Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan Rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kegawatdaruratan Maternal Neonatal”

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa

didalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari

kata sempurna.

Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata

yang kurang berkenang. Kritik dan sarang yang membangun sangat diperlukan

untuk perbaikan dimasa depan.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan Post Partum merupakan penyebab utama kematian ibu

pasca persalinan. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan

adalah perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan,

hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Meskipun angka

kematian ibu telah sangat menurun di negara maju, kasus ini tetap menjadi

penyebab utama kematian ibu di tempat lain.

Angka kematian ibu terkait kehamilan di Amerika Serikat adalah

sekitar 7-10 wanita per 100.000 kelahiran hidup dan statistik menunjukkan

bahwa sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan

postpartum. Di negara berkembang, angka kematian ibu dapat melebihi

1000 wanita per 100.000 kelahiran hidup, sementara itu di Indonesia

berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun

2012 angka kematian ibu adalah sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 25% kematian ibu

terjadi karena disebabkan oleh perdarahan postpartum, yang mencapai

100.000 kematian ibu per tahun, dan American College of Obstetricians

dan Gynecologists (ACOG) memperkirakan terjadi 140.000 kematian ibu

per tahun atau 1 wanita setiap 4 menit.

Perdarahan Post Partum didefinisikan sebagai kehilangan darah

lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1000 mL
setelah sesar. Efek perdarahan pada ibu hamil tergantung pada volume

darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai

dan kadar hb sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di

Indonesia (46%) serta fasilitas transfuse darah yang masih terbatas

menyebabkan PPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas,

proses involusi, dan laktasi.

Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan kenaikan

tekanan darah sebagi respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan

pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah

perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat peka

terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravaskuler

dan ada penumpukan cairan ekstra vaskuler, sehingga perdarahan yang

sedikit saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu

penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.

PPP akan dapat menyebabkan kematian ibu 45 % terjadi pada 24

jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setalah bayi

lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi lahir.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian Perdarahan Post Partum?

2. Apakah faktor-faktor penyebab Perdarahan Post Partum?

3. Apa tanda-tanda Perdarahan Post Partum?

4. Bagaimana penatalaksanaan Perdarahan Post Partum?


C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Perdarahan Post Partum

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab Perdarahan Post Partum

3. Mengetahui tanda-tanda Perdarahan Post Partum

4. Mengetahui penatalaksanaan Perdarahan Post Partum


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdarahan Post Partum

Perdarahan Post partum (PPP) adalah perdarahan setelah bayi lahir (Kala

IV) sebelum / pada saat setelah plasenta lahir, dengan jumlah >500 cc.

Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml

melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III.

Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-

kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur

dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons,

handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang

juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu

dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap

kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat

karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas.

Oleh karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah

dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum.


Klasifikasi Perdarahan Post Partum dibagi menjadi perdarahan postpartum

primer dan sekunder :

1. Perdarahan postpartum primer (Early Post Partum Haemorarage) terjadi

dalam 24 jam pertama, penyebab utamanya Perdarahan postpartum primer

adalah atonia uteri, retensio plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak

dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan postpartum sekunder (Late Post Partum Haemorrage) terjadi

setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder

adalah adanya sisa plasenta dan infeksi ( metritis dan endometritis ).

B. Faktor – Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum

1. Perdarahan Post Partum Primer

Sebab pendarahan postpartum dibagi menjadi 3 kelompok utama, yaitu:

a. Atonia Uteri

Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan

uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi

plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. kegagalan mekanisme akibat

gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini

menjadi penyebab utama pendarahan postpartum. Pendarahan


postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat

myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya

pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta

menjadi berhenti.

 Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah:

1) Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau

anak terlalu besar.

2) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan

kasep.

3) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita

penyakit menahun.

4) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.

5) Infeksi intrauterin (korioamnionitis)

6) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

7) Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara.

8) Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi;

 Gejala Klinik :

1) Perdarahan pervaginam

2) Konstraksi uterus lemah

3) Anemia

4) Konsistensi rahim lunak

5) Perdarahan segera setelah anak lahir

 Diagnosis
Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif

dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih

setinggi pusat atau lebih dengan konstraksi yang lembek. Perlu

diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga

masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh

darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan

dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

 Penanganan

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum

pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau

sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan

bergantung pada keadaan kliniknya.

1) Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal

sebagai berikut :

a) Sikap Trendelenburg (kepala lebih rendah dari kaki), memasang

infus, dan memberikan oksigen.

b) Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :

 Masase fundus uteri dan merangsang puting susu.

 Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c

 Memberikan derivat prostaglandin

 Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rectal

 Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal.

 Kompresi aorta abdominalis


 Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk

dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah

konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan

histerektomi.

b. Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah Plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30

menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan

pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara

plasenta dan uterus. Bila sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam

uterus disebut rest plasenta dan dapat menimbulkan perdarahan post

partum primer atau sekunder.

 Macam-macam retensio plasenta sebagai berikut :

1) Retensio plasenta Adhesive

Retensio plasenta Adhesive adalah implantasi yang kuat pada

jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme

separasi fisiologis.
2) Retensio plasenta Ankreta

Retensio plasenta Ankreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

hingga memasuki sebagian lapisan myometrium.

