Anda di halaman 1dari 48

CASE REPORT

INFEKSI SALURAN KEMIH DAN ANEMIA PADA ANAK

Disusun oleh :
Galuh Nandya Carnetita
2265050064

Pembimbing :
dr. Catharina Dian Wahju Utami, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 4 MARET - 11 MEI 2024
RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2024
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL........................................................................................................ii
DAFTAR BAGAN......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................................2
BAB III ANALISA KASUS ......................................................................................22
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................24
IV.1 Infeksi Saluran Kemih pada Anak............................................................24
IV.1. 1 Definisi...................................................................................................24
IV.1. 2 Klasifikasi..............................................................................................24
IV.1. 3 Etiologi...................................................................................................25
IV.1. 4 Epidemiologi..........................................................................................26
IV.1. 5 Patofisiologi...........................................................................................26
IV.1. 6 Diagnosis................................................................................................27
IV.1. 7 Tatalaksana.............................................................................................30
IV.2 Anemia pada Anak......................................................................................35
IV.2. 1 Definisi...................................................................................................35
IV.2. 2 Etiologi...................................................................................................36
IV.2. 3 Gejala klinis...........................................................................................36
IV.2. 4 Diagnosis................................................................................................37
IV.2. 5 Tatalaksana.............................................................................................39
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................42

i
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Gejala Klinis ISK pada Berbagai Usia.............................................................22


Tabel 2. 2 Pilihan Antibiotik untuk ISK..........................................................................26
Tabel 2. 3 Klasifikasi Anemia Sesuai Usia......................................................................31
Tabel 2. 4 Kemungkinan Penyebab Anemia....................................................................33

ii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Diagnosis anemia menggunakan MCG V dan MCHC..........................................33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang biaknya
bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada anak, gejala
klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga gejala yang berat
yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena manifestasi klinis yang sangat
bervariasi dan sering tidak spesifik, penyakit ini sering tidak terdeteksi hingga
menyebabkan komplikasi gagal ginjal. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada
anak dengan gejala demam karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering
ditemukan pada anak selain infeksi saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna.
Diagnosis pasti ISK ditegakkan berdasarkan biakan urin, sedangkan biakan urin baru
diperoleh setelah beberapa hari kemudian, sehingga perlu mengenal manifestasi klinis
ISK sebelum diperoleh hasil biakan urin agar dapat diberikan terapi awal secara
empiris. Antibiotik sebagai terapi ISK diberikan jika ada kecurigaan terhadap ISK
tanpa menunggu hasil biakan urin. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal atau acute kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka
panjang menyebabkan pembentukan jaringan parut ginjal, hipertensi, dan penyakit
ginjal kronik stadium akhir. 1

Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di


Indonesia. Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan
47,2% anak usia sekolah menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa gangguan fungsi kognitif,
penurunan daya tahan tubuh, tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas,
dan perubahan tingkah laku. Oleh karena itu masalah ini memerlukan cara
penanganan dan pencegahan yang tepat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya
gejala pucat menahun tanpa disertai perdarahan maupun organomali. Pemeriksaan
darah tepi menunjukkan anemia mikrositer hipokrom, sedangkan jumlah leukosit,
trombosit dan hitung jenis normal. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan kadar
besi dalam serum. Pemberian preparat besi secara selama 3-5 bulan ditujukan untuk
mengembalikan kadar hemoglobin dan persediaan besi di dalam tubuh ke keadaan
normal. Mencari dan mengatasi penyebab merupakan hal yang penting untuk
mencegah kekambuhan. Antisipasi harus di lakukan sejak pasien dalam stadium I
(stadium deplesi besi) dan stadium II (stadium kekurangan besi). Dianjurkan pula
untuk memberikan preparat besi pada individu dengan risiko tinggi untuk terjadinya
ADB antara lain untuk individu dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS PASIEN


Nama (inisial) : An. AMA
Tanggal lahir : 23 April 2023
Umur : 0 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat :Jakarta Timur
Tanggal masuk : 06 Maret 2024

II.2 IDENTITAS ORANGTUA/WALI


Ayah Ibo
Nama (Inisial) Tn. A Ny. R
Tanggal Lahir 20 Agustus 1996 15 September 1997
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Pernikahan ke- 1 1
Pendidikan S1 S1
Alamat Jakarta timur Jakarta timu
Pekerjaan Karyawan swasta Karyawan Swasta
Penghasilan Rp5.000.000,-/bulan 950.000/bulan
Usia saat Menikah 25 23

2
II.3 SKEMA KELUARGA

Keterangan:
Laki laki Perempuan Pasien

II.4 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


a. Keluhan utama : Demam sejak 8 hari SMRS
b. Keluhan tambahan :Batuk, pilek dan penurunan nafsu makan

II.5 RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 8 hari SMRS. Demam dirasakan
naik turun. Dan ketika di ukur demam dapat mencapai 40 C. Ibu pasien sudah
memberikan obat penurun panas (sanmol syrup), namun demam timbul kembali.
Keluhan disertai dengan batuk dan juga pilek sejak 8 hari yang lalu. Batuk tidak
berdahak. Batuk dirasakan sesekali saja dan hilang timbul. Keluhan disertai
penurunan nafsu makan. Muntah (-). BAB cair (-), keluhan BAK (-)

A. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

a. Riwayat alergi (-)


b. Riwayat asma (-)
c. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

3
B. RIWAYAT PENYAKIT PADA ANGGOTA KELUARGA LAIN/ORANG
LAIN DI RUMAH
Di keluarga pasien tidak ada keluhan serupa

II.6 RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Ayah Ibo
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

II.7 RIWAYAT ADIK/KAKAK


No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
Lahir Kelamin Mati (Sebab) Kesehatan
1. - - - - - - -

2.
3.

II.8 RIWAYAT KEHAMILAN


Perawatan antenatal :

● Trimester I : 3x/bulan di puskesmas

● Trimester II : 3x/bulan di puskesmas

● Trimester III : 3x/bulan di puskesmas

● Tidak ada penyakit saat kehamilan

II.9 RIWAYAT KELAHIRAN

● Tempat lahir : Rumah bersalin

● Penolong persalinan : Bidan

● Cara persalinan : Spontan

4
● Penyulit :-

● Masa gestasi : Cukup bulan

II.10 KEADAAN BAYI SAAT LAHIR

● Berat badan lahir : 2.500 gr

● Lingkar kepala : 48 cm

● Panjang badan : 33 cm

● Nilai APGAR : Tidak ingat

● Menangis : Langsung menangis

● Kelainan bawaan : Tidak ada

● Pucat/biru/kuning/kejang : Tidak ada

Bayi laki-laki dengan berat badan lahir (BBL) 2500 gram, panjang badan lahir (PBL)
48 cm, lingkar kepala (LK) 33 cm, ibu pasien tidak ingat nilai APGAR, bayi langsung
menangis serta tidak memiliki kelainan bawaan.

