Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH LAPORAN KASUS

Anemia Defisiensi Besi Karena Kecacingan

Disusun Oleh:
Desianus S Waa
201670032

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PAPUA
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus “Anemia Defisiensi Besi Karena Kecacingan”.
Laporan ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman serta waktu yang tersedia untuk menyusun ini
sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan dari segi isi, susunan bahasa
maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Sri
Riyanti Windesi, SpA dan dr. Bagus W. Arundito, M.Sc, SpA, selaku pembimbing
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RS. Sele Be Solu Kota Sorong, yang telah memberikan
masukan dan saran dalam proses penyusunan makalah ini. Tidak lupa juga penulis
mengucapkan terima kasih kepada rekan- rekan yang juga turut membantu dalam upaya
penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi informasi bagi tenaga
medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, dan khususnya
tentang masalah prematur.

Sorong, 7 Desember 2021

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini diajukan oleh :

Nama : Desianus S Waa


NIM 201670032
Universitas : Papua
Tingkat : Program Studi Profesi Dokter
Bidang Kepaniteraan : Ilmu Kesehatan Anak
Periode Kepaniteraan Klinik : Jun 2022 – sept 2022
Laporan kasus : Anemia Defisiensi Besi Karena Kecacingan

TELAH DIPRESENTASIKAN DAN DISAHKAN

PADA TANGGAL: Agustus 2022

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Sri Riyanti Windesi, SpA


NIP.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Perolehan Data....................................................................................................1
1.2 Identitas Pasien...................................................................................................1
1.3 Identitas Penanggung Jawab...............................................................................1
1.4 Anamnesis..........................................................................................................2
1.5 Pemeriksaan Fisik...............................................................................................4
1.6 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................6
1.7 Resume...............................................................................................................7
1.8 Daftar Masalah....................................................................................................7
1.9 Diagnosis Banding..............................................................................................7
1.10 Diagnosis Kerja..................................................................................................8
1.11 Penatalaksaan......................................................................................................8
1.12 Prognosis............................................................................................................9
1.13 Pengkajian..........................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................14
2.1 Definisi Anemia defisiensi besi dan kecacingan..............................................14
2.2 Etiologi dan Patofisiologi..................................................................................14
2.3 Diagnosis Anemia defisiensi besi dan kecacingan............................................15
2.4 Tatalaksana.......................................................................................................18
2.5 Prognosis..........................................................................................................22
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23

Daftar singkatan

iv
BAB I

ILUSTRUSI KASUS

1.1 PEROLEHAN DATA


Data pasien didapatkan sebagian besar dari alloanamnesis dari ibu
dan nenek pasien, serta pengamatan dan analisis rekam medik.
Pengumpulan data dilakukan pada bangsal anak RS. Sele Be Solu Kota
Sorong.

1.2 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. Edwin Rikardo Lamanan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 06 Maret 2009
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. F. Kalasuat malanu, Kecamatan Sorong
utara, Kota Sorong, Papua Barat
Suku Bangsa : Dayak
Tanggal MRS : 18 Oktober 2022
Tanggal KRS : 24 Oktober 2022
Tanggal pemeriksaan : 20 Oktober 2022

1.3 IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Ny. Diana Kalami
Umur :-
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. F. Kalasuat Manalu
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. Hp : 081344512272
Hubungan : Ibu

ix
1.4 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pusing

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan pusing berputar 4
kali dan memberat 1 hari SMRS disertai lemas yang dirasakan + 1 bulan dan
memberat 1 hari SMRS. Jantung berdebar-debar di rasakan + 2 hari SMRS. Belum
BAB, terakhir BAB 2 hari lalu di rumah. BAK lancar namun sedikit dan berwarna
kuning pekat, nafsu makanan baik, minum baik. Oran gtua pasien mengatakan
pasien mulai terliha pucat sejak + 2 minggu ini SMRS. Pasien juga mengeluh
badan, tangan hingga kaki gatal-gatal, gatal terasa sekali terutama saat malam hari.
Gatal – gatal ini dirasakan pasien + 1 bulan. Sudah berobat ke puskesmas namun
tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu :-


a. Penyakit terdahulu : Tidak ada
b. Trauma terdahulu : Tidak ada
c. Operasi : Tidak ada
d. Sistem saraf : Tidak ada
e. Sistem respirasi : Tidak ada
f. Sistem kardiavaskular : Tidak ada
g. Sistem gastrointestinal : Tidak ada
h. Sistem Urinarius : Tidak ada
i. Status genitalial : Tidak ada
j. Sistem muskuloskeletal: Tidak ada
k. Alergi : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang pernah mengalami gejala atau keluahan


seperti ini sebelumnya. Kalau untuk gatal – gatal pasien dapat dari
keponakan nya biasa datang main ke rumah

Riwayat Pengobatan :

ix
Salap untuk gatal-gatal

Riwayat kehamilan :
Ibu mengatakan sewaktu mangandung, ibu pasien rutin memeriksa kehamilan
ke dokter dan ke puskesmas serta mendapatkan vitamin dan suplemen tambah
darah.

Riwayat persalinan :
Ibu pasien mengatakan pasien merupakan anak pertama yang dilahirkan
pervaginam secara spontan, lahir langsung menangis dengan usia kehamilan cukup
bulan 38 minggu.

Riwayat Imunisasi:
Ibu pasien mengatakan pasien dulu semasa kecil mendapatkan imunisasi lengkap

Riwayat tumbuh kembang :


3 – 4 bulan : mengangkat kepala ketika tengkurap, memegang
benda
6 bulan : tengkuap – terlentang sendiri, mulai makan
7 bulan : duduk tanpa berpegangan,
meraih, menggapai,
menoleh ke suara.
9 bulan : bertepuk tangan
12 bulan : berdiri berpegangan

Riwayat Nutrisi :
Ibu pasien mengatakan pasien dulu mendapatkan ASI dari 0 bulan – 6
bulan. Usia 6 bulan – 11 bulan : bubur sereal “SUN” 3 kali sehari.

