Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (F41.1)

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Kota Salatiga

Disusun oleh :
Anindya Widianingtyas 1913020008
Samia 1913020021

Pembimbing:
dr. Iffah Qoimatun, Sp.KJ, M.Kes.

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah Disetujui dan Disahkan Presentasi Kasus dengan Judul

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (F41.1)

Disusun Oleh:
Anindya Widianingtyas 1913020008
Samia 1913020021

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Sabtu, 8 Februari 2020

Disahkan oleh:
Dokter Pembimbing

dr. Iffah Qoimatun, Sp.KJ, M.Kes.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................................... 4
A. Identitas pasien ......................................................................................... 4
B. Anamnesis ................................................................................................ 4
C. Pemeriksaan Fisik Umum ........................................................................ 8
D. Pemeriksaan Status Mental ...................................................................... 9
E, Diagnosis Multiaksial. ........................................................................... 11
F. Penatalaksanaan ..................................................................................... 11
G. Prognosis ................................................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 13
A. Definisi ................................................................................................... 13
B. Epidemiologi .......................................................................................... 13
C. Etiologi ................................................................................................... 14
D. Jenis - jenis. ............................................................................................ 15
E. Patologi. ................................................................................................. 17
F. Patofisiologi. .......................................................................................... 19
G. Manifestasi klinis ................................................................................... 20
H. Kriteria Diagnostik ................................................................................. 22
I. Tatalaksana............................................................................................. 24
J. Prognosis ................................................................................................ 27
K. Farmakoterapi. ....................................................................................... 27
L. Terapi psikologi. .................................................................................... 30
M. Herbal dan suplemen. ............................................................................. 30
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 31
A. Pembahasan ............................................................................................ 31
B. Kesimpulan ............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
LAMPIRAN. ......................................................................................................... 36

3
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Jl. Dipomenggolo No.25 Pulutan, Salatiga
Identitas Keluarga Pasien
Nama : Tn. I
Usia : 76 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Dipomenggolo no.25 Pulutan, Salatiga
Hubungan dengan pasien : Suami

B. Anamnesis
Pasien datang ke RSUD Salatiga pada hari Rabu tanggal 15 Januari 2020,
kemudian home visite dilakukan pada hari Senin tanggal 27 Januari 2020.
1. Keluhan Utama
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pasien
keluhan utama pasien yaitu pasien sering merasa cemas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis:
Pasien mengaku bahwa dirinya saat ini tidak ada keluhan. Pasien sudah
tidak merasakan keluhan cemas seperti dahulu. Sebelumnya pasien merasa

4
cemas dan takut ketika ditinggal sendirian. Rasa cemas diakui pasien dapat
berlangsung sepanjang hari ketika dirumah sendiri dan membaik ketika
suami pasien pulang atau ditemani oleh keluarga. Perasaan cemas pasien
sangat mengganggu hingga pasien merasa ingin menangis, berteriak dan
pasien sempat merasa ingin menyudahi kehidupannya. Keluhan ini
dirasakan sejak tahun 2014. Perasaan cemas tersebut berlangsung berbulan-
bulan. Gejala tambahan pasien ketika merasaka keluhan adalah berupa rasa
pusing, sering lupa, khawatir akan sesuatu yang buruk, gelisah, gemetar,
tidak santai, berkeringat, palpitasi, keluhan lambung, bahkan pingsan. Saat
ini aktivitas pasien adalah sebagai ibu rumah tangga.
Alloanamnesis:
Menurut suami pasien, keadaan pasien saat ini sudah jauh lebih baik dari
sebelumnya. Pasien sudah dapat beraktivitas seperti biasanya.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Autoanamnesis
Pasien mengeluh merasa cemas sejak tahun 2014. Kemungkinan faktor
pencetusnya adalah pasien merasa kesal dengan penyakit diabetes yang
diderita dan berbagai macam komplikasi sejak tahun 2000 dan memuncak
pada tahun 2013. Pasien sudah keluar masuk rumah sakit sebanyak 15x dan
melakukan 3 kali operasi karena penyakitnya. Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya (-).
Alloanamnesa:
Menurut suami pasien, keluhan pasien diawali dengan perasaan gelisah
dan cemas. Pasien merasa merepotkan keluarganya atas penyakitnya. Pasien
menderita diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu, pasien mengalami
gangguan pengelihatan hingga melakukan operasi katarak pada kedua
matanya, pasca operasi beberapa bulan kemudian pasien mengalami
gangguan anggota gerak hingga 3 bulan tidak dapat berjalan. Pasien
terdiagnosa spondilitis tuberkulosis lalu melakukan pengobatan selama 6-12
bulan dan 1 kali operasi.

