Disusun oleh :
Galuh Nandya Carnetita
2265050064
Pembimbing :
dr. Catharina Dian Wahju Utami, Sp.A
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR BAGAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang biaknya
bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada anak, gejala
klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga gejala yang berat
yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena manifestasi klinis yang sangat
bervariasi dan sering tidak spesifik, penyakit ini sering tidak terdeteksi hingga
menyebabkan komplikasi gagal ginjal. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada
anak dengan gejala demam karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering
ditemukan pada anak selain infeksi saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna.
Diagnosis pasti ISK ditegakkan berdasarkan biakan urin, sedangkan biakan urin baru
diperoleh setelah beberapa hari kemudian, sehingga perlu mengenal manifestasi klinis
ISK sebelum diperoleh hasil biakan urin agar dapat diberikan terapi awal secara
empiris. Antibiotik sebagai terapi ISK diberikan jika ada kecurigaan terhadap ISK
tanpa menunggu hasil biakan urin. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal atau acute kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka
panjang menyebabkan pembentukan jaringan parut ginjal, hipertensi, dan penyakit
ginjal kronik stadium akhir. 1
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
II.3 SKEMA KELUARGA
Keterangan:
Laki laki Perempuan Pasien
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 8 hari SMRS. Demam dirasakan
naik turun. Dan ketika di ukur demam dapat mencapai 40 C. Ibu pasien sudah
memberikan obat penurun panas (sanmol syrup), namun demam timbul kembali.
Keluhan disertai dengan batuk dan juga pilek sejak 8 hari yang lalu. Batuk tidak
berdahak. Batuk dirasakan sesekali saja dan hilang timbul. Keluhan disertai
penurunan nafsu makan. Muntah (-). BAB cair (-), keluhan BAK (-)
3
B. RIWAYAT PENYAKIT PADA ANGGOTA KELUARGA LAIN/ORANG
LAIN DI RUMAH
Di keluarga pasien tidak ada keluhan serupa
2.
3.
4
● Penyulit :-
● Lingkar kepala : 48 cm
● Panjang badan : 33 cm
Bayi laki-laki dengan berat badan lahir (BBL) 2500 gram, panjang badan lahir (PBL)
48 cm, lingkar kepala (LK) 33 cm, ibu pasien tidak ingat nilai APGAR, bayi langsung
menangis serta tidak memiliki kelainan bawaan.
5
tengah memegang benda
6
Vaksin Dasar Umum Ulangan
(Usia (Usia
Pemberian) Pemberian)
BCG 1 bulan Skar: + kanan
Hepatitis B 0 bulan Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Polio 1 bulan Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
DPT/HepB/HiBBulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Campak/MR
Pneumococcus
Rotavirus
Influenza
Varicela
Typhoid
Hepatitis A
Kesan : Imunisasi anak sesuai dengan imunisasi Kemenkes RI
Pemeriksaan umum
● Tanda-tanda vital
● SpO2 : 96%
8
● Data antropometri
- Berat Badan :
- Tinggi Badan : 68 cm
- Lingkar Lengan Atas : 13 cm
- Lingkar Kepala : 38 cm
● Indeks antropometri
- BB/U : -2 SD hingga -3 SD
- TB/U : 0 SD hingga -2 SD
