Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN MATERNITAS II

EKPLAMSIA / PREEKLAMPSIA BERAT (PEB)


Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
perkuliahan “Keperawatan Maternitas II”
Dosen Pembimbing: Ns. Lili Fajria, S.Kep., M. Biomed.

Oleh:

Niken Larassati 1911311012


Elvira Rahma Yuni 1911311024
Winanda Al-meihesi M 1911311027
Hayyun Fitria Nasution 1911311036
Nisaul Husna Yustisia 1911312042

Kelas 3A 2019

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah yang berjudul
“Ekslamsia / Pre-ekslamsia Berat (PEB)”. Kami juga berterimakasih kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Maternitas III yang telah memberikan tugas ini untuk
membimbing kami.
Penyusun berharap makalah ini bermanfaat dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita semua serta dapat mengaplikasikan ilmu dan pemahaman yang
didapat dalam kehidupan sehari-hari saat dihadapkan dengan situasi tersebut. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi pembaca.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan. Kami mohon kritik, saran, dan masukan yang membangun dari para
pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Padang, 7 September 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan Gejala Klinis Pre
ekslamsia Berat (PEB) ………....................................................
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis Pre eklamsia Berat.......................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia adalah gangguan kehamilan berupa tekanan darah tinggi yang
disertai dengan meningkatnya kadar protein dalam urine (proteinuria) atau gangguan
fungsi hati. Kondisi ini jarang terjadi, namun dapat berkembang dengan cepat dan
menyebabkan komplikasi serius pada ibu maupun janin. Sementara Peb
atau  preeklampsia berat adalah masalah kehamilan yang lebih parah. Preeklamsia
umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Jika tidak terdeteksi sejak
dini, maka membuatnya semakin sulit untuk dikendalikan. Terdapat dua jenis
preeklamsia yaitu, preeklamsia berat dan ringan yang harus ibu hamil ketahui.
Eklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai tekanan darah tinggi
dan kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kondisi serius ini selalu di dahului
dengan preeklamsia sebelumnya. Eklamsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia.
Eklamsia merupakan kondisi yang jarang terjadi, namun harus segera ditangani
karena dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janin.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Definisi dan Etiologi dari Pre Eklampsia Berat (PEB)?
2. Apakah Patofisiologi dan Tanda Gejala Klinis pada Pre Eklampsia Berat (PEB) ?
3. Bagaimanakah tindakan Asuhan Keperawatan Teoritis pada Pre Eklampsia Berat
(PEB) ?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi dan etiologi pre eklampsia berat (PEB)
2. Untuk menjelaskan patofisiolog dan tanda gejala klinis pre eklampsia berat (PEB)
3. Untuk menjabarkan tindakan yang diberikan pada pre eklampsia berat melalui
asuhan keperawatan teoritis
BAB 2

2.1 TINJAUAN TEORI


A. Definisi
PRE EKLAMSIA BERAT
Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
molahidatidosa. (Hanifa Wiknjosastri, 2014). Kegawatdaruratan preeklamsia
(toksemia gravidarum) adalah kondisi gawatdaruran yang diakibatkan oleh hipertensi,
edema, dan proteinuria yang dapat muncul pada kehamilan setelah 20 minggu sampai
akhir minggu pertama setelah persalinan (Sukarni, ZH, 2013 : 169)
Klasifikasi Preeklampsia Menurut nita dan Mustika (2013) Preeklamsia digolongkan
ke dalam preeklamsia dan preeklamsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
1) Preeklamsia
a) Tekanan darah
Kenaikan tekanan darah systole ≥ 30mmHg atau diastole > 15 mmHg ( dari tekanan
darah sebelum hamil). Pada kehamilan 20 minggu atau lebih dari atau sistole ≥ 140
( < 160 mmHg) diastole ≥ 90 mmHg (≤ 110 mmHg) dengan interval pemeriksaan 6
jam.
b) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
c) Protein uria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin
kateter atau urin aliran pertengahan.
d) Edema dependen, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar
e) Hiperefleksi + 3, tidak ada klonus di pergelangan kaki
f) Pengeluaran urine sama dengan masukan ≥ 30 ml/jam
g) Nyeri kepala sementara, tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada nyeri ulu hati
2) Preeklamsia berat
a) Tekanan darah 160/110 mmHg
b) Oliguria, urin kurang dari 400 cc/ 24 jam
c) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter
d) Keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium gangguan penglihatan, nyeri kepala,
edema paru dan sianosis, gangguan kesadaran.
e) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina,
trombosit kurang dari 100.000/mm