5
Untuk perawatan penyakitnya pasien harus minum banyak obat dan
menjalani beberapa tindakan operasi. Hal tersebutlah yang melatar
belakangi rasa cemas pasien yang terjadi pada tahun 2014.
4. Riwayat penyakit dahulu, Riwayat konsumsi alkohol dan obat obatan
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, pasien menderita
diabetes mellitus, hipertensi, asam urat tinggi, riwayat katarak pada kedua
matanya dan telah melakukan tindakan operasi. Pasien juga mengakui
adanya riwayat spondilitis TB pada tahun 2013 dan menjalani pengobatan
selama 6-12 bulan.
5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir di dukun dan tidak mengalami masalah ketika proses
persalinan.
b. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien tidak memiliki masalah pada masa kanak-kanaknya, anaknya
tumbuh dan berkembang normal seperti anak biasanya.
c. Masa Kanak Pertengahan sampai Remaja
Pasien tidak memiliki masalah pada masa anak-anaknya dalam hal
bersosialisasi. Pasien ditinggal meninggal oleh ibunya pada saat kelas 4
SD namun keluhan yang sama disangkal. Pasien hanya menempuh
pendidikan hingga kelas 4 SD karena tidak memiliki biaya untuk
bersekolah.
d. Masa Dewasa
1) Riwayat Pernikahan dan Seksual
Pasien menikah dan memiliki 3 orang anak.
2) Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
3) Riwayat Pendidikan
Pasien hanya menempuh pendidikan hingga kelas 4 SD.
4) Riwayat Kemiliteran
Pasien tidak memiliki riwayat pendidikan kemiliteran.

6
5) Agama
Pasien dan keluarga merupakan pemeluk agama Islam dan rajin
beribadah.
6) Aktivitas Sosial
Pasien sering berinteraksi dengan keluarga. Pasien juga sering
menghadiri pertemuan masyarakat. Pada saat sakit, pasien sempat
berhenti dari semua kegiatan masyarakat. Tetapi saat ini pasien mulai
aktif dalam kegiatan masyarakat.
7) Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan pihak berwajib terkait
pelanggaran di bidang hukum.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Gangguan Mental
Pasien mengaku anak pertamanya memiliki keluhan sering marah-marah
dan sering mengamuk.
b. Riwayat Gangguan Fisik
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, dan asma disangkal.
6. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien memiliki 3 anak, 3
cucu serta 1 orang cicit.

7
Genogram:

Keterangan:
: Perempuan

: Laki-laki

: Satu rumah

:Pasien

6. Riwayat Personal Sosial


Pasien senang mengikuti kegiatan masyarakat sejak remaja.

C. Pemeriksaan fisik umum


1. Status Generalis
- Keadaan umum : Tak tampak sakit
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Tanda tanda vital
Tekanan darah : 170/120 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,4° C
- Kepala : normosefali

8
- Mata : CA -/-, SI -/-
- Telinga : Terdapat gangguan pendengaran
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Paru : SDV (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Oedem (-), Akral hangat (+)
2. Status Neurologis
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Meningeal sign : Kaku kuduk (-)
- Nervus cranialis : Dalam batas normal
- Sistem motorik (superior, inferior)
Gerakan : Baik, baik
Kekuatan : 5/5, 5/5
Tonus : N/N, N/N
Trofi : E/E, E/E
Reflek fisiologis : ++/++, ++/++
Reflek patologis : -/-, -/-
- Sistem sensorik : Dalam batas normal
- Vegetatif : Dalam batas normal
D. Pemeriksaan Status Mental
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan: Seorang wanita berusia 66 tahun, berpenampilan sesuai
usia, rawat diri baik mengenakan daster merah ketika kunjungan ke
rumah dan tidak tampak sakit jiwa.
b. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor: Selama proses anamnesa pasien
kooperatif, normoaktif dan mampu berkomunikasi dengan baik.
c. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif.
2. Mood dan Afek
a. Mood : Eutimik.