II.11 RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN KEPANDAIAN

● Tumbuh gigi pertama (usia) : belum tumbuh gigi

Motorik Kasar Motorik Halus Bicara dan Bahasa Sosialisasi dan


Kemandirian
-Mengangkat -Melihat dan -Merespon dengan -Mengenal orang
kepala 45° menatap wajah bersuara dan terdekat melalui
-Menahan kepala pemeriksa tersenyum penglihatan,
tetap tegak -Merespon penciuman,
-Menggerakkan dengan tersenyum pendengaran dan
kepala dari -Meraba dan kontak.
kiri/kanan ke

5
tengah memegang benda

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan seusianya

II.12 PERKEMBANGAN PUBERTAS


Perempuan
Tahap Payudara Rambut Pubis
Tahap 1 Prapubertas Tidak ada rambut pubis
Tahap 2 Breast budding menonjol seperti bukit Jarang, berpigmen
kecil, areola melebar sedikit, lurus, atas
medial labia
Tahap 3 Payudara dan areola melebar, tidak Lebih hitam, mulai ikal,
ada kontur pemisah jumlah bertambah
Tahap 4 Areola dan papilla membentuk bukit Kasar, kriting, belum
kedua sebanyak dewasa
Tahap 5 Bentuk dewasa, papilla menonjol, Bentuk segitiga seperti
areola sebagai bagian kontur payudara perempuan dewasa,
tersebar sampai medial
paha

Kesan : Perkembangan pubertas pasien pada tahap 1 prapubertas

II.13 RIWAYAT MAKANAN


Usia Makanan
0 – 6 bulan ASI Ekslusif
6-7 bulan Asi + bubur susu
8 bulan ASI + bubur tim lumat
9 bulan ASI + bubur nasi
10 bulan Asi + nasi tim

Kesan: Kualitas dan kuantitas sesuai dengan pertumbuhan usia

II.14 RIWAYAT IMUNISASI

6
Vaksin Dasar Umum Ulangan
(Usia (Usia
Pemberian) Pemberian)
BCG 1 bulan Skar: + kanan
Hepatitis B 0 bulan Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Polio 1 bulan Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
DPT/HepB/HiBBulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Campak/MR
Pneumococcus
Rotavirus
Influenza
Varicela
Typhoid
Hepatitis A
Kesan : Imunisasi anak sesuai dengan imunisasi Kemenkes RI

II.15 RIWAYAT PENYAKIT YANG DIDERITA


Penyakit Umur
Diare -
Otitis -
Radang paru -
TBC -
Kejang -
Ginjal -
Jantung -
Darah -
Difteri -
Morbilli -
Protitis -
Demam -
Demam tifoid -
Cacingan -
Alergi -
Kecelakaan -
7
Operasi -
Lain-lain -
II.16 DATA TEMPAT TINGGAL
Kepemilikan rumah : Pribadi
Ukuran : 100 m2
Dinding terbuat dari : Batu bata
Atap terbuat dari : Genteng
Ventilasi : Cukup, > 4 jendela
Jaral septic tank ke sumber air bersih : 10 m
Keadaan lingkungan : Rumah tidak berada dalam kompleks perumahan dan
terdapat tempat pembuangan sampah

II.17 PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : 6 Mareet 2023
Jam : 18.48 WIB

Pemeriksaan umum

● Keadaan umum : Tampak sakit sedang

● Kesadaran : Compos mentis

● Tanda-tanda vital

- Tekanan darah : 80/50 mmHg


- Frekuensi nadi : 115 x/menit
- Frekuensi nafas : 28 x/menit

● Suhu tubuh : 37.3 C

● SpO2 : 96%

8
● Data antropometri

- Berat Badan :
- Tinggi Badan : 68 cm
- Lingkar Lengan Atas : 13 cm
- Lingkar Kepala : 38 cm

● Indeks antropometri

- BB/U : -2 SD hingga -3 SD
- TB/U : 0 SD hingga -2 SD
- BB/TB : -1 SD hingga -2 SD
- BB ideal : 7,5 kg
- Status gizi : Normal

Pemeriksaan sistem

● Kepala

o Bentuk : Normocephali
o Rambut & Kulit kepala : Rambut hitam, tidak
mudah dicabut, tumbuh merata
o Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata
cekung (-/-)
o Telinga : Normotia, liang telinga lapang, sekret (-/-),
Serumen (-/-)
o Hidung : Cavum nasi sempit, sekret (-/-)
berwarna bening, deviasi septum (-/-), pernapasan
cuping hidung (-/-)
o Mulut

▪ Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis (-)

▪ Geligi : Gigi geraham belum ada, karies gigi (-)

▪ Lidah : Letak ditengah, hiperemis (-), coated tongue

(-)

9
▪ Tonsil : T1-T1, hiperemis (-/-), detritus (-/-)

▪ Faring : Arcus faring simetris, hiperemis (-)

o Leher : Tidak ada pembesaran KGB

● Thoraks

o Dinding Thoraks : Diameter laterolateral >


anteroposterior, warna sesuai dengan kulit,
pelebaran vena (-)

● Paru

o Inspeksi : Pergerakkan dinding dada simetris, retraksi sela


iga (-)
o Palpasi : Vocal fremitus sulit dinilai
o Perkusi : Sonor / sonor
o Auskultasi : BND : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

● Jantung

o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea midclavicularis
sinistra
o Perkusi

▪ Batas Kanan : ICS III linea parasternalis dextra

▪ Batas Kiri : ICS VI linea midclavicularis sinistra

o Auskultasi : BJ I & II : regular, gallop (-), murmur (-)

● Abdomen

o Inspeksi : Perut tampak mendatar, warna sesuai warna kulit


o Auskultasi : BU (+) 5x/ menit
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)

● Anus dan Rectum : Tidak diperiksa

10
● Genitalia : Tidak diperiksa

● Anggota Gerak

o Atas

▪ Kanan : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

▪ Kiri : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

o Bawah

▪ Kanan : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

▪ Kiri : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

o Tulang Belakang : Kifosis (-), lordosis (-), scoliosis (-)

● Kulit : Turgor kulit kembali cepat, ikterik (-), sianosis (-)

● Kelenjar Getah Bening : Tidak membesar

Pemeriksaan Neurologis

● I : Normosmia

● II : Visus kasar baik, RCL (+/+)

● III : Pergerakkan bola mata ke arah medial superior baik,

RCTL (+/+)

● IV : Pergerakkan bola mata ke arah medial inferior baik

● V : Motorik baik, sensorik baik

● VI : Pergerakkan bola mata ke arah lateral baik

● VII : Sikap wajah simetris

● VIII : Vertigo (-), pendengaran baik

● IX : Arcus faring simetris

11
● X : Disfagia (-), disfonia (-), Reflek vagal (+)

● XI : Menoleh (+/+), angkat bahu (+/+)

● XII : Deviasi lidah (-)

Pemeriksaan Refleks

● Refleks Fisiologis : Biceps (+ +/+ +), triceps (+ +/+ +),

KPR (+ +/+ +), APR (+ +/+ +), brachioradialis (+ +/+ +),


brachial ulnaris (+ +/+ +)

● Refleks Patologis : Babinski (+/+), Chaddock (-/-), Schaeffer (-/-),

Gordon (-/-), Gonda (-/-), Oppenheim (-/-), Mendel-Bechterew (-/-),


Rossolimo (-/-), Hoffman-Tromner (-/-)

II.18 PEMERIKSAAN PENUNJANG

● Hematologi `

Pemeriksaan Laboratorium Darah (6 Maret 2023)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin 8.2 11-14 g/dL
Leukosit 17.740 5-10 ribu/uL
Hematokrit 27 35-54 %
Trombosit 210 200-400 ribu/uL
Widal
S. Thypi O negatif negatif -
S. Thypi H negatif negatif -
S. Parathyphi O negatif negatif -
S. Parathyphi AH negatif negatif -
S. Parathyphi BO negatif negatif -
S. Parathyphi BH negatif negatif -
S. Parathyphi CO negatif negatif -

