Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 5 BULAN DENGAN


KEJANG DEMAM KOMPLEKS
HALAMA

Oleh:
dr. Dara Dika Wati

Pembimbing:
dr. Dian Maya Sari, Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYUAGUNG
OGAN KOMERING ILIR – SUMATERA SELATAN
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Seorang Anak Perempuan Usia 5 Bulan dengan Kejang


Demam Kompleks

Oleh:
dr. Dara Dika Wati

PORTOFOLIO KASUS
Telah dipresentasikan serta disetujui untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia periode Februari 2021

Kayuagung, November 2021

Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung

Pembimbing
dr. Dian Maya Sari, Sp.A ..............................................

Pendamping
dr. Rani Agitah ..............................................

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan portofolio kasus dengan judul “Seorang Anak Perempuan
Usia 5 Bulan dengan Kejang Demam Kompleks ” untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia periode Februari
2021 di Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung, Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
dr. Dian Maya Sari, Sp.A selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga portofolio kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
portofolio kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang.
Semoga portofolio kasus ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.

Kayuagung, November 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II STATUS PASIEN............................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 13
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan.1,2
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6
bulan hingga 5 tahun dengan durasi kejang selama beberapa menit. Dari penelitian
oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Kejadian kejang demam
diperkirakan 2-4% terjadi di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat.
Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari
1 kali kejang demam dalam 24 jam).2,3,4
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai
masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal
adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.3,4
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang
sering. Untuk itu seorang dokter dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan edukasi dan terapi kepada keluarga
dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. AA
Umur / Tanggal Lahir : 5 Bulan 26 Hari / 16 April 2021
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. S
Pekerjaan Ayah : Pedagang
Nama Ibu : Ny. L
Pekerjaan Ibu : IRT
Alamat : Kota Raya, Kayu Agung
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
MRS : 13 Oktober 2021

II. ANAMNESIS
Tanggal : 13 Oktober 2021 (Pukul 04.00 WIB)
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami
demam yang tinggi namun tidak diukur suhunya, demam terjadi terus
menerus. Demam tidak disertai muntah, BAB dan BAK , batuk (-), pilek (-).
Pasien belum diberikan obat apapun oleh orangtuanya. Ibu pasien megatakan
bahwa anaknya habis disuntik imunisasi DPT yang Ketiga kali.
Kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien masih
mengalami demam yang tinggi dan terus menerus. Pasien kemudian
mengalami kejang kelojotan seluruh tubuh dengan frekuensi sebanyak 1x,

2
lamanya sekitar 10 menit, selama kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang
pasien sadar serta menangis kuat, dan pasien sempat di bawa ke IGD RSUD
Kayu Agung namun menolak dirawat setelah kejang berhenti dengan obat
(diazepam supp 5 mg).
Pukul 4.50 ( kurang lebih 10 menit sebelum masuk rumah sakit)
pasien mengalami kejang berulang ( jarak dari kejang pertama dan kedua
kurang lebih 4 jam) kejang kelojotan seluruh tubuh dengan frekuensi
sebanyak 1x, lamanya sekitar 5-8 menit, selama kejang pasien tidak sadar dan
setelah kejang pasien sadar serta menangis kuat. Pasien masih mau menyusu
kuat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang demam sebelumnya disangkal.
Riwayat saking radang otak sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada penyakit serupa pada keluarga pasien
Tidak ada riwayat epilepsi pada keluarga.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah penderita bekerja sebagai pedagang, pendapatan perbulan ±
Rp6.000.000/bulan. Ibu penderita bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Kesan : Sosial ekonomi menengah keatas

Riwayat Makan
Pasien masih diberikan ASI eksklusif tanpa makanan tambahan lain.

3
Riwayat Imunisasi
Vaksin Lahir I II III IV V

BCG 1

DPT 1 2 3

POLIO 0 1 2 3

HEPATITIS B 1 2 3 4

HiB 1 2 3

CAMPAK

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat Kehamilan
Anak lahir dari seorang ibu G2GemeliP1A0 hamil 38 minggu Sectio Secaria
ditolong oleh dokter kandungan RSUD Kayu Agung dengan berat lahir 2,8
kg, panjang badan lahir 49 cm di Kayu Agung.
Riwayat ibu sakit selama kehamilan disangkal
Riwayat ketuban hijau kental dan berbau selama kelahiran disangkal.

