GRAVE’S DISEASE
Disusun Oleh:
Aldo Valentino Thomas
01073190004
Pembimbing:
dr. Ignatius Bima, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK
TANGERANG
1
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI.................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN………………………………………………...4
BAB II - ILUSTRASI KASUS.....................................................................5
2.1 IDENTITAS PASIEN.............................................................................5
2.2 ANAMNESIS..........................................................................................5
2.2.1. Keluhan Utama……………………………………………………...5
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang................................................................5
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu...................................................................6
2.2.4. Riwayat Operasi……………………………………………………..6
2.2.5. Riwayat Pengobatan…………………………………………………6
2.2.6. Riwayat Kebiasaan…………………………………………………..6
2.2.7. Riwayat Sosioekonomi dan Lingkungan Keluarga………………….6
2.2.8. Riwayat Diet…………………………………………………………7
2.2.9. Riwayat Penyakit Keluarga………………………………………….7
2.3. ANAMNESIS BERDASARKAN SISTEM …………………...……..7
2.4. FIFE…………………...…………………………………….………….8
2.5. PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................9
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………………………….11
2.7. RESUME……………………………………………………………...14
2.8. DAFTAR MASALAH………………………………………………..14
2.9. TATA LAKSANA AWAL…………………………………………...14
BAB III – TINJAUAN PUSTAKA............................................................16
3.1. Anatomi……………………………………………………………….16
3.2. Fisiologi………………………………………………………………..18
3.3. Definisi………………………………………………………………...20
3.4. Epidemiologi Hipertiroid…………………………………………….21
3.5. Etiologi dan Faktor Resiko Penyakit Grave………………………..21
3.6. Patofisiologi Penyakit Grave..............................................................22
3.7. Klasifikasi Tirotoksikosis……………………………………………24
3.8. Manifestasi Klinis Penyakit Grave………………………………….25
2
3.9. Diagnosis Penyakit Grave………………………………………,,….27
3.10. Diagnosis Banding Penyakit Grave…………………………..……33
3.11. Tata Laksana Penyakit Grave………………………………..……35
3.12. Komplikasi Penyakit Grave………………………………..………40
3.13. Prognosis Penyakit Grave………………………………………….43
BAB IV – ANALISA KASUS....................................................................44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................46
3
BAB I
PENDAHULUAN
Tirotoksikosis adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh tingginya hormon tiroid
pada jaringan. Sedangkan hipertiroid adalah bentuk tirotoksikosis, akibat tingginya sintesis
dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Prevalensi hipertiroid di dunia sebanyak 1,2 –
1,6%, dengan hipertiroid overt sebanyak 0,5 – 0,6%, dan hipertiroid subklinis sebanyak 0,7 –
1%. Menurut hasil Riskedas tahun 2007, 12,8% laki-laki dan 14,7% perempuan memiliki
kadar TSH rendah, menunjukkan kecurigaan hipertiroid. Menurut hasil Riskesdas tahun
2013, terdapat 0,4% penduduk Indonesia berusia ≥ 15 tahun yang mengakui terdiagnosis
hipertiroid melalui wawancara.1,2
Tirotoksikosis dapat dibagi menjadi hipertiroid primer, hipertiroid sekunder, dan
tirotoksikosis tanpa hipertiroid. Hipertiroid primer terdiri dari penyakit Grave, toxic
multinodular goiter (MNG), adenoma toksik, kelebihan iodin (misalnya akibat obat), dan
karsinoma folikular. Penyebab ekstratiroid adalah struma folikular.3
Tirotoksikosis tanpa hipertiroid terjadi karena destruksi tiroid dan penyebab
ekstratiroid. Penyebab destruksi tiroid adalah tiroiditis subakut, silent thyroiditis, obat-obatan
(amiodaron, radiasi). Penyebab ekstratiroid karena kelebihan ingesti hormon tiroid seperti
thyrotoxicosis factitia. Hipertiroid sekunder terjadi karena adenoma kelenjar pituitary yang
mensekresikan TSH, sindroma resisten hormon tiroid, tumor yang mensekresikan human
chorionic gonadotropin (hCG), dan tirotoksikosis gestasional.3
Penyakit Grave sendiri adalah jenis tirotoksikosis tersering, merupakan bagian dari
tirotoksikosis primer. Penyakit Grave merupakan kelainan autoimun, akibat autoantibodi
mengaktifkan thyroid-stimulating hormone receptor (TSH-R). Terdapat 20-30 kasus tiap
100,000 Penyakit Grave tiap tahunnya. Sebanyak 3% perempuan dan 0,5% laki-laki
mengalami penyakit Grave selama hidup. Insidensi Penyakit Grave paling banyak pada usia
30-60 tahun, dengan peningkatan insidensi pada Afrika-Amerika. Sekitar 30% pasien dengan
penyakit Grave memiliki keluarga yang juga memiliki penyakit Grave atau tiroiditis
Hashimoto. Resiko sebanyak 80% jika saudara kembar untuk mengalami penyakit Grave.4
Baik tirotoksikosis maupun penyakit Grave mempengaruhi banyak sistem tubuh.