- BB/TB : -1 SD hingga -2 SD
- BB ideal : 7,5 kg
- Status gizi : Normal
Pemeriksaan sistem
● Kepala
o Bentuk : Normocephali
o Rambut & Kulit kepala : Rambut hitam, tidak
mudah dicabut, tumbuh merata
o Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata
cekung (-/-)
o Telinga : Normotia, liang telinga lapang, sekret (-/-),
Serumen (-/-)
o Hidung : Cavum nasi sempit, sekret (-/-)
berwarna bening, deviasi septum (-/-), pernapasan
cuping hidung (-/-)
o Mulut
(-)
9
▪ Tonsil : T1-T1, hiperemis (-/-), detritus (-/-)
● Thoraks
● Paru
● Jantung
● Abdomen
10
● Genitalia : Tidak diperiksa
● Anggota Gerak
o Atas
o Bawah
Pemeriksaan Neurologis
● I : Normosmia
RCTL (+/+)
11
● X : Disfagia (-), disfonia (-), Reflek vagal (+)
Pemeriksaan Refleks
● Hematologi `
12
S. Parathyphi CH negatif negatif -
Urinalisa
Makroskopis
Warna Urin Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Kimia
pH 6.00 5.0 - 7.5
Berat Jenis 1.010 1.005-1030
Protein urin negatif negatif
Reduksi negatif negatif
Keton negatif negatif
Urobilinogen negatif negatif
Bilirubin negatif negatif
Nitrit Urine negatif negatif
Blood negatif negatif
Leukosit esterasi 3+ negatif
Sedimen
Eritrosit 0-1 <0-1 LPB
Leukosit 15-17 <7 LPB
Epitel + + LPK
Silinder Granula negatif negatif LPK
Kristal Ca Oksalat negatif negatif LPK
Jamur negatif negatif LPK
Bakteri negatif negatif LPK
Interpretasi: Didapatkan Anemia, leukositosis, Penurunan Hematokrit, Leukosit
estrerasi +
Parameter Hasil
13
Monosit 7%
Trombosit -DT Kesan jumlah jumlah dan morfologi normal. Giant platelet (-)
● Radiologis
14
Trachea tampak baik
CTR = 50%
Bentuk dan letak jantung normal
Corakan vaskuler paru tampak meningkat
Tampak infiltrat pada pericardial kedua paru
Tak tampak penebalan hilus
Diafragma kanan dan kiri tampak normal
Sinus costophrenicus kanan dan kiri lancip
Tulang dan jaringan lunak ekstrapulmo yang tervisualisasi tampak baik
Kesan :
Bronchopneumonia
II.19 RESUME
Seorang pasien anak perempuan berusia 10 bulan datang dibawa oleh
ibu nya dengan keluhan demam sejak 8 hari SMRS. Demam dirasakan naik
turun. Dan ketika di ukur demam dapat mencapai 40 C. Ibu pasien sudah
memberikan obat penurun panas (sanmol), namun demam timbul kembali.
Keluhan disertai dengan batuk dan juga pilek sejak 8 hari yang lalu. Batuk
tidak berdahak. Batuk dirasakan sesekali saja dan hilang timbul. Keluhan
disertai penurunan nafsu makan. Muntah (-). BAB cair (-), keluhan BAK (-).
Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis, Pada pemeriksaan
terdapat conjungtiva anemis, hidung didapatkan sekret pada hidung bilateral
berwarna bening. Pada pemeriksan laboratorium didapatkan leukositosis
(17.740 ribu/uL), anemia (8.3 g/dL), penuruna hematokrit (27 %) pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan leukosit esterase +3, pada morfologi darah
tepi didapatkan kesan anemia mikrositik hipokromik yang mendukung definisi
besi atau infeksi kronis atau ganguan rantai Hb dengan peningkatan RDW cv
yang biasanya diakbatkan peningkatan sel abnormal . Kesan pada pemeriksaan
radiologi adalah gambaran bronkopneumonia.
