Disusun oleh :
Anindya Widianingtyas 1913020008
Samia 1913020021
Pembimbing:
dr. Iffah Qoimatun, Sp.KJ, M.Kes.
Disusun Oleh:
Anindya Widianingtyas 1913020008
Samia 1913020021
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Sabtu, 8 Februari 2020
Disahkan oleh:
Dokter Pembimbing
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Jl. Dipomenggolo No.25 Pulutan, Salatiga
Identitas Keluarga Pasien
Nama : Tn. I
Usia : 76 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Dipomenggolo no.25 Pulutan, Salatiga
Hubungan dengan pasien : Suami
B. Anamnesis
Pasien datang ke RSUD Salatiga pada hari Rabu tanggal 15 Januari 2020,
kemudian home visite dilakukan pada hari Senin tanggal 27 Januari 2020.
1. Keluhan Utama
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pasien
keluhan utama pasien yaitu pasien sering merasa cemas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis:
Pasien mengaku bahwa dirinya saat ini tidak ada keluhan. Pasien sudah
tidak merasakan keluhan cemas seperti dahulu. Sebelumnya pasien merasa
4
cemas dan takut ketika ditinggal sendirian. Rasa cemas diakui pasien dapat
berlangsung sepanjang hari ketika dirumah sendiri dan membaik ketika
suami pasien pulang atau ditemani oleh keluarga. Perasaan cemas pasien
sangat mengganggu hingga pasien merasa ingin menangis, berteriak dan
pasien sempat merasa ingin menyudahi kehidupannya. Keluhan ini
dirasakan sejak tahun 2014. Perasaan cemas tersebut berlangsung berbulan-
bulan. Gejala tambahan pasien ketika merasaka keluhan adalah berupa rasa
pusing, sering lupa, khawatir akan sesuatu yang buruk, gelisah, gemetar,
tidak santai, berkeringat, palpitasi, keluhan lambung, bahkan pingsan. Saat
ini aktivitas pasien adalah sebagai ibu rumah tangga.
Alloanamnesis:
Menurut suami pasien, keadaan pasien saat ini sudah jauh lebih baik dari
sebelumnya. Pasien sudah dapat beraktivitas seperti biasanya.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Autoanamnesis
Pasien mengeluh merasa cemas sejak tahun 2014. Kemungkinan faktor
pencetusnya adalah pasien merasa kesal dengan penyakit diabetes yang
diderita dan berbagai macam komplikasi sejak tahun 2000 dan memuncak
pada tahun 2013. Pasien sudah keluar masuk rumah sakit sebanyak 15x dan
melakukan 3 kali operasi karena penyakitnya. Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya (-).
Alloanamnesa:
Menurut suami pasien, keluhan pasien diawali dengan perasaan gelisah
dan cemas. Pasien merasa merepotkan keluarganya atas penyakitnya. Pasien
menderita diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu, pasien mengalami
gangguan pengelihatan hingga melakukan operasi katarak pada kedua
matanya, pasca operasi beberapa bulan kemudian pasien mengalami
gangguan anggota gerak hingga 3 bulan tidak dapat berjalan. Pasien
terdiagnosa spondilitis tuberkulosis lalu melakukan pengobatan selama 6-12
bulan dan 1 kali operasi.
5
Untuk perawatan penyakitnya pasien harus minum banyak obat dan
menjalani beberapa tindakan operasi. Hal tersebutlah yang melatar
belakangi rasa cemas pasien yang terjadi pada tahun 2014.
4. Riwayat penyakit dahulu, Riwayat konsumsi alkohol dan obat obatan
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, pasien menderita
diabetes mellitus, hipertensi, asam urat tinggi, riwayat katarak pada kedua
matanya dan telah melakukan tindakan operasi. Pasien juga mengakui
adanya riwayat spondilitis TB pada tahun 2013 dan menjalani pengobatan
selama 6-12 bulan.