Riwayat Perkawinan
Perkawinan : Perkawinan pertama
Umur : Ayah 35 tahun, Ibu 28 tahun
Pendidikan Terakhir Ayah : S1
Pendidikan Terakhir Ibu : S1
Penyakit yang pernah diderita : Riwayat penyakit serupa disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2021
Pemeriksaan Fisik Umum

4
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 7 kg
PB : 65 cm

Status gizi :
BB/U : -2 SD < Z < +2 SD: Gizi Baik
PB/U : ≥- 2 SD : Normal
BB/PB : -2 SD < Z < +2 SD: Normal
Suhu : 38,5 oC (IGD)  37.5 oC (IRA)
Respirasi : 38 x/menit
Nadi : 105 x/ menit
Isi/kualitas : Isi cukup, tegangan cukup
Regularitas : Reguler
SpO2 : 90%--> NRM: 99%
Kulit : Petechiae (-), pucat (-), ikterik (-), sianosis (-),
efloresensi abnormal (-)
a. Pemeriksaan Khusus
KEPALA : Normocephali, lingkar kepala: 38 cm, simetris
Rambut : Hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Palpebra superior tidak edema, mata tidak cekung,
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
bulat isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+)
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada
sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak
ada epistaksis
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
sekret
Mulut : Bentuk normal, bibir tidak kering, tidak ada
sianosis

5
Lidah : Atrofi papil tidak ada, tidak ada lidah kotor, tidak
ada tremor lidah
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trakea di tengah,
tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba
pembesaran KGB submandibula, supra-infra
clavicula dan cervical
THORAX
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, tidak terdapat retraksi.
Palpasi : Stem fremitus baik
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler ada, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill tidak ada
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi :Tampak datar, venektasi tidak ada, distensi
abdomen tidak ada
Palpasi :Lemas, hepar dan lien tidak teraba, distensi
abdomen (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit aorta (-)
Ekstremitas : Asimetris, ekstremitas region femoralis dextra
lebih besar dari pada sinistra, hangat, nyeri tekan,
Akral hangat, CRT <3”, deformitas (-), edema (+)
regio femoralis dextra 1/3 atas.
Kulit : Turgor baik

6
Genitalia : Tidak ada kelainan

IV. DAFTAR MASALAH


1. Kejang
2. Demam

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Kompleks + Demam Post Imunisasi
2. Meningitis

VI. RENCANA PEMERIKSAAN


 Pemeriksaan darah rutin
 Analisa LCS (pungsi lumbal)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratoirum klinik RSUD Kayu Agung(13 Oktober 2021 pukul 04..00 WIB)
Jenis
Hasil Rujukan Satuan
Pemeriksaan
Hemoglobin 10.0 10,7-17,1 g/dL
Eritrosit 3.65 3,75-4,95 106/mm3
Leukosit 15.300 6,0-17,5 103/mm3
Hematokrit 30 38-52 %
Trombosit 265.000 217-497 10 / μLL
3

Hitung Jenis
Limfosit
18,2 15-45 %
Netrofil
78,2 55-80
Mono,Eos, Baso
3-6 0-19
CRP Kuantitatif (+) negatif mg/dL
Kimia Darah
GDS 80 50-80 mg/dl
Elektrolit
- Natrium 130 135-147 mEq/L
- Kalium 4.0 3,5-5.0 mEq/L

- Clorida 103 95-105 mEq/L

7
Swab Antigen Nonreaktif Nonreaktif
Covid 19

VII. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Kompleks e.c Demam Post Imunisasi

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Bed rest
- Monitor kejang dan suhu tubuh
- Edukasi kepada orangtua tatacara menangani kejang dan tentang penyakit
yang diderita.
- Beri oksigen jika timbul kembali kejang
- Teruskan pemberian ASI

Medikamentosa
- IVFD Kaen 1B gtt VII /menit
- Inj Diazepam 1,4 mg (IV)
Konsul dr. Dian, SpA
- IVFD Kaen 1B gtt VII /menit
- Inj Diazepam 2mg bila kejang
- Drip Ceftriaxone 1x 560mg dalam NS 0,9 % 100cc
- Paracetamol drop 3x 0,7 cc PO
- Diazepam pulv 3 x0,8 mg PO

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia

8
X. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
14 Oktober S : demam (+), kejang (-), batuk (+), pilek (+), kemarin
2021 mencret (+) hari ini tidak mencret
O:
Sens : compos mentis
N : 132 x/menit (isi/tegangan cukup)
RR : 31 x/menit
T : 37,8 0C
SpO2 : 99%
Kepala : edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), faring hiperemis
(-)
Thorax : simetris, retraksi dada (-)
Pulmo : RR = 34 x/m, vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, HR = 120
x/m, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)
normal
Ekstremitas : akral hangat (-), CRT <3 s, petechie (-), edema
pretibial (-),
Pemeriksaan Neurologis:
Gerakan dan kekuatan lengan dan tungkai baik, tonus eutoni,
klonus (-), reflex fisiologis (+) normal, reflex patologis (-),

9
gerakan rangsang meningeal (-)
A : Kejang demam kompleks + Demam post imunisasi
P : Terapi dari IGD diteruskan:
 Salbutamol 3x0,7mg (3x1,5ml)
 Monitor suhu dan kejang.

