Disusun oleh :
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas terselesaikan makalah ini,
mengenai REGISTRASI PRAKTIK BIDAN yang disajikan secara sistematis dan
jelas. Dan juga kami mengucapkan terima kasih. Dalam penyusunan makalah ini
kami menyadari masih banyak kekurangan atau ketidak sempurnaan. Mudah-
mudahan dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan
pembaca.
Kami menyadari adanya kekurangan - kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kepada sejawat pembaca kami mohon maaf bila dalam penyajian makalah
ini masih banyak kekurangan atau kesalahan. Kami sangat harapkan kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan
tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar.
Apabila seorang bidan melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia
akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai
dengan standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode
etik profesi dan hukum profesi dalam setiap tindakannya.
Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya
mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi
dan merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.
Dengan pesatnya globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan
sosial masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/
penyimpangan etik yang akan mempengaruhi pelayanan kebidanan, misalnya
dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau Institusi
Kesehatan lainnya.
Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan
standar pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan
semua persyaratan pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan
kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani
oleh bidan.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada
masyarakat harus memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung
program pemerintah untuk pembangunan dalam negara, salah satunya dalam
aspek kesehatan. Maka diperlukan adanya Peraturan ataupun Undang-Undang
Kesehatan yang memuat Registrasi dan Praktik Bidan termasuk didalamnya
mengenai Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan seperti yang diatur dalam
PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010.
1
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas etika
profesi dalam kebidanan serta menambah wawasan mengenai permenkes
tentang registrasi dan praktek bidan.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi
mengenai peraturan mentri kesehatan tentang registrasi dan praktek bidan.
2
PEMBAHASAN
A. Definisi Bidan
Seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang
diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan
supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita
selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan ( post partum
period ), memimpin persalinan atas tanggung jawanya sendiri serta asuhan
pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif,
pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan
bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat
tidak hadirnya tenaga medik lainnya.
Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga
dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan
persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari
ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktik di
rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat
lainnya.
Definisi bidan (ICM) : bidan adalah seseorang yang telah menjalani
program pendidikan bidan yang diakui oleh Negara tempat ia tinggal dan
telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk
terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan-bidan merupakan
salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban uamt manusia.
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular
dalam program pendidikan kebidanan sebagai yang telah diakui skala
Yuridis, dimana dia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan
kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.
3
Kep Menkes Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 Bab I Pasal 1 Bidan
adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan
lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku.
Internbasional conferentation of Mid wife bidan adalah seorang yang
telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh Negara serta
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakn praktek bidan di
Negara itu.
4
Falsafah kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi
bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan. Falsafah kebidanan tersebut
adalah :
1. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang – Undang
maupun peraturan pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu
tenaga pelayanan kesehatan professional dan secara internasional diakui
oleh International Confederation of Midwives (ICM), FIGO dan WHO.
2. Tugas, tanggungjawab dan kewenangan profesi bidan yang telah diatur
dalam beberapa peraturan maupun keputusan menteri kesehatan
ditujukan dalam rangka membantu program pemerintah bidang kesehatan
khususnya ikut dalam rangka menurunkan AKI, AKP, KIA, Pelayanan
ibu hamil, melahirkan, nifas yang aman dan KB.
3. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan
kebutuhan manusia dan perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk
menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup dan untuk
berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya.
4. Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan dan menopause
adalah proses fisiologi dan hanya sebagian kecil yang membutuhkan
intervensi medic.
5. Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun
apabila tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.
6. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka
setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak
mendapat pelayanan yang berkualitas.
7. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga
yang membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
8. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu,
lingkungan dan pelayanan kesehatan.
5
9. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative ditujukan kepada individu, keluarga
dan masyarakat.
10. Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah
dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang
professional dan interaksi social serta asas penelitian dan pengembangan
yang dapat melandasi manajemen secara terpadu.
11. Proses kependidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan
kepribadian berlangsung sepanjang hidup manusia perlu dikembangkan
dan diupayakan untuk berbagai strata masyarakat.
6
2. Pelaporan dan registrasi
Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 2
a. Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan
laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat lambatnya 1 (satu)
bulan setelah dinyatakan lulus.
b. Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir I terlampir.