5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir di dukun dan tidak mengalami masalah ketika proses
persalinan.
b. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien tidak memiliki masalah pada masa kanak-kanaknya, anaknya
tumbuh dan berkembang normal seperti anak biasanya.
c. Masa Kanak Pertengahan sampai Remaja
Pasien tidak memiliki masalah pada masa anak-anaknya dalam hal
bersosialisasi. Pasien ditinggal meninggal oleh ibunya pada saat kelas 4
SD namun keluhan yang sama disangkal. Pasien hanya menempuh
pendidikan hingga kelas 4 SD karena tidak memiliki biaya untuk
bersekolah.
d. Masa Dewasa
1) Riwayat Pernikahan dan Seksual
Pasien menikah dan memiliki 3 orang anak.
2) Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
3) Riwayat Pendidikan
Pasien hanya menempuh pendidikan hingga kelas 4 SD.
4) Riwayat Kemiliteran
Pasien tidak memiliki riwayat pendidikan kemiliteran.
6
5) Agama
Pasien dan keluarga merupakan pemeluk agama Islam dan rajin
beribadah.
6) Aktivitas Sosial
Pasien sering berinteraksi dengan keluarga. Pasien juga sering
menghadiri pertemuan masyarakat. Pada saat sakit, pasien sempat
berhenti dari semua kegiatan masyarakat. Tetapi saat ini pasien mulai
aktif dalam kegiatan masyarakat.
7) Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan pihak berwajib terkait
pelanggaran di bidang hukum.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Gangguan Mental
Pasien mengaku anak pertamanya memiliki keluhan sering marah-marah
dan sering mengamuk.
b. Riwayat Gangguan Fisik
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, dan asma disangkal.
6. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien memiliki 3 anak, 3
cucu serta 1 orang cicit.
7
Genogram:
Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Satu rumah
:Pasien
8
- Mata : CA -/-, SI -/-
- Telinga : Terdapat gangguan pendengaran
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Paru : SDV (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Oedem (-), Akral hangat (+)
2. Status Neurologis
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Meningeal sign : Kaku kuduk (-)
- Nervus cranialis : Dalam batas normal
- Sistem motorik (superior, inferior)
Gerakan : Baik, baik
Kekuatan : 5/5, 5/5
Tonus : N/N, N/N
Trofi : E/E, E/E
Reflek fisiologis : ++/++, ++/++
Reflek patologis : -/-, -/-
- Sistem sensorik : Dalam batas normal
- Vegetatif : Dalam batas normal
D. Pemeriksaan Status Mental
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan: Seorang wanita berusia 66 tahun, berpenampilan sesuai
usia, rawat diri baik mengenakan daster merah ketika kunjungan ke
rumah dan tidak tampak sakit jiwa.
b. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor: Selama proses anamnesa pasien
kooperatif, normoaktif dan mampu berkomunikasi dengan baik.
c. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif.
2. Mood dan Afek
a. Mood : Eutimik.
9
b. Afek : Appropriate.
3. Pembicaraan
a. Kualitas: Pasien lancar dalam menjawab pertanyaan.
b. Kuantitas: Berbicara logore (-), inkoheren, blocking (-), mutisme (-)
c. Kecepatan produksi: Spontan
4. Persepsi
a. Halusinasi: visual (-), auditori (-), bau (-), taktil (-).
b. Ilusi: Tidak ditemukan ilusi
5. Pikiran
a. Bentuk pikir: Realistik
b. Isi pikir: Tidak ditemukan adanya waham. Waham bizzare (-), waham
bersalah (-), waham curiga (-), waham kejar (-), waham nihilistik (-)
c. Arus pikir: Inkoheren (-), asosiasi longgar (-)
6. Sensorium dan Kognisi
a) Kesadaran : kualitatif (Compos mentis), kuantitatif E4V5M6
b) Orientasi :
1) Waktu: Baik
2) Tempat: Baik, pasien dapat menjelaskan dimana dia sekarang.
3) Orang: Baik, pasien dapat menjelaskan keluarga yang menemani
beliau ketika dilakukan pemeriksaan
4) Situasi: Baik, pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai.
c) Memori
1) Jangka pendek: Pasien ingat kegiatan yang dilakukan tadi pagi
2) Daya ingat segera: Pasien mampu mengingat kegiatan sebelum
diwawancara
3) Jangka menengah: Pasien mampu mengingat kejadian beberapa hari
lalu.