9
b. Afek : Appropriate.
3. Pembicaraan
a. Kualitas: Pasien lancar dalam menjawab pertanyaan.
b. Kuantitas: Berbicara logore (-), inkoheren, blocking (-), mutisme (-)
c. Kecepatan produksi: Spontan
4. Persepsi
a. Halusinasi: visual (-), auditori (-), bau (-), taktil (-).
b. Ilusi: Tidak ditemukan ilusi
5. Pikiran
a. Bentuk pikir: Realistik
b. Isi pikir: Tidak ditemukan adanya waham. Waham bizzare (-), waham
bersalah (-), waham curiga (-), waham kejar (-), waham nihilistik (-)
c. Arus pikir: Inkoheren (-), asosiasi longgar (-)
6. Sensorium dan Kognisi
a) Kesadaran : kualitatif (Compos mentis), kuantitatif E4V5M6
b) Orientasi :
1) Waktu: Baik
2) Tempat: Baik, pasien dapat menjelaskan dimana dia sekarang.
3) Orang: Baik, pasien dapat menjelaskan keluarga yang menemani
beliau ketika dilakukan pemeriksaan
4) Situasi: Baik, pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai.
c) Memori
1) Jangka pendek: Pasien ingat kegiatan yang dilakukan tadi pagi
2) Daya ingat segera: Pasien mampu mengingat kegiatan sebelum
diwawancara
3) Jangka menengah: Pasien mampu mengingat kejadian beberapa hari
lalu.
4) Jangka panjang: Pasien mampu mengingat kejadian lampau.
d) Konsentrasi dan perhatian
1) Konsentrasi: Baik.
2) Perhatian: mudah ditarik, mudah dicantum

10
e) Pikiran abstrak
Baik.
f) Informasi dan intelegensia
Baik.
7. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien cukup, selama anamnesis pasien terlihat baik.
8. Daya Nilai
a. Norma Sosial : Baik.
b. Realita : Baik.
9. Insight / tilikan diri
Tilikan diri pasien baik. Pasien menyadari ketika dibawa berobat ke RSUD
Salatiga dan memiliki keinginan untuk sembuh.
E. Diagnosis Multiaksial
Dari hasil autoanamnesis, aloanamnesis, dan pemeriksaan status psikiatri
menunjukan pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan diagnosis multi
axial berupa:
- Aksis I : Gangguan cemas menyeluruh F41.1
DD : Episode depresif (F32), Gangguan ansietas fobik (F40),
Gangguan panik (F41.0), Gangguan obsesif kompulsif
(F42)
- Aksis II : Tipe kepribadian extrovert
- Aksis III : Penyakit endokrin, nutrisi & metabolik E00-G90
- Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan
- Aksis V : GAF Scale 60-51: Gejala dan disabilitas sedang
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Nopres (Fluoxetine) 1 x 20 mg
b. Depakote (Na Valproat) 1 x 250 mg
c. Clobazam 1 x 10 mg

11
2. Non Farmakologi (psikoedukasi dan suport pada pasien dan keluarga)
a) Edukasi pasien: Edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien untuk
tetap melakukan kontrol rutin dan tidak terlambat dalam
mengkonsumsi obat agar kondisi pasien semakin membaik.
b) Terapi berorientasi keluarga: Menyarankan kepada keluarga untuk
selalu memberikan dukungan kepada pasien, menjadi tempat pasien
untuk terbuka dan bercerita.

G. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad Sanationam :Bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh


Gangguan kecemasan adalah keadaan tegang yg berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai oleh perasaan kawatir, tidak menentu atau takut,
responnya tidak berkaitan dengan ancaman yang nyata namun membuat
pasien tidak mampu bertindak atau menarik diri.

Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan


perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak
beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan
berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang
traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan.
Pada kesempatan yang jarang terjadi, banyak orang memperlihatkan salah
satu dari perilaku yang tidak lazim tersebut sebagai respons normal terhadap
kecemasan. Perbedaan antara respons kecemasan yang tidak lazim ini dengan
gangguan kecemasan ialah bahwa respons kecemasan cukup berat sehingga
bisa mengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan gangguan sosial
(Diferiansyah et al., 2016).
Gangguan cemas menyeluruh adalah kecemasan atau kekhawatiran yang
berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan) yang lebih banyak dibandingkan
tidak terjadi selama 6 bulan, tentang sejumlah kejadian atau aktivitas (seperti
pekerjaan dan prestasi sekolah). (APA, 2013).

B. Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh


Perkiraan prevalensi gangguan cemas menyeluruh 30%, gangguan panik
15%, agora fobia 20%, fobia sosial 30%, fobia sederhana 45%, dan
gangguan Obsesif kompulsif 10%. Rasio wanita dan laki-laki adalah
kirakira 2:1, usia onset sukar untuk ditentukan, karena sebagian besar
pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang
dapat mereka ingat. Pasien biasanya datang untuk mendapatkan perawatan

13
dokter pada usia 20 tahunan, walaupun kontak pertama dengan klinisi
dapat terjadi pada hampir setiap usia (Diferiansyah et al., 2016).

C. Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh


Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan kemungkinan etiologi
terjadinya gangguan cemas menyeluruh, yakni:
1. Teori Biologi

Lobus oksipitalis pada otak dihipotesiskan berkaitan dengan


kejadian gangguan cemas menyeluruh. Area ini memiliki reseptor
benzodiazepin tertinggi di otak. Selain itu, dihipotesiskan juga
terdapat keterlibatan bagian lain di otak yakni basal ganglia, sistem
limbik dan korteks frontal. Pada pemeriksaan PET ditemukan bahwa
pada penderita gangguan cemas menyeluruh terdapat penurunan
metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.

Selain keterlibatan bagian-bagian tertentu di otak, pada pasien


gangguan cemas menyeluruh juga ditemukan perubahan pada
neurotransmitter. Pada penderita gangguan cemas menyeluruh
ditemukan abnormalitas serotonin. Selain itu, beberapa
neurotransmitter yang berkaitan dengan kejadian gangguan cemas
menyeluruh adalah GABA, norepinefrin, glutamat, dan kolesistokinin.

2. Teori Genetik

Pada penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik


pasien gangguan cemas menyeluruh dan gangguan depresi mayor
pada perempuan. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita
gangguan cemas menyeluruh juga menderita gangguan yang sama.
Penelitian pada pasien kembar mendapatkan bahwa pasien gangguan
cemas menyeluruh yang terlahir kembar monozigotik kemungkinan

14
kembarannya menderita gangguan cemas menyeluruh adalah 50%
sedangkan pada kembar dizigotik hanya 15%.

3. Teori Psikoanalitik

Teori psikoanalisis menyatakan bahwa kecemasan muncul sebagai


akibat dari konflik pikiran bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada
tingkatan paling primitif, kecemasan dihubungkan dengan perpisahan
dengan objek cinta. Pada tingkatan yang lebih matang, kecemasan
dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting.
Kecemasan kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan
kecemasan superego merupakan perwujudan ketakutan seseorang
untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri. Bentuk
kecemasan ini adalah kecemasan yang paling matang.

4. Teori Kognitif-Perilaku

Menurut teori kognitif perilaku gangguan cemas menyeluruh


muncul akibat respons penderita yang salah dan tidak tepat terhadap
ancaman yang muncul akibat perhatian yang berfokus pada hal-hal
yang negatif pada lingkungan. Selain itu, gangguan cemas menyeluruh
juga muncul akibat distorsi pada pemrosesan informasi serta
pandangan yang negatif pada kemampuan diri sendiri untuk
menghadapi ancaman (Redayanti, 2014).
D. Jenis-jenis gangguan cemas
Pembagian gangguan cemas ada 2 yaitu :
1. Anxietas kontinyu/gangguan cemas/anxietas menyeluruh
2. Anxietas episodik
- Pada situasi tertentu : Gangguan fobik (Fobia spesifik, Fobia social,
Agorafobia)
- Pola campuran : Agorafobia dengan panik

15
- Pada sembarang situasi : Gangguan panik

Jenis – jenis gangguan cemas :


1. General Anxiety Disorders (GAD)
2. Panic disorders (PD)
Serangan panik adalah periode intens yang tak terduga takut atau
tidak nyaman. Serangan panik biasanya mencapai puncaknya dalam
sepuluh menit dan 30-45 menit terakhir. Seringkali pasien mungkin
merasa bahwa mereka sedang mengalami medis yang serius kondisi
seperti infark miokard. Gangguan panik ditandai dengan serangan
panik berulang.
3. Social Anxiety Disorder/ Fobia sosial
Fobia sosial ditandai dengan ditandai, persisten dan rasa takut yang
tidak masuk akal untuk diamati atau dievaluasi secara negatif oleh
orang lain dalam sosial atau kinerja situasi mis. berbicara dengan
orang asing, makan di publik.
4. Specific Phobia
Fobia spesifik ditandai dengan berlebihan atau takut objek yang
tidak masuk akal (mis. laba-laba, ular) atau situasi (mis. terbang,
ketinggian, melihat darah). Tipe ini kecemasan secara signifikan lebih
umum pada wanita daripada laki-laki
5. Obsessive Compulsive Disorders (OCD)
Gangguan obsesif-kompulsif ditandai oleh obsesi berulang dan /
atau dorongan yang menyebabkan gangguan dalam hal kesulitan,
waktu atau gangguan berfungsi. Obsesi umum berhubungan dengan
kontaminasi, kecelakaan dan keasyikan seksual atau agama. Paksaan
umum termasuk mencuci, memeriksa, membersihkan, menghitung,
dan menyentuh.
6. Post Traumatic Stress Disorders (PTSD)
Gangguan stres pasca-trauma berkembang setelah terpapar ke
suatu peristiwa yang menyebabkan trauma psikologis, mis. aktual atau