Tanggal Keterangan
15 Oktober S : demam (-), kejang (-), pilek (+), batuk (-), mencret (-)
2021 O:
Sens : compos mentis
N : 148 x/menit (isi/tegangan cukup)
RR : 33 x/menit
T : 37,1oC
SpO2 : 99%
Kepala : edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), faring
hiperemis (-)
Thorax : simetris, retraksi dada (-)
Pulmo : RR = 30 x/m, vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, HR = 120
x/m, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)
normal
Ekstremitas: akral hangat , CRT <3 s, petechie (-), edema (+)
paha kanan atas, nyeri, dan hangat.
Pemeriksaan Neurologis :
Gerakan dan kekuatan lengan dan tungkai baik, tonus eutoni,
klonus (-), reflex fisiologis (+) normal, reflex patologis (-),
gerakan rangsang meningeal (-)
A : Kejang demam kompleks + Demam post imunisasi dengan
perbaikan

10
P:
Rencana pulang
PO Salbutamol 3x0,7 mg (3x1,5ml)
PO Paracetamol drop 3x 0,7 cc
PO cefixime syr 2x1,5 ml

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kejang Demam


A.Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial.5
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial yang terjadi populasi anak
berumur 3 bulan sampai dengan 5 tahun.6
Syarat Kejang Demam:
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang
demam, namun jarang sekali. National Institute of Health (1980)
menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan
Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih
dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi
susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi
ini melainkan termasuk dalam kejang neonatus5,6

12
B. Etiologi dan Faktor Resiko

Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus,


perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium
serum yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor
risiko terjadinya kejang demam. Bila ada 2 atau lebih faktor risiko
dibawah ini, kemungkinan terjadinya kejang demam sebesar sekitar
30%.1,6,7
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Neoplasma, toksin
8. Gangguan sirkulasi
9. Penyakit degeneratif susunan saraf.
10. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase

13
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan1,2,8
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik.1,2

14
Gambar 1. Patofisiologi Kejang Demam

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung


dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang.8

D. Klasifikasi dan Gejala Klinis1,5


A. Kejang demam sederhana
1) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6
bulan – 6 tahun
2) Lamanya kejang berlangsung < 15 menit
3) Kejang bersifat tonik dan atau klonik
4) Tanpa kejang berulang dalam 24 jam
5) Sebagian besar berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti
sendiri.
B. Kejang demam kompleks

1) Kejang lama (>15 menit) atau kejang berulang lebih dari 2 kali
dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

E. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis5


 Pemeriksaan Laboratorium

15
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah

 Elektro encephalograft (EEG)


Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
 Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti
terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara
rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam
sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi lain jika:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
 Radioimaging
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis.

16
F. Tatalaksana1,2,5,7
Pengobatan Saat Kejang
1. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
2. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12
kg.
3. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
4. Jika kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 20 mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8
mg /kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal
5. Jika belum berhenti pertimbangkan pasien untuk masuk ke ICU

17
Gambar 2. Alur Tatalaksana Saat Kejang

Pengobatan Saat Demam


Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi
anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol atau asetaminofe yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikovulsan
Intermitten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di
bawah ini:
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
 Usia <6 bulan
 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg
untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis

18
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama
48 jam pertama demam.
Rumatan
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Maksud dari rumatan yaitu pengobatan yang diberikan secara terus


menerus dalam waktu tertentu. Obat yang dapat diberikan yaitu Asam
valproate dengan dosis 15-40 mg/KgBB/hari terbagi dalam 2-3 dosis atau
fenobarbital dengan dosis 3-4 mg/KgBB/hari terbagi dalam 1-2 dosis.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati.

G. Edukasi 5

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap


orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa
anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara
diantaranya:
 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai
prognosis baik.
 Memberitahukan cara penanganan kejang.
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

H. Prognosis1,5

19
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Dan
juga kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor


risiko berulangnya kejang demam adalah:
 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
 Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.
 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya


kejang demam adalah 80%.