15
- Anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi besi
II.23 TATALAKSANA
- Assesment
BB = 6,5 kg
TB = 55 cm
BB Ideal = 7,5 kg
BB/U = -2 SD hingga -3 SD
TB/U = 0 SD hingga -2 SD
BB/TB = -1 SD hingga -2 SD
Kesan Gizi = Gizi kurang
o Penentuan kebutuhan kalori
16
▪ RDA Protein → 1.0 g/kg
diberikan ASI
II.24 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
II.25 FOLLOW UP
7 Maret 2024
PH: 1 PP: 9
17
S O A P
Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh +/+,
wh -/-
Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 4x/
menit
18
P : supel, nyeri
tekan -
P : timpani, nyeri
ketuk -
8 Maret 2024
PH: 2 PP: 10
S O A P
Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
19
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh -/-,
wh -/-
Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 5x/
menit
P : supel, nyeri
tekan
9 Maret 2024
PH: 3 PP: 11
S O A P
20
Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh -/- ,
wh -/-
Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 4x/
menit
P : supel, nyeri
tekan -
P : timpani, nyeri
ketuk -
10 Maret 2024
PH: 4 PP: 12
S O A P
Status Generalis :
Kepala :
normocephali
Mata : CA +/+ , SI
-/- , Cekung -/-
Telinga : normotia,
CAE lapang,
serumen -/-
Hidung :
21
pernapasan cuping
hidung -, sekret -/-
Mulut : mukosa
bibir lembab,
faring hiperemis
(-)
Leher : tidak ada
pembesaran KGB
Thoraks:
I : pergerakan
dinding dada
simetris
P : vocal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND:
vesikuler, rh -/- ,
wh -/-
Abdomen:
I : perut tampak
datar
A : BU (+) 4x/
menit
P : supel, nyeri
tekan -
P : timpani, nyeri
ketuk -
22
BAB III
ANALISA KASUS
Anamnesis
Pada pasien usia 10 bulan yang dilakukan secara alloanamnesis ibu pasien, pasien
datang dengan keluhan demam sejak 8 hari. Keluhan disertai dengan batuk dan juga
pilek. Menurut AAP pasien anak di usia 2 bulan – 2 tahun yang sudah demam
berlangsung 2 hari atau lebih dengan suhu tubuh 39 derajat patut dicurigai adanya
ISK. ISK deefiniskan sebagai beryumbuh dan berkembang biaknya kuman atau
mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna, ISK diklasifikasikan
dengan berbagai macam dasar, salah satunya adalah berdasar komplikasi apakah
simpleks tanpa komplikasi atau kompleks yang sudah ada komplikasi. ISK juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan gejala nya apakah simptomatik, asimtomatik, non
spesfiik, febrile, ataupun atipikal. Gejala ISK pada anak cenderung tidak spesifik,
pada anak bayi – 1 tahun gejala pada ISK dapat diamati seperti demam, penurunan
berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare,
ikterus, distensi abdomen, demam tinggi. Pada anemia gejala yang utama dirasakan
adalah lemah, letih lesu, malas namun karena pasien masih nenonatus sehingga hal
tersebut tidak dapat ditemukan
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik nya didapati konjungtiva anemis, Sekret pada hidung, ronki
pada apex, pada pemeriksaan lain semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
ISK pemeriksaan tanda vital termasuk pemeriksaan tekanna darah, pemeriksan
neurologi perlu dilakukanm pada pemeriksaan palpasi ginjla anak akan merasa
kesakitan namun pada pasien hal ini tidak dpaat terlihat dikarenakan pasien masih
23
neonates sehingga tidak dapat membedakan rasa nyeri, sehingga pasien hanya
cenderung rewel. Pada pemeriksaan fisik anemia dapat ditemukan konjungtiva
anemis, angular cheilosis, kolinoika, dan sklera ikterik.
Pemeriksaan Penunjang
Pada hasil pemerikaan lab didapati Hb yang menurun yaitu 8.2 g/dl, leukosit yang
meningkat 17.740 dan hematokrit yang menuru yaitu 27%. Hb yang menurun ini
dapat menjadi predictor terjadinya anemia, dan leukosit yang meningkat ini dpaat
terjadi predictor terjadinya infeksi Morfologi darah tepi dilakukan dan didapatkan
anemia mikrositik hipokrom yang mendukung terjadinya anemia defisinensi besi atau
infeksi kronis. Pemeriksaan penunjang radiologi paru didapati bronkopneumonia yang
sejalan dengan gejala nya yaitu batuk dan pilek.
Pada pemeriksaan fiisk penunjang dapat dilihat dengan urinalisi. Pemeriksana darah
dan biakan urin. Pada hasil urinalisis kita dapat melihat leukosituria, nitrit, leukiosit
esterase, hematuria dan protein. Pada hasil urinalisa pasien bakteri protein dan darah
negative, namun leukosit esterase +, ini dapat diakibatkan karena artinya bakteri
sudah tidak ada, sehingga hanya sisanya saja.
