Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

GRAVE’S DISEASE

Disusun Oleh:
Aldo Valentino Thomas
01073190004

Pembimbing:
dr. Ignatius Bima, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT DALAM

SILOAM HOSPITALS – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE JUNI 2020 – JULI 2020

TANGERANG

1
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI.................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN………………………………………………...4
BAB II - ILUSTRASI KASUS.....................................................................5
2.1 IDENTITAS PASIEN.............................................................................5
2.2 ANAMNESIS..........................................................................................5
2.2.1. Keluhan Utama……………………………………………………...5
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang................................................................5
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu...................................................................6
2.2.4. Riwayat Operasi……………………………………………………..6
2.2.5. Riwayat Pengobatan…………………………………………………6
2.2.6. Riwayat Kebiasaan…………………………………………………..6
2.2.7. Riwayat Sosioekonomi dan Lingkungan Keluarga………………….6
2.2.8. Riwayat Diet…………………………………………………………7
2.2.9. Riwayat Penyakit Keluarga………………………………………….7
2.3. ANAMNESIS BERDASARKAN SISTEM …………………...……..7
2.4. FIFE…………………...…………………………………….………….8
2.5. PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................9
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………………………….11
2.7. RESUME……………………………………………………………...14
2.8. DAFTAR MASALAH………………………………………………..14
2.9. TATA LAKSANA AWAL…………………………………………...14
BAB III – TINJAUAN PUSTAKA............................................................16
3.1. Anatomi……………………………………………………………….16
3.2. Fisiologi………………………………………………………………..18
3.3. Definisi………………………………………………………………...20
3.4. Epidemiologi Hipertiroid…………………………………………….21
3.5. Etiologi dan Faktor Resiko Penyakit Grave………………………..21
3.6. Patofisiologi Penyakit Grave..............................................................22
3.7. Klasifikasi Tirotoksikosis……………………………………………24
3.8. Manifestasi Klinis Penyakit Grave………………………………….25

2
3.9. Diagnosis Penyakit Grave………………………………………,,….27
3.10. Diagnosis Banding Penyakit Grave…………………………..……33
3.11. Tata Laksana Penyakit Grave………………………………..……35
3.12. Komplikasi Penyakit Grave………………………………..………40
3.13. Prognosis Penyakit Grave………………………………………….43
BAB IV – ANALISA KASUS....................................................................44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................46

3
BAB I
PENDAHULUAN
Tirotoksikosis adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh tingginya hormon tiroid
pada jaringan. Sedangkan hipertiroid adalah bentuk tirotoksikosis, akibat tingginya sintesis
dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Prevalensi hipertiroid di dunia sebanyak 1,2 –
1,6%, dengan hipertiroid overt sebanyak 0,5 – 0,6%, dan hipertiroid subklinis sebanyak 0,7 –
1%. Menurut hasil Riskedas tahun 2007, 12,8% laki-laki dan 14,7% perempuan memiliki
kadar TSH rendah, menunjukkan kecurigaan hipertiroid. Menurut hasil Riskesdas tahun
2013, terdapat 0,4% penduduk Indonesia berusia ≥ 15 tahun yang mengakui terdiagnosis
hipertiroid melalui wawancara.1,2
Tirotoksikosis dapat dibagi menjadi hipertiroid primer, hipertiroid sekunder, dan
tirotoksikosis tanpa hipertiroid. Hipertiroid primer terdiri dari penyakit Grave, toxic
multinodular goiter (MNG), adenoma toksik, kelebihan iodin (misalnya akibat obat), dan
karsinoma folikular. Penyebab ekstratiroid adalah struma folikular.3
Tirotoksikosis tanpa hipertiroid terjadi karena destruksi tiroid dan penyebab
ekstratiroid. Penyebab destruksi tiroid adalah tiroiditis subakut, silent thyroiditis, obat-obatan
(amiodaron, radiasi). Penyebab ekstratiroid karena kelebihan ingesti hormon tiroid seperti
thyrotoxicosis factitia. Hipertiroid sekunder terjadi karena adenoma kelenjar pituitary yang
mensekresikan TSH, sindroma resisten hormon tiroid, tumor yang mensekresikan human
chorionic gonadotropin (hCG), dan tirotoksikosis gestasional.3

Penyakit Grave sendiri adalah jenis tirotoksikosis tersering, merupakan bagian dari
tirotoksikosis primer. Penyakit Grave merupakan kelainan autoimun, akibat autoantibodi
mengaktifkan thyroid-stimulating hormone receptor (TSH-R). Terdapat 20-30 kasus tiap
100,000 Penyakit Grave tiap tahunnya. Sebanyak 3% perempuan dan 0,5% laki-laki
mengalami penyakit Grave selama hidup. Insidensi Penyakit Grave paling banyak pada usia
30-60 tahun, dengan peningkatan insidensi pada Afrika-Amerika. Sekitar 30% pasien dengan
penyakit Grave memiliki keluarga yang juga memiliki penyakit Grave atau tiroiditis
Hashimoto. Resiko sebanyak 80% jika saudara kembar untuk mengalami penyakit Grave.4
Baik tirotoksikosis maupun penyakit Grave mempengaruhi banyak sistem tubuh.
Sehingga perlu diketahui penanganan yang tepat. Penanganan yang tepat mampu mencegah
komplikasi yang dapat terjadi, dan memperbaiki prognosis penyakit Grave.

4
BAB II

ILUSTRASI KASUS
2.1. Identitas Pasien

 Nama (inisial) : Ny. K

 Kelamin : Perempuan

 Tanggal Lahir : 5 Juli 1990

 Usia : 30 tahun

 Agama : Islam

 Nomor Rekam Medis : xx–xx–xx

 Alamat : Kelapa Dua

 Tanggal Masuk : 10 Juni 2020

 Tanggal Pemeriksaan : 10 Juni 2020

Informasi diperoleh secara autoanamnesis.

2.2. Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama:

Sesak nafas sejak 1 minggu SMRS

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Seorang perempuan, Ny. K datang ke Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci,


mengalami mata melotot sejak sekitar 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengalami mengalami penurunan berat badan dari 51 kg menjadi 48 kg sejak 1 bulan
terakhir. Akan tetapi, pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan ataupun porsi makan
yang lebih sedikit ataupun jarang. Pasien juga merasa sering berkeringat walaupun tidak
beraktivitas di bawah matahari maupun beraktivitas berat, yang dirasakan oleh pasien sejak
1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Ny. K, datang ke Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan cepat

5
merasa lelah, jantung terasa berdebar-debar, dan tangan sering gemetar dan sulit tidur sejak
1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan benjolan besar pada leher,
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Sesak nafas yang dirasakan oleh pasien memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak nafas yang dialami oleh pasien dirasakan hilang timbul, dirasakan memberat
saat beraktivitas, dan berkurang dengan beristirahat. Sesak nafas juga disertai oleh nyeri
dada seperti ditimpa benda berat, sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, kedua
kaki pasien juga mengalami bengkak sejak sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Pasien tidak memiliki keluhan mual, maupun muntah. Pasien juga tidak mengalami
demam, hanya merasa telapak tangan berkeringat, dan mudah berkeringat. Batuk tidak
dialami oleh pasien. Tidak ada keluhan dalam buang air besar, buang air besar lancar
berwarna kuning muda. Buang air kecil lancar berwarna kuning.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak memiliki keluhan serupa sebelumnya

Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi maupun kencing manis, penyakit
gondok, maupun penyakit jantung, riwayat penyakit TBC, PPOK, maupun asma.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2.2.4. Riwayat Operasi:


Pasien tidak memiliki riwayat operasi apapun.