Usia 11 bulan sampai sekarang, mengonsumsi bubur sari dan


kemudian di lanjutkan dengan makan nasi, sayur, ikan dan minum
susu formula. Sekarang pasien makan seperti orang dewasa pada
umumnya

ix
1.5 PEMERIKSAAN
FISIK Keadaan
umum
Keadaan umum : Tampak sakit
sedang Derajat Kesadaran :
Kompos mentis

Tanda vital
Suhu : 36,5 ˚ C (peraxilla)
Pernapasan : 28x/ menit, tipe torakoabdominal
Nadi : 113 x/ menit
SpO2 : 97%

Status Antropometri
Berat Badan : 25 Kg
Tinggi Badan : 150 cm

IMT : 11

Status Gizi
BB/ U : Gizi buruk
PB/U : Perawakan pendek

Kepala : Normosefal, rambut berwarna kecoklatan,


bentuk lurus, tersebar merata, tidak mudah di
cabut, ubun-ubun sudah tertutup.

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata


cekung (-/-), sekret (-/-), pupil isokor (2mm/2mm),
reflex cahaya (+/+)
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Hidung : Bentuk normal, nasal sekret serosa (-/-), napas cuping
hidung (-/-)
Mulut : Mukosa bibir pucat, lembab, sianosis, papil atrofi
Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
ix
pembesaran kelenjar getah bening retroaurikuler (-),
submandibular (-),retraksi suprasternal (-).
Toraks
Inspeksi : Pengembangan dada simetris
Palpasi : Vocal fremetus normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+) di seluruh lapang paru,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-), krepitasi (-/-),
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS 4, linea midklavikula
Sinistra
Perkusi : Normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, lesi (+)
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-/-), denyut nadi teraba
kuat dan regular. Jari tabu (-), CRT < 2 detik,
Lesi (+), tampak pucat
Inferior : Akral hangat, edema (-/-), reflex babinski (-/-), tampak pucat

Genitalial Eksterna : Laki-laki

Meningeal sign :
Kaku kuduk : negatif (-)
Brudzinski I : negatif (-)
Brudzinski II : negatif (-)
Kernig sign : negatif (-)

ix
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan elektrolit
darah pada tanggal 18/10/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 4,1 g/dl 10,5-15,0 g/dL
Hematokrit 18,8 % 40,0 – 54,0 %
MCV 55,0 fL 77-101fL
MCH 12,0 Pg 23-31 Pg
MCHC 21,8 g/dl 29,0-36,0 g/dl
Trombosit 337 mm3 150 – 400 mm3
Leukosit 9,1 mm3 5,0 – 13,0 mm3
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1%
Eusinofil 25 % 1–5%
Neutrofil Barang 0 % 2–5%
Neutrofil segmen 48 % 25 – 70 %
Limfosit 14 % 20 – 40 %
Monosit 13 % 1–6%
Kimia Darah
SGOT 21 V/L 15 – 34
SGPT 12 V/L 15 – 60
Kreatinin Darah 0,5 mg/dL 0,6 – 1,3
eGFR - - -
Ureum Darah 11 mg/dL 15 – 39
Albumin - - -
Glukosa Sewaktu - - -

Urin: -
Feses:
Makroskopik Mikroskopik
Warna : Coklat Leukosit : 0 – 2 L/P
Konsistensi : Lunak Eritrosit : 0 – 2 L/P
Bau : Khas Epitel :-
Lendir : Negatif (-) Kristal :-
Darah : Negatif (-) Sel ragi :-
Telur cacing : Encylostoma (+)
Bakteri :-
Sisa makanan : Karbohidrat (+)
Khusus: -

RESUME

ix
Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan pusing berputar 4 kali dan
memberat 1 hari SMRS disertai lemas yang dirasakan + 1 bulan dan memberat 1 hari SMRS.
Jantung berdebar-debar di rasakan + 2 hari SMRS. Belum BAB, terakhir BAB 2 hari lalu di
rumah. BAK lancar namun sedikit dan berwarna kuning pekat, nafsu makanan baik, minum
baik. Oran gtua pasien mengatakan pasien mulai terliha pucat sejak + 2 minggu ini SMRS.
Pasien juga mengeluh badan, tangan hingga kaki gatal-gatal, gatal terasa sekali terutama saat
malam hari. Gatal – gatal ini dirasakan pasien + 1 bulan. Sudah berobat ke puskesmas namun
tidak ada perubahan.
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan
pertumbuhan baik. Riwayat kehamilan baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan pervaginam,
usia kehamilan 38 minggu.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum, tampak sakit sedang dan kompos
mentis. Tanda vital didapatkan suhu tubuh 36,5 0C, pernapasan : 28x/ menit, nadi: 133 x/
menit, SpO2 : 97% tanpa bantuan oksigen. Pemeriksaan fisik ditemukan nasal sekret serosa (-)
dan faring hiperemis (-). Pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Status gizi secara
antropometri : gizi kurang. Pada pemeriksaan laboratorium elektolit darah maupun kimia
darah dalam batas normal.