1) Ketentuan untuk pelaporan peserta didik yang baru lulus ke
Dinas Kesehatan provinsi
2) Kewajiban untuk registrasi bagi bidan yang baru lulus
3) Penerbitan SIB oleh kepala Dinas Kesehatan Propinsi
4) Kewajiban untuk kepemilikan SIB termasuk untuk Bidan luar
negeri
5) Pembaharuan SIB Permenkes nomor 1464/MENKES/
PER/X/2010
6) Bidan dapat praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan
kesehatan
7) Minimal pendidikan Bidan adalah dIII kebidanan
8) Kewajiban memiliki SIKB untuk Bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan
9) Kewajiban memiliki SIPB untuk Bidan yang praktik mandiri
10) Kewajiban memiliki STR, SIKB dan SIPB yang di keluarkan
oleh pemerintah daerah kabupaten/Kota
7
kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan
sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya.
Pasal 3
1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan
mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna
memperoleh SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
menerima ijazah bidan.
2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
a) fotokopi Ijazah Bidan;
b) fotokopi Transkrip Nilai Akademik
c) surat keterangan sehat dari dokter
d) pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir II terlampir.
Pasal 4
1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan
melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB.
2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan,
dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III
terlampir.
Pasal 5
1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan
registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara
berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal
8
c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan
tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah
diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan
dalam buku registrasi nasional.
Pasal 6
1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk
melengkapi persyaratan mendapatkan SIB.
2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat
keterangan selesai adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan
melampirkan:
a) Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi;
b) Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi
untuk melaksanakan adaptasi.
7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
sebagaimana tercantum dalam Formulir IV terlampir.
Pasal 7
2) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta
merupakan dasar untuk menerbitkan SIPB.
3) Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik
dengan melampirkan antara lain:
9
a) SIB yang telah habis masa berlakunya
b) Surat Keterangan sehat dari dokter
c) Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Masa bakti
Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Wewenang bidan
Kepmenkes 900 tahun 2002
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan keluarga berencana
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 15
a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
ditujukan kepada ibu dan anak.
b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui, dan masa antara
(periode interval).
c. Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru
lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pasal 16
Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
10
d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat i,
preeklamsi ringan dan anemi ringan
e. Pertolongan persalinan normal
f. Pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang,
partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (kpd) tanpa
infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena
inersia uteri primer, post term dan preterm
g. Pelayanan ibu nifas normal
h. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup ratensio plasenta,
renjatan, dan infeksi ringan
i. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
11
c. Mengeluarkan placenta secara manual
d. Bimbingan senam hamil
e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f. Episiotomy
g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat ii
h. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
i. Pemberian infuse
j. Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika, dan
sedative
k. Kompresi bimanual
l. Versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m. Vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n. Pengendalian anemi
o. Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
q. Penanganan hipotermi
r. Pemberian minum dengan sonde/pipet
s. Pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat
sesuai dengan formulir vi terlampir
t. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 huruf b berwenang untuk:
a. Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat
kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
b. Memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi
c. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e. Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga
berencana dan kesehatan masyarakat.
12
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat sebagaimana
dimaskud dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a. Pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak
b. Memantau tumbuh kembang anak
c. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d. Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan petolongan pertama,
merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual (ims),
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 21
a. Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan
kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
14.
b. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
13
b. Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan pada
bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan pelaporan yang mana bunyi
pasal tersebut ialah :
Pasal 27
(1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke
puskesmas dan tembusan ke kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.
14
Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi
pendidikan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan
pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan
yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
(4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus membuat
pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta
menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas
supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang
bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya
pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 23
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan tindakan
administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
(2) Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
- Teguran lisan
- Teguran tertulis
- Pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu)
tahun
- Pencabutan SIKB / SIPB selamanya.
15
Pasal 24
(1) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi
berupa rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada kepala
dinas kesehatan provinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia (
MTKI ) terhadap bidan yang melakukan praktek tanpa memiliki
SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat ( 1 ) dan ( 2 )
(2) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi
teguranlisan, teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak
mempunyai SIKB.
b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktek bidan pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai
pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul
ialah:
Pasal 31
(1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya
ditetapkan oleh organisasi profesi.
(2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan
dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan
pengabdian masyarakat.
(3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi
profesi.
(4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan
mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit
yang ditentukan.
Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan
praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya
16
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
kepada organisasi profesi.
Pasal 33
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi
profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
bidan yang melakukanpraktik diwilayahnya.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya
dibahas secara periodic sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun.
Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 35
(1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
- Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam izin praktik.
- Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi.
(2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat
atau menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga
kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) butir a.
Pasal 36
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan
peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap keputusan ini.
(2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan
tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
17
Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan
dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis
Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
(1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang
bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan
lama pencabutan SIPB.