16
mengancam cedera serius pada diri sendiri atau orang lain. Kondisi
ditandai dengan ingatan berulang dan menyedihkan acara, mimpi
buruk dan / atau perasaan menghidupkan kembali pengalaman dengan
ilusi atau halusinasi. Orang-orang sering melakukan upaya untuk
menghindari kegiatan atau pemikiran yang terkait trauma. Gejala
hiper-gairah seperti terganggu tidur, kewaspadaan berlebihan, dan
respons mengejutkan yang berlebihan juga terkait dengan PTSD
(Nursalam, 2013).

E. Patologi Gangguan Cemas Menyeluruh


Individu yang mengalami Gangguan Kecemasan Menyeluruh, menurut
pendekatan psikodinamika berakar dari ketidakmampuan egonya untuk
mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya secara terus
menerus sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri.
Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan
dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi
jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara kaku, terus-menerus
dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak
adaptif dan tidak realistis. Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa
dipergunakan oleh individu, antara lain:
1. Represi, yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak
menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke
ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak menganggu ego lagi.
Tetapi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya
pengaruh tidak langsung terhadap tingkahlaku si individu.
2. Rasionalisasi, yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian
rupa terhadap dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh
superego, sehingga seolah-olah perilakunya dapat dibenarkan.
3. Kompensasi, upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah
satu sisi kehidupan dengan membuat prestasi atau memberikan kesan

17
sebaliknya pada sisi lain. Dengan demikian, ego terhindar dari ejekan
dan rasa rendah diri.
4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu
perasaan tertentu ke pihak lain atau sumber lain karena tidak dapat
melampiaskan perasaannya ke sumber masalah.
5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau
ancaman terhadap ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang
mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah.

18
F. Patofisiologi Gangguan Cemas Menyeluruh

Faktor Predisposisi Faktor presipitasi

Ketegangan dalam kehidupan Stressor presipitasi kecemasan


tersebut dapat berupa : 1. dikelompokkan menjadi dua bagian,
Peristiwa traumatik 2. Konflik yaitu : 1. Ancaman terhadap integritas
emosional 3. Konsep diri fisik, meliputi : a. Sumber internal,
terganggu 4. Frustasi 5. meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
Gangguan fisik 6. Pola sistem imun, regulasi suhu tubuh,
mekanisme koping keluarga 7. perubahan biologis normal (mis : hamil).
Riwayat gangguan kecemasan 8. b. Sumber eksternal, meliputi paparan
Medikasi yang dapat memicu terhadap infeksi virus dan bakteri,
terjadinya kecemasan polutan lingkungan, kecelakaan,
(benzodiazepin ) kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal. 2. Ancaman terhadap
harga diri meliputi : a. Sumber internal :
kesulitan dalam berhubungan
Stressor interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas
fisik juga dapat mengancam harga diri. b.
Mengirimkan informasi ke hipotalamus Sumber eksternal : kehilangan orang
menstimulasi sistem saraf otonom dan yang dicintai, perceraian, perubahan
endokrin status pekerjaan, tekanan kelompok,
sosial budaya.

Serotonin
Noradrenergik
GABA
Ansietas
Sistem saraf autonom berhubungan
Reseptor GABA ( gamma amino
penderita ansietas bersifat dengan transmisi 5
butyric acid ) neurotransmiter.
hipersensitif dan HidroxyTtiptamin
GABA = major inhibitory
mempunyai reaksi yang yang berlebihan
neurotransmitter di CNS.
berlebihan terhadap atau overaktivitas
Benzodiazepin = meningkatkan
berbagai jenis dari simulasi jalur
efek inhibisi dari GABA. Secara
stimulus/rangsangan. 5HT
fungsional dan structural,
LC (locus ceruleus)
reseptor benzodiazepin
sebagai pusat alarm, akan
berhubungan dengan reseptor
mengaktivasi pelepasan
GABA tipe A (GABAA) dan
NE dan menstimulasi
chanel ion yang dikenal sebagai
sistem saraf simpatik dan
GABA-BZ reseptor complex.
parasimpatik

Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan
aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan
diri. Serabut saraf simpatis “ mengaktifkan” tanda -tanda vital pada setiap
tanda bahayauntuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal

19
melepas adrenalin(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih
banyak oksigen,medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta
frekuensi jantung sambil membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan
memirau darah dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan
glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan
sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis
membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai
tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respons simpatis (Videbeck,
2008).
Ansietas menyebabkan respons kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang
tidak nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas
motorik,agitasi, dan peningkatan tanda-tanda vital. Untuk mengurangi
perasaan tidak nyaman, individu mencoba mengurangi tingkat ketidaknyaman
tersebut dengan melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme
pertahanan. Perilaku adaptif dapat menjadi hal yang positif dan membantu
individu beradaptasi dan belajar, misalnya : menggunakan teknik imajinasi
untuk memfokuskan kembali perhatian pada pemandangan yang indah,
relaksasi tubuh secara berurutan darikepala sampai jari kaki, dan pernafasan
yang lambat dan teratur untuk mengurangiketegangan otot dan tanda-tanda
vital. Respons negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan perilaku
maladaptif, seperti sakit kepala akibat ketegangan, sindromnyeri, dan respons
terkait stress yang menimbulkan efisiensi imun (Videbeck,2008).

G. Manifestasi klinis
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh
ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,
khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan,
gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan
tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan
akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk
Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara

20
terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan,
kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol,
cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar,
mudah marah, sulit tidur. Gejala-gejala gangguan cemas menyeluruh:

Menurut Stuart (2013) ada 4 respons tubuh terkait ansietas yaitu respons
fisiologis, respons perilaku, respons afektif, dan respons kognitif.

21
Perbedaan ansietas denga gangguan cemas menyeluruh dapat dijelaskan
dalam tabel dibawah berikut:

H. Kriteria Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh


Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman) ditegakkan
bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6
bulan; biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan
termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab,
berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah,
sering menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau takut akan sesuatu
yang akan terjadi. Ada kecenderungan diturunkan dalam keluarga, memiliki
komponen genetik yang sedang dan dihubungkan dengan fobia sosial dan
sederhana serta depresi mayor (terdapat pada 40% atau lebih pasien;
meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya pada kondisi ini tidak`ditemukan
etiologi stres yang jelas, tetapi harus dicari penyebabnya. Diagnosis gangguan
cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :
1. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai

22
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan
situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)
3. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama
Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik
(F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(Nursalam, 2013).
Kriteria diagnosis menurut DSM V

23
I. Pemeriksaan pada Pasien Gangguan Cemas Menyeluruh
Ada beberapa alat ukur ansietas yang digunakan dalam menilai ansietas, yaitu:
1. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
HARS merupakan salah satu kuesioner yang mengukur skala ansietas yang
masih digunakan sampai saat ini. Kuesioner terdiri atas 14 item. Masing-
masing item terdiri atas 0 (tidak terdapat) sampai 4 skor (terdapat). Apabila
jumlah skor <17 tingkat ansietas ringan, 18-24 tingkat ansietas sedang, dan
25-30 tingkat stres berat (Nursalam, 2013).

2. Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS)


T-MAS merupakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur skala
ansietas pada individu. T-MAS terdiri atas 38 pernyataan yang terdiri atas
kebiasaan 19 dan emosi yang dialami. Masing-masing item terdiri atas “ya”
dan “tidak”.

24
3. Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas dan
stres. Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21. DASS
42 terdiri atas 42 pertanyaan sedangkan DASS 21 terdiri atas 21
pertanyaan, masing-masing gangguan (depresi, ansietas, dan stres) terdapat
7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0 (tidak terjadi dalam
seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu seminggu
terakhir)

25
4. Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Kuesioner SAS terdiri atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-
masing pernyataan terdapat 4 penilaian yang terdiri dari 1 (tidak pernah), 2
(jarang), dan 3 (kadang-kadang), dan 4 (sering). Klasifikasi tingkat ansietas
berdasarkan skor yang diperoleh yaitu 20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas
ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan 81-100 (ansietas berat).

26
5. Anxiety Visual Analog Scale (Anxiety VAS)
Suatu alat untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan garis
horizontal berupa skala sepanjang 10cm atau 100mm. Penilaiannya yaitu
ujung sebelah kiri mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” dan semakin
ke arah ujung sebelah kanan kecemasan yang dialami luar biasa
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).

