya kehamilan, sehingga terlambat datang ke fasilitas
kesehatan untuk mendapat pertolongan segera.
Preeklampsia masih terdengar aneh dikalangan masyarakat, padahal
kejadian kematian ibu akibat kejang sangat sering terjadi. Masih banyak ibu
ibu yang tidak mengetahui bahaya preeklampsia. Disebut preeklampsia karena
penyakit ini mengawali terjadi eklamsi.

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,


proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan (Prawirohardjo,
2010) Biasanya sindrom preeklampsia ringan sering tidak diperhatikan
sehingga tanpa disadari bisa menjadi preeklampsia berat atau eklamsi.
Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester ke 3 pada kehamilan.
(Prawirohardjo, 2010)
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas materi tentang
preeklamsia dalam makalah ini.
.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan judul tersebut di atas sesuai dengan latar belakang
penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan preeklasia berat?


Apa saja penyebab preeklamsia berat?
Bagaimana cara pencegahan preeklasia berat?
Bagaimana peran bidan dalam penanganan preeklamsia berat?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui peran bidan dalam penanganan preeklamsia berat.
2. Tujuan Khusus:
Dalam rangka menyelesaikan tugas asuhan kebidanan kegawat
daruratan

D. METODOLOGI PENULISAN
Penulis menggunakan metode kepustakaan dengan mengambil sumber
dari beberapa buku.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metodologi Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II PREEKLAMSIA BERAT
A. Pengertian
B. Faktor Resiko
C. Etilogi
D. Patofisiologi
E. Gejala Klinis
F.

Komplikasi

G. Pencegahan
H. Penanganan
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

BAB II
PREEKLAMSIA BERAT
a. PENGERTIAN
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi
ante, intra dan postpartum. Preeklampsia umumnya ibu hamil dengan usia
kehamilan diatas 20 minggu dengan peningkatan tekanan darah di atas normal
dan disertai proteinuria. (Sarwono, 2010)
Menurut kamus saku kedokteran Dorland Preeklampsia adalah toksemia
pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.
Preeklampsia menurut Milne (2005) adalah gangguan multisistem dengan
etiologi kompleks yang khusus terjadi selama kehamilan. Preeklampsia
biasanya didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria
yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu.
Kata eklampsia berasal dari Yunani yang berarti halilintar karena gejala
eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam
kebidanan. (Manuaba, 2012)
Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria
meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ
(termasuk gangguan pertumbuhan janin).
b. FAKTOR RESIKO
1. Riwayat preeklamsia
2. Primigravida karena pada primigravida pembentukan antibody
penghambat belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya
preeklamsia
3. Kegemukan
4. Kehamilan ganda

5. Riwayat penyakit tertentu, meliputi hipertensi, jantung, diabetes, penyakit


ginjal, lupus dll
6. Umur di atas 35 tahun
7. Mola hidatidosa
c. ETILOGI
Etiologi Preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, namun belum ada yang memberikan jawaban
yang memuaskan.
Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan
menjadi 4 kelompok, yaitu : genetik, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi
antara faktor-faktor tersebut.
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The disease of
theory
Adapun teori-teori itu anatar lain
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini
dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia
mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati
aktivasi komplemen dan sistem imun humoral pada Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung faktor genetik pada Preeklampsia
antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada


anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu
ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
Apa yang menjadi penyebab preeklampsia sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebabmusabab penyakit ini, akan tetapi tidak ada yang dapat memberikan jawaban
yang memuaskan.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravitas, kehamilan ganda,
hidramnion dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab Preeklampsia adalah
teori iskemia plasenta. Teori iskemia plasenta dianggap dapat menerangkan
berbagai gejala preeklampsia dan eklampsia. Berdasarkan teori ini bahan
trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap angiotensin II, dan aldosteron, spasme pembuluh darah
arteriol dan tertahannya garam dan air. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. (Manuaba,
2012).
d. PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik,
sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan perifer agar oksigenisasi jaringan
dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui

sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.
Perubahan patologis berbagai organ yaitu:
1. Perubahan hati. Perdarahan yang tidak teratur, terjadi nekrosis, trombosis
pada lobus hati.
2. Rasa nyeri di epigatrium karena perdarahan subkapsuler.
3. Retina. Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus, ablasio retina
(lepasnya retina), menyebabkan penglihatan kabur.
4. Otak. Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan
otak, perdarahan dan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala yang berat.
5. Paru-paru. Berbagai tingkat edema, bronkopneumonia sampai abses,
menimbulkan sesak nafas sampai sinosis.
6. Jantung. Perubahan degenerasi lemak

dan

edema,

perdarahan

subendokardial, menimbulkan dekompensasi kordis sampai terhentinya


fungsi jantung.
7. Aliran darah ke plasenta. Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan
asfiksia berat sampai kematian janin. Spasme yang berlangsung lama
mengganggu pertumbuhan janin.
8. Perubahan ginjal. Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan aliran
darah ke ginjal menurun sehingga filtrasi glomerolus berkurang,
penyerapan air dan garam tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam,
edema pada tungkai dan tangan, paru dan organ lain.
9. Perubahan pembuluh darah. Permeabilitasnya terhadap protein makin
tinggi sehigga terjadi vasasi protein ke jaringan, protein ekstravaskular
menarik air dan garam menimbulkan edema, hemokonsentrasi darah yang
menyebabkan gangguan fungsi metabolisme tubuh dan trombosis.
e. GEJALA KLINIS PREEKLAMPSIA BERAT
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/
24 jam. (Sarwono, 2010)
Tanda dan gejala
1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
2) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau +2 dalam pemeriksaan kualitatif.

