Anda di halaman 1dari 15

Tugas

Eclampsia Post Partum

Pembimbing :
dr. Moch. Maroef, Sp.OG

Disusun Oleh :
Raden Surya Purnama
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul
Eclampsia Post Partum

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Moch. Maroef, SpOG.


Penyusun menyadari bahwa di dalam presentasi kasus ini masih jauh dari
sempurna, karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman, walaupun demikian penulis
telah berusaha sebaik mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun
diharapkan guna penyusunan dan kesempurnaannya.

Lamongan, 20 Oktober 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii

Kata Pengantar.................................................................................................. 1

Daftar Isi........................................................................................................... 2

Bab I. Pendahuluan........................................................................................... 4

Bab II. Tinjauan Pustaka................................................................................... 5

Daftar Pustaka................................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama mortalitas dan


morbiditas ibu , khusunya di negara berkembang. Preklampsia-eklampsia merupakan
sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskuler
terdapat pada banyak sistem organ termasuk plasenta, juga terdapat peningkatan
aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi. Sindroma ini terjadi selama
kehamilan, dimana gejala klinis timbul pada kehamilan setelah 20 minggu atau segera
setelah persalinan.
Diagnosis preeklampsia berat adalah keadaan preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg, dengan atau
tanpa kadar proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria
(produksi urine < 500cc dalam 24 jam ) disertai kenaikan kadar kreatinin plasma,
terdapat gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas
abdomen, edema paru atau sianosis, pertumbuhan janin terhambat dan sindroma
HELLP ( Hemolysis Elevated Liver Enzym Low Platelet Count )
Proteinuria yang dimaksud adalah bila didapatkan protein dalam urin dengan
kriteria yang melebihi 0,3 gram/liter dalam 24 jam, melebihi 1 gram/liter dalam 2 kali
pengambilan urine selang 6 jam dan dari pemeriksaan kualitatif 2+ (++) pada
pengambilan urine sewaktu.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, bersalin atau nifas yang
ditandai dengan preeklampsia dengan timbulnya kejang atau koma yang bukan
karena kelainan neurologi.
Kejadian preeklampsia-eklampsia antara 2-8% dari seluruh kehamilan
diseluruh dunia dan masih merupakan salah satu dari penyebab meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi pada negara-negara berkembang.

BAB 2

Tinjauan Pustaka
Hipertensi dalam kehamilan usia lebih dari 20 minggu bisa meliputi
preeklampsia maupun eklampsia. Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda
khas tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan
ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga
terjadi pada trimester kedua kehamilan. Preeklampsia sering tidak diketahui atau
diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam
waktu singkat preeklampsia dapat menjadi preeklampsia berat bahkan dapat menjadi
eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang dan atau koma.
Preeklampsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan
perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah
tanda yang penting dari preeklampsia. Menurutnya preeklampsia adalah keadaan
dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi
akibat kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila
terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili khorialis. Preeklampsia tidak
semata-mata terjadi pada wanita muda pada kehamilan pertamanya. Preeklampsia ini
paling sering terjadi selama trimester terakhir kehamilan.
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi saat
ante, intra, dan postpartum. Berdasarkan gejala kliniknya preeklampsia dapat dibagi
menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia
menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda,
seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak
mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual, kadang-
kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu.
Secara teoritik urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah edema, hipertensi,
dan yang terakhir adalah proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak
dalam urutan diatas, dapat dianggap bukan preeclampsia.
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan
gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut
Menurutnya, preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5 g/24 jam
atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif.
Eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia dimana eklampsia merupakan
kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai kejang menyeluruh dan koma.
Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan
postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya
memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dianggap sebagai tanda
prodromal akan terjadi kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda
prodromal ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia .
Klasifikasi Preeklampsia
Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.
Berikut ini adalah penggolongannya:
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini
dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Penyebab
preeklampsia ringan belum diketahui secara jelas, penyakit ini dianggap sebagai
maladaptation syndrome akibat vasospasme general dengan segala akibatnya .

Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi :


a. Kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik
90-110 mmHg
b. Proteinuria secara kuantitatif > 0,3gr/L dalam 24 jam.
c. Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
Pemeriksaan dan diagnosis untuk menunjang keyakinan tenaga medis atas
kemungkinan ibu mengalami preeklampsia ringan jika ditandai dengan:
a. Kehamilan > 20 minggu
b. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali
selang 6 jam dalam keadaan istirahat
c. Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau
tangan
d. Proteinuria lebih dari 0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2

2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg
b. Trombosit < 100.000/mm3.
c. Proteinuria (> 3gr/liter/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif
Bisa disertai dengan :
1) Oliguria (urine 400 mL/24jam)
2) Keluhan serebral, gangguan penglihatan
3) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
4) Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
5) Edema pulmonum, sianosis
6) Gangguan perkembangan intrauterine
7) Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti
gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah,
sindrom haemolysis, elevated liver enzymes and low platelet (HELLP), bahkan dapat
terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklampsia tak segera diatasi
dengan baik dan benar.

3. Eklampsia
Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan preeklampsia seperti, primigravida, diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas.
Sedangkan menurut Karkata (2006) faktor risiko untuk terjadinya
preeklampsia, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
2. Genetik, riwayat keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia
3. Kehamilan kembar
4. Nulipara dan multipara
5. Umur diatas 40 tahun
6. Diabetes mellitus

Patofisiologi Preeklampsia/Eklampsia
Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti tetapi semakin banyak bukti
bahwa gangguan ini disebabkan oleh gangguan imunologik dimana produksi antibodi
penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh
trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta. Ketika
kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan
penebalan membran basalis trofoblas yang mungkin menggangu fungsi metabolik
plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh selsel endotel placenta berkurang dan
sekresi trombosan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadilah
pengurangan perfusi placenta sebanyak 50 persen, hipertensi ibu, penurunan volume
plasma ibu. Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi cedera sel epitel
trofoblas, dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami
destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin
menyebabkan koagulasi intravaskular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal
(endoteliosis glomerular) yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak
langsung meningkatkan vasokonstriksi.
Pada Preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya.
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat
penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah
hipoksia plasenta.

Pada tahap kedua adalah stres oksidatif bersama dengan zat toksin yang
beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel
pembuluh darah pada organ organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboksan, dan angiotensin II sehingga
akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar
lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi
trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi
endotel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
1. Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
2. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
3. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan edema paru dan
edema menyeluruh.
4. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
5. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
6. Pada susunan saraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
7. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin, dan solusio plasenta.
Pemberian terapi medikamentosa
1) Segera masuk rumah sakit
2) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
3) Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrose 5 %
4) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
5) Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) : dosis awal
- Maintenance dose : dosis lanjutan
Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi 180/110 mmHg atau MAP 126
Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam. Nifedipine tidak dibenarkan diberikan di bawah mukosa lidah
(sublingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :


1) Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
2) tekanan darah diturunkan mencapai : - < 160/105
- MAP < 125
Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1) Memperberat penurunan perfusi plasenta
2) Memperberat hipovolemia
3) Meningkatkan hemokonsentrasi.

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :


1) Edema paru
2) Payah jantung konggestif
3) Edema anasarka

Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan karbohidrat
yang berlebihan.

Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah
trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khusunya pada
waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang
tepat.
a. Pengobatan medikamentosa
1) Obat anti kejang
Obat anti kejang yang menjadi pilihan utama magnesium sulfat. Pemberian
magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian pada preeklampsia berat.
Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ yang
penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan
ventilasi paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.

2) Perawatan pada waktu kejang


Tujuan utama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat
kejang-kejang tersebut. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
a) Dirawat di kamar isolasi cukup terang
b) Masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita
c) Kepala direndahkan : daerah orofaring dihisap
d) Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor untuk menghindari
fraktur.

3) Perawatan koma
Menjaga agar jalan nafas tetap terbuka, mencegah aspirasi bahan lambung,
monitor kesadaran dan dalamnya koma memakai GCS, pencegahan dekubitus, dan
diperhatikan makanan penderita.