J. Prognosis
Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk
diperkirakan. Namun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa
kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan
tersebut.
K. Farmakoterapi Gangguan Cemas Menyeluruh
Penatalaksanaan untuk penderita gangguan cemas menyeluruh mencakup
terapi farmakoterapi dan psikoterapi yang memiliki tujuan berdasarkan
pertimbangan tertentu. Pada tatalaksana akut, tujuan pengobatan adalah
mengurangi tingkat keparahan penyakit, remisi, meningkatkan status
fungsional, meminimalisir reaksi obat-obatan. Perlu dipertimbangkan riwayat
pasien, kondisi medis pasien, seberapa parah keluhan pasien dan faktor yang
mempengaruhi pengobatan pasien.
Tujuan pengobatan pada tatalaksana pemeliharaan adalah mencegah
kambuh, meningkatkan kualitas hidup pasien, meminimalisir reaksi obat-
obatan (Kehoe, 2017).

27
Berikut adalah tatalaksana farmakoterapi pada gangguan cemas menyeluruh
(Kehoe, 2017; Bandelow, 2017):
Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan cemas
menyeluruh
SSRI
Nama Obat Dosis Efek Samping
Sitalopram 20-40mg/hr Mual, mengatuk, nyeri kepala, tremor, dan
disfungsi seksual
Esitalopram 1-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, dan
mengantuk
Sertralin 50- Mual, diare, mengantuk, mulut kering, dan
150mg/hr disfungsi seksual
Fluoksetin 10-20mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor,
(Nopres) dan ansietas
SNRI
Venlaflaksin 37,5- Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia,
225mg/hr dan mulut kering
Duloksetin 30-60mg/hr Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk,
dan insomnia
Benzodiazepin
Diazepam 2-40mg/hr Mengantuk, pusing berputar, lemas
Clobazam 10mg/hr Letargi, nafsu makan menurun, insomnia,
konstipasi, hipersalivasi
Chlordiazepoxide 15-30mg/ Pusing, nyeri kepala, mulut kering,
hari konstipasi.
Alprazolam 0,25- Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan
1,5mg/hr ingatan
Lorazepam 0,5-1mg Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi,
3x/hr muntah, disfungsi seksual
Lainnya

28
Buspiron 15-30mg/hr Insomnia, tinitus, nyeri kepala
Quetiapin 50- Mengantuk, pusing, mulut kering,
300mg/hr konstipasi, dyspepsia, dan peningkatan berat
badan.
Sulpiride 100- Insomnia, impotensi
200mg/hr

Tatalaksana GAD apabila dikelompokkan berdasarkan lini pemberian maka dapat


terbagi sebagai berikut (Locke & Shultz, 2015):

29
L. Terapi psikososial
1. Cognitive behavior therapy
Intervensi ini dapat dilakukan sebagai tatalaksana gangguan cemas. porsi
kognitif membantu merubah pola pikir yang menyebabkan rasa takut, dan
melatih pasien untuk relaksasi dalam serta desensitisasi terhadap trigger
ansietas.
2. Mindfulness based stress reduction
Intervensi ini membatu pasien lebih fokus pada masa kini, menyadari
emosi yang sedang dirasakan, meditasi terhadap stress, mengurangi stress
serta relaksasi.
M. Herbal dan suplemen
Tatalaksana yang dapat diberikan sebagai komplemen adalah herbal dan
suplemen (Locke & Shults,2015)..

30
BAB III
PENUTUP

A. Pembahasan
Dari hasil anamnesis (autoanamnesis, aloanamnesis), dan pemeriksaan
status psikiatri menunjukan pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan
diagnosis multi axial berupa:
- Aksis I : Gangguan cemas menyeluruh F41.1
DD : Episode depresif (F32), Gangguan ansietas fobik (F40),
Gangguan panik (F41.0), Gangguan obsesif kompulsif
(F42)
- Aksis II : Tipe kepribadian extrovert
- Aksis III : Penyakit endokrin, nutrisi & metabolik E00-G90
- Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan
- Aksis V : GAF Scale 60-51: Gejala dan disabilitas sedang
Gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ III merupakan
Gangguan kecemasan umum adalah rasa cemas atau khawatir yang berlebihan
dan tak terkendali sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya dan
biasanya bersifat kronik. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) pasien ini didiagnosis
dengan Axis I F41.1 gangguan cemas menyeluruh.