3) Oliguria, yaitu produksi kurang dari 500 cc/ 24 jam.


4) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5) Gangguan visus dan serebral, penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.
6) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
terenggangnya kapsula glisson)
7) Edema paru-paru dan sianosis.
8) Hemolisis mikroangiopatik.
9) Trombositopenia
10) Gangguan fungis hepar
11) Pertumbuhan janin terhambat
12) HELLP Syndrome (H = Hemolysis, EL = Elevated Liver Enzyme, LP =
Low Platelet Counts).
f. KOMPLIKASI
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang
menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah
mencapai tahap eklampsia.
g. PENCEGAHAN
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau

diagnosis dini dapat mengurangi kejadian angka kesakitan dan kematian.


Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang
teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan berat badan,
kenaikan tekanan darah dan pemeriksaan urin untuk menentukan proteinuria.
Untuk mencegah kejadian Preeklampsia ringan dapat dilakukan
nasehat tentang :
1) Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah
lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema.
Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk
meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
2) Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja
seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau
berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak
mengalami gangguan.
3) Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang
ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
Uji kemungkinan Pre eklampsia:
a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
d) Pemeriksaan protein dalam urin
e) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,
gambaran darah umum dan pemeriksaan retina mata.
Penilaian kondisi janin dalam rahim.
a) Pemantauan tinggi fundus uteri
b) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,
pemantauan air ketuban
c) Usulkan unuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi
h. PENANGANAN
Tujuan penanganan preeklampsia berat yakni:
1. Mencegah kejang
2. Menjaga tekanan darah ibu
3. Menginisiasi kelahiran.
1. Pencegahan kejang

10

Magnesium sulphate sebaiknya dipertimbangkan pada wanita


dengan pre-eklampsia yang memiliki risiko eklampsia, Magnesium
sulphate selalu diberikan kepada wanita dengan pre-eklampsia berat ketika
keputusan untuk melahirkan bayi diambil, dan pada periode postpartum
yang segera, sedangkan pada kasus dengan pre-eklampsia yang kurang
parah, keputusan untuk diberikan magnesium sulphate menjadi kurang
jelas dan bergantung kepada kasus yang dihadapi masing-masing. Sebagai
pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: (1)
Larutan larutan Sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram) sebagai
loading dose, disuntikkan intravaskuler sebagai dosis permulaan dan
dengan Lanjutan diberikan 1gram/jam setelah 24 jam kejang terakhir.
Pada kasus kejang berulang dapat ditatalaksana dengan pemberian
dari salah satu metode yakni: pemberian bolus 2 gram magnesium sulphate
atau meningkatkan rata-rata infuse menjadi 1,5 gram atau 2.0 gram/jam.
Menurut penelitian MAGPIE menunjukkan pemberian magnesium
sulfate terhadap wanita dengan pre-eclampsia menurunkan resiko
terjadinya kejang eklamptik. Wanita yang diberikan magnesium sulphat
memiiki resiko kejang eklamptik 58% lebih kecil (95% CL 40 71%).
Magnesium sulphate adalah terapi pilihan, sedangkan diazepam dan
phenytoin sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi lini pertama.
Pemberian secara intravena memili resiko efek samping yang lebih kecil.
Magnesium sulphate diekresikan melalui urine, sehingga sebaiknya
bila dilakukan observasi urine dan jika terjadi penurunan di bawah 20
ml/jam, infuse magnesium sebaiknya dihentikan.
Kecendrungan toksisitas magnesium dapat diperiksa secara klinis
yakni terjadi hilangnya refleks tendon dalam dan depresi pernapasan.
2. Pengontrolan tekanan darah
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan
tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik
lebih dari 110 mmHg.
Pemberian Labetalol secara oral atau intravena, nifedipine secara
oral atau intravena hydralazine dapat digunakan untuk penatalaksaan akut
dari hipertensi berat.