2.2.5. Riwayat Pengobatan:

Pasien tidak mengonsumsi obat untuk meringankan gejala.

2.2.6. Riwayat Kebiasaan:

Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.

2.2.7. Riwayat sosioekenomi dan lingkungan keluarga:

Pasien merupakan ibu rumah tangga. Merupakan ibu dari 2 anak. Suami pasien
bekerja sebagai karyawan.

6
2.2.8. Riwayat Diet:

Menu makan pasien nasi, sayur, buah, lauk dan pauk seperti biasa. Pasien tidak
mengalami penurunan porsi makan, maupun penurunan frekuensi makan. Pasien
makan 3x sehari. Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan.

2.2.9. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat keluhan serupa di keluarga (-), riwayat alergi (-), riwayat keganasan (-),
riwayat asma (-), riwayat penyakit jantung (-), tekanan darah tinggi (-), kencing
manis (-).

2.3. Anamnesis berdasarkan sistem:


A. Keluhan keadaan umum:
Demam (-)
Nafsu makan (-), tidak menurun
Edema: Di kedua kaki pasien sejak 4 hari SMRS
Ikterus (-)
Haus (-)
Berat badan: menurun (+) 3 kg sejak 1 bulan terakhir.
B. Keluhan organ di kepala:
Mata: Eksopthalmos (+/+), edema palpebra (+/+)
Hidung (-)
Lidah (-)
Gangguan menelan (-)
Sakit kepala (-)
Telinga (-)
Mulut (-)
Gigi (-)
Suara (-)
C. Keluhan organ di leher:
Kaku kuduk (-)
Benjolan (+) difus
D. Keluhan organ di thorax:
Sesak nafas: (+) sejak 1 minggu SMRS, memberat sejak 4 hari SMRS

7
Sakit dada: (+) sejak 4 hari SMRS
Batuk: (-)
Jantung berdebar: (+) sejak 1 minggu SMRS
Nafas berbunyi (-)
E. Keluhan organ di perut:
Nyeri: (-)
Mual: (-)
Muntah: (-)
Obstipasi: (-)
Diare: (-)
Perubahan bentuk tinja: (-)
Perubahan dalam haid (-)
Tenesmiadanum (-)
Perubahan air seni: (-)
F. Keluhan dari tangan dan kaki:
Keluhan rasa kaku (-)
Artrosis (-)
Fraktur (-)
Nyeri tekan (-)
Luka atau bekas luka (-)
Edema pretibial (+/+)
Edema dorsum pedis (-/-)
Rasa lemah (-)
Jalan (-) tidak ada keluhan
Perasaan kesemutan (-)
Telapak tangan berkeringat (+) sejak 1 minggu SMRS
Tangan sering gemetar (+) sejak 1 minggu SMRS
G. Keluhan lain: Sering berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah matahari atau
beraktivitas berat (+) sejak 1 minggu SMRS, cepat lelah (+) sejak 1 minggu SMRS.

2.4. FIFE
Perasaan hati:
Ide sakit: Pasien mengira dirinya mengalami sakit jantung
Fungsi: Keluhan cukup mengganggu aktivitas pasien

8
Ekspektasi: Pasien ingin sembuh dari penyakitnya

2.5. Pemeriksaan fisik


Keadaan umum:
 kesan sakit: tampak sakit sedang
 kesadaran: GCS E4M6V5  compos mentis
 gizi:  BMI: 17,6 kg/m2
 tinggi badan: 165 cm
 berat badan: 48 kg
Keadaan sirkulasi
 Tekanan darah:150/80 mmHg
 Laju nadi : 120x/menit reguler, kuat angkat, simetris
 Suhu : 36,5˚celcius
 Saturasi : 95%
Keadaan pernafasan
 frekuensi: 24 x/menit
 corak pernafasan: regular
 bau nafas: -

Status Generalis

Tabel 1. Pemeriksaan Status Generalis


Sistem Deskripsi
Kulit Warna kulit sawo matang, lesi(-), perdarahan(-), jaundice(-)
Kepala Normosefali, rambut hitam tersebar merata
Wajah Normofascies, dismorfik(-), edema palpebra (+/+)
Mata Konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), gerak
bola mata ke segala arah normal, mata cekung(-/-), air mata(+/+),
eksoptalmos (+/+)
Hidung Konka inferior pucat (-/-), sekret(-/-), epistaksis (-/-)
pernapasan cuping hidung(-)
Mulut Mukosa bibir lembab, gusi hipertrofi, atrofi lidah (-)
Tenggorokan Tonsil T1/T1 hiperemis(-), detritus (-), ulser(-)
Leher Perbesaran KGB(-), JVP (5-2), kaku kuduk (-) , massa (-). Pembesaran
kelenjar tiroid difus, konsistensi keras, permukaan rata, bergerak saat

9
menelan.
Thorax:
(Paru)
- Inspeksi: pengembangan dada statis dan dinamis; simetris pada kedua lapang paru,
scar -, barrel chest -, massa -, hiperinflasi dada -
- Palpasi: chest expansion simetris kiri dan kanan, tactile fremitus kiri dan kanan
simetris
- Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi: VBS +/+, rhonchi di kedua lapang paru-/-, wheezing -/-
(Cor)
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat, scar -, massa -
- Palpasi: ictus cordis tidak teraba
- Perkusi: batas jantung (kanan= ICS 4 ; 2 jari dari parasternal kanan, kiri= ICS 4
midclavicula sinistra, pinggang jantung= ICS 2 parasternal kiri) dbn
- Auskultasi: S1/S2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen:
- Inspeksi: supel, datar -, scar -, caput medusae -, spider naevi -
- Palpasi: nyeri tekan -, massa -, hepatomegali -, splenomegali -
- Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen, shifting dullness -, nyeri ketok CVA -/-,
- Auskultasi: BU +, metallic sound -
Punggung Masa(-), lesi(-), deformitas(-)
Ekstremitas Akral hangat, CRT< 2detik, edema non pitting pretibial (+/+),
koilonychia (-), pulsasi arteri dorsalis pedis simetris, cyanosis -, luka -, kulit
kering -
KGB Tidak teraba membesar
Genitalia Tidak dilakukan

2.6. Pemeriksaan Penunjang


Tabel 1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Darah Lengkap (6 Mei 2020)
• Hb 12 g/dL (11,70-15,50)
• Hematokrit 40 % (35,0-47,0)