4) Jangka panjang: Pasien mampu mengingat kejadian lampau.
d) Konsentrasi dan perhatian
1) Konsentrasi: Baik.
2) Perhatian: mudah ditarik, mudah dicantum
10
e) Pikiran abstrak
Baik.
f) Informasi dan intelegensia
Baik.
7. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien cukup, selama anamnesis pasien terlihat baik.
8. Daya Nilai
a. Norma Sosial : Baik.
b. Realita : Baik.
9. Insight / tilikan diri
Tilikan diri pasien baik. Pasien menyadari ketika dibawa berobat ke RSUD
Salatiga dan memiliki keinginan untuk sembuh.
E. Diagnosis Multiaksial
Dari hasil autoanamnesis, aloanamnesis, dan pemeriksaan status psikiatri
menunjukan pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan diagnosis multi
axial berupa:
- Aksis I : Gangguan cemas menyeluruh F41.1
DD : Episode depresif (F32), Gangguan ansietas fobik (F40),
Gangguan panik (F41.0), Gangguan obsesif kompulsif
(F42)
- Aksis II : Tipe kepribadian extrovert
- Aksis III : Penyakit endokrin, nutrisi & metabolik E00-G90
- Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan
- Aksis V : GAF Scale 60-51: Gejala dan disabilitas sedang
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Nopres (Fluoxetine) 1 x 20 mg
b. Depakote (Na Valproat) 1 x 250 mg
c. Clobazam 1 x 10 mg
11
2. Non Farmakologi (psikoedukasi dan suport pada pasien dan keluarga)
a) Edukasi pasien: Edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien untuk
tetap melakukan kontrol rutin dan tidak terlambat dalam
mengkonsumsi obat agar kondisi pasien semakin membaik.
b) Terapi berorientasi keluarga: Menyarankan kepada keluarga untuk
selalu memberikan dukungan kepada pasien, menjadi tempat pasien
untuk terbuka dan bercerita.
G. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad Sanationam :Bonam
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
dokter pada usia 20 tahunan, walaupun kontak pertama dengan klinisi
dapat terjadi pada hampir setiap usia (Diferiansyah et al., 2016).
2. Teori Genetik
14
kembarannya menderita gangguan cemas menyeluruh adalah 50%
sedangkan pada kembar dizigotik hanya 15%.
3. Teori Psikoanalitik
4. Teori Kognitif-Perilaku
15
- Pada sembarang situasi : Gangguan panik
16
mengancam cedera serius pada diri sendiri atau orang lain. Kondisi
ditandai dengan ingatan berulang dan menyedihkan acara, mimpi
buruk dan / atau perasaan menghidupkan kembali pengalaman dengan
ilusi atau halusinasi. Orang-orang sering melakukan upaya untuk
menghindari kegiatan atau pemikiran yang terkait trauma. Gejala
hiper-gairah seperti terganggu tidur, kewaspadaan berlebihan, dan
respons mengejutkan yang berlebihan juga terkait dengan PTSD
(Nursalam, 2013).
17
sebaliknya pada sisi lain. Dengan demikian, ego terhindar dari ejekan
dan rasa rendah diri.
4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu
perasaan tertentu ke pihak lain atau sumber lain karena tidak dapat
melampiaskan perasaannya ke sumber masalah.
5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau
ancaman terhadap ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang
mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah.
18
F. Patofisiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Serotonin
Noradrenergik
GABA
Ansietas
Sistem saraf autonom berhubungan
Reseptor GABA ( gamma amino
penderita ansietas bersifat dengan transmisi 5
butyric acid ) neurotransmiter.
hipersensitif dan HidroxyTtiptamin
GABA = major inhibitory
mempunyai reaksi yang yang berlebihan
neurotransmitter di CNS.