11

Terdapat konsensus bersama bila tekanan darah lebih dari 170/110


mmHg, membutuhkan penanganan tehadap tekanan darah ibu. Obat
terpilih yang digunakan Labetalol, nifedipine, atau hydralazine. Labetalol
memiliki keuntungan dapat diberikan awal lewat mulut pada kasus
hipertensi berat dan kemudian,jika diperlukan, bisa secara intavena.
Terdapat konsesus, bila tekanan darah dibawah 160/100, tidak
dibutuhkan secara mendesak pemberian terapi antihipertensi. Terdapat
perkecualian, bila ditemukan indikasi untuk penyakit dengan gejala yang
lebih berat, yakni: protenuria berat atau gangguan hati, atau hasil tes darah,
oleh karena itu pada kondisi emikian, peningkatan tekanan darah dapat
diantisipasi, dengan diberikan terapi antihipertensi pada tekanan darah
level tekanan darah yang lebih rendah yang telah disesuaikan.
Penggunaan obat hipertensif pada pre-eklampsia berat diperlukan
karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan
aplopeksia serebri menjadi lebih kecil.
3. Perencananan kelahiran
Pada umumnya pada pre-eklampsia berat sesudah bahaya akut
berakhir

menjadi

lebih

baik,

sebaiknya

dipertimbangkan

untuk

menghentikan kehamilan oleh karena dalam keadaan demikian harapan


janin dalam uterus menghambat sembuhnya penderita dari penyakitnya.
Perencanaan pengeluaran bayi disesuaikan dengan tingkat keparahan
gejala pre-eklampsia dan usia kehamilan. Pada preeklampsia ringan
dengan usia kehamilan 40 minggu, sebaiknya dilahirkan. Pada usia
kehamilan 38 minggu, wanita dengan pre-eklampsia ringan dapat
diindukusi kelahiran. Pada usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklampsia berat sebaiknya dipertimbangkan untuk dilahirkan, dan fetus
sebaiknya diberikan kortikosteroid.
Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu dengan
preeklampsia berat, kelahiran dapat ditunda untuk memperkecil tingkat
morbiditas dan mortilitas bayi, ibu tersebut sebaiknya diberikan
magnesium sulfat pada 24 jam pertama ketika diagnosis dibuat, tekanan
darah sebaiknya dikontrol dengan menggunakan pengobatan, pasien
sebaiknya diberikan kortikosteroid untuk mematangkan organ paru bayi.

12

Jika usia kehamilan kurang dari 23 minggu, pasien sebaiknya


diberikan induksi persalinan untuk diterminasi kelahirannya.
Bila usia kehamilan kurang dari 34 minggu dan proses persalinan
dapat ditunda untuk sementara waktu, kortikosteroid sebaiknya diberikan,
walaupun setelah 24 jam manfaat dari penatalaksaan konservatif ini harus
dinilai kembali.
Bila usia kehamilan lebih dari 34 minggu, setelah dilakukan
stabilisasi, proses persalinan direkomendasikan. Jika usia kehamilan
kurang dari 34 minggu dan kehamilan dapat diperpanjang hingga lebih
dari 24 jam,pemberian steroid dapat membantu menurunkan tingkat
kematian bayi akibat gangguan pernapasan. Terdapat kemungkinan
manfaat dari pemberian terapi steroid walaupun proses kelahiran terjadi
kurang dari 24 jam setelah pemberian steroid. Pengeluaran bayi melewati
vagina lebih baik dibandingkan dengan operasi sesar. Jika pengeluaran
bayi secara vagina tidak tercapai selama kurun waktu tertentu, maka
segera dilakukan operasi sesar.
Pengontrolan keseimbangan cairan
Pembatasan cairan disarankan untuk menurunkan resiko overload
cairan pada peride kehamilan dan setelah kehamilan. Dalam keadaan
biasa, total cairan sebaiknya dibatasi 80 ml/jam atau 1 ml/kg/jam.
Pada penanganan cairan yang tidak tepat pada kasus pre-eklampsia
diperkirakan memiliki keterkaitan dengan timbulnya kasus edema paru.
Selama kurang lebih 20 tahun, edema paru menjadi penyebab kematian ibu
yang signifikan.
Penanganan setelah kehamilan
Pada kasus pre-eklampsia berat pada masa setelah kelahiran dapat terjadi
eklmpalsia. Dilaporkan lebih dari 44 % eklamsia dapat terjadi, terutama pada
wanita yang melahirkan pada usia kehamilan aterm. Wanita yang timbul
hipertensi atau gejala pre-eklampsia setelah kehamilan (sakit kepala, gangguan
penglihatan, mual dan muntah, nyeri epigastrium) sebaiknya dirujuk ke
spesialis.

13

Wanita dengan kelahiran yang disertai pre-eklampsia berat (atau


eklampsia)

sebaiknya

dilakukan

pemantauan

dengan

optimal

pasca

melahirkan. Dilaporkan dapat terjadi eklampsia setelah minggu ke-4.