10
• RBC 4,1 x 10^6µL (3,80-5,20)
• WBC 6 x 10^3µL (3,80-11,00)
• Hitung Jenis
• Basophil 0% (0-1)
• Eosinophil 1% (1-3)
• Band Neutrophil 3% (2-6)
• Segment Neutrophil 63 % (50-70)
• Lymphocyte 27 % (25-40)
• Monocyte 7% (2-8)
• PLT 277x10^3µL (150,00-400,00)
• ESR 8 mm/h (0-20)
• MCV 84,0 fL (80,0-100,0)
• MCH 30,0 pg (26,0-34,0)
• MCHC 35,7 g/dL (32,0-36,0)
• SGOT 20 U/L 0-32
• SGPT 25 U/L 0-33
• Ureum 10,0 mg/dl <71
• Creatinine 0,7 mg/dl 0,50-1,10
• eGFR 110,0 ml/mnt/1,73 m2
• GDS 134 mg/dl <200
• Na 13 mmol/L 137-145
• K 4,0 mmol/L 3,6-5,0
• Cl 100 mmol/L 98-107
• Covid 19 IgG (-)
• Covid 19 IgM (-)
• Serum TSH 0,1 mU/L 0,4 – 4,5 mU/L
• Total T3: 220 ng/dL 80,0 -180,0 ng/dL
• fT4: 3,2 ng/dL 0,8 – 1,8 ng/dL
Kesan: Hipertiroid primer

EKG

11
CXR – PA
Foto thorax PA normal

USG Leher
USG leher didapatkan pembesaran difus kelenjar tiroid dan hipoekoik. Tidak tampak nodul.

12
USG Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi secara difus, dengan pola thyroid
inferno

2.7. Resume

13
Pasien, Ny. K mengalami mata melotot sejak 1 tahun SMRS. Pasien mengalami
penurunan berat badan 3 kg sejak 1 bulan terakhir, tetapi tidak mengalami penurunan nafsu
makan. Pasien sering berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah matahari maupun
beraktivitas berat sejak 1 bulan SMRS. Sesak nafas, cepat merasa lelah, jantung berdebar-
debar, tangan sering gemetar, sulit tidur, benjolan di leher sejak 1 minggu SMRS.

Sesak nafas memberat sejak 4 hari SMRS, hilang timbul, memberat saat beraktivitas,
berkurang dengan beristirahat, disertai nyeri dada seperti ditimpa benda berat. Kedua kaki
pasien juga bengkak.

Pada pemeriksaan fisik, didapati pasien tampak sakit sedang, compos mentis, BMI
17,6 kg/m2 (underweight), tekanan darah meningkat (150/80 mmHg), laju nadi meningkat
(120x/menit reguler), suhu 36,5˚celcius, saturasi 95%, laju nafas 24x/menit. Pada
pemeriksaan mata didapatkan eksoptalmos (+/+) dan edema palpebra (+/+). Pemeriksaan
leher didapatkan pembesaran tiroid difus, konsistensi keras, permukaan rata, bergerak saat
menelan. Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema non pitting pretibial (+/+),

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan penurunan serum TSH (0,17 mU/L),


kenaikan T3 (220 ng/dL), dan kenaikan fT4 (3,2 ng/dL). Pada pemeriksaan USG, didapatkan
pembesaran difus kelenjar tiroid dan hipoekoik. USG Doppler menunjukkan thyroid inferno.

2.8. Daftar masalah


1. Hipertiroid ec Grave disease dd/ tirotoksikosis sekunder

2.9. Tatalaksana awal yang diberikan (di IGD):

Non medikamentosa

 Diet rendah garam


 EKG 12 lead
 Cek laboratorium  CBC, GDS, Ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, elektrolit, serum
TSH, fT3, fT4
 USG leher
 Saran dilakukan X-ray thorax AP
 Rawat inap di ruang biasa, konsultasi Sp. PD

14
Medikamentosa

 Methimazole (MMI) 30 mg 1x1 tab

 Furosemid 40 mg 1x1

 Propanolol 20 mg 4x1 tab

15
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi
Kelenjar tiroid berada di berada di viseral leher bagian anterior, di bawah dan lateral
dari kartilago tiroid. Kelenjar tiroid berada di sisi dalam otot sternohyoid, otot sternotiroid,
dan otot omohyoid. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus lateral, dengan ismus yang
menghubungkan lobus lateral ke permukaan anterior kartilago trakeal kedua dan ketiga.
Kelenjar tiroid sendiri berasal dari perkembangan medial dari lantai faring, dekat dasar lidah.
Foramen sekum sebagi asal, sedangkan duktus tiroglosus menandakan migrasi.5

Anatomi kelenjar tiroid6

16
Vaskulatur, drainase, inervasi tiroid6

Terdapat 2 suplai arteri utama untuk kelenjar tiroid (A. tiroid superior dan A. tiroid
inferior). Arteri tiroid superior sebagai cabang pertama arteri karotis eksternal, menuju polus
superior lobus lateral kelenjar tiroid, bercabang menjadi cabang glandular anterior (melewati
batas superior kelenjar tiroid), dan cabang glandular posterior (melewati sisi posterior
kelenjar tiroid, anastomosis dengan A. tiroid inferior).5
Arteri tiroid inferior adalah cabang trunkus tiroservikal (cabang pertama A. subklavia),
menuju polus inferior lobus lateral kelenjar tiroid. Arteri tiroid inferior bercabang menjadi
cabang inferior (suplai bagian bawah kelenjar tiroid, anastomosis cabang posterior A. tiroid
superior) dan cabang asending (suplai kelenjar paratiroid) di kelenjar tiroid. Terkadang
terdapat arteri ima tiroid yang berasal dari trunkus brakiosefalik dan arkus aorta, naik dari
permukaan anterior trakea untuk mempendarahi tiroid.5
Vena tiroid superior mendrainase daerah yang disuplai arteri tiroid superior. Sedangkan
vena tiroid tengah dan inferior mendrainase daerah kelenjar tiroid lainnya. Drainase vena
tiroid superior dan tengah menuju vena jugularis interna. Vena tiroid inferior mendrainase

17
menuju vena brakiosefalik kanan dan kiri. Drainase limfatik kelenjar tiroid menuju nodus
paratrakea, dan nodus servikal profundus. Kelenjar tiroid dipersarafi oleh nervus laryngeal
rekuren, berasal dari cabang nervus vagus, naik ke atas antara trakea dan esophagus, ke
dalam ke permukaan posteromedial dari kelenjar tiroid, menuju laring.5
Kelenjar paratiroid berukuran kecil, berjumlah 2 pasang, berada di permukaan dalam
kelenjar tiroid lobus lateral. Kelenjar paratiroid dibagi menjadi kelenjar paratiroid superior
dan inferior.5