Sehingga perlu diketahui penanganan yang tepat. Penanganan yang tepat mampu mencegah
komplikasi yang dapat terjadi, dan memperbaiki prognosis penyakit Grave.
4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1. Identitas Pasien
Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Agama : Islam
2.2. Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama:
Ny. K, datang ke Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan cepat
5
merasa lelah, jantung terasa berdebar-debar, dan tangan sering gemetar dan sulit tidur sejak
1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan benjolan besar pada leher,
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak nafas yang dirasakan oleh pasien memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak nafas yang dialami oleh pasien dirasakan hilang timbul, dirasakan memberat
saat beraktivitas, dan berkurang dengan beristirahat. Sesak nafas juga disertai oleh nyeri
dada seperti ditimpa benda berat, sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, kedua
kaki pasien juga mengalami bengkak sejak sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak memiliki keluhan mual, maupun muntah. Pasien juga tidak mengalami
demam, hanya merasa telapak tangan berkeringat, dan mudah berkeringat. Batuk tidak
dialami oleh pasien. Tidak ada keluhan dalam buang air besar, buang air besar lancar
berwarna kuning muda. Buang air kecil lancar berwarna kuning.
Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi maupun kencing manis, penyakit
gondok, maupun penyakit jantung, riwayat penyakit TBC, PPOK, maupun asma.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
Pasien merupakan ibu rumah tangga. Merupakan ibu dari 2 anak. Suami pasien
bekerja sebagai karyawan.
6
2.2.8. Riwayat Diet:
Menu makan pasien nasi, sayur, buah, lauk dan pauk seperti biasa. Pasien tidak
mengalami penurunan porsi makan, maupun penurunan frekuensi makan. Pasien
makan 3x sehari. Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Riwayat keluhan serupa di keluarga (-), riwayat alergi (-), riwayat keganasan (-),
riwayat asma (-), riwayat penyakit jantung (-), tekanan darah tinggi (-), kencing
manis (-).
7
Sakit dada: (+) sejak 4 hari SMRS
Batuk: (-)
Jantung berdebar: (+) sejak 1 minggu SMRS
Nafas berbunyi (-)
E. Keluhan organ di perut:
Nyeri: (-)
Mual: (-)
Muntah: (-)
Obstipasi: (-)
Diare: (-)
Perubahan bentuk tinja: (-)
Perubahan dalam haid (-)
Tenesmiadanum (-)
Perubahan air seni: (-)
F. Keluhan dari tangan dan kaki:
Keluhan rasa kaku (-)
Artrosis (-)
Fraktur (-)
Nyeri tekan (-)
Luka atau bekas luka (-)
Edema pretibial (+/+)
Edema dorsum pedis (-/-)
Rasa lemah (-)
Jalan (-) tidak ada keluhan
Perasaan kesemutan (-)
Telapak tangan berkeringat (+) sejak 1 minggu SMRS
Tangan sering gemetar (+) sejak 1 minggu SMRS
G. Keluhan lain: Sering berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah matahari atau
beraktivitas berat (+) sejak 1 minggu SMRS, cepat lelah (+) sejak 1 minggu SMRS.
2.4. FIFE
Perasaan hati:
Ide sakit: Pasien mengira dirinya mengalami sakit jantung
Fungsi: Keluhan cukup mengganggu aktivitas pasien
8
Ekspektasi: Pasien ingin sembuh dari penyakitnya
Status Generalis
9
menelan.
Thorax:
(Paru)
- Inspeksi: pengembangan dada statis dan dinamis; simetris pada kedua lapang paru,
scar -, barrel chest -, massa -, hiperinflasi dada -
- Palpasi: chest expansion simetris kiri dan kanan, tactile fremitus kiri dan kanan
simetris
- Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi: VBS +/+, rhonchi di kedua lapang paru-/-, wheezing -/-
(Cor)
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat, scar -, massa -
- Palpasi: ictus cordis tidak teraba
- Perkusi: batas jantung (kanan= ICS 4 ; 2 jari dari parasternal kanan, kiri= ICS 4
midclavicula sinistra, pinggang jantung= ICS 2 parasternal kiri) dbn
- Auskultasi: S1/S2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen:
- Inspeksi: supel, datar -, scar -, caput medusae -, spider naevi -
- Palpasi: nyeri tekan -, massa -, hepatomegali -, splenomegali -
- Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen, shifting dullness -, nyeri ketok CVA -/-,
- Auskultasi: BU +, metallic sound -
Punggung Masa(-), lesi(-), deformitas(-)
Ekstremitas Akral hangat, CRT< 2detik, edema non pitting pretibial (+/+),
koilonychia (-), pulsasi arteri dorsalis pedis simetris, cyanosis -, luka -, kulit
kering -
KGB Tidak teraba membesar
Genitalia Tidak dilakukan
10
• RBC 4,1 x 10^6µL (3,80-5,20)
• WBC 6 x 10^3µL (3,80-11,00)
• Hitung Jenis
• Basophil 0% (0-1)
• Eosinophil 1% (1-3)
• Band Neutrophil 3% (2-6)
• Segment Neutrophil 63 % (50-70)
• Lymphocyte 27 % (25-40)
• Monocyte 7% (2-8)
• PLT 277x10^3µL (150,00-400,00)
• ESR 8 mm/h (0-20)
• MCV 84,0 fL (80,0-100,0)
• MCH 30,0 pg (26,0-34,0)
• MCHC 35,7 g/dL (32,0-36,0)
• SGOT 20 U/L 0-32
• SGPT 25 U/L 0-33
• Ureum 10,0 mg/dl <71
• Creatinine 0,7 mg/dl 0,50-1,10
• eGFR 110,0 ml/mnt/1,73 m2
• GDS 134 mg/dl <200
• Na 13 mmol/L 137-145
• K 4,0 mmol/L 3,6-5,0
• Cl 100 mmol/L 98-107
• Covid 19 IgG (-)
• Covid 19 IgM (-)
• Serum TSH 0,1 mU/L 0,4 – 4,5 mU/L
• Total T3: 220 ng/dL 80,0 -180,0 ng/dL
• fT4: 3,2 ng/dL 0,8 – 1,8 ng/dL
Kesan: Hipertiroid primer
EKG
11
CXR – PA
Foto thorax PA normal
USG Leher
USG leher didapatkan pembesaran difus kelenjar tiroid dan hipoekoik. Tidak tampak nodul.