4) Perawatan edema paru


Penderita dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan dengan respirator.

b. Penatalaksanaan obstetrik
1) Sikap dasar
Sikap terhadap kehamilan adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Saat terminasi
a) Bila sudah terjadi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4
8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :
b) Setelah pemberian obat antikejang terakhir
c) Setelah kejang berakhir
d) Setelah pemberian oabt-obat antihipertensi terakhir
e) Penderita mulai sadar.
Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia
pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia.
Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara
keseluruhan dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedis dan medis.

1. Pencegahan dengan nonmedis


Pencegahan nonmedis ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang
paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Restriksi garam tidak terbukti dapat
mencegah terjadinya Preeklampsia.
Diet suplemen yang mengandung
a). minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA,
b). antioksidan: vitamin C, vitamin E, -karoten, NAsetilsistein, asam lipoik, dan
c). elemen logam berat: zinc, magnesium, dan kalsium.

2. Pencegahan medis
Pemberian kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada
risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200
mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah
preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau
dipiridamole, dapat juga diberika antioksidan: vitamin C, vitamin E, -karoten, N-
Asetilsistein, dan asam lipoik.
Komplikasi Preeklampsia
Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk
kemungkinan :
1. Perdarahan subkapsular
2. Perdarahan periportal sistem dan infark liver
3. Edema parenkim liver
4. Peningkatan pengeluaran enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari kemampuan


sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan menimbulkan berbagai
bentuk kelainan patologis sebagai berikut :
1. Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah
2. Iskemia yang menimbulkan infark serebal
3. Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis
4. Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina
5. Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medulla oblongata.

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi dibawah
ini yang biasa terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia :
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
terjadi pada preeklamsia.

2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal
hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat
akan terjadi apopleksia serebri.

6. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-
paru.

7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan akibat vasospasme
arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8. Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah,
mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh
radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.

9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10. Komplikasi lain


Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejangkejang pneumonia
aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldenberg RL, McClue EM, MacGuire ER, Kamath BD, Jobe AH. Lessons for

low-income regions following the reduction in hypertensionrelated maternal mortality

in high-income countries. Int J Gynecol Obstet 2011;113:91-5.

2. Sibai BM. Diagnosis and management of gestational hypertension and

preeclampsia.Obstet Gynecol 2003;102:181-92.

3. Tan L, de Swiet M. The management of postpartum hypertension. BJOG

2002;109:733-6.

4. Report of the national high blood pressure education program working group on

high blood pressure in pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2000;183:S1-22.

5. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG practice bulletin no.

33: diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia. Washington, DC: The

College; 2002.

6. Sibai BM. Diagnosis and management of HELLP syndrome. Obstet Gynecol

2004;105: 402-10.

7. Sibai BM. Diagnosis, prevention and management of eclampsia. Obstet Gynecol

2005; 105:402-10.

8. Chames MC, Livingston JC, Ivester TS, Barton JR, Sibai BM. Late postpartum

eclampsia: a preventable disease? Am J Obstet Gynecol 2002;186:1174-7.

9. Sibai BM, Stella CL. Diagnosis and management of atypical preeclampsia-

eclampsia. Am J Obstet Gynecol 2009;200:481.e1-7.

10. Magee L, Sadeghi S. Prevention and treatmentof postpartum hypertension.

Cochrane Database Syst Rev 2005;1:CD004351.


11. Ghuman N, Rhiener J, Tendler BE, White WB. Hypertension in the postpartum

woman: clinical update for the hypertension specialist. J Clin Hypertens (Greenwich)

2009;11:726-33.

12. Piver MS, Corson SL, Bolognese RJ. Hypertension 6 weeks postpartum in

apparently normal women: a reappraisal and challenge. Am J Obstet Gynecol

1967;30:238-41.

13. Walters BNJ, Thompson ME, Lee A, de Swiet M. Blood pressure in the

puerperium. Clin Sci (Colch) 1986;71:589-94.

14. Attrebury JL, Groome LJ, Hoff C. Blood pressure changes in normotensive

women readmittedto the postpartum period with severe preeclampsia/eclampsia. J

Matern Fetal Med 1996;5:201-5.

15. Clark SL, Belfort MA, Dildy GA, et al. Emergency department use during the

postpartum period: implications for current management of the puerperium. Am J

Obstet Gynecol 2010; 203:38.e1-6.

1.

Anda mungkin juga menyukai