B. Etiologi
Etiologi pasti Preeklampsia Berat masih belum diketahui. Walaupun begitu,
beberapa peneliti menduga kuat adanya hubungan antara preeklamsia dengan kelainan
pada pembuluh darah plasenta. Diduga bahwa pembuluh darah plasenta mengalami
kelainan sehingga menjadi lebih sempit dibandingkan normal. Hal ini akan
menyebabkan gangguan dalam aliran darah melalui pembuluh darah sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan gangguan pertumbuhan janin intrauterin
(English FA, 2015). Adapun faktor resiko terjadinya preeklamsia adalah :
1) Primigravida atau > dari 10 tahun sejak kelahiran anak terakhir
2) Kehamilan anak pertama dengan pasangan baru
3) Ada riwayat preklamsia sebelumnya
4) Genetic
5) Kehamilan kembar
6) Kondisi medis tertentu seperti hipertensi esensial, penyakit ginjal dan diabetes
7) Adanya proteinuria saat pemeriksaan (>1 + pada >1 kali pemeriksaan atau > 0,3
gram /4 ja ).
8) Umur ≥40 tahun
9) Obesitas IMT >35)
10) IVF (vertilisasi in Vivo) (Bothamley, Boyle, 2013 : 194).

C. Patofisiologi preeklamsia
Pada Preeklampsia yang berat dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ
dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunningham, 2013). Perubahannya pada organ-organ :
1. Otak
Terjadi tekanan darah tinggi yang dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi,
pada saat auto regulasi tidak berfungsi sebagaimana fungsinya, jembatan penguat
endotel akan terbuka dan dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskuler. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau
perdarahan itrakranial yang sangat banyak Perubahan hati perdarahan yang tidak
teratur terjadi rekrosis, thrombosis pada lobus hati rasanya nyerim epigastrium

2. Mata
Pada preeklamsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.

3. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklamsia berat. Edema paru biasa
diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah
melahirkan.

4. Hati
Pada preklamsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartate
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fostafase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.

5. Ginjal
Pada preeklamsia berat keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat
meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisaran hingga
2-3 mg/dl. Hal ini di sebakan oleh perubahan instrikssi ginjal yang di timbukan oleh
vasoplasme hebat.

6. Darah
Kebanyakan pasien dengan prreklamsia memiliki pembekukan darah yang normal.
Perubahan tersamar yang mengarah ke koangulasi inravaskuler dan dekstruksi
eritrosit.

7. Plasenta
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang
singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenasi
untuk janin.

D. Tanda dan gejala klinis


Menurut Mitayani (2014) Preeklamsi berat dapat di disertai dengan satu atau
lebih tanda dan gejala berikut:
a. Tekanan darah tinggi diakibatkan pembuluh darah plasenta mengalami kelainan
sehingga menjadi lebih sempit dibanding normalnya, hal ini menyebabkan gangguan
dalam aliran darah melalui pembuluh darah sehingga muncul tanda dan gejala
peningkatan tekanan darah dan gangguan pertumbuhan janin.

b. Invasi trofoblasi mengakibatkan arteri spiralis bersifat inkomplit sehingga Aliran


darah uteroplasenta berkurang hal ini akan memicu respon inflamasi yang merusak sel
endotel, rusaknya sel endotel dalam pembuluh darah akan menyebabkan
meningkatnya permeabilitas vaskuler dan akan memicu vasokonstriksi. Peningkatan
permeabilitas vaskurler. Sehingga muncul tanda dan gejala protein urune meningkat
dan edema pada ibu hamil yang menderita preeklamsia berat.

c. Ablasio retina yang menyebabkan edema intra okuler sehingga terjadi perubahan
perendaran darah yang mengakibatkan pusat penglihatan kabur/terganggu,

d. Pada preeklamsia dan eklamsia di sebabkan oleh edema paru yang menimbukan
dekompensasi kordis. Sehingga cairan di paru-paru meningkat sehingga terjadinya
aspirasi pneumonia atau abses paru yang menimbulkan tanda dan gejala sesak
napas,sianosis dan adanya suara napas tambahan (Ronchi) dan penumpukan secret.

e. Preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang di tandai dengan kejang-


kejang, Hal ini di akibatkah oleh Kadar gula darah meningkat menyebabkan asam
laktat dan asam organic meningkat, sehingga cadangan alkali menurun yang
mengakibatkan kejang-kejang.