1.7 DAFTAR MASALAH


1. Panas
2. Kejang
3. Batuk Pilek
4. Faring hiperemis
5. Gizi buruk

1.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Infeksi kronis
2. Skabies

1.9 DIAGNOSIS KERJA

ix
1. Anemia Gravis ec S.Defisiensi Besi
2. Helmentiasis

1.10 PENATALAKSAAN
A. Usulan pemeriksaan
 Pemeriksaan darah rutin
 Darah lengkap
 Kimia darah
 Feses
 ADT

B. Rencana Pengobatan
a. Non – medikamentosa : Rawat inap
b. Medikamentosa :
- IUFD RL 1500cc u/24 Jam/IV
- IUFD D5/1/2 NS 1500cc u/24 Jam/IV
- Injeksi ampisilin 3x750mg/IV
- Paracetamol 3x1/2
- Transfusi PRC H1.200cc
- Transfusi PRC H1.250cc
C. Rencana Pemantauan
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Pemantauan Hb dan
- Overload cairan
- Reaksi ikutan pasca trasnfusi

1.11 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

1.12 Pengkajian

ix
1. Anemia Gravis atas dasar
anamnesis: Pasien pusing kurang lebih 1 minggu, lemas, pucat dan mudah lelah
Pemeriksaan fisik: Tampak pucat konjungtiva anemis, telapak tangan pucat,
CRT > 2 detik
Rencana tatalaksana: Ampisilin, paracetamol dan transfusi PRC
2. Scabies atas dasar
Anamnesis: Bintik-bintik merah kehitaman di seluruh tubuh, gatal terutama di
malam hari.
Pemeriksaan fisik, ditemukan bintik-bintik kemerahan diseluruh tubuh
Rencana tatalaksana: diberikan salep scabimite
3. Helmentiasis atas dasar
Anamnesis: nafsu makan menurun, mudah lelah, kurang menjaga kebersihan
diri
Pemeriksaan penunjang: didapatkan telur cacing +++ pada feses
Rencana tatalaksana: diberikan albendasol dosis tunggal

CATATAN FOLLOW UP
Hari/Tgl Subject, object, assessment Planning
20/10/2022 S. Pusing berkurang, sesak (-), makan minum IVFD D5 ⅟2 NS 1500cc / 24 jam/iv
baik. Tidur nyenyak, BAB dan BAK Inj. Ampicilin 3 dd 750 mg/iv
lancar. Tampak pucat. Demam (-), SPO2: Paracetamol 3x ⅟2 tab
95%. RR 20x/menit, Nadi 102x/menit. SB:
36,60C. Transfusi Prc 250cc (H2)/iv
Prefurosemid 25mg/iv
O. KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran:
kompos mentis, Diet TQP
P.Kepala: mikrosefalik, rambut Observasi vital sing, tanda-tanda
kecoklatan, bentuk keriting, tersebar overload cairan
merata, tidak mudah dicabut, ubun-
Pemeriksaan:
ubun sudah menutup, konjungtiva
Anemis, Papil lidah tidak atrofi, sklera
• Feses
tidak ikterik. • Darah lengkap
P.Hidung : napas cuping hidung (-) , nasal • ADT
sekret serosa (+), • Kimia darah
P.Mulut : mukosa bibir kering (-),
sianosis (-), faring hiperemis(+), tonsil
T1 T1
P.Leher: Pembesaran KGB (-),
P.Thorak: Simetris, vesikuler +/+, Rh -/-,
Wh -/-, BJ S1 S2 reguler, Murmur gallop
(-)
P.Abdomen: Supel, organomegali (-),

ix
bising usus 7x/menit, bintik-bintik hitam di
badan.
P.Ekstremitas: Akral Hangat, CRT < 2
detik, jari tabu (-)

A. Anemia Gravis ec S.Defisiensi Besi DD


Infeksi kronis
21/10/2022 S. Pusing (-), lemas (-), Tidak nyenyak (+), Post transfusi kolf II (250cc)
makan minum baik. Tidur nyenyak, BAB IVFD D5 ⅟2 Ns 1500cc/24 jam/iv
dan BAK lancar. Demam (-). Abdomen Inj. Ampicilin 3x 750mg/iv
dan akstremitas tampak bintik-bintik hitam Diet T 6 Tp
dan gatal. Salep Scabimate u.e

O. KU: tampak sakit sedang, kesadaran Pemeriksaan:


kompos mentis, • Feses
TTV: SpO2: 98%, SB: 36,50C, • Darah lengkap
N:86x/menit, RR: 22x/menit • ADT
P.Kepala: Mikrosefalik, rambut
kecoklatan, bentuk keriting, tersebar
merata, tidak mudah dicabut, ubun- ubun
sudah menutup, konjungtiva Anemis, Papil
lidah tidak atrofi, sklera tidak ikterik.
P.Hidung : napas cuping hidung (-) , nasal
sekret serosa (+),
P.Mulut : mukosa bibir kering (-),
sianosis (-), faring hiperemis(+), tonsil
T1 T1
P.Leher: Pembesaran KGB (-),
P.Thorak: Simetris, vesikuler +/+, Rh -/-,
Wh -/-, BJ S1 S2 reguler, Murmur gallop
(-)
P.Abdomen: Supel, organomegali (-),
bising usus 7x/menit, bintik-bintik hitam di
badan.
P.Ekstremitas: Akral Hangat, CRT < 2
detik, jari tabu (-)

A. Anemia Gravis ec S.Defisiensi Besi DD


Infeksi kronis + Helmentiasis dan Scabies
22/10/2022 S. Pusing (-), lemas (-), Tidak nyenyak (+), IVFD D5 ⅟2 Ns 1500cc/24 jam/iv
makan minum baik. Tidur nyenyak, BAB Inj. Ampicilin 3x 750mg/iv
dan BAK lancar. Demam (-). Gatal-gatal Scabimate salep u.e
pada seluruh badan. Albendazol 1 x 400mg/P.O (dosis
tunggal).
O. KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran:
kompos mentis, SPO2: 98%, RR 25
x/menit, N: 95x/menit, SB: 36,60C

P.Kepala: mikrosefalik, rambut


kecoklatan, bentuk keriting, tersebar
merata, tidak mudah dicabut, ubun-
ubun sudah menutup, konjungtiva
Anemis, Papil lidah tidak atrofi, sklera
tidak ikterik.