Terapi anti-hipertensi sebaiknya tetap dilanjutkan pasca kehamilan.
Walaupun, pada awalnya, tekanan darah turun, biasanya akan kembali naik
kurang lebih 24 jam setelah kehamilan. Pengurangan terapi anti-hipertensi
sebaiknya dilakukan secara berjenjang.
Corticosteroid digunakan pada pasien dengan sindrom HELLP. Hasil dari
penelitian terbaru memperkirakan corticosteroid dapat memicu perbaikan
gangguan biokimia dan hematology secara cepat, tetapi tidak ada bukti yang
menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan morbiditas
Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :
a. ada tanda-tanda impending eklampsia
b. ada HELLP syndrome
c. ada kegagalan penanganan konservatif
d. ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR
e. usia kehamilan 34 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4, Cara pemberian
MgSO4 : dosis awal 4 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan sebanyak 1 gram per jam
Syarat pemberian MgSO4/Sulfat Magnesium :
a. frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit
b. tidak ada tanda-tanda gawat napas
c. diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya
d. refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan bila :
a. ada tanda-tanda intoksikasi
b. atau setelah 24 jam pasca persalinan
c. atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.
Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc
NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit).
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai
umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum
turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.

14

Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi


persalinan

dengan

amniotomi,

oksitosin

drip,

kateter

Folley,

atau

prostaglandin. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi


atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala
2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.
a. Jika kehamilan < 37 minggu, dan tidak ada tanda- tanda perbaikan,
lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
1) Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin
2) Lebih banyak istirahat
3) Diet biasa
4) Tidak perlu diberi obat-obatan
5) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
a) Diet biasa
b) Pantau tekanan darah 2 x sehari, proteinuria 1 x sehari
c) Tidak pelu obat-obatan
d) Tidak pelu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
kordis atau ginjal akut
e) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan
(1) Nasehatkan

untuk

istirahat

dan

perhatikan

tanda-tanda

preeklampsia berat
(2) Kontrol 2 kali seminggu
(3) Jika tekanan diastolik naik lagi dianjurkan untuk dirawat
kembali
f) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan tetap akan dirawat.
g) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan
h) Jika proteinuria meningkat tangani sebagai preeklampsia berat.
b. Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi :
1) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500
ml RL IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
2) Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau
kateter foley, atau terminasi dengan seksio sesarea.
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.

15

a. Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg
Pasang infus ringer laktat dengan jarus besar (16 gauge atau >)
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
Katererisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
Jika jumlah urin < 30 ml / jam:
1) Infus cairan dipertahannkan 1 1/8 jam
2) Pantau kemungkinan edema paru
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
b.
c.
d.
e.

mengakibatkan kematian ibu dan janin.


g. Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam.
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Jika edema paru,
stop pemberian cairan, dan berikan diuretik IV.
i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan
tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati.
Magnesium sulfat merupakan obat untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Cara pemberiannya yaitu:
a. Dosis awal
MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% dicampur dengan aquabides (1:1)
1)
2)

selama 10-15 menit


Diikuti dengan MgSO4 6 gr 40% 15 ml dalam larutan Ringer Laktat

selama 6 jam.
Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4
Dosis pemeliharaan
1) MgSO4 40% 1gr/jam melaui infus ringer laktat/asering
2) Lanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir
Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
1) Frekuensi pernafasan minimal 16/ menit
2) Refleks patela +
3) Urin minimal 30 ml/ jam dalam 4 jam terakhir
Stop pemberian MgSO4 jika
1) Frekuensi pernafasan < 16 / menit
2) Refleks patela
3) Urin < 30 ml/ jam
Siapkan antidotum
Jika terjadi henti nafas:
1) Bantu dengan ventilator
2) Beri kalsium glukonas 2 g ( 20 ml dalam larutan 10 %) IV perlahan3)

b.
c.

d.

e.

lahan sampai pernafasan mulai lagi.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Hari/tanggal

: Jumat, 30 Mei 2014

Pukul

: 17.00 WIB

Tempat Pengkajian

: IGD Kebidanan Lt 3 RSCM

Kala I
I. DATA SUBJEKTIF (S)
A. Identitas
Nama

Pasien
Ny. R

Suami Pasien
Tn. A

Usia

31 tahun

34 tahun

Pekerjaan

IRT

Buruh

Pendidikan

SMA

SMU

Agama

Islam

Islam

Tidak tahu

Golongan darah
Suku Bangsa
Alamat
B. Keluhan Utama

Sunda
Sunda
Kp. Pulo rt 002/002 Kp. Melayu Jakarta,
0813-10533660
:

Pasien dirujuk dari RS. Budi Asih karena tekanan darah tinggi, ibu
mengatakan hamil 9 bulan HTA 08/09/13, periksa rutin di RS Budi Asih lalu
disarankan untuk rujuk ke RSCM. Selama kehamilan tekanan darah tinggi,
sebelum hamil juga menderita tekanan darah tinggi, dan semenjak
melahirkan dokter mengatakan jantungnya bengkak, selalu merasa sesak
jika kelelahan dan melakukan pekerjaan berat.sebelum hamil ibu mendapat
therapy obat Captopri, saat hamil captopril dihentikan dan diganti dengan
nifedipin. Ada keluhan pusing, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati. Tidak
ada keluar air-air ibu. Merasakan gerakan janin aktif.