3.2. Fisiologi

Pada kelenjar tiroid terdapat 2 jenis sel, yaitu sel folikular dan sel C. Sel C
mensekresikan hormone peptid kalsitonin, yang berperan dalam metabolism kalsium. Sel
folikular berfungsi menghasilkan hormon tiroid, yaitu tetraiodotironin atau tiroksin (T4) dan
tri-iodotironin (T3). Hormon tiroid disimpan dalam koloid yang berada di lumen dalam sel
folikular. Koloid ini terdiri dari molekul glikoprotein besar bernama tiroglobulin (Tg).7

Hormon tiroid terdiri dari tirosin (asam amino) dan iodide (dari iodin, diubah menjadi
iodid sebelum diabsorpsi usus). Tiroglobulin diproduksi oleh kompleks retikulum
endoplasma-Golgi dari sel folikular tiroid. Melalui vesikel, tiroglobulin mengalami
eksositosis menuju koloid. Iodide (I-) dari darah masuk melalui iodide trap (protein karier
pada membran luar sel folikular). Di sel folikular, iodide dioksidasi menjadi bentuk aktif oleh
tiroperoksidase (TPO) di membran luminal. Melalui channel, iodide aktif lalu menuju koloid,
Di dalam koloid, terbentuk monoiodotirosin (MIT), dan di-iodotirosin (DIT). Kombinasi 1
MIT dan 1 DIT menghasilkan T3, kombinasi 2 DIT menghasilkan T4.7

18
Sintesis, penyimpanan, sekresi hormon tiroid7

Sekresi hormon tiroid dimulai dengan internalisasi kompleks tiroglobulin-hormon oleh


sel folikular. Dalam sel folikular, lisosom mengeluarkan enzim untuk memisahkan hormon
tiroid (T3, T4) dari MIT dan DIT. Deiodinase memisahkan I - dari MIT dan DIT, untuk
sintesis hormon. Hormon tiroid sangat lipofilik, sehingga diangkut oleh thyroxine-binding
globulin. Sebanyak < 0.1% T4 bebas, < 1% T3 bebas. Kebanyakan T4 menjadi T3 di hepar
atau ginjal.7

Hormon tiroid berfungsi meningkatkan tingkat metabolisme basal (BMR), untuk


meregulasi konsumsi O2 saat istirahat, dan memiliki efek kalorigenik. Selain itu, hormon
tiroid meningkatkan respon sel target terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin),
dengan cara menyebabkan proliferasi reseptor katekolamin pada sel target. Pada sistem
kardiovaskular, hormon tiroid meningkatkan HR dan SV, sehingga meningkatkan CO.
Hormon tiroid juga menstimulasi sekresi dan meningkatkan efek dari GH dan IGF-1, juga
berperan dalam perkembangan sistem saraf pusat.7

Pituitari anterior mensekresikan thyroid stimulating hormone (TSH), dimana TSH


menstimulasi sintesis dan sekresi hormon tiroid. TSH sendiri distimulasi oleh sekresi thyroid-

19
releasing hormone (TRH) oleh hipotalamus. Sedangkan sekresi hormon tiroid menurunkan
sekresi TSH dengan menghambat pituitari anterior dan hipotalamus. Aksis hipotalamus-
pituitari-tiroid memiliki ritme diurnal, dengan sekresi terbanyak di pagi, sekresi paling sedikit
di awal malam. Faktor yang meningkatkan sekresi TRH adalah eksposur dingin. Stres fisikal,
kelaparan, dan infeksi menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid.7

Aksis hipotalamus-pituitari-tiroid7

3.3. Definisi
Tirotoksikosis (thyrotoxicosis) merupakan terminologi yang berbeda dengan
hipertiroid. Tirotoksikosis adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh tingginya hormon
tiroid pada jaringan. Sedangkan hipertiroid adalah bentuk tirotoksikosis, akibat tingginya

20
sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.2
Penyakit Grave adalah jenis tirotoksikosis tersering, merupakan bagian dari
tirotoksikosis primer, merupakan kelainan autoimun, dimana autoantibodi mengaktifkan
thyroid-stimulating hormone receptor (TSH-R), menyebabkan hiperplasia dan gangguan
regulasi dari produksi dan sekresi hormone tiroid.4

3.4. Epidemiologi Hipertiroid


Penyebab tersering adalah penyakit Grave (GD) dan goiter nodular toksik. Penyakit
Grave merupakan penyebab utama hipertiroid pada daerah dengan konsumsi iodin yang
tinggi. Terdapat 20-30 kasus tiap 100,000 Penyakit Grave tiap tahunnya. Prevalensi
hipertiroid di dunia sebanyak 1.2 – 1.6%, dengan hipertiroid overt sebanyak 0.5 – 0.6%, dan
hipertiroid subklinis sebanyak 0.7 – 1%.2,4
Menurut hasil Riskedas tahun 2007, terdapat 12.8% laki-laki dan 14.7% perempuan
memiliki kadar TSH rendah, menunjukkan kecurigaan hipertiroid. Menurut hasil Riskesdas
tahun 2013, 0.4% penduduk Indonesia berusia ≥ 15 tahun yang mengakui terdiagnosis
hipertiroid melalui wawancara.1

3.5. Etiologi dan Faktor Resiko Penyakit Grave

Penyakit Grave lebih sering terjadi pada perempuan. Sebanyak 3% perempuan dan
0.5% laki-laki mengalami penyakit Grave selama hidup. Insidensi Penyakit Grave paling
banyak pada usia 30-60 tahun, dengan peningkatan insidensi pada Afrika-Amerika. Sekitar
30% pasien dengan penyakit Grave memiliki keluarga yang juga memiliki penyakit Grave
atau tiroiditis Hashimoto. Resiko sebanyak 80% jika saudara kembar untuk mengalami
penyakit Grave.4

Faktor-faktor lingkungan menjadi faktor predisposisi Penyakit Grave. Di antaranya


adalah merokok, konsumsi iodin secara tinggi, stres, kehamilan. Faktor protektif adalah
penggunaan pil kontraseptif dan laki-laki, menunjukkan hubungan antara hormon seks
dengan Penyakit Grave.4

Terdapat hubungan antara alel dari major histocompability complex (MHC) dengan
Penyakit Grave. Human leukocyte antigen (HLA) berhubungan dengan Penyakit Grave,
terutama HLA-DR3 dan HLA-DR4. Faktor lain adalah cytotoxic T lymphocyte antigen-4,
protein tyrosine phosphatase non receptor-22, basic leucine zipper transcription factor 2,

21
dan CD40.4

3.6. Patofisiologi Penyakit Grave


Penyakit Grave disebabkan oleh sintesis thyroid stimulating immunoglobulin (TSI),
juga dikenal sebagai thyroid stimulating antibody (TSAb) oleh limfosit B, umumnya dalam
sel tiroid, tetapi dapat juga di kelenjar getah bening dan sumsum tulang. Limfosit B ini
distimulasi oleh limfosit T, lalu disensitisasi oleh antigen kelenjar tiroid. Beberapa faktor
lingkungan seperti postpartum, kelebihan iodin, infeksi, stres emosional, merokok, dan IFN-α
menyebabkan respon imun, sehingga terjadi Penyakit Grave.8