12
S. Parathyphi CH negatif negatif -
Urinalisa
Makroskopis
Warna Urin Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Kimia
pH 6.00 5.0 - 7.5
Berat Jenis 1.010 1.005-1030
Protein urin negatif negatif
Reduksi negatif negatif
Keton negatif negatif
Urobilinogen negatif negatif
Bilirubin negatif negatif
Nitrit Urine negatif negatif
Blood negatif negatif
Leukosit esterasi 3+ negatif
Sedimen
Eritrosit 0-1 <0-1 LPB
Leukosit 15-17 <7 LPB
Epitel + + LPK
Silinder Granula negatif negatif LPK
Kristal Ca Oksalat negatif negatif LPK
Jamur negatif negatif LPK
Bakteri negatif negatif LPK
Interpretasi: Didapatkan Anemia, leukositosis, Penurunan Hematokrit, Leukosit
estrerasi +

Morfologi Darah Tepi ( 7 Maret 2024)

Parameter Hasil

Eritrosit-DT Mikrositik hipokrom anisositosis, sel polimorfik (+), mikrosit


(+), RDW CT 15,1%, Normoblast (-)

Leukosit-DT Kesan Jumlah meningkat, dominasi limfosit, neutropenia


atipikal limfosit (+), blast (-), Diff: Basfoil 0%, Eosinofil 1%,
Neutrofil Batang 6%, Neutrophil Segmen 11%, Limfosit 75%,

13
Monosit 7%

Trombosit -DT Kesan jumlah jumlah dan morfologi normal. Giant platelet (-)

Kesan Anemia mikrositik hipokromik, mendukung defisiensi besi


atau infeksi kronis atau gangguan rantai Hb RDW-CV 15.1%
(meningkat) biasanya akibat peningkatan sel abnormal seperti
mikrosit & Hipokromik

Leukosit: Kesan jumlah meningkat mendukung inflamasi akut


sistemik, limfositosis dengan atipikal limfosit & neutropenia
sering dijumpai pada inflamasi, infeksi (monunkelsu, virus,
TBC) autoimun atau reaksi obat atau makanan

Saran - SI, TIBC


- PCR-Tb
- TORCH
- Marker Virus

Pemeriksaan Laboratorium Darah (9 Maret 2023)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin 7.30 10.5-12.0 g/dL
Leukosit 8.80 6-17.5 ribu/uL
Hematokrit 25.40 35-43 %
Trombosit 308 150-400 ribu/uL

Pemeriksaan Laboratorium Darah (10 Maret


2023)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 12.3 10.5-12.0 g/dL
Leukosit 11.4 6-17.5 ribu/uL
Hematokrit 39 35-43 %
Trombosit 286 150-400 ribu/uL

● Radiologis

14
Trachea tampak baik
CTR = 50%
Bentuk dan letak jantung normal
Corakan vaskuler paru tampak meningkat
Tampak infiltrat pada pericardial kedua paru
Tak tampak penebalan hilus
Diafragma kanan dan kiri tampak normal
Sinus costophrenicus kanan dan kiri lancip
Tulang dan jaringan lunak ekstrapulmo yang tervisualisasi tampak baik
Kesan :
Bronchopneumonia

II.19 RESUME
Seorang pasien anak perempuan berusia 10 bulan datang dibawa oleh
ibu nya dengan keluhan demam sejak 8 hari SMRS. Demam dirasakan naik
turun. Dan ketika di ukur demam dapat mencapai 40 C. Ibu pasien sudah
memberikan obat penurun panas (sanmol), namun demam timbul kembali.
Keluhan disertai dengan batuk dan juga pilek sejak 8 hari yang lalu. Batuk
tidak berdahak. Batuk dirasakan sesekali saja dan hilang timbul. Keluhan
disertai penurunan nafsu makan. Muntah (-). BAB cair (-), keluhan BAK (-).
Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis, Pada pemeriksaan
terdapat conjungtiva anemis, hidung didapatkan sekret pada hidung bilateral
berwarna bening. Pada pemeriksan laboratorium didapatkan leukositosis
(17.740 ribu/uL), anemia (8.3 g/dL), penuruna hematokrit (27 %) pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan leukosit esterase +3, pada morfologi darah
tepi didapatkan kesan anemia mikrositik hipokromik yang mendukung definisi
besi atau infeksi kronis atau ganguan rantai Hb dengan peningkatan RDW cv
yang biasanya diakbatkan peningkatan sel abnormal . Kesan pada pemeriksaan
radiologi adalah gambaran bronkopneumonia.

II.20 DIAGNOSIS KERJA


- Bronkopneumonia
- Infeksi Saluran Kemih

15
- Anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi besi

II.21 DIAGNOSIS BANDING


- Glomerulonefritis

II.22 ANJURAN PEMERIKSAAN


- USG abdomen → melihat kemungkinan ISK

II.23 TATALAKSANA

● Ceftriaxone 350 mg 2x1 IV

● Paracetamol 40 mg 4x1 iv jika perlu

● Puyer pilek (tremenza 35 mg + Vitamin c 50 mg) 3x1

● Puyer batuk ( Ambroxol 3 mg + salbutamol 0,4 mg) 3x1 po

● Asuhan nutrisi pediatri :

- Assesment
BB = 6,5 kg
TB = 55 cm
BB Ideal = 7,5 kg
BB/U = -2 SD hingga -3 SD
TB/U = 0 SD hingga -2 SD
BB/TB = -1 SD hingga -2 SD
Kesan Gizi = Gizi kurang
o Penentuan kebutuhan kalori

▪ Rumus = BB ideal x RDA

▪ Umur TB = 7 Tahun 6 bulan

▪ RDA Kalori→ 70 kkal/kg

16
▪ RDA Protein → 1.0 g/kg

▪ Kalori7,5 kg x 70 kkal/kg = 525 kkal

▪ Protein7,5 kg x 1 g/kg = 7,5 g

▪ Kebutuhan Cairan (Holiday Segar)100 x

6,5 kg = 650 ml/hari


o Penentuan Cara Pemberian
Pemberian makanan secara oral dikarenakan
fungsi oromotor baik.
o Penentuan jenis makanan
Jenis yang dipilih adalah ASI eksklusif dan
bubur susu
o Monitoring dan evaluasi
o Pemantauan makanan yang diberikan

▪ ASI diberikan setiap 1-2 jam sekali dengan

durasi 10-15 menit


o Pemantauan reaksi simpang

▪ Pasien tidak mengalami muntah setelah

diberikan ASI

▪ Pasien tidak mengalami BAB cair

II.24 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

II.25 FOLLOW UP

7 Maret 2024

PH: 1 PP: 9

17
S O A P

Ibu pasien KU : tampak sakit Bronkopneumonia IVFD kaen 1b 27


mengatakan sedang ISK tpm mikro
demam masih naik Kesadaran : Anemia
turun, Batuk dan compos mentis Inj ceftriaxone
pilek masih ada TD : - mmHg 2x350 mg
dan batuk kering HR : 130x/ menit
RR : 40x/ menit Inj PCT 4x80 mg
Suhu : 36.6 °C Puyer pilek >
SpO2 : 99% on tremenza 3.5 mg +
nasal canule 1 vitamin C 50 mg
LPM (3x1)

Status Generalis : Puyer batuk >


Kepala : ambroxol 3mg +
normocephali salbutamol 0.4 mg
Mata : CA +/+ , SI ( 3x1)
-/- , Cekung -/-
Telinga : normotia,
CAE lapang,
serumen -/-
Hidung :
pernapasan cuping
hidung -, sekret
+/+
Mulut : mukosa
bibir lembab,
faring hiperemis
(-)
Leher : tidak ada
pembesaran KGB

Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh +/+,
wh -/-

Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 4x/
menit

18
P : supel, nyeri
tekan -
P : timpani, nyeri
ketuk -

8 Maret 2024

PH: 2 PP: 10

S O A P

Ibu pasien KU : tampak sakit Bronkopneumonia IVFD kaen 1b 27


mengatakan sedang ISK tpm mikro
demam sudah tidak Kesadaran : Anemia
ada tersisa batuk compos mentis Inj ceftriaxone
dan pilek TD : - mmHg 2x350 mg
HR : 123x/ menit
RR : 40x/ menit Inj PCT 4x80 mg
Suhu : 36.1 °C Puyer pilek >
SpO2 : 98% on tremenza 3.5 mg +
room air vitamin C 50 mg
(3x1)
Status Generalis :
Kepala : Puyer batuk >
normocephali ambroxol 3mg +
Mata : CA +/+ , salbutamol 0.4 mg
SI -/- , Cekung -/- ( 3x1)
Telinga : normotia,
CAE lapang,
serumen -/-
Hidung :
pernapasan cuping
hidung -, sekret
+/+
Mulut : mukosa
bibir lembab,
faring hiperemis
(-)
Leher : tidak ada
pembesaran KGB

Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris

19
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh -/-,
wh -/-

Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 5x/
menit
P : supel, nyeri
tekan

9 Maret 2024

PH: 3 PP: 11

S O A P

Ibu pasien KU : tampak sakit Bronkopneumonia Cek H2TL  bila


mengatakan sedang ISK Hb <8  transfuse
demam sudah tidak Kesadaran : Anemia darah 1 prc (104
ada tersisa batuk compos mentis cc)
dan pilek TD : - mmHg
HR : 114x/ menit Terapi lain lanjut
RR : 38x/ menit
Suhu : 36.5 °C Pemeriksanan
SpO2 : 98% on H2TLpukul 18.00 -
room air  hasil pukul
19.00  masuk
Status Generalis : PRC 20.00
Kepala :
normocephali
Mata : CA +/+ , SI
-/- , Cekung -/-
Telinga : normotia,
CAE lapang,
serumen -/-
Hidung :
pernapasan cuping
hidung -, sekret -/-
Mulut : mukosa
bibir lembab,
faring hiperemis
(-)
Leher : tidak ada
pembesaran KGB

20
Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh -/- ,
wh -/-

Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 4x/
menit
P : supel, nyeri
tekan -
P : timpani, nyeri
ketuk -

10 Maret 2024

PH: 4 PP: 12

S O A P

KU : tampak sakit Bronkopnemonia Bronkopnemonia


Ibu pasien sedang
mengatakan Kesadaran : ISK ISK
demam sudah tidak compos mentis
ada. batuk dan TD : - mmHg Anemia Anemia
pilek sudah HR : 90x/ menit
berkurang RR : 22x/ menit
Suhu : 36.6°C
SpO2 : 97% on
room air

Status Generalis :
Kepala :
normocephali
Mata : CA +/+ , SI
-/- , Cekung -/-
Telinga : normotia,
CAE lapang,
serumen -/-
Hidung :

21
pernapasan cuping
hidung -, sekret -/-
Mulut : mukosa
bibir lembab,
faring hiperemis
(-)
Leher : tidak ada
pembesaran KGB

Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh -/- ,
wh -/-

Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 4x/
menit
P : supel, nyeri
tekan -
P : timpani, nyeri
ketuk -

22
BAB III

ANALISA KASUS

Anamnesis
Pada pasien usia 10 bulan yang dilakukan secara alloanamnesis ibu pasien, pasien
datang dengan keluhan demam sejak 8 hari. Keluhan disertai dengan batuk dan juga
pilek. Menurut AAP pasien anak di usia 2 bulan – 2 tahun yang sudah demam
berlangsung 2 hari atau lebih dengan suhu tubuh 39 derajat patut dicurigai adanya
ISK. ISK deefiniskan sebagai beryumbuh dan berkembang biaknya kuman atau
mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna, ISK diklasifikasikan
dengan berbagai macam dasar, salah satunya adalah berdasar komplikasi apakah
simpleks tanpa komplikasi atau kompleks yang sudah ada komplikasi. ISK juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan gejala nya apakah simptomatik, asimtomatik, non
spesfiik, febrile, ataupun atipikal. Gejala ISK pada anak cenderung tidak spesifik,
pada anak bayi – 1 tahun gejala pada ISK dapat diamati seperti demam, penurunan
berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare,
ikterus, distensi abdomen, demam tinggi. Pada anemia gejala yang utama dirasakan
adalah lemah, letih lesu, malas namun karena pasien masih nenonatus sehingga hal
tersebut tidak dapat ditemukan

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik nya didapati konjungtiva anemis, Sekret pada hidung, ronki
pada apex, pada pemeriksaan lain semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
ISK pemeriksaan tanda vital termasuk pemeriksaan tekanna darah, pemeriksan
neurologi perlu dilakukanm pada pemeriksaan palpasi ginjla anak akan merasa
kesakitan namun pada pasien hal ini tidak dpaat terlihat dikarenakan pasien masih

23
neonates sehingga tidak dapat membedakan rasa nyeri, sehingga pasien hanya
cenderung rewel. Pada pemeriksaan fisik anemia dapat ditemukan konjungtiva
anemis, angular cheilosis, kolinoika, dan sklera ikterik.

Pemeriksaan Penunjang
Pada hasil pemerikaan lab didapati Hb yang menurun yaitu 8.2 g/dl, leukosit yang
meningkat 17.740 dan hematokrit yang menuru yaitu 27%. Hb yang menurun ini
dapat menjadi predictor terjadinya anemia, dan leukosit yang meningkat ini dpaat
terjadi predictor terjadinya infeksi Morfologi darah tepi dilakukan dan didapatkan
anemia mikrositik hipokrom yang mendukung terjadinya anemia defisinensi besi atau
infeksi kronis. Pemeriksaan penunjang radiologi paru didapati bronkopneumonia yang
sejalan dengan gejala nya yaitu batuk dan pilek.
Pada pemeriksaan fiisk penunjang dapat dilihat dengan urinalisi. Pemeriksana darah
dan biakan urin. Pada hasil urinalisis kita dapat melihat leukosituria, nitrit, leukiosit
esterase, hematuria dan protein. Pada hasil urinalisa pasien bakteri protein dan darah
negative, namun leukosit esterase +, ini dapat diakibatkan karena artinya bakteri
sudah tidak ada, sehingga hanya sisanya saja.
Pada hasil pemeriksaan lab, didapatkan Hb apsien 8.2 g/dl hal ini bila berdasarkan
WHO masuk kedalam derajat 2(anemia sedang), pada pemeriksaan morfologi darah
juga didapatkan mikrositik hipokromm disertai edngan sel pensil yang menandai
adanya anemia defisiensi fe

Tatalaksana
Pada pasien terapi yang diberikana dalah ceftriaxone 350 mg, paracetamol 40 mg ,
puyer pilek dan puter batuk. Pada tatalaksana ISK secara teorinya, pada pasien
neonates karena cenderung terjadinya komplikasi, maka tatalaksana secara intravena
dapat dilakukan. Berdasarkan penelitian aminoglikosida dan ampisilin secara
intravena selama 10-14 hari dapat dilakukan. Namun terapi intravena lain seperti
seftriakson 75 mg/kgbb/ hari dapat diberikan. Tatalaksana pada anemia defisiensi besi
harusnya di lakukan dengan terapi orla besi maupun iv atau im dan tranfusi darah
dilkaukan bila hb <6 mg/dl. Namun pada pasien ini diberikan terapi berupa tranfusi
darah

24
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

IV.1 Infeksi Saluran Kemih pada Anak

IV.1. 1 Definisi

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam ISK.2

● Infeksi saluran kemih (urinary tract infection=UTI) adalah bertumbuh


dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih
dalam jumlah bermakna.
● Bakteriuria ialah terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut bakteriuria
bermakna bila ditemukannya kuman dalam jumlah bermakna.
Pengertian jumlah bermakna tergantung pada cara pengambilan sampel
urin. Bila urin diambil dengan cara mid stream, kateterisasi urin, dan
urine collector, maka disebut bermakan bila ditemukan kuman 105 cfu
(colony forming unit) atau lebih dalam setiap mililiter urin segar,
sedangkan bila diambil dengan cara aspirasi supra pubik, disebutkan
bermakna jika ditemukan kuman dalam jumlah berapa pun.
● Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert
bacteriuria) adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa
menimbulkan manifestasi klinis. Umumnya diagnosis bakteriuria
asimtomatik ditegakkan pada saat melakukan biakan urin ketika check-
up rutin/uji tapis pada anak sehat atau tanpa gejala klinis.