(3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima,
apabila dalam waktu 14(empat belas) hari tidak diajukan
keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama
dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
(5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang
mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48
Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap
pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat
dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
18
Pasal 40
(1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri
Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat
mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan
peraturan perundang - undangan yang berlaku
(2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan keputusan ini.
Pasal 41
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang
bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di
wilayahnya.
(2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur
pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait
lainnya.
7. Ketentuan Pidanaan
Tidak Memberi Pertolongan Pertama Kepada Pasien
Pasal 190
ayat (1) menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan
pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau
kematian,pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
19
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
20
psikologis bagi korban perkosaan.Itupun hanya dapat dilakukan setelah
persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi.
Aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak
pidana.
Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
10(sepuluh)tahun dan denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Memperjual Belikan Darah
Darah sangat penting peranannya bagi kesehatan seseorang. UU
menentukan bahwa pelayanan darah merupakan upaya pelayanan
kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar
dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Karena itulah UU melarang darah untuk diperjual belikan dengan dalih
apapun.
Bagi Yang Melanggar Larangan Tersebut Diancam Dengan Pidana
Pasal 195 menentukan setiap orang yang dengan sengaja memperjual
belikan darah dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Kefarmasian dan/atau Alat Kesehatan
UU menentukan tiga macam tindak pidana kefarmasian dan /atau alat
kesehatan.
Masing masing diatur dalam Pasal 196,197 dan 198.
Pasal 196 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat
(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
21
tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Selanjutnya Pasal 197 menentukan bahwa setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah).
Kemudian Pasal 198 menentukan bahwa setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
22
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dalam Hal Korporasi Melakukan Tindak Pidana
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 190 ayat (1), Pasal
191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi, menurut ketentuan Pasal 201, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya,pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali
daripada pidana denda seagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan
Pasal 200.
Selain itu korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
1. Pencabutan izin usaha, dan/atau
2. Pencabutan status badan hokum
23
PASAL 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan peraturan ini harus memiliki SIKB berdasrkan peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
PASAL 28
Bidan yang telah berpendidikan dibawah Diploma lll (D lll) Kebidanan yang telah
menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini
Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
24
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
terakreditasi, memiliki kualifikasi untuk deregister, sertifikasi dan atau secara
sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan yang diakui sebagai seorang
professional yang bertanggung jawab, bermitra dengan perempuan dalam
memberikan dukungan, Asuhan dan nasehat yang diperlukan selama
kehamilan persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung
jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.
Menurut peraturan daerah tentang izin praktik bidan No 7 Tahun 2009 Bab 1
Pasal 1,masa bakti adalah Masa pengabdian profesi bidan dalam menjalankan
tugas yang diberikan oleh pemerintah pada suatu sarana pelayanan kesehatan.
Dalam KEPMENKES RI No.900/Menkes /SK/VII/2002,BAB V pasal
14 mengenai Praktik Bidan yaitu dalam menjalankan praktiknya bidan
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi;pelayanan
kebidanan,pelayanan keluarga berencana,serta pelayanan kesehatan
masyarakat.Sedangkan dalam KEPMENKES RI
No.369/MENKES/SK/III/2007, praktik kebidanan dikatakan baik apabila
memenuhi standar kompetensi yaitu;standar kompetensi bidan,pra konsepsi
KB dan ginekologi,asuhan dan konseling selama kehamilan,asuhan selama
persalinan dan kelahiran,asuhan pada ibu nifas dan menyusui,asuhan pada
bayi baru lahir,asuhan pada bayi dan balita,kebidanan komunitas,serta asuhan
pada ibu atau wanita dengan gangguan reproduksi.Ketentuan-ketentuan yang
harus dilakukan bidan untuk menyelenggarakan praktik kebidanan sesuai
dengan standar kebidanan yang ada,ketentuan tersebut secara khusus diatur
yaitu mengenai perizinan dan penyelanggaraan praktik yang tertuang dalam
PERMENKES RI No HK.02.02/MENKES/149/2010,pada BAB II dan BAB
III.
Keputusan mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan
dapat di golongkan atas beberapa bab, diantaranya tentang pencatatan dan
25
pelaporan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan pidana, serta ketentuan
peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek semuanya telah tercantum
dalam Permenkes RI No.1464/ Menkes/X/2010 dan Permenkes RI
No.900/Menkes/SK/VII/2002.
B. Saran
Semoga dengan adanya keputusan Menteri kesehatan Republik
Indonesia mengenai registrasi dan praktek bidan ini menjadi pedoman
terhadap para bidan dan calon bidan dalam menjalankan praktik dan tindakan
yang akan di lakukan.
26
DAFTAR PUSTAKA
27