ix
P.Hidung : napas cuping hidung (-) , nasal
sekret serosa (+),
P.Mulut : mukosa bibir kering (-),
sianosis (-), faring hiperemis(+), tonsil
T1 T1
P.Leher: Pembesaran KGB (-),
P.Thorak: Simetris, vesikuler +/+, Rh -/-,
Wh -/-, BJ S1 S2 reguler, Murmur gallop
(-)
P.Abdomen: Supel, Bising usus 8x/mnt
P.ekstremitas: Akral Hangat, CRT < 2
detik, jari tabu (-)

A. Anemia Gravis ec S.Defisiensi Besi DD


Infeksi kronis + Helmentiasis dan Scabies
23/10/2022 S. Pusing (-), lemas (-), Tidak nyenyak (+), IVFD D5 ⅟2 Ns 1500cc/24 jam/iv
makan minum baik. Tidur nyenyak, BAB Inj. Ampicilin 3x 750mg/iv
dan BAK lancar. Demam (-). Gatal-gatal Scabimate salep u.e
pada seluruh badan. Albendazol 1 x 400mg/P.O (dosis
tunggal).
O. KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran:
kompos mentis, SPO2: 98%, RR 27
x/menit, N: 96x/menit, SB: 36,50C

P.Kepala: mikrosefalik, rambut


kecoklatan, bentuk keriting, tersebar
merata, tidak mudah dicabut, ubun-
ubun sudah menutup, konjungtiva
Anemis, Papil lidah tidak atrofi, sklera
tidak ikterik.
P.Hidung : napas cuping hidung (-) , nasal
sekret serosa (+),
P.Mulut : mukosa bibir kering (-),
sianosis (-), faring hiperemis(+), tonsil
T1 T1
P.Leher: Pembesaran KGB (-),
P.Thorak: Simetris, vesikuler +/+, Rh -/-,
Wh -/-, BJ S1 S2 reguler, Murmur gallop
(-)
P.Abdomen: Supel, Bising usus 8x/mnt
P.ekstremitas: Akral Hangat, CRT < 2
detik, jari tabu (-)

A. Anemia Gravis ec S.Defisiensi Besi DD


Infeksi kronis + Helmentiasis dan Scabies
24/10/2022 S. Pusing (-), lemas (-), Tidak nyenyak (+), IVFD D5 ⅟2 Ns 1500cc/24 jam/iv
makan minum baik. Tidur nyenyak, BAB Inj. Ampicilin 3x 750mg/iv
dan BAK lancar. Demam (-). Gatal-gatal Scabimate salep u.e
pada seluruh badan. Albendazol 1 x 400mg/P.O (dosis
tunggal).
O. KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran:
kompos mentis, SPO2: 98%, RR 27
x/menit, N: 96x/menit, SB: 36,50C

ix
P.Kepala: mikrosefalik, rambut
kecoklatan, bentuk keriting, tersebar
merata, tidak mudah dicabut, ubun-
ubun sudah menutup, konjungtiva
Anemis, Papil lidah tidak atrofi, sklera
tidak ikterik.
P.Hidung : napas cuping hidung (-) , nasal
sekret serosa (+),
P.Mulut : mukosa bibir kering (-),
sianosis (-), faring hiperemis(+), tonsil
T1 T1
P.Leher: Pembesaran KGB (-),
P.Thorak: Simetris, vesikuler +/+, Rh -/-,
Wh -/-, BJ S1 S2 reguler, Murmur gallop
(-)
P.Abdomen: Supel, Bising usus 8x/mnt
P.ekstremitas: Akral Hangat, CRT < 2
detik, jari tabu (-)

A. Anemia Gravis ec S.Defisiensi Besi DD


Infeksi kronis + Helmentiasis dan Scabies

ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi
Anemia didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana kapasitas pembawa oksigen
dari sel darah merah berkurang dan tidak cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhan
fisiologis, yang bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan status kehamilan. Ada
berbagai penyebab anemia di antaranya kekurangan zat besi adalah penyebab paling
umum diikuti oleh folat, vitamin B12, kekurangan vitamin A, dan infeksi parasit. Bentuk
anemia yang parah dikaitkan dengan kelemahan, kelelahan, dan kantuk. Anak-anak,
gadis remaja, dan wanita hamil sangat rentan.
Anemia defisiensi besi adalah penyebab paling umum anemia di seluruh dunia,
yang menghasilkan sel darah merah mikrositik dan hipokromik pada apusan perifer.
Pasien sering mengalami keluhan nonspesifik seperti kelelahan dan dispnea saat
beraktivitas. Pasien dengan anemia defisiensi besi telah ditemukan untuk tinggal di
rumah sakit lebih lama, bersama dengan jumlah kejadian buruk yang lebih tinggi.
Kegiatan ini mengulas penyebab dan presentasi anemia defisiensi besi dan menyoroti
peran tim interprofessional dalam pengelolaan pasien tersebut.
Penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit secara kolektif disebut kecacingan,
dan itu merusak status gizi mereka yang terkena dengan menyebabkan perdarahan usus,
kehilangan nafsu makan, diare, dan mengurangi penyerapan mikronutrien. Infeksi ini
sangat lazim di daerah tropis dan subtropis di mana tidak ada pasokan air yang memadai
dan fasilitas sanitasi yang layak. Penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa usus
berhubungan dengan diare dan disentri. Secara global, diperkirakan bahwa hampir 1,5
miliar dipengaruhi oleh infestasi kronis cacing yang ditularkan melalui tanah dan
prevalensi yang tinggi ini dikaitkan dengan kemiskinan dan kebersihan lingkungan yang
buruk. Masalah-masalah ini lebih menonjol di negara-negara berkembang.
Salah satu kelompok sasaran remaja yang paling mudah diidentifikasi adalah anak
sekolah dan sekolah dapat dianggap sebagai salah satu sumber utama untuk
mendapatkan informasi epidemiologi mengenai penyebab lokal anemia dan untuk
merencanakan intervensi yang sesuai. Kebutuhan zat besi secara keseluruhan dalam
tubuh meningkat selama periode remaja dan dikombinasikan dengan kehilangan darah
menstruasi berulang pada anak perempuan, menyebabkan anemia defisiensi besi.
Beberapa infeksi parasit, terutama cacing yang ditularkan melalui tanah dan parasit
protozoa, memiliki prevalensi yang lebih tinggi di antara anak sekolah dan itu memakan