25
● Pielonefritis akut adalah infeksi yang menyebabkan invasi bakteri ke
parenkim ginjal.
● Sistitis akut adalah infeksi yang terbatas pada invasi kandung kemih.
● Pielonefritis kronik. Istilah ini sebaiknya dipakai untuk kepentingan
histopatologik kelainan ginjal dengan ditemukannya proses peradangan
kronis pada interstisium ginjal dan secara radiologik ditemukan
gambaran parut ginjal yang khas pada kalises yang tumpul. Lebih
dikenal dengan istilah nefropati refluks, meskipun tidak selalu
ditemukan refluks pada saat parut ginjal terdeteksi.

IV.1. 2 Klasifikasi
Berdasarkan terminologi nya, ISK dapat diklasifikasikan sebagai berikut2

ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik. ISK
simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang
parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala utama demam, dan infeksi
yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa
gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan (urgency).

● ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada
sebagian kecil (10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis, baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang yang tersedia.
● ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada
saluran kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun
fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis urin.
● ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan
kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan
saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali
saluran kemih, kista ginjal, buli- buli neurogenik, benda asing, dan
sebagainya.5,9
● ISK kambuh (relaps) yaitu bakteriuria yang timbul kembali setelah
pengobatan dengan jenis kuman yang sama dengan kuman saat biakan
urin pertama kalinya. Kekambuhan dapat timbul antara satu sampai 6
minggu setelah pengobatan awal.
● Reinfeksi yaitu bakteriuria yang timbul setelah selesai pengobatan
dengan jenis kuman yang berbeda dari kuman saat biakan pertama.
● Infeksi persisten yaitu ISKyang timbul dalam periode pengobatan
maupun setelah selesai terapi.
● FebrileUTI atau ISK febris atau ISK demam adalah ISK dengan biakan
urin dengan jumlah kuman bermakna yang disertai demam dengan
suhu > 38 C. ISK demam sering ditemukan pada bayi atau anak kecil,
dan sekitar 60-65% ISK demam merupakan pielonefirits akut.
● ISK atipikal adalah ISK dengan keadaan pasien yang serius,diuresis
sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung kemih, peningkatan
kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon terhadap
antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli.

26
● ISK berulang berarti terdapat duakaliatau lebih episod vielo nefritis
akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas
disertai satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau
lebih episode sistitis atau ISK bawah.12

IV.1. 3 Etiologi

Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri, virus,
dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli.
Bakteri lain yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus
mirabilis, Providencia stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan Pseudomonas sering
dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan instrumentasi, dan infeksi
nosokomial. Bakteri patogen dengan virulensi rendah maupun jamur dapat
sebagai penyebab ISK pada pasien dengan imunokompromais. Infeksi
Candida albicans relatif sering sebagai penyebab ISK pada imunokompromais
dan yang mendapat antimikroba jangka lama.3,4

Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti
Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau
epidermidis.5 Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai
penyebab ISK pada anak. Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan
standar sehingga sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila
penyebabnya Proteus, perlu dicurigai kemungkinan batu struvit (magnesium-
ammonium-fosfat) karena kuman Proteus menghasilkan enzim urease yang
memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin meningkat menjadi 8-
8,5. Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium, magnesium,
dan fosfat akan mudah mengendap.5

IV.1. 4 Epidemiologi

ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus
berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus
dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria
didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%.13 Risiko ISK pada anak sebelum pubertas
3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan
demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%, Data studi
kolaboratif pada 7 rumah sakit institusi pendidikan dokter spesialis anak di
Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1989) memperlihatkan insidens
kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1%-1,9% dari seluruh kasus
pediatri yang dirawat.16 Di RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995)
didapatkan 212 kasus ISK, rata-rata 70 kasus baru setiap tahunnya.6

27
IV.1. 5 Patofisiologi

Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) atau mikroroganisme


masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak (Purnomo, 2014).
Mikroorganisme memasuki saluran kemih tersebut melalui empat cara, yaitu:

a. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang


berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina,
preposium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending
(naik) dapat terjadi melalui empat tahapan, yaitu :

1) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina


2) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
3) Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung
kemih
4) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal

B. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi


pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui
peredaran darah.

C. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem


limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun ini jarang
terjadi.

D. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau


eksogen sebagai akibat dari pemakaian kateter
Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan hidup
secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium, dan
sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur masuk ke dalam
saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih
dan dapat sampai ke ginjal. Mikroorganisme tersebut tumbuh dan
berkembangbiak didalam saluran kemih yang pada akhirnya mengakibatkan
peradangan pada saluran kemih. Dan terjadilah infeksi saluran kemih yang
mengakibatkan. ISK biasanya terjadi akibat kolonisasi daerah periuretra oleh
organisme virulen yang kemudian memperoleh akses ke kandung kemih.
Hanya pada 8 minggu pertama dari 12 minggu kehidupan, ISK mungkin
terjadi karena penyebaran hematogen. Selama 6 bulan pertama kehidupan,
bayi laki-laki berisiko lebih tinggi mengalami ISK, tetapi setelah itu ISK
predominan pada anak perempuan. Suatu faktor risiko penting pada anak
perempuan adalah riwayat pemberian antibiotik yang mengganggu flora
normal dan mendorong pertumbuhan bakteri uropatogenik. 7

IV.1. 6 Diagnosis
Diagnosa ISK dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium yang dipastiakn dengan biaakn urin. ISK serangan
pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan
dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung

28
kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk
menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik yang sering
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak. American
Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa pada bayi umur
di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan ISK dan perlu
dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam
yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus dipikirkan dan
perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai pielonefritis.
Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat patokan
sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:1. suhu tubuh 390C atau lebih, 2.
demam berlangsung dua hari atau lebih, 3. ras kulit putih, 4. umur di bawah
satu tahun, 5. tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya. Bila
ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk
kemungkinan ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%.10

Manifestasi Klinis
Gejala klinis ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas reaksi
peradangan, letak infeksi (Atas dan bawah) dan umur pasien. Sebagian
asimtomatik dan biasanya ditemukan pada anak umur sekolah terutama anak
perempuan. 1

Tabel 2. 1 Gejala Klinis ISK pada Berbagai Usia

Neonatus Bayi - 1 tahun >4 tahun

- Apati - Demam - Demam tinggi


- Anoreksi - Penurunan berat - Muntah
- Ikterus atau badan - Diare
kolestatis - Gagal tumbuh - Polakisuira
- Muntah - Nafsu makan - Disuria
- Diare berkurang - Urgency
- Demam - Cengeng - Frequency
- Hipotermia - Kolik - ngompol
- Tidak mau minum - Muntah
- Oliguria - Diare
- Iritabel - Ikterus
- Distensi abdomen - Distensi abdomen
- Peingkatan suhu - Demam tinggi
tidak begitu tinggi