3) Retensio plasenta Inkreta

Retensio plasenta Inkreta adalah dalam implantasi jonjot korion

plasenta hingga mecapai/memasuki myometrium.

4) Retensio plasenta Perkreta

Retensio plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding

uterus.

 Faktor predisposisi retensio plasenta:

1) Plasenta previa

2) Usia

3) jarak persalinan

4) Penolong persalinan

5) riwayat manual plasenta

6) anemia

7) Kandung kemih yang penuh

8) Kontraksi uteri yang kurang ( his lemah )

9) Kesalahan pada proses melahirkan (kala III)

10) Kotraksi serviks yang terlalu cepat sehingga dapat menahan plasenta

keluar

11) Ukuran plaseta yang sangat kecil


 Gejala Klinis

1) Perdarahan pervaginam

2) Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi

3) Uterus berkonstraksi dan keras

 Penanganan

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan

kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid

(sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila

memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi

oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan

hasil pemeriksaan darah.

2) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer

laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.

3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil

lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.

Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan

kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,

setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi

ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali

pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat

dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa

plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan

kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati

karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada

abortus.

6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan

pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian

antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan

infeksi sekunder.

c. Robekan jalan lahir

Robekan jalan lahir adalah Perdarahan dalam keadaan di mana

plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan

bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Robekan

jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum,

trauma forceps, dan ekstraksi.

 Faktor penyebab robekan jalan lahir adalah :


1) Faktor Maternal :

a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong

b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan

c) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus

yang berlebihan.

d) Edema dan kerapuhan pada perineum

e) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum

f) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula

sehingga

g) Menekan kepala bayi ke arah posterior.

h) Peluasan episiotomi

2) Faktor-faktor janin :

a) Bayi yang besar

b) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan

occipitoposterior

c) Kelahiran bokong

d) Ekstrasksi forceps yang sukar

e) Dystocia bahu

f) Anomali congenital, seperti hydrocephalus.

 Gejala Klinik

1) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

2) Uterus kontraksi dan keras

3) Plasenta lengkap
4) Pucat dan Lemah

5) Menggigil

 Robekan jalan lahir terdiri atas :

 Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum

umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala

janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,

kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih

besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika

terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi

uterus yang kuat. Tingkatan robekan pada perineum dibagi atas 4 tingkat

 Tingkat I: robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau

tanpa mengenai kulit perineum

 Tingkat II: robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei

transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani

 Tingkat III: robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter

ani

 Tingkat IV: robekan sampai mukosa rektum

 Factor-faktor yang menyebabkan trauma pada jalan lahir, antara lain :

1) Interval yang lama antara dilakukannya episiotomy dankelahiran anak

2) Perbaikan episiotomy setelah bayi dilahirkan terlalu lama


3) Pembuluh darah yang putus pada puncak episiotomy tidak berhasil

dijahit

4) Kemungkinan terdapat beberapa tempat cedera yang tidak terpikirkan

 Robekan dinding vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum

tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,

tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,

terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada

dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

 Kolpaporeksis

Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada

bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang

disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus

dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang

panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina,

jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina

pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan

yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa

timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan

tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus

uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke

atas.
 Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga

serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah

melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan

perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila

terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah

lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan

perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

 Penanganan :

1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi

dan sumber perdarahan.

2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan

antiseptic

3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat

dengan benang yang dapat diserap

4) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling

distal terhadap operator.

5) Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan

sebagian rektum) dilakuakan penjahitan lapis demi lapis

6) Ruptur uteri harus rujuk ke RS / RSUD dengan infus

terpasang.

2. Perdarahan Post Partum Sekunder


Perdarahan postpartum sekunder (Late Post Partum Haemorrage)

terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum

sekunder adalah sisa plasenta atau membran dan infeksi ( endometritis dan

metritis ).

a. Adanya Sisa – Sisa Plasenta

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga

rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan

pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan).

Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan

perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim

baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan

subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung

terus dan berasal dari rongga rahim.

Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali

apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah

plasenta lahir.

Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat

keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa

plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat

bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari

rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap

sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.


 Penatalaksanaan

1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan

kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa

plasenta dapat dikeluarkan secara manual.

Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena

dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada

abortus.

2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

b. Terjadinya infeksi ( Endometritis Dan Metritis )

Infeksi masa nifas adalah semua peradanngan yang disebabkan oleh

masuknya kuman-kuman ke dalam alat- alat genital pada waktu

persalinan dan nifas. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat

masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada

masa nifas.

1. Terjadinya infeksi Endometritis

Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium,

merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72

jam setelah melahirkan. Endometritis paling sering ditemukan setelah

seksio sesarea, terutama bila sebelumnya pasien menderita

korioamnionitis, partus lama atau pecah ketuban yang lama.


Penyebab-penyebab lainnya endometritis adalah jaringan plasenta

yang tertahan setelah abortus atau melahirkan.

Infeksi endometrium dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada

serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim.

Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut. Endometritis bisa juga

disebabkan oleh golongan streptococcus, staphylococcus, adakalanya

basil tuberculosis dan gonococcus.

Endometritis adalah penyakit yang melibatkan polymicrobial, rata-

rata, 2-3 organisme. Dalam banyak kasus, hal itu timbul dari infeksi

menaik dari organisme yang ditemukan di vagina normal flora asli.

Biasanya terisolasi organisme termasuk Ureaplasma urealyticum,

Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis, Bacteroides bivius, dan

kelompok B Streptococcus. Chlamydia telah dikaitkan dengan onset

terlambat endometritis postpartum. Enterococcus diidentifikasi dalam

sampai dengan 25% dari perempuan yang telah menerima profilaksis

cephalosporin.

 Tanda dan Gejala Endometritis

Tanda dan gejala endometritis antara lain :

a) Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius.

Tergantung pada keparahan infeksi.

b) Takikardia

c) Menggigil dengan infeksi berat


d) Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral

e) Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual

f) Subinvolusi

g) Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia

seropurulenta

h) Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis

puerperium fisiologis

i) Perdarahan pervaginam

j) Shock sepsis maupun hemoragik

k) Abdomen distensi atau pembengkakan.

l) Abnormal pendarahan vagina

m) Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)

n) Terjadi ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit

(malaise)

 Penatalaksanaan Infeksi Endometritis :

a) Pada penderita endometritis ringan pasca persalinan normal

pengobatan dengan antibiotika oral biasanya memberikan hasil

yang baik.

b) Pada penderita sedang dan berat , termasuk panderita pasca secsio

caesarea, perlu diberikan antibiotik spektrum luas secara

intravena, dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48

– 72 jam.
c) Bila setelah 72 jam demam tidak membaik perlu dicari dengan

lebih teliti penyebabnya karena demam yang menetap ini jarang

yang disebabkan oleh resistensi bakteri terhadap antibiotika atau

suatu efek samping obat.

d) Penyulit endometritis yang sering menimbulkan demam yang

menetap ini diantaranya parametrial flegmon, abses pelvis atau

tempat insisi, infeksi pada hematom dan pelvik trombo flebitis.

Oleh karenanya, pada kasus endometritis yang berat dan disertai

penyulit perlu dipertimbangkan intervensi bedah untuk drainase

abses atau evakuasi jaringan yang rusak.

2. Terjadinya Metritis ( Miometritis )

Metritis (miometriosis) adalah infeksi uterus setelah persalinan

yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu.

Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari

endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.

 Penyebab terjadinya metritis

a) Persalinan yang ditolong oleh dukun, atau pemeriksaan dalam

yang berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke

dalam rongga rahim.

b) Alat-alat persalinan yang digunakan tidak steril

c) Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat terkena infeksi

kontaminasi yang berasal dari hidung, tenggorokan dari

penolong dan pembantunya atau orang lain


 Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala dari matritis, yaitu :

a) Demam menggigil

b) Nyeri di bawah perut

c) Lochia berbau dan bernanah

d) Nyeri tekan uterus

e) Perdarahan pervaginam

f) Syok

3. Faktor Predisposisi Infeksi Masa Nifas

Faktor predisposisi infeksi masa nifas, yaitu :

a) Partus lama, partus terlantar, dan ketuban pecah lama.

b) Tindakan obstetri operatif baik pervaginam maupun perabdominal.

c) Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban dan bekuan darah

dalam rongga rahim.

d) Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti

perdarahan, kelelahan, malnutrisi, preeklamsi, eklamsi dan

penyakit ibu lainnya (jantung, tuberkulosis paru, pneumonia dan

lain-lain).

4. Penanganan

Penanganan yang dapat dilakukan, yaitu :

a) Berikan transfusi darah jika dibutuhkan (packet red cell)

b) Berikan antibiotik spektrum luas dalam dosis yang tinggi

c) Pertimbangakan pemberian anti tetanus profilaksis


d) Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran ( digital

atau dengan kuret tumpul besar)

e) Bila ada pus, lakukan drainase (kalau perlu kalpotomi), ibu dalam

posisi flower

f) Bila tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada

tanda peritonitis generalisata, lakukan laparotomi dan keluarkan

pus. Bila pada uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi

subtotal.

5. Pencegahan

Pencegahan infeksi selama nifas antara lain:

a) Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.

b) Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital

harus suci hama.

c) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan

khusus, tidak bercampur dengan ibu nifas yang sehat.

d) Membatasi tamu yang berkunjung.


BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml

selama 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan Post partum

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu, Early Postpartum yang terjadi 24 jam

pertama setelah bayi lahir, dan Late Postpartum yang terjadi lebih dari

24 jam pertama setelah bayi lahir. Tiga hal yang harus diperhatikan

dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum

adalah menghentikan perdarahan, mencegah timbulnya syok, dan

mengganti darah yang hilang

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami

bahwa pentingnya pengetahuan tentang konsep perdarahan post partum

dalam proses kebidanan. Khususnya bagi pembaca yang berprofesi

sebagai seorang bidan atau tenaga medis lainnya agar dapat

memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat pada ibu perdarahan post

partum.

Anda mungkin juga menyukai