Patofisiologi penyakit Grave7

TSI menstimulasi sekresi dan pertumbuhan tiroid, seperti TSH. Akan tetapi, TSI tidak
dapat mengalami efek inhibisi akibat negative feedback dari hormon tiroid. 7 TSI mengikat
reseptor TSH pada membran sel tiroid, menyebabkan stimulasi TSH. Akibatnya terjadi
sintesis dan pertumbuhan kelenjar tiroid, menyebabkan hipertiroid dan goiter.8 Pada penyakit
Grave, terdapat goiter hipersekresi akibat promosi pertumbuhan oleh TSI, dan peningkatan

22
sekresi hormon tiroid. Akibatnya peningkatan hormon tiroid (T3, T4), terjadi penghambatan
kelenjar pituitary, sehingga sekresi TSH rendah.7

Patofisiologi Penyakit Grave9

Oftalmopati Grave diakibatkan oleh peradangan, proliferasi sel, peningkatan


pertumbuhan otot ekstraokular dan jaringan ikat retro-orbital, maupun jaringan adiposa.
Sitokin dan TSI mengaktifkan fibroblast dan preadiposit, menyebabkan sintesis
glikosaminoglikan yang hidrofilik, dan pertumbuhan lemak retro-orbital. Glikosaminoglikan
menyebabkan pembengkakan otot dengan menarik air. Akibatnya terjadi proptosis, diplopia,
kongesti, dan edema peri-orbital. Fibrosis otot yang ireversibel dapat terjadi jika oftalmopati
tidak ditangani.8
Mekanisme terjadinya myxedema pretibial dan akropaki masih kurang jelas. Tetapi,
diyakini merupakan akibat stimulasi fibroblas oleh sitokin. Sedangkan gejala-gejala

23
hipertiroidisme seperti takikardia, berkeringat, tremor, lid lag, dan penampakan mata melotot
dipikirkan karena peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin.8

3.7. Klasifikasi Tirotoksikosis


Tirotoksikosis dapat dibagi menjadi hipertiroid primer, hipertiroid sekunder, dan
tirotoksikosis tanpa hipertiroid. Hipertiroid primer terdiri dari penyakit Grave, toxic
multinodular goiter (MNG), adenoma toksik, kelebihan iodin (misalnya akibat obat), dan
karsinoma folikular. Penyebab ekstratiroid adalah struma folikular.3
Sedangkan tirotoksikosis tanpa hipertiroid terjadi karena destruksi tiroid dan penyebab
ekstratiroid. Penyebab destruksi tiroid adalah tiroiditis subakut, silent thyroiditis, obat-obatan
(amiodaron, radiasi). Penyebab ekstratiroid karena kelebihan ingesti hormon tiroid seperti
thyrotoxicosis factitia.3
Hipertiroid sekunder terjadi karena adenoma kelenjar pituitary yang mensekresikan
TSH, sindroma resisten hormon tiroid, tumor yang mensekresikan human chorionic
gonadotropin (hCG), dan tirotoksikosis gestasional.3

Klasifikasi dan penyebab tirotoksikosis3

24
3.8. Manifestasi Klinis Penyakit Grave
3.8.1. Gejala Penyakit Grave
Pada dasarnya, gejala penyakit Grave mirip dengan tirotoksikosis pada umumnya.
Pada orang yang lebih tua, tirotoksikosis mungkin tidak terlihat jelas, hanya merasa
lelah dan penurunan berat badan (tirotoksikosis). Tirotoksikosis dapat menyebabkan
penurunan berat badan walaupun terjadi peningkatan nafsu makan. Gejala lain meliputi
hiperaktif, cemas, cepat marah, dan cepat lelah. Selain itu, sering ditemukan insomnia
dan gangguan konsentrasi, tremor halus. Jarang terjadi chorea.3
Gejala kardiovaskular tersering adalah palpitasi, dapat menyebabkan angina dan
gagal jantung pada usia tua atau memiliki penyakit jantung sebelumnya. Pasien dapat
mengeluhkan berkeringat dan intoleransi terhadap panas. Terkadang ada alopekia difus.
Keluhan pencernaan dapat berupa diare dan feses berlemak ringan. Sering terjadi
oligomenore dan amenore pada wanita, laki-laki dapat mengalami gangguan fungsi,
jarang mengalami ginekomastia. Tirotoksikosis jangka panjang beresiko fraktur.3

Pembesaran tiroid difus biasa terjadi pada penyakit Grave. Overaktivitas


simpatetik dapat menyebabkan retraksi palpebra, menyebabkan penampilan mata
melotot, dapat terjadi trauma kornea. Penyakit Grave berhubungan dengan oftalmopati
Grave, kebanyakan terjadi bilateral, dengan gejala ketidaknyamanan pada mata, mata
berair dan terasa seperti ada pasir. Sering terjadi edema periorbital. Manifestasi paling
serius adalah defek lapang pandang perifer bahkan kebutaan akibat kompresi nervus
optikus. Penyakit Grave juga terdapat gejala dermatopati, Selain itu, walaupun jarang
pada penyakit Grave, dapat terjadi dermatopati tiroid.3

Dermatopati tiroid hampir selalu ada pada oftalmopati moderat atau parah,
dengan manifestasi paling sering myxedema pretibial, dapat terjadi perubahan kulit,
dan pembengkakan jari-jari tangan.3

25
Tanda dan gejala tirotoksikosis\3

3.8.2. Tanda Penyakit Grave


Tirotoksikosis pada orang lanjut usia dapat terjadi tirotoksikosis apatetik.
Tirotoksikosis ditandai penurunan berat badan walaupun peningkatan nafsu makan,
tetapi terkadang terjadi penambahan berat badan (akibat peningkatan konsumsi
makanan). Sering ditemukan tremor halus. Tanda neurologis umum berupa hiper-
refleks, atrofi otot, dan miopati proksimal tanpa fasikulasi, jarang terjadi chorea.3
Terkadang tirotoksikosis terdapat paralisis periodik hipokalemia, umunya terjadi
pada laki-laki Asia. Manifestasi kardiovaskular tersering adalah sinus takikardi,
berhubungan dengan palpitasi, terkadang supraventrikular takikardi. Akibat curah
jantung (CO) yang tinggi, dapat terjadi bounding pulse, tekanan nadi yang melebar, dan
murmur sistolik yang paling terdengar di katup aortik, dapat menyebabkan
progresivitas angina atau gagal jantung pada usia lanjut atau penyakit jantung
sebelumnya. Fibrilasi atrial lebih banyak pada pasien >50 tahun.3
Kulit biasanya hangat dan lembab, tapi dapat berkeringat, dengan adanya eritema
palmar, onikolisis. Terkadang terjadi pruritus, urtikaria, dan hiperpigmentasi difus.
Tekstur rambut biasanya baik, tetapi terkadang ada alopekia difus. Pencernaan dapat
mengalami penurunan waktu transit, sehingga meningkatkan frekuensi defekasi, sering
disertai diare, terkadang disertai steatorrhea minimal. Hiperkalsiuria atau hiperkalsemia
ringan dapat terjadi akibat efek hormone tiroid terhadap resorpsi tulang, sehingga
meningkatkan resiko fraktur.3
Pada penyakit Grave, tiroid membesar secara difus 2-3 kali ukuran normal,
konsistensi keras, tidak nodular. Terkadang thrill atau bruit terdengar di margo
inferolateral tiroid. Terjadi retraksi palpebra, dan eksoptalmos. Oftalmopati Grave