29
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil dan gejala
saluran cerna, pada sistitis dapat ditandai dengan nyeri pada perut bagian
bawah, serta gangguan berkemih (frequens, nyeri waktu berkemih, urgensi,
kesulitan berkemih, retensi urin dan enuresis) 11,12

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran antropometrik,
pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra,
pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk melihat ada
tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna
diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki
atau sinekie vagina pada perempuan. Pada bayi -1 tahun pada palpasi ginjal
anak merasa kesakitan8,9

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh
sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk
menegakkan diagnosis
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein,
dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria,
tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya
ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK.
Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Pemeriksaan dengan stik urin
dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang terdapat di dalam
lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin.m Uji
nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin.
Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan
jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram
negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi
nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam
urin.Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi

30
tidak dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah
mempunyaisensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK. 13
{
2. Pemeriksaan darah

Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun
sebagianbesar pemeriksaan tersebut tidak spesifik.Leukositosis, peningkatan
nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive
protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas.Kadar
prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk
pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection)
dan skarginjal.Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses
inflamasi. Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β)
meningkat pada fase akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut. 14

3. Biakan urin

Child Health Network (CHN) guideline (2002) hanya merekomendasikan 3


teknik pengambilan sampel urin, yaitu pancar tengah, kateterisasi urin, dan
aspirasi supra pubik, sedangkan pengambilan dengan urine bag tidak
digunakan.15

Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai
jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna. Dengan
kateter urin, Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL urin
sebagai kriteria bermakna dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika
jumlah kuman > 50x103 cfu/mL,dan ada yang menggunakan kriteria bermakna
dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. menggunakan batasan ISK dengan
jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk teknik pengambilan urin dengan
midstream/clean catch,sedangkan pada neonatus, Lin dkk. (1999)
menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton dkk., menggunakan batasan
kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil dengan urine bag.

31
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku karena
banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna
meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.

IV.1. 7 Tatalaksana
Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi
infeksi,gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis
dan pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan
pemberian antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya
jaringan parut pada pielonefritis. 1

Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2.
Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih, dan 3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.

1. Eradikasi Infeksi Akut

Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah


terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak
dicurigai ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai
sambil menynggu hasil biakan urin dan terapi selanjutnya disesuaikan
dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola
resistensi kuman yang terdapat dlam literasi, dan umumnya hasil
pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam. Bila dalam jam tersebut
belum membaik maka pertimbangkan pemebrian lain.

NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:

1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke


dokter spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik
parenteral.
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
● Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .
● Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik
yang resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi
kuman, seperti sefalosporin atau ko-amoksiklav.
● Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan
antibiotic parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson
selama 2-4 hari dilanjutkan dengan antibiotik per oral
hingga total lama pemberian 10 hari.
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
● Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola
resistensi kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola
resistensi kuman, dapat diberikan trimetroprim,
sefalosporin, atau amoksisilin.

32
● Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus
dinilai kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk
melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.

Berikut berbagai antibiotuk yang dapat digunakna untuk pengobatan ISK


baik oral maupun parenteral

Tabel 2. 2 Pilihan Antibiotik untuk ISK

Pada sistitis akut

Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit,namun bila gejala klinik cukup
berat misalnya rasa sakit yang hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi pengobatan parenteral hingga
gejala klinik membaik. Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian
antibiotik oral seperti trimetoprim-sulfametoksazol, nitrofurantoin,
amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, sefaleksin, dan sefiksim. Golongan
sefalosporin sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari resistensi
kuman dan dicadangkan untuk terapi pielonefritis. Menurut Garin dkk.,
(2007), pemberian sefiksim pada sistitis akut terlalu berlebihan ISK

33
simpleks umumnya memberikan respon yang baik dengan amoksisilin,
sulfonamid, trimetoprim-sulfametoksazol, atau sefalosporin.

Pada pielonferitis

Para ahli sepakat bahwa antibiotik untuk pielonefritis akut harus


mempunyai penetrasi yang baik ke jaringan karena pielonefritis akut
merupakan nefritis interstitialis, dapat diberikann 7-14 hari. Berbagai
penelitian untuk membandingkan pemberian antibiotik parenteral dengan
antibiotik per oral telah dilakukan. Hoberman dkk. melakukan penelitian
multisenter, uji klinik tersamar (randomized clinical trial) pada 306 anak
dengan ISK dan demam, yang diterapi dengan sefiksim oral dan
dibandingkan dengan sefotaksim selama 3 hari yang dilanjutkan dengan
sefiksim per oral sampai 14 hari, dan hasil pengobatan tidak berbeda
bermakna. Disimpulkan bahwa sefiksim per oral dapat direkomendasikan
sebagai terapi yang aman dan efektif pada anak yang menderita ISK
dengan demam.Montini dkk., melaporkan penelitian pada 502 anak
dengan diagnosis pielonefritis akut, yang diterapi dengan antibiotik ko-
amoksiklav peroral (50 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis) selama 10 hari
dibandingkan dengan seftriakson parenteral (50 mg/kgbb/hari dosis
tunggal) selama 3 hari, dilanjutkan dengan pemberian ko-amoksiklav
peroral (50 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis) selama 7 hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada pielonefritis akut, efektivitas antibiotik
parenteral selama 10 hari sama dengan antibiotik parenteral yang
dilanjutkan dengan pemberian per oral.

Pengobatan ISK pada neonates

Karena pada neonatus sistem imun belum berkembang dengan baik maka
daoat cenderung mengalami perparahan hingga sepsis atau meningtits.
Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi bakteri Gram
negatif. Antibiotik harus segera diberikan secara intravena. Kombinasi
aminoglikosida dan ampisilin pada umumnya cukup memadai. Lama
pemberian antibiotik pada neonatus dengan ISK adalah 10-14 har

Pengobatan bakteriuria asimtomatik

Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman > 105 cfu/mL dalam
urin tanpa gejala klinik, baik gejala klinik ISK bawah (disuria, urgency,
dan frekuensi) ataupun gejala klinik ISK atas seperti demam, menggigil,
nyeri sekitar ginjal.Bakteri pada bakteriuria asimtomatik biasanya bakteri
dengan virulensi rendah dan tidak punya kemampuan untuk menyebabkan
kerusakan ginjal meskipun kuman tersebut mencapai ginjal. Secara umum
disepakati bahwa bakteriuria asimtomatik tidak memerlukan terapi
antibiotik, malah pemberian antibiotik dapat menambah
risikokomplikasiantaralainmeningkatkanrekurensipada80%kasus. Kuman
komensal dan virulensi rendah pada saluran kemih dapat menghambat
invasi kuman patogen, dengan demikian kuman komensal tersebut
dianggap berfungsi sebagai profilaksis biologik terhadap kolonisasi kuman
patogen

34
2. Deteksi dan tatalaksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih

Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainan


anatomi maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan
faktor risiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai jenis
pemeriksaan pencitraan antara lain ultrasonografi (USG), miksio-
sistouretrografi (MSU), PIV (pielografi inravena), skintigrafi DMSA
(dimercapto succinic acid), CT-scan atau magnetic resonance imaging
(MRI).