2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis Pre Eklampsia Berat (PEB)


Pengkajian :
1. Pengkajian keperawatan Pada pasien dengan (pteeklampsia) data-data yang
diperlukan dikaji
melliputi:
a. Identitas Pada wanita hamil primigrafida berusia kurang dari 25 tahun insidennya
tiga kali lebih tinggi dibandingkan usia yang 13 sama dengan multigrafida. Pada
wanita hamil usia lebih dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten. Meskipun proporsi
kehamilan dengan hipertensi kehamilan di Amerika serikat pada dasawarsa yang lalu
meningkat hampir sepertiga. Peningkatan ini sebagaian diakibatkan oleh peningkatan
jumlah ibu yang lebih tua dan kelahiran kemabar. Sebagai contoh pada tahun 1998
tingkat kelahiran dikalangan wanita usia 30-44 dan jumlah kelahiran wanita untuk
usia 45 dan lebih tua berada pada tingkat tertinggi dalam 3 dekade. Menurut national
center for health statistic. Lebih jauh lagi antara 1980 dan 1998, tingkat kelahiran
kembar meningkat sekitar 50 persen secara keseluruhan dan 1.000 persen dikalangan
wanita usia 45-49 tahun tingkat triplet dan orde yang lebih tinggi kelahiran kembar
melompat lebih dari 400 persen secara keseluruhan, dan 1.000 persen dikalangan
wanita40-an tahun (perry & potter, 2009)
b. Keluhan utama Pasien dengan preeklampsia pada kehamilan didapatkan keluahan
seperti sakit kepala terutama didaerah kuduk bahkan mata dapat berkunang-kunang,
pandangan mata kabur, proteinuria (protein dalam urine), peka terhadap cahaya, dan
nyeri ulu hati.
c. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan
biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala (tidak hilang
dengan analgesik biasa), diplopia, nyeri abdomen atas (epigastrium), oliguria (<400
ml/24 jam) serta nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah pasien
menderita diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus, atau scleroderma.
Perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakuakn untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti kronis hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil), obesitas,
ansietas, anginan,dispnea, ortopnea, hematuria, nokturia, dan sebagainya, ibu beresiko
dua kali lebih besar bila hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi bapak dari
satu kehamilan yang menderita penyakit ini. pasangan baru mengembalikan resiko ibu
sama seperti primigravida. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor presdisposisi
e. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab penyakit jantung atau
hipertensi. Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau
saudara perempuan meningkat resiko empat sampai delapan kali
f. Riwayat psiko sosial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya bagaimana
cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
g. Riwayat maternal Kehamilan ganda memiliki resiko dua kali lipat.
h. Pengkajian sistem tubuh B1 (Breathing) pernafasan meliputi sesak nafas sehabis
aktivitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu
pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.
B2 (Blood) gangguan fungsi kardiovaskuler pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnyanoferload janting akibat hipertensi. Selain itu terdapat perubahan
hemodinamika, perubahan volume darah berupa homokonsentrsi. Pembekuab darah
terganggu waktu trombin memanjang. Yang paling khas adalah trombositopnea dan
gangguan faktor pembekuan lain seperti menurunya kadar antritrombin III. Sirkulasi
meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner, episodepalpitasi,
kenaikan tekanan darah, tachycardia, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar,
S3, dan S4, kenaikan tekanan darah, nadi ddenyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tachycardia, murmur stenosis valvura, distensia
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin. B3 (Brain) lesi ini sering karena
pecahnya pembuluh darah otak akibat hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat
diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI. Otak dapat mengalami edema vasogenik
dan hipoperfusi. Pemeriksaan EEG juga memperlihatkan adanya kelainan EEG
terutama setelah kejang yang dapat berubah dalam jangka waktu seminggu. Integritas
ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah,
pernafasan menghela, dan peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi keluhan
kepala pusing, berdenyut sakit kepala suboksipital, kelemahan pada salah satu sisi
tubuh, gangguan pengelihatan (diplopia, pendangan kabur) epitaksis, kenaikan
tekanan pada pembuluh darah cerebral. B4 (Bladder) riwayat penyakit ginjal dan
diabetes, riwayat penggunaan obat deuterik juga perlu dikaji, seperti pada
glumerulopati lainnya terdapat peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar
protein dengan berat molekul tinggi. Sebagian besar peneliti biopsy ginjal
menunjukkan pembengkakan endotelkapiler glomerulus yang disebut endoteliosis
kapiler glomerulus. Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar
kemungkinan besar merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam
serum. B5(Bowel) makanan atau cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, protein, tinggi