berlebihan terhadap atau overaktivitas
Benzodiazepin = meningkatkan
berbagai jenis dari simulasi jalur
efek inhibisi dari GABA. Secara
stimulus/rangsangan. 5HT
fungsional dan structural,
LC (locus ceruleus)
reseptor benzodiazepin
sebagai pusat alarm, akan
berhubungan dengan reseptor
mengaktivasi pelepasan
GABA tipe A (GABAA) dan
NE dan menstimulasi
chanel ion yang dikenal sebagai
sistem saraf simpatik dan
GABA-BZ reseptor complex.
parasimpatik
Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan
aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan
diri. Serabut saraf simpatis “ mengaktifkan” tanda -tanda vital pada setiap
tanda bahayauntuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal
19
melepas adrenalin(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih
banyak oksigen,medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta
frekuensi jantung sambil membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan
memirau darah dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan
glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan
sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis
membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai
tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respons simpatis (Videbeck,
2008).
Ansietas menyebabkan respons kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang
tidak nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas
motorik,agitasi, dan peningkatan tanda-tanda vital. Untuk mengurangi
perasaan tidak nyaman, individu mencoba mengurangi tingkat ketidaknyaman
tersebut dengan melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme
pertahanan. Perilaku adaptif dapat menjadi hal yang positif dan membantu
individu beradaptasi dan belajar, misalnya : menggunakan teknik imajinasi
untuk memfokuskan kembali perhatian pada pemandangan yang indah,
relaksasi tubuh secara berurutan darikepala sampai jari kaki, dan pernafasan
yang lambat dan teratur untuk mengurangiketegangan otot dan tanda-tanda
vital. Respons negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan perilaku
maladaptif, seperti sakit kepala akibat ketegangan, sindromnyeri, dan respons
terkait stress yang menimbulkan efisiensi imun (Videbeck,2008).
G. Manifestasi klinis
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh
ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,
khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan,
gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan
tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan
akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk
Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara
20
terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan,
kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol,
cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar,
mudah marah, sulit tidur. Gejala-gejala gangguan cemas menyeluruh:
Menurut Stuart (2013) ada 4 respons tubuh terkait ansietas yaitu respons
fisiologis, respons perilaku, respons afektif, dan respons kognitif.
21
Perbedaan ansietas denga gangguan cemas menyeluruh dapat dijelaskan
dalam tabel dibawah berikut:
22
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan
situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)
3. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama
Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik
(F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(Nursalam, 2013).
Kriteria diagnosis menurut DSM V
23
I. Pemeriksaan pada Pasien Gangguan Cemas Menyeluruh
Ada beberapa alat ukur ansietas yang digunakan dalam menilai ansietas, yaitu:
1. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
HARS merupakan salah satu kuesioner yang mengukur skala ansietas yang
masih digunakan sampai saat ini. Kuesioner terdiri atas 14 item. Masing-
masing item terdiri atas 0 (tidak terdapat) sampai 4 skor (terdapat). Apabila
jumlah skor <17 tingkat ansietas ringan, 18-24 tingkat ansietas sedang, dan
25-30 tingkat stres berat (Nursalam, 2013).
24
3. Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas dan
stres. Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21. DASS
42 terdiri atas 42 pertanyaan sedangkan DASS 21 terdiri atas 21
pertanyaan, masing-masing gangguan (depresi, ansietas, dan stres) terdapat
7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0 (tidak terjadi dalam
seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu seminggu
terakhir)
25
4. Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Kuesioner SAS terdiri atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-
masing pernyataan terdapat 4 penilaian yang terdiri dari 1 (tidak pernah), 2
(jarang), dan 3 (kadang-kadang), dan 4 (sering). Klasifikasi tingkat ansietas
berdasarkan skor yang diperoleh yaitu 20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas
ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan 81-100 (ansietas berat).
26
5. Anxiety Visual Analog Scale (Anxiety VAS)
Suatu alat untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan garis
horizontal berupa skala sepanjang 10cm atau 100mm. Penilaiannya yaitu
ujung sebelah kiri mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” dan semakin
ke arah ujung sebelah kanan kecemasan yang dialami luar biasa
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).
J. Prognosis
Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk
diperkirakan. Namun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa
kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan
tersebut.