12
USG Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi secara difus, dengan pola thyroid
inferno
2.7. Resume
13
Pasien, Ny. K mengalami mata melotot sejak 1 tahun SMRS. Pasien mengalami
penurunan berat badan 3 kg sejak 1 bulan terakhir, tetapi tidak mengalami penurunan nafsu
makan. Pasien sering berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah matahari maupun
beraktivitas berat sejak 1 bulan SMRS. Sesak nafas, cepat merasa lelah, jantung berdebar-
debar, tangan sering gemetar, sulit tidur, benjolan di leher sejak 1 minggu SMRS.
Sesak nafas memberat sejak 4 hari SMRS, hilang timbul, memberat saat beraktivitas,
berkurang dengan beristirahat, disertai nyeri dada seperti ditimpa benda berat. Kedua kaki
pasien juga bengkak.
Pada pemeriksaan fisik, didapati pasien tampak sakit sedang, compos mentis, BMI
17,6 kg/m2 (underweight), tekanan darah meningkat (150/80 mmHg), laju nadi meningkat
(120x/menit reguler), suhu 36,5˚celcius, saturasi 95%, laju nafas 24x/menit. Pada
pemeriksaan mata didapatkan eksoptalmos (+/+) dan edema palpebra (+/+). Pemeriksaan
leher didapatkan pembesaran tiroid difus, konsistensi keras, permukaan rata, bergerak saat
menelan. Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema non pitting pretibial (+/+),
Non medikamentosa
14
Medikamentosa
Furosemid 40 mg 1x1
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi
Kelenjar tiroid berada di berada di viseral leher bagian anterior, di bawah dan lateral
dari kartilago tiroid. Kelenjar tiroid berada di sisi dalam otot sternohyoid, otot sternotiroid,
dan otot omohyoid. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus lateral, dengan ismus yang
menghubungkan lobus lateral ke permukaan anterior kartilago trakeal kedua dan ketiga.
Kelenjar tiroid sendiri berasal dari perkembangan medial dari lantai faring, dekat dasar lidah.
Foramen sekum sebagi asal, sedangkan duktus tiroglosus menandakan migrasi.5
16
Vaskulatur, drainase, inervasi tiroid6
Terdapat 2 suplai arteri utama untuk kelenjar tiroid (A. tiroid superior dan A. tiroid
inferior). Arteri tiroid superior sebagai cabang pertama arteri karotis eksternal, menuju polus
superior lobus lateral kelenjar tiroid, bercabang menjadi cabang glandular anterior (melewati
batas superior kelenjar tiroid), dan cabang glandular posterior (melewati sisi posterior
kelenjar tiroid, anastomosis dengan A. tiroid inferior).5
Arteri tiroid inferior adalah cabang trunkus tiroservikal (cabang pertama A. subklavia),
menuju polus inferior lobus lateral kelenjar tiroid. Arteri tiroid inferior bercabang menjadi
cabang inferior (suplai bagian bawah kelenjar tiroid, anastomosis cabang posterior A. tiroid
superior) dan cabang asending (suplai kelenjar paratiroid) di kelenjar tiroid. Terkadang
terdapat arteri ima tiroid yang berasal dari trunkus brakiosefalik dan arkus aorta, naik dari
permukaan anterior trakea untuk mempendarahi tiroid.5
Vena tiroid superior mendrainase daerah yang disuplai arteri tiroid superior. Sedangkan
vena tiroid tengah dan inferior mendrainase daerah kelenjar tiroid lainnya. Drainase vena
tiroid superior dan tengah menuju vena jugularis interna. Vena tiroid inferior mendrainase
17
menuju vena brakiosefalik kanan dan kiri. Drainase limfatik kelenjar tiroid menuju nodus
paratrakea, dan nodus servikal profundus. Kelenjar tiroid dipersarafi oleh nervus laryngeal
rekuren, berasal dari cabang nervus vagus, naik ke atas antara trakea dan esophagus, ke
dalam ke permukaan posteromedial dari kelenjar tiroid, menuju laring.5
Kelenjar paratiroid berukuran kecil, berjumlah 2 pasang, berada di permukaan dalam
kelenjar tiroid lobus lateral. Kelenjar paratiroid dibagi menjadi kelenjar paratiroid superior
dan inferior.5
3.2. Fisiologi
Pada kelenjar tiroid terdapat 2 jenis sel, yaitu sel folikular dan sel C. Sel C
mensekresikan hormone peptid kalsitonin, yang berperan dalam metabolism kalsium. Sel