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki, a.n AA berusia 5 bulan dibawa ke RSUD Kayu


Agung dengan keluhan utama kejang dan demam. Pada kejang demam, dari
pemeriksaan fisik akan didapatkan suhu > 38⁰C (suhu di IGD 38,5⁰C), fokus
infeksi (+) ekstrakranial, dan tidak ada defisit neurologis. Pada anamnesis
didapatkan pasien mengalami demam setelah di imunisasi DPT sehingga fokus
infeksi yang diduga terdapat pada pasien adalah reaksi demam setelah imunisasi.
Pada kasus kejang demam, tetap harus dipikirkan diagnosis banding yang
disebabkan oleh proses intrakranial seperti meningitis, meningoensefalitis, atau
ensefalitis. Dari anamnesis tidak ditemukan adanya penurunan kesadaran dan dari
pemeriksaan neurologis juga tidak dijumpai adanya kelainan, yang biasanya kita
jumpai pada pasien dengan infeksi intrakranial. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi sistem saraf pusat, yang biasanya ditandai dengan
gangguan upper motor neuron (gejala gangguan SSP) dan tidak terdapat gejala
rangsan meningeal pada pasien, sehingga meningitis dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis adalah
kejang demam.
Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini adalah bangkitan kejang yang
didahului dengan demam (>38⁰C) yang bukan disebabkan proses intrakranial.
Fokal infeksi yang dicurigai pada pasien ini adalah reaksi demam post imunisasi
DPT. Pada kasus ini, kejang demam berulang hingga 2 kali dalam satu hari, yang

21
memenuhi suatu kriteria kejang demam kompleks (kejang berulang dalam 24
jam).
Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan pencitraan dan EEG karena tidak
terdapat indikasi yang jelas seperti defisit neurologis, kejang fokal, atau gerak
rangsang meningeal dan juga tidak ada riwayat kejang sebelumnya baik pasien
maupun keluarga. Selain itu pada pasien ini tidak memenuhi indikasi dilakukan
lumbal pungsi seperti adanya tanda dan gejala rangsang meningeal, adanya
kecurigaan infeksi SSP

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah Riwayat kejang, demam dan keluarga, Usia
kurang dari 12 bulan, Temperatur yang rendah saat kejang, Cepatnya kejang
setelah demam. Sehingga kemungkinan kekambuhan pada pasien meningkat
sekitar 4-6% karena pasien ini berusia 5 bulan.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
tersebut adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah terapi suportif yaitu cairan
intravena Kaen 1B gtt VII x/menit, Perhitungan tetesan berdasarkan kebutuhan
cairan, yaitu anak BB 7 kg memiliki kebutuhan cairan berkisar 700 cc perhari =
7 00 x 15
= 7.29  7 tetesan makro.
24 x 60
Pasien juga diberikan Diazepam Pulv 3x0,8 mg sebagai obat intermitten
yang sesuai dengan indikasi pemberian yaitu usia 6 bulan, untuk mencegah
terjadinya kejang kembali, namun harus di stop jika sudah bebas kejang.
Pemberian antibiotic dan antipiretik pada pasien ini sebagai terapi reaksi inflamasi
dan juga kecurigaan bila disebabkan oleh bakteri gram negatif maupun positif dan
juga demam.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan pada pasien yaitu tetap teruskan
ASI karena ASI sangat essensial untuk 6 bulan pertama kehidupan. Monitoring
yang perlu dilakukan pada pasien adalah monitoring kesadaran dan tanda vital
untuk menilai apakah terdapat kegawatan yang dapat muncul sewaktu-waktu serta

22
observasi timbulnya kejang ulangan. Monitoring suhu juga perlu dilakukan untuk
kepentingan pengobatan, seperti perlu tidaknya pengobatan intermitten diberikan,
serta untuk menilai perjalanan infeksi, apakah terdapat perbaikan dengan
pemberian antibiotik atau tidak.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Johnston M.V. Kejang Pada Anak. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor:
Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 15th. 2000. EGC. p 1993-2011.
2. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jilid II. Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 14
November 2019
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak. Ed.11. 2007 Jakarta: Infomedika
5. Ismael Sofyan, Pusponegoro H., Widodo D.P. Rekomendasi Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta. UKK Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2016. p 1-12.
6. Amid dan Hardhi. Diagnosis keperawatan. NANDA NIC-NOC. Jakarta .
EGC. 2013. 15p
7. Camfield RP and Camfield SC. Management and treatment of febrile seizure.
Curr Prob Pediatr 2017; 27: 6-1
8. Soetomenggalo TS. Kejang demam. Dalam: Soetomenggalo, TS, Ismael S.
Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI; 1999. h. 244-51.

24

Anda mungkin juga menyukai