ix
darah jaringan inang yang menyebabkan hilangnya zat besi dan protein yang
mengakibatkan anemia. Karena alasan tersebut, remaja putri dipilih sebagai subjek
penelitian, karena mereka merupakan kelompok yang rentan terhadap anemia dan
infeksi parasit usus.

Klasifikasi Anemia
Anemia dapat dikelompokkan menjadi kedalam tiga kategori yakni, dikatakan
anemia ringan apabila kadar hemoglobin dalam darah berkisar pada 9-10 gr % , anemia
sedang apabila kadar hemoglobin dalam darah berkisar pada 7-8 gr %, dan anemia berat
apabila kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 7 gr % . Secara morfologis (menurut
ukuran sel darah merah dan hemoglobin yang dikandungnya), anemia dapat
dikelompokkan menjadi:
a) Makrositik, ketika ukuran sel darah merah bertambah besar sebagaimana jumlah
hemoglobin di setiap sel yang juga bertambah. Anemia makrositik dibagi menjadi
dua yakni megaloblastik yang dikarenakan kekurangan vitamin B12, asam folat, dan
gangguan sintesis DNA, dan anemia non megaloblastik yang disebabkan oleh
eritropoesis yang dipercepat dan peningkatan luas permukaan membran.
b) Mikrositik, yakni kondisi dimana mengecilnya ukuran sel darah merah yang
disebabkan oleh defisiensi zat besi, gangguan sintesis globin, profirin dan heme
serta gangguan metabolisme besi lainnya.
c) Normositik, dimana ukuran sel darah merah tidak berubah, namun terjadi
kehilangan darah yang parah, peningkatan volume plasma darah berlebih, penyakit
hemolitik dan gangguan endokrin, hati dan ginjal.

Berdasarkan penyebabnya anemia dikelompokkan sebagai berikut :


a) Anemia defisiensi zat besi
Merupakan salah satu jenis anemia yang diakibatkan oleh kurangnya zat besi
sehingga terjadi penurunan sel darah merah.
b) Anemia pada penyakit kronik
Jenis anemia ini adalah anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi zat besi dan
biasanya terkait dengan penyakit infeksi.
c) Anemia pernisius
Biasanya diderita orang usia 50-60 tahun yang merupakan akibat dari kekurangan
vitamin B12. Penyakit ini bisa diturunkan.

ix
d) Anemia hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hancurnya sel darah merah yang lebih cepat
dari proses pembentukannya dimana usia sel darah merah normalnya adalah 120 hari.
e) Anemia defisiensi asam folat
Disebabkan oleh kurangnya asupan asam folat. Selama masa kehamilan, kebutuhan
asam folat lebih besar dari biasanya.
f) Anemia aplastic
Adalah anemia yang terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah merah.

2.2 Etiologi dan Patofisiologi


Ciri utama infeksi cacing tambang adalah anemia defisiensi besi akibat kehilangan
darah, baik melalui konsumsi parasit langsung atau kebocoran darah dari tempat
perlekatan parasit ke usus. Cacing tambang berkontribusi terhadap anemia karena
menginduksi kekurangan zat besi dengan kehilangan darah usus kronis. Kedua spesies
cacing tambang Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus masing-masing menyebabkan sekitar 0,2 mL dan 0,15 mL
kehilangan darah per hari. Cacing tambang juga melepaskan faktor anti pembekuan
(yaitu, koagulase, pengencer darah) yang memastikan aliran darah terus menerus. Infeksi
Trichuris dan Ascaris intensitas tinggi telah diketahui mempengaruhi status gizi.
Kehilangan darah pada orang yang terinfeksi berat dapat mencapai hingga 9,0
mL/hari dan terjadi melalui dua mekanisme. Yang pertama adalah melalui konsumsi
parasit, yang menyumbang sebagian kecil dari kehilangan darah. Kerugian kedua dan
utama terjadi melalui situs lampiran oleh kebocoran di sekitarnya. Anemia defisiensi
besi terjadi ketika pejamu menjadi tidak mampu mengkompensasi kehilangan darah,
terutama pada infeksi berat dan individu yang kekurangan nutrisi. Faktor risiko utama
anemia adalah beban cacing, meskipun pada anak-anak anemia dapat terjadi dengan
beban cacing yang lebih rendah.

2.3 Diagnosis
2.3.1. Anamnesis
Gambaran klinis infeksi cacing tambang biasanya tidak spesifik dan bisa
menyesatkan. Pemahaman yang tepat tentang epidemiologi, gambaran klinis, dan
temuan laboratorium sangat penting dalam diagnosis. Sebagian besar pasien
ix
tidak menunjukkan gejala dan diidentifikasi melalui tes darah. Pucat adalah tanda
klinis yang paling penting, tetapi biasanya tidak terlihat kecuali hemoglobin
turun menjadi 7 g/dL hingga 8 g/dL. Anamnesis menyeluruh dapat
mengungkapkan kelelahan, penurunan kemampuan untuk bekerja, sesak napas,
atau gagal jantung kongestif yang memburuk. Anak-anak mungkin mengalami
gangguan kognitif dan keterlambatan perkembangan. Pasien harus ditanya
tentang diet mereka serta ditanya tentang pendarahan dari menorrhagia atau
sumber gastrointestinal. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kulit pucat dan
konjungtiva, takikardia istirahat, gagal jantung kongestif, dan feses positif
guaiac.