folikular berfungsi menghasilkan hormon tiroid, yaitu tetraiodotironin atau tiroksin (T4) dan
tri-iodotironin (T3). Hormon tiroid disimpan dalam koloid yang berada di lumen dalam sel
folikular. Koloid ini terdiri dari molekul glikoprotein besar bernama tiroglobulin (Tg).7
Hormon tiroid terdiri dari tirosin (asam amino) dan iodide (dari iodin, diubah menjadi
iodid sebelum diabsorpsi usus). Tiroglobulin diproduksi oleh kompleks retikulum
endoplasma-Golgi dari sel folikular tiroid. Melalui vesikel, tiroglobulin mengalami
eksositosis menuju koloid. Iodide (I-) dari darah masuk melalui iodide trap (protein karier
pada membran luar sel folikular). Di sel folikular, iodide dioksidasi menjadi bentuk aktif oleh
tiroperoksidase (TPO) di membran luminal. Melalui channel, iodide aktif lalu menuju koloid,
Di dalam koloid, terbentuk monoiodotirosin (MIT), dan di-iodotirosin (DIT). Kombinasi 1
MIT dan 1 DIT menghasilkan T3, kombinasi 2 DIT menghasilkan T4.7
18
Sintesis, penyimpanan, sekresi hormon tiroid7
19
releasing hormone (TRH) oleh hipotalamus. Sedangkan sekresi hormon tiroid menurunkan
sekresi TSH dengan menghambat pituitari anterior dan hipotalamus. Aksis hipotalamus-
pituitari-tiroid memiliki ritme diurnal, dengan sekresi terbanyak di pagi, sekresi paling sedikit
di awal malam. Faktor yang meningkatkan sekresi TRH adalah eksposur dingin. Stres fisikal,
kelaparan, dan infeksi menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid.7
Aksis hipotalamus-pituitari-tiroid7
3.3. Definisi
Tirotoksikosis (thyrotoxicosis) merupakan terminologi yang berbeda dengan
hipertiroid. Tirotoksikosis adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh tingginya hormon
tiroid pada jaringan. Sedangkan hipertiroid adalah bentuk tirotoksikosis, akibat tingginya
20
sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.2
Penyakit Grave adalah jenis tirotoksikosis tersering, merupakan bagian dari
tirotoksikosis primer, merupakan kelainan autoimun, dimana autoantibodi mengaktifkan
thyroid-stimulating hormone receptor (TSH-R), menyebabkan hiperplasia dan gangguan
regulasi dari produksi dan sekresi hormone tiroid.4
Penyakit Grave lebih sering terjadi pada perempuan. Sebanyak 3% perempuan dan
0.5% laki-laki mengalami penyakit Grave selama hidup. Insidensi Penyakit Grave paling
banyak pada usia 30-60 tahun, dengan peningkatan insidensi pada Afrika-Amerika. Sekitar
30% pasien dengan penyakit Grave memiliki keluarga yang juga memiliki penyakit Grave
atau tiroiditis Hashimoto. Resiko sebanyak 80% jika saudara kembar untuk mengalami
penyakit Grave.4
Terdapat hubungan antara alel dari major histocompability complex (MHC) dengan
Penyakit Grave. Human leukocyte antigen (HLA) berhubungan dengan Penyakit Grave,
terutama HLA-DR3 dan HLA-DR4. Faktor lain adalah cytotoxic T lymphocyte antigen-4,
protein tyrosine phosphatase non receptor-22, basic leucine zipper transcription factor 2,
21
dan CD40.4
TSI menstimulasi sekresi dan pertumbuhan tiroid, seperti TSH. Akan tetapi, TSI tidak
dapat mengalami efek inhibisi akibat negative feedback dari hormon tiroid. 7 TSI mengikat
reseptor TSH pada membran sel tiroid, menyebabkan stimulasi TSH. Akibatnya terjadi
sintesis dan pertumbuhan kelenjar tiroid, menyebabkan hipertiroid dan goiter.8 Pada penyakit
Grave, terdapat goiter hipersekresi akibat promosi pertumbuhan oleh TSI, dan peningkatan
22
sekresi hormon tiroid. Akibatnya peningkatan hormon tiroid (T3, T4), terjadi penghambatan
kelenjar pituitary, sehingga sekresi TSH rendah.7
23
hipertiroidisme seperti takikardia, berkeringat, tremor, lid lag, dan penampakan mata melotot
dipikirkan karena peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin.8
24
3.8. Manifestasi Klinis Penyakit Grave
3.8.1. Gejala Penyakit Grave
Pada dasarnya, gejala penyakit Grave mirip dengan tirotoksikosis pada umumnya.