26
umumnya bilateral, terjadi 1 tahun sebelum atau sesudah diagnosis tirotoksikosis, dapat
menetap hingga beberapa tahun (oftalmopati eutiroid). Dapat terjadi pembesaran otot
ekstraokular. Lebih jarang, terjadi proptosis, dapat diukur dengan eksoptalmometer.
Selain itu, terjadi kerusakan kornea, edema periorbital, injeksi sklera, dan kemosis.
Bahkan oftalmopati dapat menyebabkan kehilangan lapang pandang, hingga kebutaan.3

Tanda-tanda penyakit Grave3

Selain itu, walaupun jarang pada penyakit Grave, dapat terjadi dermatopati tiroid.
Dermatopati tiroid hampir selalu ada pada oftalmopati moderat atau parah. Manifestasi
paling sering adalah myxedema pretibial. Selain itu, dapat terjadi perubahan kulit
terutama setelah trauma, lesi tipikal berupa indurasi plak tanpa peradangan, dengan
warna merah muda gelap atau ungu, dan kulit jingga. Dapat terjadi akropaki tiroid
(pseudoclubbing).3

3.9. Diagnosis Penyakit Grave


Diagnosis hipertiroid dari tanda dan gejala dapat menggunakan indeks Wayne.
Sensitivitas indeks Wayne dalam mendiagnosis hipertiroid sebanyak 86.9%, dengan
spesifisitas 96%. Skor lebih dari atau sama dengan 20 menunjukkan adanya hipertiroid.10

27
Indeks Wayne10

Pada anamnesis penyakit Grave mirip dengan gejala tirotoksikosis pada


umumnya. Didapatkan gejala hiperaktif, cemas, mudah marah, tidak tahan panas dan
berkeringat, palpitasi, lelah, penurunan berat badan tanpa penurunan berat badan. Akan
tetapi, beberapa mengalami peningkatan berat badan karena peningkatan konsumsi
makanan. Terdapat diare, polyuria, oligomenore, dan kehilangan libido. Akan tetapi,
penyakit Grave memiliki gejala oftalmopati dan dermopati.3
Gejala oftalmopati meliputi gejala awal (ketidaknyamanan pada mata, mata
berair, terasa seperti ada pasir), mata melotot, edema periorbital, trauma kornea,
penglihatan ganda, terkadang defek lapang pandang perifer. Dermatopati tiroid hampir

28
selalu ada pada oftalmopati moderat atau parah, dengan manifestasi paling sering adalah
myxedema pretibial, tetapi dapat terjadi perubahan kulit dan pembengkakan jari-jari
tangan. Pada penyakit Grave, tiroid membesar secara.3
Pemeriksaan fisik penyakit Grave menemukan penurunan berat badan tidak
terjelaskan, tremor halus, tanda neurologis umum (hiper-refleks, atrofi otot, dan miopati
proksimal tanpa fasikulasi). Terkadang paralisis periodik terkait hipokalemia. Manifestasi
kardiovaskular tersering adalah sinus takikardi, terkadang supraventrikular takikardi.
Dapat terjadi bounding pulse, tekanan nadi melebar, murmur sistolik di katup aortik.
Fibrilasi atrial lebih banyak pada usia >50 tahun. Kulit biasanya hangat dan lembab, tapi
dapat berkeringat, eritema palmar, onikolisis. Terkadang pruritus, urtikaria,
hiperpigmentasi difus. Tekstur rambut baik, terkadang alopekia difus.3
Terkadang diare, atau steatorrhea minimal. Hiperkalsiuria atau hiperkalsemia
ringan dapat terjadi, resiko fraktur. Dapat terjadi goiter, tiroid membesar difus 2-3 kali
ukuran normal, konsistensi keras, tidak nodular. Terkadang thrill atau bruit terdengar di
margo inferolateral tiroid. Oftalmopati Grave umumnya bilateral ditandai retraksi
palpebra, eksoptalmos. Lebih jarang, terjadi proptosis, dapat diukur dengan
eksoptalmometer. Selain itu, terjadi kerusakan kornea, edema periorbital, injeksi sklera,
dan kemosis. Bahkan terjadi kehilangan lapang pandang, hingga kebutaan.3
Dermatopati tiroid walaupun jarang, hampir selalu ada pada oftalmopati moderat
atau parah. Ditandai oleh adanya myxedema pretibial. Selain itu, terjadi perubahan kulit
setelah trauma, lesi tipikal (plak tanpa peradangan, warna merah muda gelap atau ungu,
dan kulit jingga). Dapat terjadi akropaki tiroid (pseudoclubbing).3
Skoring oftalmopati Grave “NO SPECS” digunakan untuk mengevaluasi
oftalmopati, memiliki 6 skor. Skor 0 adalah tidak ada tanda dan gejala. Skor 1 hanya
tanda retraksi palpebra atau lid lag, tanpa gejala. Skor 2 melibatkan jaringan lunak, yaitu
edema periorbital. Skor 3 adalah proptosis (>22 mm). Skor 4 adalah keterlibatan otot
ekstraokular (diplopia). Skor 5 adalah keterlibatan kornea. Sedangkan skor 6 kehilangan
penglihatan.3

29
30
Skoring oftalmopati Grave11

Pada pemeriksaan biokimia pada pasien suspek hipertiroid dilakukan


pemeriksaan serum TSH dan fT4. Pengukuran level serum TSH ditemukan lebih
sensitif daripada pengukuran hormon tiroid, dalam mengukur kelebihan hormon tiroid.
Pada kondisi hipertiroid, terjadi peningkatan serum fT4 dan fT3, dan penurunan serum
TSH. Akan tetapi pada hipertiroid ringan, total T4 dan fT4 normal, serum fT3 mungkin
meningkat.4
Biomarker spesifik dalam penyakit hipertiroid Grave adalah TSH-receptor
antibody (TSH-R-Ab). Sensitivitas konsentrasi serum TSH-R-Ab adalah 97%, dengan
spesifisitas 98%. Kebanyakan immunoassay menggunakan competitive binding assay,
mengukur TSH-R binding inhibitory immunoglobulin (TBII). Beberapa bioassay
mampu membedakan antara TSHR-stimulating antibody (TSAb) dengan TSH-R-