Pada hasil pemeriksaan lab, didapatkan Hb apsien 8.2 g/dl hal ini bila berdasarkan
WHO masuk kedalam derajat 2(anemia sedang), pada pemeriksaan morfologi darah
juga didapatkan mikrositik hipokromm disertai edngan sel pensil yang menandai
adanya anemia defisiensi fe
Tatalaksana
Pada pasien terapi yang diberikana dalah ceftriaxone 350 mg, paracetamol 40 mg ,
puyer pilek dan puter batuk. Pada tatalaksana ISK secara teorinya, pada pasien
neonates karena cenderung terjadinya komplikasi, maka tatalaksana secara intravena
dapat dilakukan. Berdasarkan penelitian aminoglikosida dan ampisilin secara
intravena selama 10-14 hari dapat dilakukan. Namun terapi intravena lain seperti
seftriakson 75 mg/kgbb/ hari dapat diberikan. Tatalaksana pada anemia defisiensi besi
harusnya di lakukan dengan terapi orla besi maupun iv atau im dan tranfusi darah
dilkaukan bila hb <6 mg/dl. Namun pada pasien ini diberikan terapi berupa tranfusi
darah
24
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
IV.1. 1 Definisi
25
● Pielonefritis akut adalah infeksi yang menyebabkan invasi bakteri ke
parenkim ginjal.
● Sistitis akut adalah infeksi yang terbatas pada invasi kandung kemih.
● Pielonefritis kronik. Istilah ini sebaiknya dipakai untuk kepentingan
histopatologik kelainan ginjal dengan ditemukannya proses peradangan
kronis pada interstisium ginjal dan secara radiologik ditemukan
gambaran parut ginjal yang khas pada kalises yang tumpul. Lebih
dikenal dengan istilah nefropati refluks, meskipun tidak selalu
ditemukan refluks pada saat parut ginjal terdeteksi.
IV.1. 2 Klasifikasi
Berdasarkan terminologi nya, ISK dapat diklasifikasikan sebagai berikut2
ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik. ISK
simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang
parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala utama demam, dan infeksi
yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa
gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan (urgency).
● ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada
sebagian kecil (10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis, baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang yang tersedia.
● ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada
saluran kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun
fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis urin.
● ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan
kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan
saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali
saluran kemih, kista ginjal, buli- buli neurogenik, benda asing, dan
sebagainya.5,9
● ISK kambuh (relaps) yaitu bakteriuria yang timbul kembali setelah
pengobatan dengan jenis kuman yang sama dengan kuman saat biakan
urin pertama kalinya. Kekambuhan dapat timbul antara satu sampai 6
minggu setelah pengobatan awal.
● Reinfeksi yaitu bakteriuria yang timbul setelah selesai pengobatan
dengan jenis kuman yang berbeda dari kuman saat biakan pertama.
● Infeksi persisten yaitu ISKyang timbul dalam periode pengobatan
maupun setelah selesai terapi.
● FebrileUTI atau ISK febris atau ISK demam adalah ISK dengan biakan
urin dengan jumlah kuman bermakna yang disertai demam dengan
suhu > 38 C. ISK demam sering ditemukan pada bayi atau anak kecil,
dan sekitar 60-65% ISK demam merupakan pielonefirits akut.
● ISK atipikal adalah ISK dengan keadaan pasien yang serius,diuresis
sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung kemih, peningkatan
kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon terhadap
antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli.
26
● ISK berulang berarti terdapat duakaliatau lebih episod vielo nefritis
akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas
disertai satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau
lebih episode sistitis atau ISK bawah.12
IV.1. 3 Etiologi
Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri, virus,
dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli.