Pada orang yang lebih tua, tirotoksikosis mungkin tidak terlihat jelas, hanya merasa
lelah dan penurunan berat badan (tirotoksikosis). Tirotoksikosis dapat menyebabkan
penurunan berat badan walaupun terjadi peningkatan nafsu makan. Gejala lain meliputi
hiperaktif, cemas, cepat marah, dan cepat lelah. Selain itu, sering ditemukan insomnia
dan gangguan konsentrasi, tremor halus. Jarang terjadi chorea.3
Gejala kardiovaskular tersering adalah palpitasi, dapat menyebabkan angina dan
gagal jantung pada usia tua atau memiliki penyakit jantung sebelumnya. Pasien dapat
mengeluhkan berkeringat dan intoleransi terhadap panas. Terkadang ada alopekia difus.
Keluhan pencernaan dapat berupa diare dan feses berlemak ringan. Sering terjadi
oligomenore dan amenore pada wanita, laki-laki dapat mengalami gangguan fungsi,
jarang mengalami ginekomastia. Tirotoksikosis jangka panjang beresiko fraktur.3
Dermatopati tiroid hampir selalu ada pada oftalmopati moderat atau parah,
dengan manifestasi paling sering myxedema pretibial, dapat terjadi perubahan kulit,
dan pembengkakan jari-jari tangan.3
25
Tanda dan gejala tirotoksikosis\3
26
umumnya bilateral, terjadi 1 tahun sebelum atau sesudah diagnosis tirotoksikosis, dapat
menetap hingga beberapa tahun (oftalmopati eutiroid). Dapat terjadi pembesaran otot
ekstraokular. Lebih jarang, terjadi proptosis, dapat diukur dengan eksoptalmometer.
Selain itu, terjadi kerusakan kornea, edema periorbital, injeksi sklera, dan kemosis.
Bahkan oftalmopati dapat menyebabkan kehilangan lapang pandang, hingga kebutaan.3
Selain itu, walaupun jarang pada penyakit Grave, dapat terjadi dermatopati tiroid.
Dermatopati tiroid hampir selalu ada pada oftalmopati moderat atau parah. Manifestasi
paling sering adalah myxedema pretibial. Selain itu, dapat terjadi perubahan kulit
terutama setelah trauma, lesi tipikal berupa indurasi plak tanpa peradangan, dengan
warna merah muda gelap atau ungu, dan kulit jingga. Dapat terjadi akropaki tiroid
(pseudoclubbing).3
27
Indeks Wayne10
28
selalu ada pada oftalmopati moderat atau parah, dengan manifestasi paling sering adalah
myxedema pretibial, tetapi dapat terjadi perubahan kulit dan pembengkakan jari-jari
tangan. Pada penyakit Grave, tiroid membesar secara.3
Pemeriksaan fisik penyakit Grave menemukan penurunan berat badan tidak
terjelaskan, tremor halus, tanda neurologis umum (hiper-refleks, atrofi otot, dan miopati
proksimal tanpa fasikulasi). Terkadang paralisis periodik terkait hipokalemia. Manifestasi
kardiovaskular tersering adalah sinus takikardi, terkadang supraventrikular takikardi.
Dapat terjadi bounding pulse, tekanan nadi melebar, murmur sistolik di katup aortik.
Fibrilasi atrial lebih banyak pada usia >50 tahun. Kulit biasanya hangat dan lembab, tapi
dapat berkeringat, eritema palmar, onikolisis. Terkadang pruritus, urtikaria,
hiperpigmentasi difus. Tekstur rambut baik, terkadang alopekia difus.3
Terkadang diare, atau steatorrhea minimal. Hiperkalsiuria atau hiperkalsemia
ringan dapat terjadi, resiko fraktur. Dapat terjadi goiter, tiroid membesar difus 2-3 kali
ukuran normal, konsistensi keras, tidak nodular. Terkadang thrill atau bruit terdengar di
margo inferolateral tiroid. Oftalmopati Grave umumnya bilateral ditandai retraksi
palpebra, eksoptalmos. Lebih jarang, terjadi proptosis, dapat diukur dengan
eksoptalmometer. Selain itu, terjadi kerusakan kornea, edema periorbital, injeksi sklera,
dan kemosis. Bahkan terjadi kehilangan lapang pandang, hingga kebutaan.3
Dermatopati tiroid walaupun jarang, hampir selalu ada pada oftalmopati moderat
atau parah. Ditandai oleh adanya myxedema pretibial. Selain itu, terjadi perubahan kulit
setelah trauma, lesi tipikal (plak tanpa peradangan, warna merah muda gelap atau ungu,
dan kulit jingga). Dapat terjadi akropaki tiroid (pseudoclubbing).3
Skoring oftalmopati Grave “NO SPECS” digunakan untuk mengevaluasi
oftalmopati, memiliki 6 skor. Skor 0 adalah tidak ada tanda dan gejala. Skor 1 hanya
tanda retraksi palpebra atau lid lag, tanpa gejala. Skor 2 melibatkan jaringan lunak, yaitu
edema periorbital. Skor 3 adalah proptosis (>22 mm). Skor 4 adalah keterlibatan otot
ekstraokular (diplopia). Skor 5 adalah keterlibatan kornea. Sedangkan skor 6 kehilangan
penglihatan.3
29
30
Skoring oftalmopati Grave11
31
blocking Ab. TSAb merupakan biomarker sensitif dan prediktif untuk manifestasi
ekstratiroidal pada penyakit Grave, dan memprediksi hipertiroid fetus atau neonatus.4
Disarankan melakukan USG tiroid. USG tiroid memiliki kelebihan, yaitu tanpa
mengeksps pasien dengan radiasi, cepat dan akurat dalam membantu penegakan
diagnosis penyakit Grave. USG dapat membantu menentukan etiologi tirotoksikosis
dan mendeteksi nodul tiroid. USG menggunakan probe linear dengan frekuensi tinggi.