Diagnosa :
 Volume cairan kurang
 Penurunan curah jantung
 Risiko cedera ibu
 Perubahan perfusi jaringan (uteroplasenta)
 Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
 Pengetahuan yang kurang

Out come yang diharapkan :


 Persalinan neonatus yang sehat.
 Pemulangan ibu dan bayi pulang.

3.Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang disusun dengan diagnosa Nyeri Akut berhubungan


dengan agen pencedera fisik prosedur operasi yaitu ; Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil klien
mengatakan nyeri berkurang, klien tampak rileks, klien mampu melakukan nafas
dalam. Intervensi yang dilakukan Management nyeri yaitu ; Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi dan frekuensi, observasi
reaksi non verbal dari ketidaknyamanan, tingkatkan istirahat, monitor tanda-tanda
vital, anjurkan tehnik relaksasi, kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Intervensi keperawatan yang disusun dengan diagnosa Nyeri Akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik prosedur operasi yaitu ; Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24 jam nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil melaporkan
bahwa nyeri berkurang, mampu mengenali skala nyeri; skala,intensitas, frekuensi, dan
tanda nyeri, wajah rileks. Intervensi yang dilakukan ; Bina hubungan saling percaya,
lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasim
frekuensi dan faktor penyebab, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan,
mengajarkan tehnik ditraksi dan relaksasi, gunakan tehnik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui nyeri yang dirasakan klien, perhatikan lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri; suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan dll, kolaborasi
pemberian analgetik.
Penerapan penulisan intervensi keperawatan yang tercantum menurut standar luaran
dan standar intervensi keperawatan maka intervensi nyeri akut b.d agen pencedera
fisik menjadi ; Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 6 jam diharapkan
tingkat nyeri L.08066 berkurang dengan kriteria hasil ; pasien melaporkan keluhan
nyeri berkurang, keluhan nyeri meringis menurun, pasien menunjukkan sikap
protektif menurun, pasien tidak tampak gelisah. Intervensi keperawatanyang
dilakukan yaitu Management Nyeri I.08238, Observasi ; identifikasi; lokasi,
karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri,
identifikasi respon nyeri non verbal, identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri, monitor efek samping penggunaan analgetik. Terapeutik ;
berikan tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri; hipnosis, akupressur,
kompres hangat.dingin, terapi imajinasi terbimbing, fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi ; Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, jelaskan strategi meredakan
nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat, ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri. Kolaborasi;
pemberian analgetik jika perlu.