16

19

C. Riwayat kehamilan sekarang


1. Status kehamilan
2. HPHT
3. TP
4. Usia kehamilan
5. Gerakan janin
6. Imunisasi TT

: GP1A0
: 08/09/2013
: 15/06/2014
: 37 minggu 5 hari
: masih dirasakan aktif dan sering
: 2x selama hamil
TT1 pada tgl 03-01-2014
TT2 pada tgl 31-01-2014

7. Riwayat ANC
:
Pasien mengatakan memeriksakan kehamilannya sebanyak 7 kali di RS,
hasil pemeriksaan terakhir dokter yaitu usia kehamilan pasien sudah 9 bulan,
dokter menganjurkan ibu untuk melahirkan di rumah sakit karena tekanan
darah ibu tinggi, dan protein urine +2, dan kondisi janinnya baik.
8. Penggunaan obat-obatan atau jamu-jamuan selama hamil :
Ibu mengatakan tidak mengkonsumsi jamu-jamuan, ibu

hanya

mengkonsumsi obat yang diberikan dokter, seperti tablet penambah darah dan
nifedipin.
D. Riwayat Obstetri
Tahun

Usia

Jenis

kehamilan persalinan
2009
Aterm
Spontan
2011
Hamil ini
E. Riwayat Kesehatan

Penolong Nifas Sex


Bidan

Baik

BB

Anak
PB

3,3kg 52cm

Keadaan
Hidup

1. Pasien mengatakan sedang menderita hipertensi sejak kehamilan anak pertama


2. Tidak ada riwayat penyakit turunan seperti penyakit asma/TBC, DM, anemia,
ginjal, dalam keluarga pasien namun, ayah pasien menderita jantung
3. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat keturunan kembar
4. Pasien tidak mempunyai alergi pada obat dan makanan tertentu selama ini
5. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak mengalami nyeri saat BAK dan
gejala-gejala yang menunjukkan infeksi saluran kemih
F. Aktifitas Sehari hari
1. Nutrisi dan hidrasi
a. Makan terakhir : pukul 11.30 WIB dengan nasi+lauk pauk porsi makan :
sedang
b. Minum terakhir : pukul 16.00 WIB dengan teh manis setengah gelas
2. Eliminasi
a. BAK : ibu mengatakan sering sekali BAK, volume : banyak, tidak
ada keluhan, terakhir BAK pukul 17.00 WIB

20

b. BAB : ibu mengatakan terakhir BAB pagi tadi, tidak ada keluhan
3. Istirahat dan tidur : Ibu mengatakan tadi malam ibu masih bisa tertidur
nyenyak dan merasa cukup istirahat.
II. DATA OBJEKTIF (O)
Data penanganan sebelumnya:
Pasien dirujuk oleh RS. Budi Asih pada tanggal 30 Mei 2014 pukul: 15.00 WIB. Di
RS Budi Asih, pasien datang untuk memeriksakan kehamilannya dengan keluhan
merasakan mulas yang semakin sering, pusing berat yang tidak hilang setelah
diistirahatkan, penglihatan kabur. Bidan melakukan pemeriksaan tekanan darah,
hasilnya : TD : 180/100 mmHg, dokter lalu merujuk pasiennya ke RSCM dengan
diagnosa sementara pre-eklampsia berat dan di RS. Budi Asih pasien telah
mendapatkan nifedipine 10 mg peroral pada pukul 14.30WIB.
1. Keadaan umum
: Baik
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Keadaan Emosional : Stabil
4. Tanda-tanda vital :
a. TD
: 190/120 mmHg
b. Nadi
: 82 x/ menit
c. Suhu
: 37,20C
d. Pernafasan
: 21 x/menit
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
1) Mata
Sclera
anemis
2) Muka
3) Leher
b. Payudara
c. Abdomen
TFU
Leopold
Leopold I

: Tidak ikterik

Leopold II

Tidak

: tidak pucat, tidak ada chloasma gravidarum


: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar
tiroid dan pembengkakan vena jugularis
: bersih, putting menonjol kiri dan kanan, Kolostrum (+)
: tidak terdapat luka operasi, tidak ada striae
gravidarum
: 34 cm
: bagian fundus teraba 1 bagian agak bulat,
lunak dan tidak melenting

Konjungtiva

21

Kanan
Kiri
Leopold III

: teraba 1 bagian keras memanjang


: teraba bagian-bagian kecil janin
: bagian terendah janin teraba 1 bagian bulat,

keras dan tidak melenting.


Leopold IV : kepala sudah masuk PAP, teraba 3/5 bagian
DJJ
: 148x/menit, reguler
His
:TBJ
: (34-13) x 155 = 3255 gram 10%
d. Ekstremitas
:
Atas
: tidak terdapat oedema
Bawah
: refleks patella +/+, oedema +/+, varises -/6. Pemeriksaan Dalam
Vulva/vagina : tidak ada varices
Portio
: tebal kaku
Ketebalan
: 3 cm
Pembukaan
: belum ada
Penurunan
: hodge I
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah
:
(a) Hb
: 13,8 gr%
(b) Ht
: 40,6 %
(c) Gol. Darah
: A rhesus (+)
(d) Leukosit
: 13.400 /uL
(e) Trombosit
: 302.000 uL
Urin
:
(a) Protein Urin
: +2
(b) reduksi
: negatif
(c) Albumin
: 3,25 g/dL
(d) Kreatinin
: 0,5-20 mg/dL
USG
:
(a) TBJ
: 3300 gram
(b) ICA
: 12,3
(c) Plasenta korpus anterior
(d) Biometri sesuai atterm
(e) Panjang serviks 3,47 cm
(f) Janin presentasi kepala tunggal hidup
III. ASSESMENT (A)
G2P1A0 hamil 37 minggu 5 hari dengan PEB superimposed, impending eklamsia
Janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala
IV. PLANNING (P)
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu
mengalami PEB dan membutuhkan penanganan segera untuk mengantisipasi