Penyakit Grave sering kali ditemukan sebagai pembesaran difus tiroid dengan
hipoekogenik pada USG. Penggunaan Doppler dapat melihat vaskularitas tiroid. Pada
penyakit Grave yang tidak ditangani, dapat terjadi “thyroid inferno”, ditandai
peningkatan aliran darah infratiroid secara difus.4
Biasanya, USG dan hasil positif TSH-R-Ab cukup, sehingga tidak diperlukan
skintigrafi tiroid. Akan tetapi, penggunaan skintigrafi tiroid mungkin berguna pada
pasien yang akan di terapi radioaktif iodin (RAI), khususnya jika mengalami goiter
multinodular.4
Algoritma diagnosis4
32
3.10. Diagnosis Banding Penyakit Grave
Diagnosis banding penyakit Grave adalah keadaan tirotoksikosis lainnya. Ciri penyakit
Grave adalah tirotoksikosis yang terkonfirmasi secara biokimia, goiter difus pada palpasi,
oftalmopati, dan riwayat autoimun pribadi maupun keluarga. Diagnosis dengan radionuklida
membedakan penyakit Grave dengan tiroiditis destruktif, tiroid ektopik, dan tirotoksikosis
factitious.3
Evaluasi tirotoksikosis3
Hipertiroid sekunder karena tumor pituitari yang mensekresikan TSH, juga terdapat
goiter difus. Ditunjang dengan adanya level TSH yang tidak menurun, dan temuan tumor
pituitari pada CT Scan atau MRI.3
Salah satu diagnosis banding penyakit Grave adalah penyakit Plummer (goiter
multinodular toksik). Penyakit Plummer ditandai goiter yang besar, nodul tiroid keras, dan
33
kelebihan produksi hormon tiroid (hipertiroid). Selain itu, pola skintigrafi dapat membedakan
Penyakit Grave dengan Penyakit Plummer. Pada penyakit Grave, ditandai peningkatan
pengambilan iodin berarti secara difus. Jika tirotoksikosis menunjukkan TRAb negatif
dengan pola skintigrafi berbeda. Berikut adalah pola skintigrafi diagnosis banding penyakit
Grave.12
34
Perbedaan Penyakit Grave, tiroiditis subakut, tiroditis tanpa nyeri12
35
Keuntungan inhibisi konversi T4 menjadi T3 oleh PTU hanya berefek pada
tirotoksikosis parah, ditambah lagi dengan masa paruh obat lebih pendek daripada MMI.
Dosis MMI biasanya 10-30 mg/hari, CBZ 15-40 mg/hari, sedangkan PTU 100 mg tiap 8 jam.
Tes fungsi tiroid tiap 3-4 minggu setelah memulai terapi, biasanya mencapai eutiroid dalam
3-4 minggu pengobatan. Dosis obat anti tiroid maintenan 2.5-10 mg MMI atau 50-100 mg
PTU. Dosis MMI 30 mg/hari dapat dikombinasikan dengan levotiroksin (L-T4) untuk
mencegah hipotrioid akibat obat. Durasi optimal terapi obat anti tiroid regimen titrasi adalah
12-18 bulan.4
36
Algoritma tata laksana Penyakit Grave4
37
Efek samping obat anti tiroid4
Golongan beta blocker sepeti propanolol 20-40 mg/6 jam, atau bisoprolol berguna
mengontrol gejala adrenergik seperti palpitasi dan tremor, terutama pada stadium awal,
sebelum obat anti tiroid berefek. Propanolol dosis tinggi (40 mg, 4x/hari) menghambat
konversi T4 menjadi T3. Beta blocker kardioselektif seperti bisoprolol mencegah fibrilasi
atrial sehingga dipilih terutama pada pasien asma. Antikoagulan dengan atau tanpa warfarin
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fibrilasi atrial. Jika digoksin digunakan, perlu
peningkatan dosis pada tirotoksikosis.4
38
3.11.3. Pembedahan
Tiroidektomi merupakan pilihan terakhir penanganan. Tiroidektomi merupakan terapi
efektif jika goiter besar, disertai hiperparatiroid, atau kecurigaan nodul malignan, maupun
pasien yang menghindari penggunaan obat anti tiroid maupun RAI. Keuntungan tiroidektomi
adalah tidak adanya resiko radiasi, mengontrol hipertiroid secara cepat, dan tidak adanya efek
oftalmopati Grave. Tetapi, tiroidektomi menghabiskan biaya, membutuhkan rawat inap,
resiko anestesi dan pembedahan, meninggalkan parut dan komplikasi.4
39
Terapi hipertiroid akibat Penyakit Grave dengan oftalmopati Grave4
40
Komplikasi atipikal Penyakit Grave adalah pansitopenia, cholestatic hepatic injury, dan
hipertensi pulmonal dengan gagal jantung kanan. Leukopenia dengan limfositosis tidak
jarang terjadi pada penyakit Grave (Kocher’s blood picture). Anemia penyakit Grave terdapat
pada 22% pasien dengan penyakit Grave. Pemeriksaan sumsum tulang dapat menunjukkan
hiperseluler, normoseluler, secara sangat jarang perubahan hipoplastik. Durasi pansitopenia
bervariasi, dari 2 minggu hingga beberapa bulan, menghilang saat eutiroid.13
Penyakit Grave dapat menyebabkan hepatitis dengan cedera hepar maupun kolestatis.