Intervensi keperawatan yang disusun dengan diagnosa keperawatan Resiko Infeksi


ditandai dengan efek prosedur invasif yaitu ; . Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami infeksi dengan
kriteria hasil klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal. Intervensi
yang dilakukan ; Pertahankan tehnik aseptik, cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, berikan terapi antibiotik, tingkatkna intake nutrisi, monitor tanda
dan gejala infeksi sistemik dan lokal, dorong pasien istirahat, dorong masukan cairan
oral dan diet tinggi protein, vitamin c dan zat besi, anjurkan klien untuk melakukan
perawatan luka dan ganti verban, anjurkan klien untuk menjaga luka agar tetap kering
dan bersih.
Penerapan penulisan intervensi keperawatan yang tercantum menurut standar luaran
dan standar intervensi keperawatan maka intervensi keperwatan Resiko infeksi
dibuktikan dengan efek prosedur invasif menjadi ; Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tingkat infeksi L.141137 menurun dengan
kriteri hasil tanda-tanda infeksi menurun; demam, nyeri, kemerahan dan bengkak),
kadar sel darah putih membaik. Intervensi yang dilakukan Pencegahan Infeksi
I.14539, Observasi; Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, Terapeutik ;
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien,
perrahankan tehnik aseptik pada pada pasien beresiko tinggi, Edukasi ; Jelaskan tanda
dan gejala infeksi, ajarkan cara mencuci tangan dengan benar, ajarkan cara memeriksa
kondisi luka post operasi, anjurkan meningktakan asupan nutrisi.
Intervensi keperawatan yang disusun dengan diagnosa keperawatan Menyusui tidak
efektif berhubungan dengan kondisi situasional yaitu ; Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan ibu menyusui bayi secara efektif dengan
kriteria hasil kemantapan pemberian ASI pada bayi, kemantapan ibu untuk membuat
bayi melekat dengan tepat, pemeliharaan pemberian ASI, penyapihan pemberian
ASI . Intervensi yang dilakukan ; Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk
menyusui, berikan informasi tentang laktasi dan tehnik memompa ASI, berikan
informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian ASI, pantau integritas kulit
puting ibu, ajarkan pasien tentang prosedur dan tehnik menyusui yang benar cara
perawatan payudara.
Penerapan penulisan intervensi keperawatan yang tercantum menurut standar luaran
dan standar intervensi keperawatan maka intervensi keperwatan Menyusui tidak
efektif berhubungan dengan kondisi situasional menjadi ; Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status menyusui L.03029 meningkat
dengan kriteri hasil perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat, kemampuan ibu
memposisikan bayi dengan benar meningkat, tetesan/pancaran ASI meningkat, suplai
ASI adekuat meningkat serta kepercayaan diri ibu ibu meningkat. Intervensi yang
dilakukan Konseling laktasi I.03093, Pijat laktasi I.03134 dan Promosi ASI ekslusif
I.03135, Observasi; Identifikasi keadaan emosional dan ibu saat akan dilakukan
konseling menyusui, identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses
menyusui, identifikasi pengetahuan ibu tentang menyusui, monitor kondisi mammae
dan puting, identifikasi kebutuhan laktasi bagi ibu pada antenatal, intranatal dan
postnatal, Terapeutik ; Gunakan tehnik mendengarkan aktif , berikan pujian terhadap
perilaku ibu yang benar, posisikan ibu dengan nyaman, pijat mulai dari kepala, leher,
bahu punggung dan payudara, pijat dengan kembut dan secara melingkar, libatkan
suami dan keluarga, gunakan sendok dan cangkir jika bayi belum bisa menyusu,
diskusikan dengan keluarga tentang ASI Ekslusif, Edukasi ; Jelaskan program gizi
dan persepsi pasien terhadap diet yang diprogramkan, jelaskan tujuan, manfaat
tindakan pijat laktasi, jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, jelaskan tanda-
tanda bayi cukup ASI, anjurkan ibu memberikan nutrisi kepada bayi hanya dengan
ASI, anjurkan ibu menjaga produksi ASI dengan memerah, walaupun kondisi ibu dan
bayi terpisah.

Implementasi :
1. Manajemen keperawatan
• Memonitor tekanan darah.
• Kaji denyut jantung janin.
• Kirim darah dan urin untuk pengujian.
• Berikan obat yang diresepkan.
• Pantau refleks pada pasien yang menggunakan magnesium sulfat.
• Pemeriksaan neurologis secara teratur.
• Tindakan pencegahan kejang jika diperintahkan.