31
F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
1. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau “mengambang”).
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur
berikut:
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); dan
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan,
berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan
lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-),
gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif

Pasien didiagnosis tersebut berdasarkan anamnesis, menunjukkan anxietas


sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa
minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja. Pasien merasa cemas, khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, gelisah, sakit
kepala, gemetaran, tidak dapat santai, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas dan keluhan lambung. Pasien tidak mengalami keterbatasan dalam
aktivitas sehari hari seperti mandi, berpakaian dan membersihkan rumah tetapi
kesulitan berjalan jauh tanpa tongkat dikarenakan kondisi kesehatannya. Pasien
tidak mengalami gangguan kesadaran. Gejala dan disabilitas telah berlangsung

32
selama 6 tahun. Untuk aksis II pasien merupakan seorang yang extrovert. Hal
ini didapatkan berdasarkan alloanamnesis dengan suami pasien dan
autoanamnesis, sejak anak-anak hingga remaja pasien aktif dan senang
mengikuti kegiatan masyarakat.
Diagnosis aksis III adalah penyakit endokrin, nutrisi & metabolik,
berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis pasien menderita diabetes
mellitus, hipertensi, asam urat tinggi, pernah didiagnosis katarak pada kedua
matanya dan dioperasi. Pasien juga mengakui adanya riwayat spondilitis pada
tahun 2013. Pasien mengaku pernah batuk lama dan menjalani pengobatan
selama 6 bulan. Dari hasil pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan tekanan
darah pasien tinggi, dari pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal.
Diagnosis Axis IV Masalah berkaitan dengan masalah akses ke
pelayanan kesehatan. Pasien merasa jengkel dengan penyakitnya dan semua
obat-obatan yang perlu ia minum setiap hari. Pasien sebelumnya hanya
mengupayakan kesembuhan dengan medis. Kemudian Axis V menunjukan
GAF Scale 60-51: Gejala dan disabilitas sedang karena saat di diagnosis,
pasien tidak mengikuti kegiatan sosial di sekitar rumahnya lagi dan lebih
senang menyendiri.
Pada pasien diberikan Nopres (Fluoxetine) 1 x 20 mg, Depakote (Na
Valproat) 1 x 250 mg dan Clobazam 1 x 10. Fluoxetine merupakan obat
golongan SSRI. Pada kasus digunakan fluoxetin karena obat ini memiliki efek
samping lain yang minimal, spektrum antidepresi yang luas, dengan gejala
putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi (>6000mg) sehingga
relatif aman untuk pasien ini yang berobat jalan.
Prognosis pasien gangguan kecemasan menyeluruh sukar untuk untuk
diperkirakan. Namun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa
kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan
tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien dan progresivitas saat ini, maka
prognosis pasien adalah baik.

33
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil autoanamnesis dan aloanamnesis pasien, dapat didiagnosis
bahwa pasien menderita gangguan cemas menyeluruh. Pasien memiliki riwayat
penyakit dahulu berupa diabetes mellitus, hipertensi, katarak, asam urat,
spondilitis dan batuk lama dan pengobatan selama 6 bulan. Tidak ada riwayat
penyakit keluarga pasien memiliki gangguan serupa. Pasien telah diberi
tatalaksana sesuai dengan diagnosis dan teori yaitu fluoxetine, natrium divalproat
dan benzodiazepin. Progresivitas pasien juga baik, pasien kini mulai dapat
mengikuti kegiatan sosial dan melakukan pekerjaan rumah kembali.

34
DAFTAR PUSTAKA
American Psyciatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. Edisi ke-5. USA: American Psychiatric Publishing.
Bandelow, B., Michaelis, S., Wedekind, D. (2017). Treatment of anxiety
disorders. Paris: AICH.
Kehoe, W. (2017). Generalized Anxiety Disorder in ACSAP. Pennsylvania:
ACCP.
Locke, A. & Shults C.(2015). Diagnosis and Management of Generalized Anxiety
Disorder and Panic Disorder in Adults. AAFP: 91(9): 617-624.
Misgiyanto, & Susilowati, D. (2014). Hubungan Antara Keluarga Dengan Tingkat
kecemasan penderita Kanker Servik Paliartif. Jurnal Keperawatan;
1(5):1-5.
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Okta Diferiansyah, Tendry Septa, Rika Lisiswanti. Gangguan Cemas Menyeluruh.
J Medula Unila; 5(2): 63-68.
Redayanti, P. (2014). Gangguan Cemas Menyeluruh. Dalam: Elvira SD,
Hadisukanto G (ed). Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Stuart,G.W. (2013). Psychiatric Nursing. (Edisi 10). Jakarta: EGC. Videbeck,
Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

35
LAMPIRAN

36

Anda mungkin juga menyukai