K. Farmakoterapi Gangguan Cemas Menyeluruh
Penatalaksanaan untuk penderita gangguan cemas menyeluruh mencakup
terapi farmakoterapi dan psikoterapi yang memiliki tujuan berdasarkan
pertimbangan tertentu. Pada tatalaksana akut, tujuan pengobatan adalah
mengurangi tingkat keparahan penyakit, remisi, meningkatkan status
fungsional, meminimalisir reaksi obat-obatan. Perlu dipertimbangkan riwayat
pasien, kondisi medis pasien, seberapa parah keluhan pasien dan faktor yang
mempengaruhi pengobatan pasien.
Tujuan pengobatan pada tatalaksana pemeliharaan adalah mencegah
kambuh, meningkatkan kualitas hidup pasien, meminimalisir reaksi obat-
obatan (Kehoe, 2017).
27
Berikut adalah tatalaksana farmakoterapi pada gangguan cemas menyeluruh
(Kehoe, 2017; Bandelow, 2017):
Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan cemas
menyeluruh
SSRI
Nama Obat Dosis Efek Samping
Sitalopram 20-40mg/hr Mual, mengatuk, nyeri kepala, tremor, dan
disfungsi seksual
Esitalopram 1-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, dan
mengantuk
Sertralin 50- Mual, diare, mengantuk, mulut kering, dan
150mg/hr disfungsi seksual
Fluoksetin 10-20mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor,
(Nopres) dan ansietas
SNRI
Venlaflaksin 37,5- Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia,
225mg/hr dan mulut kering
Duloksetin 30-60mg/hr Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk,
dan insomnia
Benzodiazepin
Diazepam 2-40mg/hr Mengantuk, pusing berputar, lemas
Clobazam 10mg/hr Letargi, nafsu makan menurun, insomnia,
konstipasi, hipersalivasi
Chlordiazepoxide 15-30mg/ Pusing, nyeri kepala, mulut kering,
hari konstipasi.
Alprazolam 0,25- Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan
1,5mg/hr ingatan
Lorazepam 0,5-1mg Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi,
3x/hr muntah, disfungsi seksual
Lainnya
28
Buspiron 15-30mg/hr Insomnia, tinitus, nyeri kepala
Quetiapin 50- Mengantuk, pusing, mulut kering,
300mg/hr konstipasi, dyspepsia, dan peningkatan berat
badan.
Sulpiride 100- Insomnia, impotensi
200mg/hr
29
L. Terapi psikososial
1. Cognitive behavior therapy
Intervensi ini dapat dilakukan sebagai tatalaksana gangguan cemas. porsi
kognitif membantu merubah pola pikir yang menyebabkan rasa takut, dan
melatih pasien untuk relaksasi dalam serta desensitisasi terhadap trigger
ansietas.
2. Mindfulness based stress reduction
Intervensi ini membatu pasien lebih fokus pada masa kini, menyadari
emosi yang sedang dirasakan, meditasi terhadap stress, mengurangi stress
serta relaksasi.
M. Herbal dan suplemen
Tatalaksana yang dapat diberikan sebagai komplemen adalah herbal dan
suplemen (Locke & Shults,2015)..
30
BAB III
PENUTUP
A. Pembahasan
Dari hasil anamnesis (autoanamnesis, aloanamnesis), dan pemeriksaan
status psikiatri menunjukan pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan
diagnosis multi axial berupa:
- Aksis I : Gangguan cemas menyeluruh F41.1
DD : Episode depresif (F32), Gangguan ansietas fobik (F40),
Gangguan panik (F41.0), Gangguan obsesif kompulsif
(F42)
- Aksis II : Tipe kepribadian extrovert
- Aksis III : Penyakit endokrin, nutrisi & metabolik E00-G90
- Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan
- Aksis V : GAF Scale 60-51: Gejala dan disabilitas sedang
Gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ III merupakan
Gangguan kecemasan umum adalah rasa cemas atau khawatir yang berlebihan
dan tak terkendali sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya dan
biasanya bersifat kronik. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) pasien ini didiagnosis
dengan Axis I F41.1 gangguan cemas menyeluruh.
31
F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
1. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau “mengambang”).