2.3.2. Pemeriksaan Penunjang


Mikroskopi feses adalah alat andalan untuk diagnosis tetapi dengan
beberapa keterbatasan. Ini berguna dalam mengidentifikasi dan mengukur telur
cacing tambang. Di rumah sakit, laboratorium cenderung menggunakan teknik
konsentrasi telur, sedangkan untuk skrining dan kontrol kesehatan masyarakat,
tes sederhana seperti teknik Kato-Katz menjadi pilihan; itu biasanya digunakan
dalam studi epidemiologi karena memberikan ukuran tidak langsung dari beban
cacing. Presisi dibatasi oleh variasi produksi telur, terutama dengan infeksi yang
tidak terlalu parah. Uji IgG4 mungkin mengidentifikasi infeksi baru tetapi tetap
tidak spesifik. Eosinofilia menimbulkan kecurigaan infeksi cacing tambang tetapi
tidak spesifik. Eosinofilia sistemik dan mukosa banyak terdapat pada infeksi
cacing tambang. Hal ini dapat dideteksi dalam darah bahkan sebelum mencapai
usus dan mencapai puncaknya setelah cacing dewasa mencapai mukosa usus.
Endoskopi kapsul mungkin menunjukkan parasit, tetapi jarang digunakan untuk
mendiagnosis infeksi. Deteksi cacing tambang dengan bantuan komputer pada
gambar endoskopi kapsul masih menantang; tujuan utamanya adalah
menggunakan model deteksi otomatis untuk membantu diagnosis lebih akurat
daripada ahli endoskopi berpengalaman.
Evaluasi laboratorium akan mengidentifikasi anemia. Indeks hemoglobin
pada defisiensi besi akan menunjukkan hemoglobin korpuskular rata-rata yang
rendah dan volume hemoglobin korpuskular rata-rata. Hematoskopi
menunjukkan mikrositosis, hipokromia, dan anisositosis, sebagaimana tercermin
dari lebar distribusi sel darah merah yang lebih tinggi dari kisaran referensi.

ix
Kadar feritin, besi, dan saturasi transferrin serum akan menurun. Ferritin serum
adalah ukuran total simpanan besi tubuh. Kapasitas pengikatan besi total akan
ditingkatkan.
Skabies
Skabies adalah kondisi kulit menular akibat infestasi tungau. Tungau Sarcoptes scabiei
bersembunyi di dalam kulit dan menyebabkan rasa gatal yang parah. Gatal ini tidak henti-
hentinya, terutama pada malam hari. Kontak kulit-ke-kulit mentransmisikan organisme
menular oleh karena itu, anggota keluarga dan hubungan kontak kulit menciptakan risiko
tertinggi. Skabies dinyatakan sebagai penyakit kulit yang diabaikan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada tahun 2009 dan merupakan masalah kesehatan yang signifikan di banyak
negara berkembang. Individu yang terinfeksi memerlukan identifikasi dan pengobatan segera
karena kesalahan diagnosis dapat menyebabkan wabah, morbiditas, dan peningkatan beban
ekonomi.

Etiologi Scabies
Tungau penyebab scabies adalah Sarcoptes scabiei var. Hominis itu adalah arthropoda
yang termasuk dalam ordo Acarina. Itu milik kelas Arachnida, ordo Astigmata, dan keluarga
Sarcoptidae. Secara klinis, penyakit ini muncul dalam tiga bentuk: klasik, nodular, atau varian
krusta menular yang juga disebut skabies Norwegia.
Sarcoptes scabiei berada di lapisan kulit dan epidermis manusia serta hewan. Scabies
terjadi di seluruh dunia dan merupakan kondisi kulit yang umum. Infestasi dimulai dengan
tungau betina menggali di dalam stratum korneum inangnya tempat ia bertelur. Kemudian
berkembang menjadi larva, nimfa, dan dewasa. Bentuk klasik scabies mungkin memiliki
populasi tungau pada individu yang berkisar antara 10 hingga 15 organisme. Biasanya
dibutuhkan sepuluh menit kontak kulit-ke-kulit untuk menularkan tungau ke host manusia
lain, dalam kasus scabies klasik. Penularan penyakit juga dapat terjadi melalui transmisi
fomite melalui pakaian atau sprei. Presentasi skabies ini sering bermanifestasi dengan plak
hiperkeratosis yang dapat menyebar atau terlokalisasi di telapak tangan, telapak kaki, dan di
bawah kuku. Bentuk scabies nodular merupakan varian dari bentuk klasik. Bentuk ini muncul
dengan nodul eritematosa dengan predileksi ke arah aksila dan selangkangan. Nodul bersifat
gatal dan dianggap sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau betina.

ix
Manifestasi Klinis
Temuan pemeriksaan termasuk garis putih serpiginous yang menunjukkan tungau
menggali. Situs umum tungau menggali termasuk daerah intertriginosa, aksila, umbilikus,
antara jari, garis sabuk, puting susu, bokong, areola payudara wanita, permukaan lentur
pergelangan tangan atau batang penis. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tungau, telur,
atau kotoran dapat terjadi, membentuk papula eritematosa. Rasa gatal yang terkait dengan
scabies berubah menjadi garukan, kerak, dan kemungkinan impetiginisasi. Infeksi bakteri
sekunder umumnya terjadi setelah tunneling oleh tungau. Impetigo sangat umum karena ada
hubungan sinergis antara tungau scabies dan bakteri Streptococcus pyogenes. Tungau
menggali melepaskan protein penghambat komplemen yang mencegah opsonisasi S.
pyogenes, yang memungkinkan bakteri berkembang biak dan menghindari sistem kekebalan
tubuh. Tidak semua individu menunjukkan manifestasi klasik infestasi skabies, yang dapat
membuat infeksi sulit untuk didiagnosis. Pasien mungkin hanya memiliki tanda-tanda halus
dan mungkin tidak menunjukkan petunjuk yang khas, yang meliputi riwayat pajanan, pruritus
parah di malam hari, atau kontak dekat dengan presentasi serupa. Pruritis di antara beberapa
anggota keluarga atau kontak dekat harus selalu menyebabkan penyedia memikirkan scabies.