Bakteri lain yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus
mirabilis, Providencia stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan Pseudomonas sering
dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan instrumentasi, dan infeksi
nosokomial. Bakteri patogen dengan virulensi rendah maupun jamur dapat
sebagai penyebab ISK pada pasien dengan imunokompromais. Infeksi
Candida albicans relatif sering sebagai penyebab ISK pada imunokompromais
dan yang mendapat antimikroba jangka lama.3,4
Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti
Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau
epidermidis.5 Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai
penyebab ISK pada anak. Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan
standar sehingga sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila
penyebabnya Proteus, perlu dicurigai kemungkinan batu struvit (magnesium-
ammonium-fosfat) karena kuman Proteus menghasilkan enzim urease yang
memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin meningkat menjadi 8-
8,5. Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium, magnesium,
dan fosfat akan mudah mengendap.5
IV.1. 4 Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus
berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus
dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria
didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%.13 Risiko ISK pada anak sebelum pubertas
3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan
demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%, Data studi
kolaboratif pada 7 rumah sakit institusi pendidikan dokter spesialis anak di
Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1989) memperlihatkan insidens
kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1%-1,9% dari seluruh kasus
pediatri yang dirawat.16 Di RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995)
didapatkan 212 kasus ISK, rata-rata 70 kasus baru setiap tahunnya.6
27
IV.1. 5 Patofisiologi
IV.1. 6 Diagnosis
Diagnosa ISK dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium yang dipastiakn dengan biaakn urin. ISK serangan
pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan
dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung
28
kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk
menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik yang sering
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak. American
Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa pada bayi umur
di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan ISK dan perlu
dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam
yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus dipikirkan dan
perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai pielonefritis.
Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat patokan
sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:1. suhu tubuh 390C atau lebih, 2.
demam berlangsung dua hari atau lebih, 3. ras kulit putih, 4. umur di bawah
satu tahun, 5. tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya. Bila
ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk
kemungkinan ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%.10
Manifestasi Klinis
Gejala klinis ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas reaksi
peradangan, letak infeksi (Atas dan bawah) dan umur pasien. Sebagian
asimtomatik dan biasanya ditemukan pada anak umur sekolah terutama anak
perempuan. 1
29
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil dan gejala
saluran cerna, pada sistitis dapat ditandai dengan nyeri pada perut bagian
bawah, serta gangguan berkemih (frequens, nyeri waktu berkemih, urgensi,
kesulitan berkemih, retensi urin dan enuresis) 11,12
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran antropometrik,
pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra,
pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk melihat ada
tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna
diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki
atau sinekie vagina pada perempuan. Pada bayi -1 tahun pada palpasi ginjal
anak merasa kesakitan8,9
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh
sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk
menegakkan diagnosis
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein,
dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria,
tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya
ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK.
Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Pemeriksaan dengan stik urin
dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang terdapat di dalam
lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin.m Uji
nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin.
Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan
jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram
negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi
nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam
urin.Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi
30
tidak dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah
mempunyaisensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK. 13
{
2. Pemeriksaan darah
3. Biakan urin
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai
jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna. Dengan
kateter urin, Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL urin
sebagai kriteria bermakna dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika
jumlah kuman > 50x103 cfu/mL,dan ada yang menggunakan kriteria bermakna
dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. menggunakan batasan ISK dengan
jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk teknik pengambilan urin dengan
midstream/clean catch,sedangkan pada neonatus, Lin dkk. (1999)
menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton dkk., menggunakan batasan
kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil dengan urine bag.
31
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku karena
banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna
meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.
IV.1. 7 Tatalaksana
Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi
infeksi,gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis
dan pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan
pemberian antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya
jaringan parut pada pielonefritis. 1
Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2.
Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih, dan 3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.
32
● Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus
dinilai kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk
melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.
Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit,namun bila gejala klinik cukup
berat misalnya rasa sakit yang hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi pengobatan parenteral hingga
gejala klinik membaik. Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian
antibiotik oral seperti trimetoprim-sulfametoksazol, nitrofurantoin,
amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, sefaleksin, dan sefiksim. Golongan
sefalosporin sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari resistensi
kuman dan dicadangkan untuk terapi pielonefritis. Menurut Garin dkk.,
(2007), pemberian sefiksim pada sistitis akut terlalu berlebihan ISK
33
simpleks umumnya memberikan respon yang baik dengan amoksisilin,
sulfonamid, trimetoprim-sulfametoksazol, atau sefalosporin.
Pada pielonferitis
Karena pada neonatus sistem imun belum berkembang dengan baik maka
daoat cenderung mengalami perparahan hingga sepsis atau meningtits.
Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi bakteri Gram
negatif. Antibiotik harus segera diberikan secara intravena. Kombinasi
aminoglikosida dan ampisilin pada umumnya cukup memadai. Lama
pemberian antibiotik pada neonatus dengan ISK adalah 10-14 har
Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman > 105 cfu/mL dalam
urin tanpa gejala klinik, baik gejala klinik ISK bawah (disuria, urgency,
dan frekuensi) ataupun gejala klinik ISK atas seperti demam, menggigil,
nyeri sekitar ginjal.Bakteri pada bakteriuria asimtomatik biasanya bakteri
dengan virulensi rendah dan tidak punya kemampuan untuk menyebabkan
kerusakan ginjal meskipun kuman tersebut mencapai ginjal. Secara umum
disepakati bahwa bakteriuria asimtomatik tidak memerlukan terapi
antibiotik, malah pemberian antibiotik dapat menambah
risikokomplikasiantaralainmeningkatkanrekurensipada80%kasus. Kuman
komensal dan virulensi rendah pada saluran kemih dapat menghambat
invasi kuman patogen, dengan demikian kuman komensal tersebut
dianggap berfungsi sebagai profilaksis biologik terhadap kolonisasi kuman
patogen
34
2. Deteksi dan tatalaksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih
35
pemeriksan pencitraan pada anak dengan ISK, yang dibedakan menjadi
rekomendasi untuk bayi < 6 bulan, untuk bayi 6 bulan hingga 3 tahun,
dan untuk anak > 3 tahun. Masing-masing kelompok umur dibedakan
lagi menjadi ISK yang memberikan respon yang baik terhadap
antibiotik dalam waktu 48 jam, ISK atipik, dan ISK berulang/rekuren.
Pada semua kelompok umur yang memberikan respon yang baik
terhadap antibiotik dalam waktu 48 jam, tidak diperlukan pemeriksaan
pencitraan kecuali pada kelompok umur < bulan, yaitu pemeriksaan
USG dalam waktu 6 minggu. Pada kelompok umur < 6 bulan,
dilakukan pemeriksaan USG, DMSA, dan MSU baik pada ISK atipik
maupun ISK berulang. Pada kelompok umur 6 bulan – 3 tahun, baik
pada ISK atipik maupun berulang dilakukan pemeriksaan USG dan
DMSA, dan jika perlu dilakukan pemeriksaan MSU. Pada kelompok
umur > 3 tahun, pada ISK atipik dilakukan pemeriksaan USG,
sedangkan pada ISK berulang dilakukan USG dan DMSA 16
36
IV.2 Anemia pada Anak
IV.2. 1 Definisi
Menurut WHO, anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau kapasitas oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, yang bervariasi menurut umur, jenis
kelamin,panjang badan, merokok, dan status kehamilan. Anemia
adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari
biasanya. Kondisi ini mencerminkan kurangnya jumlah normal eritrosit
dalam sirkulasi.
IV.2. 2 Etiologi
Ada beberapa penyebab anemia definsi menurut umur
Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik.
Diagnosis biasanya ditegakka berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum
dan kadar besi serum. Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap.
37
Kekurangan Zat Besi Didalam Otot Jantung menyebabkan terjadinya
gangguan kontraktilitas otot organ tersebut. Pasien ADB akan
menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya disertai
dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodoti- roksin. Penemuan
ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan
perhatian yang berkurang,sehingga menurunkan prestasi belajar kasus
ADB. Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena
defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan
berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika yaitu gemar makan
atau mengunyah benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis,
pasta gigi, es dan lain lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang
nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim
sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung
besi berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pad akuku
ebrupanpermukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah.
Bentuk kuku seperti sednok (spoon0-shaped) nails juga disebut sebagai
kolonikia terdapat pada 5,5 % kasus ADB, ada saluran pencernaan,
kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam proses
epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat,
lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya
papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui
gastritis pada 75% kasus adb 21
IV.2. 4 Diagnosis
38
dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi
besi
- Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium
ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH,
MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam
serum.