31
blocking Ab. TSAb merupakan biomarker sensitif dan prediktif untuk manifestasi
ekstratiroidal pada penyakit Grave, dan memprediksi hipertiroid fetus atau neonatus.4
Disarankan melakukan USG tiroid. USG tiroid memiliki kelebihan, yaitu tanpa
mengeksps pasien dengan radiasi, cepat dan akurat dalam membantu penegakan
diagnosis penyakit Grave. USG dapat membantu menentukan etiologi tirotoksikosis
dan mendeteksi nodul tiroid. USG menggunakan probe linear dengan frekuensi tinggi.
Penyakit Grave sering kali ditemukan sebagai pembesaran difus tiroid dengan
hipoekogenik pada USG. Penggunaan Doppler dapat melihat vaskularitas tiroid. Pada
penyakit Grave yang tidak ditangani, dapat terjadi “thyroid inferno”, ditandai
peningkatan aliran darah infratiroid secara difus.4
Biasanya, USG dan hasil positif TSH-R-Ab cukup, sehingga tidak diperlukan
skintigrafi tiroid. Akan tetapi, penggunaan skintigrafi tiroid mungkin berguna pada
pasien yang akan di terapi radioaktif iodin (RAI), khususnya jika mengalami goiter
multinodular.4

Algoritma diagnosis4

32
3.10. Diagnosis Banding Penyakit Grave
Diagnosis banding penyakit Grave adalah keadaan tirotoksikosis lainnya. Ciri penyakit
Grave adalah tirotoksikosis yang terkonfirmasi secara biokimia, goiter difus pada palpasi,
oftalmopati, dan riwayat autoimun pribadi maupun keluarga. Diagnosis dengan radionuklida
membedakan penyakit Grave dengan tiroiditis destruktif, tiroid ektopik, dan tirotoksikosis
factitious.3

Evaluasi tirotoksikosis3

Hipertiroid sekunder karena tumor pituitari yang mensekresikan TSH, juga terdapat
goiter difus. Ditunjang dengan adanya level TSH yang tidak menurun, dan temuan tumor
pituitari pada CT Scan atau MRI.3
Salah satu diagnosis banding penyakit Grave adalah penyakit Plummer (goiter
multinodular toksik). Penyakit Plummer ditandai goiter yang besar, nodul tiroid keras, dan

33
kelebihan produksi hormon tiroid (hipertiroid). Selain itu, pola skintigrafi dapat membedakan
Penyakit Grave dengan Penyakit Plummer. Pada penyakit Grave, ditandai peningkatan
pengambilan iodin berarti secara difus. Jika tirotoksikosis menunjukkan TRAb negatif
dengan pola skintigrafi berbeda. Berikut adalah pola skintigrafi diagnosis banding penyakit
Grave.12

Pola skintigrafi penyakit Grave, Plummer, tiroiditis.12

Manifestasi klinis tirotoksikosis dapat menyerupai kelainan lain, misalnya serangan


panik, mania, feokromositoma, dan kehilangan berat badan akibat keganasan. Tirotoksikosis
dengan mudah dapat dieksklusi jika level TSH, fT4, dan T3 normal. 3 Tiroiditis tanpa nyeri
dan tiroiditis subakut merupakan diagnosis banding tirotoksikosis. Berikut adalah perbedaan
penyakit Grave dengan tiroiditis tanpa nyeri dan tiroiditis subakut.12

34
Perbedaan Penyakit Grave, tiroiditis subakut, tiroditis tanpa nyeri12

3.11. Tata Laksana Penyakit Grave


3.11.1. Terapi Medika Mentosa

Pengobatan Penyakit Grave dengan menurunkan sintesis hormon tiroid menggunakan


obat anti tiroid, atau menurunkan jumlah jaringan tiroid dengan terapi radioaktif iodin (RAI).
Obat anti tiroid utama adalah tionamid, seperti propiltiourasil (PTU), karbimazol (CBZ), dan
metimazol (MMI). Obat anti tiroid adalah terapi lini pertama untuk Penyakit Grave, terutama
pada usia lebih muda, dan terapi jangka pendek sebelum RAI dan tiroidektomi. Mekanisme
aksi obat antitiroid sebagai berikut, bahkan PTU dalam dosis tinggi menghambat konversi T4
menjadi T3.4

Mekanisme aksi obat anti tiroid4

35
Keuntungan inhibisi konversi T4 menjadi T3 oleh PTU hanya berefek pada
tirotoksikosis parah, ditambah lagi dengan masa paruh obat lebih pendek daripada MMI.
Dosis MMI biasanya 10-30 mg/hari, CBZ 15-40 mg/hari, sedangkan PTU 100 mg tiap 8 jam.
Tes fungsi tiroid tiap 3-4 minggu setelah memulai terapi, biasanya mencapai eutiroid dalam
3-4 minggu pengobatan. Dosis obat anti tiroid maintenan 2.5-10 mg MMI atau 50-100 mg
PTU. Dosis MMI 30 mg/hari dapat dikombinasikan dengan levotiroksin (L-T4) untuk
mencegah hipotrioid akibat obat. Durasi optimal terapi obat anti tiroid regimen titrasi adalah
12-18 bulan.4

Perbandingan farmakologi dan farmakokinetik obat anti tiroid4

36
Algoritma tata laksana Penyakit Grave4

Dilakukan pengecekan level TSH-R-Ab sebelum penghentian terapi. Level TSH-R-Ab


yang tinggi secara persisten selama 12-18 bulan dapat dilanjutkan terapi MMI lalu
mengulang pengukuran TSH-R-Ab setelah 12 bulan kemudian. Opsi lainnya adalah RAI dan
tiroidektomi. Efek samping obat antitiroid tersering adalah ruam, urtikaria, dan atralgia. Efek
samping obat anti tiroid adalah sebagai berikut.4

37
Efek samping obat anti tiroid4

Golongan beta blocker sepeti propanolol 20-40 mg/6 jam, atau bisoprolol berguna
mengontrol gejala adrenergik seperti palpitasi dan tremor, terutama pada stadium awal,
sebelum obat anti tiroid berefek. Propanolol dosis tinggi (40 mg, 4x/hari) menghambat
konversi T4 menjadi T3. Beta blocker kardioselektif seperti bisoprolol mencegah fibrilasi
atrial sehingga dipilih terutama pada pasien asma. Antikoagulan dengan atau tanpa warfarin
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fibrilasi atrial. Jika digoksin digunakan, perlu
peningkatan dosis pada tirotoksikosis.4

3.11.2. Terapi Radioaktif Iodin (RAI)


Terapi RAI menyebabkan kerusakan genetika, mutase, atau kematian sel. Kerusakan
DNA akibat radiasi, melalui pemutusan ikatan molekular secara langsung, maupun
pembentukan radikal bebas. Akibatnya, terjadi penurunan fungsi dan ukuran tiroid. Indikasi
RAI adalah pasien dengan efek samping atau rekurensi setelah pemberian obat anti tiroid,
aritmia, dan paralisis periodik. Kontraindikasi RAI adalah kehamilan dan masa menyusui.
Konsepsi harus ditunda sampai minimal 6 bulan setelah terapi. Prinsip penting RAI adalah
ALARA (as low as reasonably achievable).4
Fungsi tiroid normal setelah 3-12 bulan setelah terapi RAI pada 50-90% pasien. Dosis
berulang mungkin dibutuhkan. Insidensi hipotiroid berhubungan dengan RAI. Ukuran tiroid
normal dalam 1 tahun dilakukan RAI. Efek samping RAI adalah nyeri dan bengkak tiroid,
serta sialodenitis.4