Berdasarkan studi tentang untung-ruginya pemeriksaan pencitraan (cost-


effectiveness), Stark (1997) mengajukan alternatif pilihan pemeriksaan
pencitraan sebagai berikut:18

1. Anak yang diduga menderita pielonefritis akut dan semua bayi


yang menderita ISK perlu pemeriksaan USG dan MSU. Bila
ditemukan RVU, pemeriksaan PIV atau sintigrafi DMSA dapat
dilakukan. Bila pada pemeriksaan USG dicurigai adanya kelainan
anatomik maka PIV lebih disarankan.
2. Anak perempuan dengan ISK bawah (sistitis) berulang sampai dua
atau tiga kali, atau ISK pertama dengan adanya riwayat RVU
dalam keluarga, diperlakukan seperti pilihan no. 1.
3. Sebagian besar anak perempuan dengan ISK serangan pertama atau
ISK bawah saja tidak memerlukan pemeriksaan pencitraan.
Kelompok ini cukup dipantau tiap 6-12 bulan dan biakan urin bila
ada demam.

Guideline AAP (1999) merekomendasikan USG ginjal dan voiding


cyctoureterography (VCUG) atau sistografi radionuklir pada anak
kurang dari 2 tahun setelah ISK pertama. Untuk anak yang lebih besar
belum ada patokan. Dalam algoritme disebutkan bila respons klinik
dalam 48 jam pengobatan tidak nyata maka perlu biakan urin ulangan
dan USG sesegera mungkin, sedangkan MSU atau sistografi
radionuklid dilakukan setelah kondisi klinis mengijinkan. Bila respons
klinik baik maka USG maupun MSU/sistografi radionuklid dilakukan
setelah kondisi klinis memungkinkan. AAP tidak merekomendasikan
pemakaian PIV dalam tata laksana ISK.19

Pada 2007, NICE mendefinisikan anak dengan risiko tinggi yaitu: 1.


anak dengan prokalsitonin yang tinggi karena sensitivitas yang tinggi
terhadap refluks derajat berat, 2. bayi kurang dari 6 bulan dengan
demam tinggi, ISK berulang, dan gejala klinis berupa gangguan aliran
air kemih atau ginjal yang teraba, infeksi dengan organisme atipik,
bakteremia atau septikemia, manifestasi klinik yang lama dan tidak
memberikan respon terhadap antibiotik dalam waktu 48- 72 jam;
presentasi klinis yang tidak lazim seperti anak lelaki yang lebih tua
atau dengan abnormalitas saluran kemih pada saat pemeriksaan USG
antenatal. Anak dengan risiko tinggi tersebut perlu diperiksa USG dan
VCUG pada episode pertama ISK. NICE membuat rekomendasi

35
pemeriksan pencitraan pada anak dengan ISK, yang dibedakan menjadi
rekomendasi untuk bayi < 6 bulan, untuk bayi 6 bulan hingga 3 tahun,
dan untuk anak > 3 tahun. Masing-masing kelompok umur dibedakan
lagi menjadi ISK yang memberikan respon yang baik terhadap
antibiotik dalam waktu 48 jam, ISK atipik, dan ISK berulang/rekuren.
Pada semua kelompok umur yang memberikan respon yang baik
terhadap antibiotik dalam waktu 48 jam, tidak diperlukan pemeriksaan
pencitraan kecuali pada kelompok umur < bulan, yaitu pemeriksaan
USG dalam waktu 6 minggu. Pada kelompok umur < 6 bulan,
dilakukan pemeriksaan USG, DMSA, dan MSU baik pada ISK atipik
maupun ISK berulang. Pada kelompok umur 6 bulan – 3 tahun, baik
pada ISK atipik maupun berulang dilakukan pemeriksaan USG dan
DMSA, dan jika perlu dilakukan pemeriksaan MSU. Pada kelompok
umur > 3 tahun, pada ISK atipik dilakukan pemeriksaan USG,
sedangkan pada ISK berulang dilakukan USG dan DMSA 16

Dengan demikian, sebetulnya belum ada konsesnsus yang menjelaskan


mengenai seberapa jauh pemeriksaan pencitraan perlu dilakukan. Para
klinikus mengakutitidak ad astauoun metode pencitraan yang secara
tunggal dapat diandalkan untuk mencari faktor predispsosis ISK karena
memiliki keunguluan dan kekurangan masing masing.

3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang

Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang


berperan dalam terjadinya parut ginjal. Diperkirakan 40 – 50% kasus
ISK simtomatik akan mengalami infeksi berulang dalam dua tahun
pengamatan dan umumnya berupa reinfeksi, bukan relaps. Deteksi ISK
berulang dilakukan dengan biakan urin berkala, misalnya setiap bulan,
kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan.Beberapa faktor berperan
dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada anak perempuan, antara
lain infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian bubble bath,
pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat
iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper
yang salah, konstipasi, ketidak mampuan pengosongan kandung kemih
secara sempurna, baik akibat gangguan neurologik (neurogenic
bladder) maupun faktor lain (non neurogenic bladder), RVU,
preputium yang belum disirkumsisi. ISK berulang dapat dicegah
dengan meningkatkan keadaan umum pasien termasuk memperbaiki
status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan menghilangkan atau
mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi yang
teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. isiko terjadinya ISK pada
bayi laki-laki yang tidak disirkumsisi meningkat 3-15 kali
dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah disirkumsisi

36
IV.2 Anemia pada Anak

IV.2. 1 Definisi

Menurut WHO, anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau kapasitas oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, yang bervariasi menurut umur, jenis
kelamin,panjang badan, merokok, dan status kehamilan. Anemia
adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari
biasanya. Kondisi ini mencerminkan kurangnya jumlah normal eritrosit
dalam sirkulasi.

Tabel 2. 3 Klasifikasi Anemia Sesuai Usia

IV.2. 2 Etiologi
Ada beberapa penyebab anemia definsi menurut umur

IV.2. 3 Gejala klinis

Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik.
Diagnosis biasanya ditegakka berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum
dan kadar besi serum. Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap.

37
Kekurangan Zat Besi Didalam Otot Jantung menyebabkan terjadinya
gangguan kontraktilitas otot organ tersebut. Pasien ADB akan
menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya disertai
dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodoti- roksin. Penemuan
ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan
perhatian yang berkurang,sehingga menurunkan prestasi belajar kasus
ADB. Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena
defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan
berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika yaitu gemar makan
atau mengunyah benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis,
pasta gigi, es dan lain lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang
nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim
sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung
besi berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pad akuku
ebrupanpermukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah.
Bentuk kuku seperti sednok (spoon0-shaped) nails juga disebut sebagai
kolonikia terdapat pada 5,5 % kasus ADB, ada saluran pencernaan,
kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam proses
epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat,
lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya
papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui
gastritis pada 75% kasus adb 21

IV.2. 4 Diagnosis

Diagnosis anemai defisiensi besi ditegakan berdasarian penurunan kadar


besi di dalam serum.

Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi


kemudian menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3
stadium yaitu:

- Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di


dalam depot. Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi. Pada
stadium ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar
hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat
ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau
sumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di
dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot
- Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar
besi di dalam serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di

38
dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi
besi
- Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium
ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH,
MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam
serum.