2. Manajemen medis
Tujuan pengobatan saat eklampsi adalah untuk mencegah kejadian serebrovaskular
dan kardiovaskular yang signifikan pada ibu tanpa mengorbankan kesejahteraan janin
Tujuan utama profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan preeklamsia adalah
untuk mencegah atau mengurangi tingkat eklampsia dan komplikasi yang terkait
dengan eklampsia.
Penatalaksanaan preeklampsia secara keseluruhan meliputi pengobatan suportif
dengan antihipertensi dan antiepilepsi sampai pengobatan definitif – persalinan
a. Magnesium sulfat Obat ini mengurangi risiko kejang pada pasien dengan
preeklamsia berat.
b. Antihipertensi lini pertama untuk preeklamsia/eklampsia termasuk hidralazin,
labetalol, dan nikardipin.
• Hidralazin: Dosis hidralazin hidroklorida yang dianjurkan adalah 5-10 mg
(IV/IM) yang diberikan setiap 15 menit hingga dosis 20 mg IV (atau 30 mg IM). Jika
tidak ada perubahan tekanan setelah 20 menit, harus memikirkan agen lain.
• Labetalol: Dosis awal labetalol hidroklorida yang direkomendasikan adalah 20
mg, injeksi lambat. Mungkin lebih disukai karena kurangnya refleks takikardia dan
hipotensi (jika didorong lambat), atau peningkatan tekanan intrakranial. Berhati-
hatilah jika pasien memiliki riwayat penyakit miokard sebelumnya atau gagal jantung
kongestif atau asma yang sudah ada sebelumnya.
• Nikardipin: Nikardipin dapat menyebabkan takikardia refleks yang lebih
sedikit daripada nifedipin. Tingkat awal yang direkomendasikan adalah 5mg/jam dan
dapat disesuaikan dengan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai pengurangan MAP 15%
tercapai, atau dosis maksimum 15 mg/jam telah tercapai
• Untuk pencegahan dan pengobatan eklamsi adalah magnesium sulfat Obat ini
mengurangi risiko kejang pada pasien dengan preeklamsia berat.

Evaluasi :
Evaluasi pada pasien dibuat berdasarkan catatan perkembangan pasien yang ada
dalam pelaksanaan tindakan, dari hasil evaluasi tersebut dapat terlihat apakah masalah
keperawatan pasien yang dialami teratasi atau tidak.
Hasil evaluasi yang dilakukan terdapat diagnosa keperawatan teratasi setelah 3 hari
dilakukan asuhan keperawatan yaitu diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik, resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
serta diagnosa menyusui tidak efektif berhubungan dengan kondisi situasional.
sebagian setelah 3 hari dilakukan asuhan keperawatan yaitu diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik.
BAB III

3.1 Kesimpulan
1. Beberapa faktor risiko yang terbukti berperan terhadap kejadian preeklamsia
pada ibu adalah usia <20 atau >35 tahun, aktivitas fisik tinggi, stres berat, riwayat
preeklamsia keluarga dan paparan asap rokok.
2. Bila kejadian tersebut secara bersamaan maka probabilitas kejadian preeklamsia
mencapai 86,7 %.
3. Beberapa faktor risiko yang tidak terbukti berperan terhadap kejadian
preeklamsia pada ibu adalah adalah multiparitas, kelebihan berat badan sebelum
hamil,riwayat hipertensi dan kehamilan tidak diinginkan.

3.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Sebaiknya ibu merencanakan kehamilannya pada waktu yang tepat, yaitu 20-35
tahun.
b. Ibu hamil agar tidak melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat.
c. Sebaiknya ibu hamil tidak terbebani oleh masalah-masalah yang dapat
menyebabkan stres.
d. Sebaiknya ibu menelusuri apakah dalam keluarganya terdapat riwayat
preeklamsia keluarga, agar dapat mencegah terjadinya preeklamsia
DAFTAR PUSTAKA

Indriani, Nanien, Analisa factor-faktor yang berhubungan dengan


preeklamsia pada ibu bersalin di rumah sakit umum daerah kardinah kota tegal
tahun,Skripsi. Fakultas kesehatan Masyarakat Program Studi Kebidanan Komunitas.
Depok. Diakses 26 November 2019.

Kemenkes RI . Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu di


Indonesia. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Ibu Ditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI.

Magley M, Hinson MR, Haddad LM. Eclampsia (Nursing). 2021 Jun 12. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan–. PMID:
34033310. Diakses dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34033310/

Novitasari, Dyah Ayu (2015) Asuhan Keperawatan Pada Ny R P1A0 Post


Sectio Caesarea Dengan Indikasi Preeklampsia Berat (PEB) Di Ruang Mawar RSUD
Surakarta. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/34031

SARALANGI, RATIH (2014) Asuhan Keperawatan Pada Ny.P Kehamilan


Dengan Peb(Preeklamsia Berat)Diruang Mawar I Rumah Sakit Dr.Moewardi.
Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/30772

Anda mungkin juga menyukai