39
Tabel 2. 4 Kemungkinan Penyebab Anemia
40
IV.2. 5 Tatalaksana
Besi di dalam makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi non-
heme yang antara lain terdapat di dalam beras, bayam, jagung, gandum,
kacang kedelai berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di
dalam lambung oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di
dalam usus. Penyerapan Fe-non heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain
di dalam makanan. Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam klorida dan
asam amino memudahkan absorbsi besi sedangkan tanin (bahan di dalam teh),
kalsium dan serat menghambat penyerapan besi. Berbeda dengan bentuk non-
heme, absorpsi besi dalam bentuk heme yang antara lain terdapat di dalam
ikan, hati, daging sapi, lebih mudah diserap. Disini tampak bahwa bukan
hanya jumlah yang penting tetapi dalam bentuk apa besi itu diberikan. Anak
yang sudah menunjukkan gejala ADB telah masuk ke dalam lingkaran
penyakit, yaitu ADB mempermudah terjadinya infeksi sedang- kan infeksi
mempermudah terjadinya ADB. Oleh karena itu antisipasi sudah harus
dilakukan pada waktu anak masih berada di dalam stadium I & II. Bahkan di
Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
yang rendah dianjurkan untuk diberikan suplementasi besi di dalam susu
formula 23
41
BAB V
KESIMPULAN
Infeksi saluran kemih merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak anak namun
dengan gejala yang berbeda beda setiap anak. Etiologi dari ISK tersering adalah E.
Coli namun pada anak H. Influenza juga dapat mengakibatkan ISK. Proteus dan
psuedomons perlu dicurigai apabila isk berulang dan isk kompleks.ISK pada anak
dapat terjaid secara ascending, descending, langsung dari organ sekitar, eksogen
maupun limfogen. DIagnosa pada ISK dapat ditegakan dengan anamnesis,
pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana harus diperhatikan dengan
hati hati dan meliputi 3 hal yaitu eradikasi infeksi akut, deteksi dan tatalaksana
Kelaina anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih serta deteksi dan
mencegahinfeksi berulang.
Anemia di defisinikan dengan kondisi hemoglobin dalam darah menurun dari kadar
normalnya, hal ini dapat diakibatkan dari berbagai macam penyebab dengan gejala
klinis utama adalah lemas, pucat, letih, lesu. Pada pemeriksaan fisik nya dapat dilihat
adanya konjungtiva anemis, angular cheilosis, koilonychia dan banyak nya hal lain
yang dapat ditemukan pada pasien anemia. Pada pemeriksana lab harus
mempertimbangkan darah lengkap, hasil indeks eritrosit rerata, gambaran darha tepi,
hitung retikulosit dan apabila ingin mengetahui lebih lanjut dapat dilakukan
pemeikrsaan sesuai indikasi. Tatalaksana dapat digunakan prepart besi baik oral
maupun iv/im dan juga trnafusi darah.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
15. Child Health Network guideline. Management of urinary tract infections in
children. 2002.
16. National Institute for Health and Clinical Excellence. (2007): Urinary tract
infection in children. http://guidance.nice.org.uk..CG054.
17. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED,
Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi
ke-6, Springer- Verlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.
18. Stark H. Urinary tract infection in girls: the cost-effectiveness of currently
recommended investigative routines. Pediatr Nephrol 1997,11:174-7.
19. American Academy of Pediatrics, Committee on quality inprovement,
subcommittee on urinary tract infection. Practice parameter: The diagnosis,
treatment, and evaluation of the initial urinary tract infection in febrile infants and
young children. Pediatrics 1999,103:843-52
20. WHO. The Global Prevalence of Anemia in 2011. Geneva: World Health
Organization, 2014.
21. andl JH. The hypochromic anemia and other disorders of iron metabolism. Blood
Text book of Hematology. Edisi ke-I. Boston/Toronto: Little, Brown, 1987. h.
181-91.
22. Schwartz E. Iron deficiency anemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson text- book of pediatrics. Edisi ke-16. Philadhelphia: WB
Saunders, 2000. h. 1460-71.
23. Booth IW, Aukett MA. Iron deficiency anemia in in- fancy and early childhood. J.
Arch Dis Child 1997; 76:549-54.
44