22

terjadinya kejang ibu dan keluarga paham dan menyetujui penanganan yang
akan dilakukan
2. Melakukan informed consent persetujuan tindakan medis
3. Mengatur posisi ibu ibu tidur miring kiri dengan posisi kepala lebih tinggi 30o
4. Melakukan penegakan diagnosa dengan memeriksa DPL, UL, GDS, PT/APTT,
OR/PTT, Ur/Cr, Aib, elektrolit, LOH, a-urat, EKG, CTG
5. Kolaborasi dengan dokter, advice dokter : Protap PEB sudah dilakukan
a. Nifedipine 4x10 mg peroral / 20 menit sudah diberikan nifedipine 1x10
mg/oral
b. Pukul 17.00 MgSO4 40% dosis 4 gram / IV habis dalam 15-30 menit
(Loading Dose)
c. MgSO4 40% I dosis 6 gram/drip habis dalam waktu 6 jam pukul 16.00 s/d
22.00
6. Kolaborasi dengan dr SpOG untuk merencanakan persalinan perabdominal (SC
cito)
7. Melakukan konsultasi ke bagian Anastesi, IPD dan Mata
8. Mengobservasi TTV, djj setiap 1 jam dan mengobservasi tanda perburukan PEB
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy ibu
mendapatkan terapi NAC 3x600 mg peroral dan Vit C 2x400 mg IV
10. Melakukan persiapan operasi
a. Memberitahu ibu untuk puasa
b. Memasangkan dower cateter
c. Memberikan ibu cefazolim 2 gram/ IV
d. Mengdesinfektan daerah abdomen yang akan di operasi
CATATAN PERKEMBANGAN
Pasien naik ke ruang operasi pukul 21.45, dilakukan operasi pukul 22.00 23.07
WIB, bayi lahir pukul 23.07, A/S 9/10, jk perempuan, BB : 3130 gram, plasenta lahir
lengkap lalu pasien dipasang IUD post plasenta. Perdarahan dalam batas normal dan
kontraksi uterus baik.

PENGKAJIAN IBU NIFAS 2 JAM


TANGGAL
: 31/05/2014
PUKUL
: 01.00
SUBJEKTIF :
Ibu mengatakan merasa nyeri di bagian luka operasi, VAS 2, pandangan kabur
tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, sakit kepala hebat tidak ada.

23

OBJEKTIF
1. KU
TD
Rr
2. Abdomen
Luka operasi
TFU
Kontraksi
Kankdung kemih

: Baik
Kes : CM
: 140/90 mmHg
: 20 x/m

Ke
N
Sh

: Stabil
: 86 x/m
: 36.8 oC

: basah, bersih tidak ada darah rembes


: 2 jari bawah pusat
: Baik
: kosong, terpasang kateter volume urine 300 cc

3. Anogenital
Vulva/vagina
: bersih, tidak ada kelainan
Pengeluaran pervaginam
Jenis lochea
: rubra
Banyaknya
: 2 kali ganti pembalut
Bau
: tidak berbau

volume : 75 cc

ASSESMENT : Ibu P2A0 pos SC 2 jam dengan PEB superimposed akseptor IUD
PLANNING :
1. Mengobservasi TTV, perdarahan pada luka operasi, lochea, kontraksi, TFU,
pengeluaran urine dan tanda perburukan PEB
2. Membersihkan dan memakaikan ibu pakaian ganti
3. Memberikan ibu larutan asering + Oksitosin 20 IU 20 tpm
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi memberikan profenid
suppositoria 100 mg
5. Mengambil sampel darah post SC
6. Menjelaskan pada ibu tanda-tanda bahaya masa nifas seperti rahim teraba lembek,
cairan dan darah yang keluar dari vagina berbau busuk dan keluar terus-menerus,
pusing yang hebat, jika terdapat tanda-tanda tersebut ibu/keluarga harus segera
memanggil dokter/bidan
PENGKAJIAN IBU NIFAS 6 JAM
TANGGAL
: 31/05/2014
PUKUL
: 05.00
SUBJEKTIF :
Ibu mengatakan merasa nyeri dibagian luka operasi, takut untuk bergerak, Skala nyeri
(VAS) : 3 (ringan) pandangan kabur tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, sakit kepala
hebat tidak ada.
OBJEKTIF
1. KU
TD
Rr
2. Abdomen
Luka operasi
TFU