Pola kolestatis yang diamati memiliki peningkatan bilirubin (terutama bilirubin terkonjugasi),
ALP dan GGT. ANA dan AMA negatif, sehingga mengeksklusi penyakit autoimun hepar
(seperti sirosis bilier primer).13
Hipertensi pulmoner sebagai komplikasi Penyakit Grave. Kebanyakan kasus ringan dan
tidak bergejala. Terdapat krepitasi basal paru bilateral, menunjukkan disfungsi ventrikel kiri
ringan. Edema tungkai akibat gagal jantung kanan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk
menghilang. Kebanyakan hipertensi pulmoner menghilang ketika eutiroid.13
Efek samping umum (1-5%) obat anti tiroid adalah ruam kulit, urtikaria, atraligia,
poliartritis, demam, dan leukopenia ringan sementara. Efek samping jarang (0.2-1%) adalah
keluhan pencernaan, gangguan indera penciuman dan perasa, serta agranulosis. Sedangkan
efek samping sangat jarang (<0.1%) dari obat anti tiroid adalah anemia aplastik akibat
propiltiourasil (PTU) dan carbimazole (CBZ), trombositopenia akibat PTU dan CBZ,
vaskulitis akibat PTU, hepatitis akibat PTU, hipoglikemia akibat PTU, dan ikterus kolestatis
akibat CBZ dan methimazole (MMI).4
41
Skoring Burch-Wartofsky untuk Thyroid Storm14
42
Kriteria Diagnosis Thyroid Storm oleh Japan Thyroid Association14
43
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami mata melotot sejak 1 tahun SMRS. Pasien
mengalami penurunan berat badan walaupun tidak mengalami penurunan nafsu makan, sering
berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah matahari maupun beraktivitas berat sejak 1
bulan SMRS. Sesak nafas, cepat merasa lelah, jantung berdebar-debar, tangan sering gemetar,
sulit tidur, dan benjolan di leher, mata melotot juga dialami oleh pasien sejak 1 minggu
SMRS. Keluhan sesak nafas memberat sejak 4 hari SMRS, hilang timbul, memberat saat
beraktivitas, berkurang dengan beristirahat, disertai nyeri dada seperti ditimpa benda berat.
Selain itu, terdapat keluhan kedua kaki membengkak.
Berdasarkan anamnesis, terdapat keluhan penurunan berat badan walaupun tidak
mengalami penurunan nafsu makan, sering berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah
matahari maupun beraktivitas berat, sesak nafas yang memberat dengan nyeri dada, cepat
merasa lelah, jantung berdebar-debar, tangan sering gemetar, sulit tidur, benjolan di leher,
sehingga dipikirkan adanya tirotoksikosis pada pasien ini. Selain itu, secara spesifik pasien
ini memiliki keluhan mata melotot sehingga dipikirkan penyakit Grave, yaitu sebagai gejala
oftalmopati Grave. Adapun kaki membengkak pada pasien dapat disebabkan oleh myxedema
yang dapat terjadi pada penyakit Grave. Akan tetapi myxedema jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik, didapati pasien tampak sakit sedang, compos mentis, BMI 17,6
kg/m2 (underweight), tekanan darah meningkat (150/80 mmHg), laju nadi meningkat
(120x/menit reguler), suhu 36,5˚celcius, saturasi 95%, laju nafas 24x/menit. Pada
pemeriksaan mata didapatkan eksoptalmos (+/+) dan edema palpebra (+/+). Pada
pemeriksaan leher didapatkan pembesaran tiroid, konsistensi keras, difus tanpa nodul, yang
bergerak saat menelan. Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema non pitting
pretibial (+/+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan pasien kurus (underweight), hipertensi,
mengalami peningkatan laju nadi, takipnea. Dapat merupakan efek hormon tiroid berlebih
terhadap metabolism tubuh dan mekanisme simpatetik. Pemeriksaan mata menunjukkan
eksoptalmos dan edema palpebra, menunjukkan adanya oftalmopati Grave. Pemeriksaan
leher menunjukkan adanya pembesaran tiroid, konsistensi keras, difus tanpa nodul, yang
bergerak saat menelan. Menunjukkan adanya kecurigaan penyakit Grave. Selain itu,
44
pemeriksaan ekstremitas menunjukkan edema non pitting pretibial. Edema palpebra dan
edema non pitting pretibial menunjukkan adanya myxedema, ciri penyakit Grave, walaupun
jarang terjadi.