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur
berikut:
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); dan
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan,
berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan
lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-),
gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
32
selama 6 tahun. Untuk aksis II pasien merupakan seorang yang extrovert. Hal
ini didapatkan berdasarkan alloanamnesis dengan suami pasien dan
autoanamnesis, sejak anak-anak hingga remaja pasien aktif dan senang
mengikuti kegiatan masyarakat.
Diagnosis aksis III adalah penyakit endokrin, nutrisi & metabolik,
berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis pasien menderita diabetes
mellitus, hipertensi, asam urat tinggi, pernah didiagnosis katarak pada kedua
matanya dan dioperasi. Pasien juga mengakui adanya riwayat spondilitis pada
tahun 2013. Pasien mengaku pernah batuk lama dan menjalani pengobatan
selama 6 bulan. Dari hasil pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan tekanan
darah pasien tinggi, dari pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal.
Diagnosis Axis IV Masalah berkaitan dengan masalah akses ke
pelayanan kesehatan. Pasien merasa jengkel dengan penyakitnya dan semua
obat-obatan yang perlu ia minum setiap hari. Pasien sebelumnya hanya
mengupayakan kesembuhan dengan medis. Kemudian Axis V menunjukan
GAF Scale 60-51: Gejala dan disabilitas sedang karena saat di diagnosis,
pasien tidak mengikuti kegiatan sosial di sekitar rumahnya lagi dan lebih
senang menyendiri.
Pada pasien diberikan Nopres (Fluoxetine) 1 x 20 mg, Depakote (Na
Valproat) 1 x 250 mg dan Clobazam 1 x 10. Fluoxetine merupakan obat
golongan SSRI. Pada kasus digunakan fluoxetin karena obat ini memiliki efek
samping lain yang minimal, spektrum antidepresi yang luas, dengan gejala
putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi (>6000mg) sehingga
relatif aman untuk pasien ini yang berobat jalan.
Prognosis pasien gangguan kecemasan menyeluruh sukar untuk untuk
diperkirakan. Namun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa
kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan
tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien dan progresivitas saat ini, maka
prognosis pasien adalah baik.
33
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil autoanamnesis dan aloanamnesis pasien, dapat didiagnosis
bahwa pasien menderita gangguan cemas menyeluruh. Pasien memiliki riwayat
penyakit dahulu berupa diabetes mellitus, hipertensi, katarak, asam urat,
spondilitis dan batuk lama dan pengobatan selama 6 bulan. Tidak ada riwayat
penyakit keluarga pasien memiliki gangguan serupa. Pasien telah diberi
tatalaksana sesuai dengan diagnosis dan teori yaitu fluoxetine, natrium divalproat
dan benzodiazepin. Progresivitas pasien juga baik, pasien kini mulai dapat
mengikuti kegiatan sosial dan melakukan pekerjaan rumah kembali.
34
DAFTAR PUSTAKA
American Psyciatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. Edisi ke-5. USA: American Psychiatric Publishing.
Bandelow, B., Michaelis, S., Wedekind, D. (2017). Treatment of anxiety
disorders. Paris: AICH.
Kehoe, W. (2017). Generalized Anxiety Disorder in ACSAP. Pennsylvania:
ACCP.
Locke, A. & Shults C.(2015). Diagnosis and Management of Generalized Anxiety
Disorder and Panic Disorder in Adults. AAFP: 91(9): 617-624.
Misgiyanto, & Susilowati, D. (2014). Hubungan Antara Keluarga Dengan Tingkat
kecemasan penderita Kanker Servik Paliartif. Jurnal Keperawatan;
1(5):1-5.
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Okta Diferiansyah, Tendry Septa, Rika Lisiswanti. Gangguan Cemas Menyeluruh.
J Medula Unila; 5(2): 63-68.
Redayanti, P. (2014). Gangguan Cemas Menyeluruh. Dalam: Elvira SD,
Hadisukanto G (ed). Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Stuart,G.W. (2013). Psychiatric Nursing. (Edisi 10). Jakarta: EGC. Videbeck,
Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
35
LAMPIRAN
36