: Baik
Kes
: 140/90 mmHg
: 20 x/m

: CM

Ke
N
Sh

: basah, bersih tidak ada darah rembes


: 2 jari bawah pusat

: Stabil
: 88 x/m
: 36.8 oC

24

Kontraksi
: Baik
Kankdung kemih : kosong, terpasang kateter volume urine 300 cc
3. Anogenital
Vulva/vagina
: bersih, tidak ada kelainan
Pengeluaran pervaginam
Jenis lochea
: rubra
Banyaknya
: 2 kali ganti pembalut
Bau
: tidak berbau
Perineum
: tidak ada luka jahitan

volume : 50 cc

4. Pemeriksaan Lab :
Darah
:
(a) Hb
: 12,8 gr%
(b) Ht
: 38 %
(c) Gol. Darah : A rhesus (+)
(d) Leukosit : 14.1000 /uL
(e) Trombosit
: 350.000/uL
Urin
:
(a) Protein Urin
: +2
(b) Reduksi
: negatif
(c) Albumin
: 3 g/dl
(d) Kreatinin
: 1 mg/dl
ASSESMENT : Ibu P2A0 pos SC 6 jam dengan PEB superimposed akseptor IUD
PLANNING :
1. Mengobservasi TTV, perdarahan pada luka operasi, lochea, kontraksi, TFU,
pengeluaran urine dan tanda perburukan PEB
2. Melanjutkan pemberian MgSO4 40 % ke II dosis 10 gram habis dalam waktu 10
jam pukul 02.00 s/d 12.00
3. Melanjutkan pemberian MgSO4 40 % ke III dosis 10 gram habis dalam waktu 10
jam pukul 12.00 s/d 22.00
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

memberikan

profenid suppositoria 3x100 mg, NAC po 3x600 mg, Vit C 2x400 mg IV, adalat
oros 2x30 mg per oral
5. Memotivasi ibu untuk mobilisasi 6 jam setelah operasi ibu harus belajar miring kiri
dan kanan, lalu 12 jam post operari ibu belajar duduk
6. Memberitahu ibu untuk membatasi konsumsi airnya maksimal 240 ml/jam
7. Memberikan penkes untuk konsumsi telur 6 butir sehari atau makanan lain yang
berprotein tinggi yang berfungsi untuk menaingkatkan kadar ureum dalam tubuh
ibu dan agar cepat proses pemulihan luka operasinya, serta konsumsi makan
makanan yang erserat seperti sayuran hijau dan buah.

25

PENGKAJIAN IBU NIFAS 24 JAM


TANGGAL
: 31/05/2014
PUKUL
: 21.00
SUBJEKTIF :
Ibu mengatakan merasa nyeri dibagian luka operasi, takut untuk bergerak, Skala nyeri
(VAS) : 3 (ringan) pandangan kabur tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, sakit kepala
hebat tidak ada.
OBJEKTIF
1. KU
: Baik
Kes : CM
Ke: Stabil
TD
: 140/80 mmHg
N
: 86 x/m
Rr
: 22 x/m
Sh
: 36.5 oC
2. Abdomen
Luka operasi
: basah, bersih tidak ada darah rembes
TFU
: 2 jari bawah pusat
Kontraksi
: Baik
Kankdung kemih : kosong, terpasang kateter volume urine 450 cc
3. Anogenital
Vulva/vagina
: bersih, tidak ada kelainan
Pengeluaran pervaginam
Jenis lochea
: rubra
Banyaknya
: 2 kali ganti pembalut
volume : 50 cc
Bau
: tidak berbau
Perineum
: tidak ada luka jahitan
ASSESMENT : Ibu P2A0 pos SC 24 jam dengan PEB superimposed akseptor IUD
PLANNING :
1. Mengobservasi TTV, perdarahan pada luka operasi, lochea, kontraksi, TFU,
pengeluaran urine dan tanda perburukan PEB
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

memberikan

profenid suppositoria 3x100 mg, NAC po 3x600 mg, Vit C 2x400 mg IV, adalat
oros 2x30 mg per oral
3. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini, yaitu setelah 24 jam post operasi ibu
belajar jalan.
4. Memberitahu ibu untuk membatasi konsumsi airnya
5. Memberikan penkes untuk konsumsi telur 6 butir sehari atau makanan lain yang
berprotein tinggi, serta konsumsi makan makanan yang erserat seperti sayuran hijau
dan buah.
6. Memberitahu ibu efek samping penggunaan IUD, lama efektivitas, dan keuntungan
menggunakan IUD

26

7. Menganjurkan ibu agar menjaga kebersihan diri terutama bagian kemaluan dengan
cara membasuhnya dari arah depan ke belakang dengan sabun dan air bersih,
kemudian dikeringkan dan segera mengganti pembalut jika sudah terasa lembab
ibu mengerti dan akan melakukan yang dianjurkan.
8. Memotivasi ibu untuk terus memberi bayinya ASI eksklusif.
9. Memberitahu ibu untuk terus menmeriksakan tekanan darahnya setelah pulang ke
rumah nanti di setiap bulannya.
10. Tanggal 31-05-2014 pukul 21.30 ibu dipindahkan keruang rawat inap gedung A.