Patofisiologi
Tungau betina dewasa menggali terowongan sepanjang 1 hingga 10 milimeter di dalam
lapisan superfisial epidermis dan bertelur 2 hingga 3 telur setiap hari. Tungau mati 30 sampai
60 hari kemudian, dan telur menetas setelah kira-kira 2 sampai 3 minggu. Perlu disebutkan
bahwa tidak semua pilihan perawatan dapat menembus sel telur yang tersimpan di dalam kulit.
Jika terjadi infestasi, papula dapat muncul dalam 2 hingga 5 minggu. Papula ini berbentuk
terowongan atau koma dengan panjang mulai dari beberapa milimeter hingga 1 sentimeter.
Biasanya, infestasi terjadi di bawah kulit tipis di area seperti lipatan interdigital, areola, daerah
pusar, dan batang penis pada pria.

Diagnosis Banding
Presentasi klinis skabies dapat menyerupai infeksi yang disebabkan oleh sumber lain
seperti bakteri, jamur, parasit, dan virus. Kudis sering salah didiagnosis sebagai eksim,
dermatitis prurigo nodularis, atau lupus eritematosus.

ix
Prognosis
Mengobati pasien bersama dengan kontak dekat dan anggota keluarga dikaitkan dengan
prognosis yang baik. Dengan pengobatan yang adekuat, diharapkan pasien dapat sembuh total.
Tanpa pengobatan, infeksi dapat menyebar ke anggota masyarakat lainnya dan menyebabkan
wabah di dalam populasi.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul dari infeksi kudis antara lain gatal terus-menerus,
susah tidur, infeksi bakteri sekunder, dan merebaknya penyakit ke masyarakat.

2.4 Tatalaksana
2.4.1. Pemberian obat infeksi cacing
Obat utama yang digunakan untuk infeksi cacing tambang adalah
mebendazol dan albendazol. Data mendukung terapi albendazol dosis tunggal 400
mg dibandingkan mebendazol dosis tunggal 500 mg. Tiga dosis harian berturut-
turut dari salah satu obat tersebut menunjukkan tingkat penyembuhan dan
pengurangan telur yang unggul, tetapi kurang nyaman untuk kampanye
pengobatan massal. Atau, rejimen 3 hari 100 mg dua kali sehari, mebendazole,
cocok untuk kasus tanpa komplikasi yang stabil. Juga, pyrantel pamoate 11 mg/kg
(maksimum 1 g) secara oral setiap hari selama tiga hari bisa menjadi pilihan.

2.4.2. Pemberian obat anemia


Pengobatan anemia defisiensi besi termasuk mengobati penyebab yang
mendasarinya, seperti perdarahan gastrointestinal dan suplementasi zat besi oral.
Suplementasi zat besi harus diambil tanpa makanan untuk meningkatkan
penyerapan. pH lambung yang rendah memfasilitasi penyerapan zat besi. Respon
cepat terhadap pengobatan sering terlihat dalam 14 hari. Itu dimanifestasikan oleh
peningkatan kadar hemoglobin. Suplementasi zat besi diperlukan setidaknya
selama tiga bulan untuk mengisi kembali simpanan besi jaringan dan harus
dilanjutkan setidaknya sebulan bahkan setelah hemoglobin kembali ke tingkat
normal. Ferrous sulfate adalah terapi yang murah dan efektif, biasanya diberikan
dalam dua sampai tiga dosis terbagi setiap hari. Efek samping zat besi oral
termasuk konstipasi, mual, penurunan nafsu makan, dan diare. Zat besi intravena
mungkin diperlukan jika pasien tidak toleran terhadap zat besi oral, memiliki

ix
malabsorpsi seperti penyakit celiac, pasca-gastrektomi, atau achlorhydria, atau
kehilangan terlalu tinggi untuk terapi oral. Meskipun zat besi intravena lebih andal
dan lebih cepat didistribusikan ke sistem retikuloendotelial daripada zat besi oral,
itu tidak memberikan peningkatan kadar hemoglobin yang lebih cepat.

2.4.3. Pemberian obat Scabies


Losion topikal adalah andalan pengobatan scabies, meskipun ivermectin
oral telah digunakan baru-baru ini dalam keadaan khusus. Perawatan lini
pertama dilanjutkan dengan krim atau losion permetrin 5%, yang dioleskan ke
kulit dari leher hingga kaki, biasanya selama beberapa jam – seringkali
semalaman – lalu dicuci bersih. Krim atau lotion topikal dengan permetrin 5%
memiliki toksisitas rendah dan hasil yang sangat baik tetapi relatif mahal
dibandingkan dengan perawatan lain. Perawatan kedua biasanya diberikan satu
minggu kemudian untuk menghilangkan telur yang baru menetas. Benzil
benzoat (28% untuk orang dewasa, dan 10% sampai 12,5% untuk anak-anak)
memiliki kemanjuran yang tinggi dan biaya yang lebih rendah dan banyak
digunakan di luar Amerika Utara; terkadang menyebabkan iritasi kulit
langsung. Ivermectin memiliki keuntungan diberikan secara oral sebagai dosis
tunggal, membuat pengobatan lebih mudah di beberapa tempat. Ivermectin oral
telah terbukti efektif dalam mengelola wabah institusional atau komunitas,
dengan pengurangan gejala skabies secara cepat.