Hipertiroid kemungkinan dialami oleh pasien ini, dengan bukti skor Indeks Wayne
sebesar 27. Skor ≥20 menunjukkan hipertiroid, menunjukkan bahwa pasien ini mengalami
hipertiroid.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan penurunan serum TSH (0,17 mU/L),
kenaikan T3 (220 ng/dL), dan kenaikan fT4 (3,2 ng/dL). Sehingga dipikirkan pasien
mengalami tirotoksikosis primer. Pada pemeriksaan USG, didapatkan pembesaran difus
kelenjar tiroid, dan hipoekoik, tanpa nodul. USG Doppler menunjukkan thyroid inferno
akibat peningkatan vaskularisasi. Menunjukkan ciri penyakit Grave.
Pada pasien dengan penyakit Grave, diberikan obat anti tiroid. MMI lebih disarankan
daripada PTU, karena waktu paruh obat MMI lebih panjang daripada PTU. Waktu paruh obat
MMI 6-8 jam sedangkan PTU hanya 90 menit. Selain itu, durasi aksi MMI >24 jam,
sedangkan PTU hanya 8-12 jam. MMI biasanya diberikan 10-30 mg/hari, paling baik 30
mg/hari. Jika tidak ada MMI, dapat diberikan PTU 100 mg tiap 8 jam.
Selain itu, diberikan obat golongan beta blocker sepeti propanolol 20 mg/6 jam
(4x/hari), untuk mengontrol gejala adrenergik seperti palpitasi dan tremor, terutama pada
stadium awal, sebelum obat anti tiroid berefek. Pengobatan lain adalah diuretik, diberikan
Furosemid 40 mg 1x1 untuk mengatasi myxedema yang dialami oleh pasien. Diet untuk
pasien adalah diet rendah garam, untuk mengatasi hipertensi, dan diet rendah yodium untuk
mengatasi penyakit Grave.
Tirotoksikosis lain tidak dipikirkan karena pasien tidak hanya mengalami gejala dan
tanda tirotoksikosis, tetapi gejala dan tanda khusus penyakit Grave. Gejala dan tanda khusus
penyakit Grave menunjukkan oftamopati Grave dan myxedema. Selain itu dapat dibedakan
antara goiter pada penyakit Grave dan hipertiroid primer lainnya, yaitu goiter multinodular
toksik (Penyakit Plummer) dari pemeriksaan fisik, karena pemeriksaan fisik menunjukkan
pembesaran tiroid difus dengan konsistensi keras tanpa nodul. Dari hasil laboratorium, jelas
terlihat hipertiroid primer. Selain itu, hipertiroid sekunder memiliki peningkatan TSH, fT4,
dan T3. Berbeda dengan pasien ini yang mengalami penurunan TSH, peningkatan fT4 dan
T3.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. InfoDATIN. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI. 2015.
2. Ross DS, et al. 2016 American Thyroid Association Guidelines for Diagnosis and
Management of Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis. American
Thryoid Association. 2016;26;10
3. Kasper et al. Disorders of Thyroid Gland/Thyrotoxicosis. In: Jameson JL, et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill;2015. p2293-96
4. Kahaly G, et al. 2018 European Thyroid Association Guideline for the Management
of Graves’ Hyperthyroidism. European Thyroid Association. 2018;7. 167-168
5. Drake R, et al. Gray’s Anatomy for Students. Edisi-3. Philadelphia: Elsevier; 2015.
p.1017-20.
6. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck, Upper Limb. Edisi-
14. Munich: Elsevier; 2006. p.132-36
7. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi-5. Boston: Cengage;
2015. p.666-71.
8. NCBI Internet. Graves Disease. [updated 2020 Jan; cited 2020 Jun 17]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448195/
9. Weetman AP. Graves' disease. New England Journal of Medicine. 2000 Oct;343;17.
1236-1248.
10. Naraintran S, et al. Accuracy of Wayne’s criteria in diagnosing hyperthyroidism: a
prospective study in south Kerala, India. Int Surg J. 2018 Apr;5;4. 1267-1270
11. NCBI Internet. Grave’s Disease: Complications. [updated 2018 Feb; cited 2020 Jun
17]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK285551/
12. Yanai H. Differential Diagnosis of Thyrotoxicosis. J Endocrinol Metabo. 2019;9:5.
127-132.
13. Baagar KA, et al. Case Report Atypical Complications of Graves’ Disease: A Case
Report and Literature Review. Hindawi. 2017.
46
14. Satoh T. 2016 Guidelines for the management of thyroid storm from The Japan
Thyroid Association and Japan Endocrine Society. Endocrine Journal. 2016
Sep;63;12. 1025-1064.
15. NCBI Internet. Thyrotoxicosis. [updated 2020 Apr; cited 2020 Jun 17]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482216/
47