PENGKAJIAN PADA BAYI BARU LAHIR


TANGGAL

: 31/05/2014

PUKUL

: 01.00

DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Bayi
Nama

: By. Ny. R

Jenis Kelamin

: perempuan

a. Riwayat persalinan
Lahir tanggal
: 30 Mei 2014 jam : 23.07 WIB
Tempat persalinan
: Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo
Jenis Persalinan
: SC
Komplikasi
Ibu
: PEB superimposed dan sakit jantung
Janin
: Tidak Ada
b. IMD
: Iya
c. Keadaan bayi baru lahir
Nilai Apgar

: menit 1 : 9

menit ke 5 : 10

Resusitasi
Pengisapan lender

: ya

Ambu

: tidak

Message jantung

: tidak

Intubasi endotrakheal : tidak


Oksigen

: tidak

2. Eliminasi

miksi

: sudah

rangsangan

: ya

27

mekonium
: sudah
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
suhu
: 36,8 oC axial
pernafasan
: 45 x/menit, terartur
heart rate
: 135 x/menit, teratur/
2. Pemeriksaan Antropometri
BB
: 3130 Gram
PB
: 52 Cm
Lingkar kepala
: 34 Cm
Lingkar dada
: 33 Cm
LILA
: 12 Cm
3. Pemeriksaan Khusus
Kepala
: Ubun-ubun datar, molase sutura ( - ),

caput/cephal ( - )
Muka
Mata

: Simetris (+), laserasi (-), kelainan (-)


: Tanda infeksi/perdarahan pada kornea (-), konjungtiva

Telinga

anemis (-), sclera ikterik (-), reflek pupil (+)


: Simetris (+), tulang rawan(+), lubang telinga(+), reflek

Hidung

pendengaran (+)
: Simetris, pengeluaran secret (-), cuping hidung (-),

Mulut

pernafasan cuping hidung (+)


: Bibir dan langit-langit berwarna merah, labioskizies (-),

Leher
Mamae

palatoskizies (-), labiopalatoskizies (-)


: Pembengkakan lymphe (-), Pembesaran kelenjar tiroid
dan vena jogularis(-)
: Simetris, puting(+), pembesaran mamae(-),

retraksi(-),

Perut

sekresi mamae (-)


: Datar, penonjolan sekitar tali pusat (-) perdarahan tali

Tungkai

pusat (-)
: Simetris, kelainan posisi kaki (-), oedem (-), jumlah jari

Genetalia

normal
: Labia mayora sudah menutupi labia minora, ada lubang
uretra, klitoris, dan lubang vagina

28

4. Pemeriksaan Refleks Primitif


Repleks Moro
: Positif
Repleks Rooting
: Positif
Repleks Mengenggam: Positif
Repleks Sucking
: Positif
Repleks Tonick Neck : Positif
ASSESMENT
Neonatus cukup bulan sesuai usia kehamilan usia 2 jam
PLANNING
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
2. Memberi Vit K 1 gram/ IM segera setelah lahir
3. Memberikan identitas bayi dengan memakaikan peneng
4. Memberi imunisasi HB0 1 jam setelah vit K
5. Memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif
6. Memberitahu ibu agar mempertahankan suhu bayi
7. Memberikan konseling tentang imunisasi lanjutan
8. Memberikan konseling tentang tanda-tanda bahaya pada bayi

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai
oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu.
Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara
bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan
pertumbuhan janin)
Tanda gejala PEB:
1. Tekanan darah 160/110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +3 atau +4.
3. Oliguria 500 ml/24 jam
4. Nyeri kepala prontal atau gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin intra uterine yang terhambat (IUFGR)
8. HELLP Syndrome (H = Hemolysis, EL = Elevated Liver Enzym LP = Low
Platelet Counts).
Penatalaksanaan PEB dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
1. Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan
medisinal.
2. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan
medisinal.

B. SARAN
Kepada pembaca khususnya calon ibu hamil dan ibu hamil agar lebih
memahami apa itu pre eklampsia berat serta gejala apa saja yang timbul sehingga
dapat melalukan pencegahan terhadap pre eklampsia berat.

32

33

Kepada tenaga kesehatan untuk memahami secara mendalam mengenai


pre eklampsia berat sehingga dapat memeberi KIE kepada klien serta dapat
mendeteksi dini kemungkinan yang dapat terjadi sehingga akan lebih cepat
mendapat penannganan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2012).Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarat: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Depkes RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Kemenkes RI
Depkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarat: Kemenkes RI.
Lisnawati, Lilis. (2012). Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal, Jakarta : TIM
Manuaba, I. B. (2010). lmu Kebidanan penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologis Obstetri Patologis.
Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Robson, Elizabeth. (2013). Patologi Pada Kehamilan Manajemen dan Asuhan
Kebidanan, Jakarta : EGC
Winkjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo.
Yeyeh, Ai. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : TIM

Anda mungkin juga menyukai