2.5 Prognosis
Prognosis jangka pendek untuk sebagian besar pasien sangat baik. Namun,
jika penyebab yang mendasarinya tidak diperbaiki, prognosisnya buruk.
Kekurangan zat besi kronis dapat menyebabkan kematian akibat gangguan paru-
paru atau jantung yang mendasarinya.
Infeksi cacing tambang cenderung menyebabkan morbiditas daripada
kematian. Pada orang dewasa, anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
penurunan produktivitas yang kemudian meningkatkan kemiskinan. Infeksi ulang
merupakan tantangan lain dalam pengobatan cacing tambang. Tingkat reinfeksi
moderat pasca pengobatan mendukung konsep rejimen obat berulang di daerah
yang sangat endemik. Sebuah penelitian terhadap 405 anak sekolah, pada 18

ix
minggu tindak lanjut pasca pengobatan, menunjukkan bahwa tingkat infeksi
ulayang singkat diantara awitan demam dengan terjadinya kejang.

BAB IV
KESIMPULAN
Kejadian anemia pada anak sekolah sangat terkait dengan prevalensi
kecacingan yang tinggi pada anak usia sekolah yang mencapai 50-80%, karena
cacing mengganggu penyerapan zat besi dalam tubuh. Cacing tambang merupakan
penyebab terpenting dari kehilangan darah di usus yang menyebabkan defisiensi besi
dan malnutrisi protein. Beberapa mekanisme infeksi cacing tambang dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi adalah kehilangan darah kronik di usus. Cacing
tambang dewasa akan masuk ke dalam bagian atas mukosa usus halus, memakan
jaringan dan darah. Cacing tambang ini juga merubah tempat memakan jaringan dan
darah setiap 4-6 jam. Kehilangan darah primer ketika darah melewati usus dari
cacing tambang ketika mereka makan. Kehilangan darah sekunder terjadi dari
perdarahan akibat kerusakan mukosa Hubungan Status Trichuriasis dengan Kadar
Hb yaitu Trichiuris trichiura dapat menimbulkan efek traumatik dan toksik pada
penderita. Infeksi cacing tersebut dapat memberi gejala nyeri epigastrum, nyeri
perut, nyeri punggung, muntah, konstipasi, perut kembung, dan vertigo. Penderita
(terutama anak ) dengan trichiuriasis berat dan menahun dapat mengalami diare
berdarah yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia berat, berat badan
menurun, sedangkan Hb bisa turun 30% dari normal. Hubungan status Ascariasis
dengan kadar Hb yaitu cacing Ascaris lumbricoides hidup dalam rongga usus
hospes. Cacing ini mengambil makanan dari dalam usus manusia, dan jumlah
makanan yang hilang cukup besar. Apabila hal ini berlangsung dalam waktu lama,
maka seseorang dapat terserang anemia karena asupan makanan yang seharusnya
dapat dipakai untuk mencegah terjadinya anemia dimakan oleh cacing yang hidup
dalam usus manusia.

ix
DAFTAR PUSTAKA

1. Aziz, Mochamad Helmi; Ramphul, Kamleshun. 2019. Ancylostoma. Shanghai:  StatPearls


Publishing.
2. Sunita B, Arvind M, Vinay S, Dakshayani P. Gastroscopic diagnosis of ankylostoma
duodelane infestation as a cause od iron-deficiency anemia. Medical Journal of. Dr. D. Y.
Patil University Vol 7 Issue 5.
3. Jonker, F. A., Calis, J. C., Phiri, K., Brienen, E. A., Khoffi, H., Brabin, B. J., … van
Lieshout, L. (2012). Real-time PCR demonstrates Ancylostoma duodenale is a key factor
in the etiology of severe anemia and iron deficiency in Malawian pre-school
children. PLoS neglected tropical diseases, 6(3), e1555.
doi:10.1371/journal.pntd.0001555
4. Achanta C. R. (2016). Image Diagnosis: Gastric Migration of Hookworms in a Patient with
Anemia. The Permanente journal, 20(3), 15–201. doi:10.7812/TPP/15-201
5. Case Report “Gastroscopic diagnosis of ankylostoma duodenale infestation as a cause of
iron-deficiency anemia”. Sunita Bamanikar, Arvind Bamanikar, Vinay Salwani,Dakshayani
Pandit, Departements of Pathology, Medicine, Microbiology, Padmashtee, Dr. D. Y. Patil
Medical Collage, Hospital and Research Center, Dr. D. Y. Patil Vidyapeeth, Pimpri, Pune,
Maharshtra, India. 6 February 2019.
6. Osazuwa, F., Ayo, O. M., & Imade, P. (2011). A significant association between intestinal
helminth infection and anaemia burden in children in rural communities of Edo state,
Nigeria. North American journal of medical sciences, 3(1), 30–34.
https://doi.org/10.4297/najms.2011.330
7. Kumar, A., Sharma, E., Marley, A., Samaan, M. A., & Brookes, M. J. (2022). Iron
deficiency anaemia: pathophysiology, assessment, practical management. BMJ open

ix
gastroenterology, 9(1), e000759. https://doi.org/10.1136/bmjgast-2021-000759
8. Matthew J. Warner; Muhammad T. Kamran. Iron Deficiency Anemia. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448065/
9. Alhassan O. Ghodeif; Hanish Jain. Hookworm. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546648/
10. Rachel L. Gilson; Jonathan S. Crane. Scabies. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544306/
11. Banerji A; Canadian Paediatric Society, First Nations, Inuit and Métis Health Committee.
Scabies. Paediatr Child Health. 2015;20(7):395-402. doi:10.1093/pch/20.7.395

ix
Lampiran

ix

Anda mungkin juga menyukai