Diagnosa dapat dinilai dengan cara → menentukan kadar hb→ menentukan


MCV , MCH dan MCHC kemudian menentukan apakah anemia ini mikrositik
hipokrom, normositik nomrokrom, makrositik hiperkrom sehingga dapat di
kecilkan kemungkinan penyebab nya

Bagan 1 Diagnosis anemia menggunakan MCG V dan MCHC

39
Tabel 2. 4 Kemungkinan Penyebab Anemia

40
IV.2. 5 Tatalaksana

Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan hoarus segera


dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas
pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat,
fumarat dan lain-lain), pengobatan ini tergolong murah dan mudah
dibandingkan dengan pengobatan lian. Pada bayi dan anak, terapi besi
elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis,
30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam; penyerapan akan lebih
sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong. Penyerapan jua akan lebih
sempurna bila diberikan bersam aasma askorbat atau asam suksinat. Bila
diberikan setelah makan atau sesudah makan maka penyerapan akan berkuang
hingga 40-50%. amun mengingat efek samping pengobatan besi secara oral
berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi, maka untuk
mengurangi efe samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah makan .
22

Penggunaan secara intramuskular atau intravena berupa besi dextran dapat


dipertimbangkan jika respon pengobatan oral tidak berjalan baik misalnya
karena keadaan pasien tidak dapat menerima secara oral, kehilangan besi
terlalu cepat yang tidak dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau
ganguan saluran cerna misalnya malabsorbsi. Dalam 4-30 hari setelah
pengobatan didapatkan peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi
terpenuhi 1-3 bulan setelah pengobatan. Untuk menghindari adanya kelebhan
besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan. Transfusi darah
hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6
g.dl atau kurang karena apda kadar Hb tersebut resiko untuk terjaidnya
ganguan fisiologis. 2

Besi di dalam makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi non-
heme yang antara lain terdapat di dalam beras, bayam, jagung, gandum,
kacang kedelai berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di
dalam lambung oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di
dalam usus. Penyerapan Fe-non heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain
di dalam makanan. Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam klorida dan
asam amino memudahkan absorbsi besi sedangkan tanin (bahan di dalam teh),
kalsium dan serat menghambat penyerapan besi. Berbeda dengan bentuk non-
heme, absorpsi besi dalam bentuk heme yang antara lain terdapat di dalam
ikan, hati, daging sapi, lebih mudah diserap. Disini tampak bahwa bukan
hanya jumlah yang penting tetapi dalam bentuk apa besi itu diberikan. Anak
yang sudah menunjukkan gejala ADB telah masuk ke dalam lingkaran
penyakit, yaitu ADB mempermudah terjadinya infeksi sedang- kan infeksi
mempermudah terjadinya ADB. Oleh karena itu antisipasi sudah harus
dilakukan pada waktu anak masih berada di dalam stadium I & II. Bahkan di
Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
yang rendah dianjurkan untuk diberikan suplementasi besi di dalam susu
formula 23

41
BAB V

KESIMPULAN

Infeksi saluran kemih merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak anak namun
dengan gejala yang berbeda beda setiap anak. Etiologi dari ISK tersering adalah E.
Coli namun pada anak H. Influenza juga dapat mengakibatkan ISK. Proteus dan
psuedomons perlu dicurigai apabila isk berulang dan isk kompleks.ISK pada anak
dapat terjaid secara ascending, descending, langsung dari organ sekitar, eksogen
maupun limfogen. DIagnosa pada ISK dapat ditegakan dengan anamnesis,
pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana harus diperhatikan dengan
hati hati dan meliputi 3 hal yaitu eradikasi infeksi akut, deteksi dan tatalaksana
Kelaina anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih serta deteksi dan
mencegahinfeksi berulang.
Anemia di defisinikan dengan kondisi hemoglobin dalam darah menurun dari kadar
normalnya, hal ini dapat diakibatkan dari berbagai macam penyebab dengan gejala
klinis utama adalah lemas, pucat, letih, lesu. Pada pemeriksaan fisik nya dapat dilihat
adanya konjungtiva anemis, angular cheilosis, koilonychia dan banyak nya hal lain
yang dapat ditemukan pada pasien anemia. Pada pemeriksana lab harus
mempertimbangkan darah lengkap, hasil indeks eritrosit rerata, gambaran darha tepi,
hitung retikulosit dan apabila ingin mengetahui lebih lanjut dapat dilakukan
pemeikrsaan sesuai indikasi. Tatalaksana dapat digunakan prepart besi baik oral
maupun iv/im dan juga trnafusi darah.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Nari J. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Bronkopneumonia Dalam


Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.P.P
Magretti Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Global Health Science.
Maluku. 2019;4(4):220.
2. Putri SE, Amalia D. Bronkopneumonia. Jurnal Medika Nusantara. Aceh.
2023;1(3);135-140.
3. Fajar P. Pemberian Fisioterapi Dada Dalam Mengatasi Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas Pada Pasien Bronkopneumonia. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Ponorogo [Thesis]. Ponorogo. 2022:7-15.
4. IDAI. Buku Ajar Respirologi Edisi Pertama. Jakarta. 2008:350-364.
5. Supriyatno B. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatri.
2006;8(2):100-106.
6. Indriyani D, Hartianty EP. Profil Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Balita
Penderita Bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Daerah
Indramayu. Jurnal Farmasi dan Farmakoinformatika. Indramayu. 2023;10(10):14-
28.
7. Samuel A. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. J Agromed Unila.
2014;1(2):185– 9.
8. Coutts JA. Primary bronchopneumonia in children. Br Med J.
2019;2(2287):1192–3.
9. Wang C, Zhang X, Qian W, Liu X, Zhang W. Budesonide combined with
ipratropiumbromide in the treatment of bronchopneumonia and its efficacy on
pulmonary function.Int J Clin Exp Med [Internet]. 2020;13(2):1092–7.
10. Samuel A. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. J Agromed Unila.
2014;1(2):185-188.
11. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
DalamJilid I.VI. Jakarta : InternaPublishing ; 2014.
12. Nastiti N. Rahajoe, Bambang Supriyanto, Darmawan Budi Setyanto. Buku Ajar
Respirologi Anak. Edisi ke-1.Jakarta: IDAI;2008.
13. Sartika SD. Predisposisi, patogenesis, dan tatalaksana pneumonia fungal. Jurnal
Sainsmat. 2022;11(2):114-23.
14. Gurgoze MK, Akarsu S, Yilmaz E, Godekmerdan A, Akca Z, Ciftci I, Ayugin
AD. Proinflamatory cytokines and procalcitonin in children with acute
pyelonephritis. Pediatr Nephrol 2005;20:1445-8.

43
15. Child Health Network guideline. Management of urinary tract infections in
children. 2002.
16. National Institute for Health and Clinical Excellence. (2007): Urinary tract
infection in children. http://guidance.nice.org.uk..CG054.
17. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED,
Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi
ke-6, Springer- Verlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.
18. Stark H. Urinary tract infection in girls: the cost-effectiveness of currently
recommended investigative routines. Pediatr Nephrol 1997,11:174-7.
19. American Academy of Pediatrics, Committee on quality inprovement,
subcommittee on urinary tract infection. Practice parameter: The diagnosis,
treatment, and evaluation of the initial urinary tract infection in febrile infants and
young children. Pediatrics 1999,103:843-52
20. WHO. The Global Prevalence of Anemia in 2011. Geneva: World Health
Organization, 2014.
21. andl JH. The hypochromic anemia and other disorders of iron metabolism. Blood
Text book of Hematology. Edisi ke-I. Boston/Toronto: Little, Brown, 1987. h.
181-91.
22. Schwartz E. Iron deficiency anemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson text- book of pediatrics. Edisi ke-16. Philadhelphia: WB
Saunders, 2000. h. 1460-71.
23. Booth IW, Aukett MA. Iron deficiency anemia in in- fancy and early childhood. J.
Arch Dis Child 1997; 76:549-54.

44

Anda mungkin juga menyukai