38
3.11.3. Pembedahan
Tiroidektomi merupakan pilihan terakhir penanganan. Tiroidektomi merupakan terapi
efektif jika goiter besar, disertai hiperparatiroid, atau kecurigaan nodul malignan, maupun
pasien yang menghindari penggunaan obat anti tiroid maupun RAI. Keuntungan tiroidektomi
adalah tidak adanya resiko radiasi, mengontrol hipertiroid secara cepat, dan tidak adanya efek
oftalmopati Grave. Tetapi, tiroidektomi menghabiskan biaya, membutuhkan rawat inap,
resiko anestesi dan pembedahan, meninggalkan parut dan komplikasi.4

Keuntungan dan kerugian tiroidektomi4

Dilakukan terapi L-T4 jangka panjang untuk mempertahankan eutiroid. Resiko


komplikasi meliputi hipoparatiroid, paralisis nervus laring, infeksi luka, dan perdarahan.
Tiroidektomi total adalah pilihan utama, memiliki resiko komplikasi sama dengan
tiroidektomi subtotal bilateral, resiko rekurensi hipertiroid lebih rendah. Untuk meminimalisir
eksaserbasi tirotoksikosis, terapi obat anti tiroid sebelum pembedahan. Saturated solution of
potassium iodide (SSKI) berguna pada periode preoperatif (10 hari) untuk menurunkan
vaskularitas tiroid, mencegah kehilangan darah intraoperatif. Defisiensi vitamin D perlu
dikoreksi sebelum pembedahan, untuk mengurangi resiko hipokalsemia paska operasi.4

3.11.4. Tata Laksana Oftalmopati Grave


Menurut guideline ETA dan konsensus Italia, direkomendasikan pencapaian dan
mempertahankan eutiroid pada pasien oftalmopati Grave. Obat anti tiroid mungkin berguna
secara tidak langsung bagi oftalmopati Grave akibat pengembalian eutiroid. Pada pasien
dengan resiko progresi oftalmopati Grave akibat RAI, disarankan pemberian profilaksis
steroid dosis rendah.4

39
Terapi hipertiroid akibat Penyakit Grave dengan oftalmopati Grave4

3.12. Komplikasi Penyakit Grave


Komplikasi tipikal Penyakit Grave adalah thyroid storm, orbitopati Grave, dermopati
tiroid serta akropaki, dan gagal jantung. Orbitopati Grave adalah manifestasi ekstratiroid
utama, sering kali ringan dan hilang sendiri. Faktor resiko orbitopati Grave adalah hipertiroid,
tingginya level antibodi reseptor TSH, rokok, terapi radio iodin untuk hipertiroid, dan stres
oksidatif. 11
Dermopati tiroid (myxedema pretibial atau myxedema lokal) merupakan manifestasi
ekstraokular penyakit Grave yang jarang, lebih sering disertai dengan orbitopati Grave.
Terdapat akumulasi fibroblas teraktivasi, dan peningkatan produksi glikosaminoglikan pada
dermis dan subkutan. Akropaki adalah manifestasi penyakit Grave yang sangat jarang,
berhubungan dengan oftalmopati Grave parah dan myxedema terlokalisasi.11
Tirotoksikosis meningkatkan kebutuhan jantung dengan mengganggu kerja inotropik
dan kronotropik. Terjadi peningkatan curah jantung karena peningkatan detak jantung dan
stroke volume. Akibatnya terjadi tanda dan gejala kardiovaskular (palpitasi, nyeri dada, sesak,
batuk, orthopnea, pergeseran apeks jantung, murmur, mengi). Resiko prolaps katup mitral,
aritmia, dan takikardia. Gagal jantung merupakan komplikasi sering pada pasien
tirotoksikosis.11
Thyroid storm merupakan komplikasi tirotoksikosis, merupakan sindrom akut akibat
eksaserbasi tirotoksikosis. Thyroid storm diakibatkan penanganan tirotoksikosis yang tidak
tepat. Thyroid storm jarang terjadi karena diagnosis dan tata laksana tirotoksikosis lebih
awal, dan penatalaksanaan medis preoperatif dan postoperatif yang baik. Tetapi thyroid storm
karena infeksi masih terjadi.11

40
Komplikasi atipikal Penyakit Grave adalah pansitopenia, cholestatic hepatic injury, dan
hipertensi pulmonal dengan gagal jantung kanan. Leukopenia dengan limfositosis tidak
jarang terjadi pada penyakit Grave (Kocher’s blood picture). Anemia penyakit Grave terdapat
pada 22% pasien dengan penyakit Grave. Pemeriksaan sumsum tulang dapat menunjukkan
hiperseluler, normoseluler, secara sangat jarang perubahan hipoplastik. Durasi pansitopenia
bervariasi, dari 2 minggu hingga beberapa bulan, menghilang saat eutiroid.13
Penyakit Grave dapat menyebabkan hepatitis dengan cedera hepar maupun kolestatis.
Pola kolestatis yang diamati memiliki peningkatan bilirubin (terutama bilirubin terkonjugasi),
ALP dan GGT. ANA dan AMA negatif, sehingga mengeksklusi penyakit autoimun hepar
(seperti sirosis bilier primer).13
Hipertensi pulmoner sebagai komplikasi Penyakit Grave. Kebanyakan kasus ringan dan
tidak bergejala. Terdapat krepitasi basal paru bilateral, menunjukkan disfungsi ventrikel kiri
ringan. Edema tungkai akibat gagal jantung kanan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk
menghilang. Kebanyakan hipertensi pulmoner menghilang ketika eutiroid.13
Efek samping umum (1-5%) obat anti tiroid adalah ruam kulit, urtikaria, atraligia,
poliartritis, demam, dan leukopenia ringan sementara. Efek samping jarang (0.2-1%) adalah
keluhan pencernaan, gangguan indera penciuman dan perasa, serta agranulosis. Sedangkan
efek samping sangat jarang (<0.1%) dari obat anti tiroid adalah anemia aplastik akibat
propiltiourasil (PTU) dan carbimazole (CBZ), trombositopenia akibat PTU dan CBZ,
vaskulitis akibat PTU, hepatitis akibat PTU, hipoglikemia akibat PTU, dan ikterus kolestatis
akibat CBZ dan methimazole (MMI).4

41
Skoring Burch-Wartofsky untuk Thyroid Storm14

42
Kriteria Diagnosis Thyroid Storm oleh Japan Thyroid Association14

3.13. Prognosis Penyakit Grave


Prognosis Penyakit Grave tergantung juga pada komplikasi dan penatalaksanaan
penyakit. Secara umum, tirotoksikosis memiliki prognosis yang baik jika mendapatkan tata
laksana yang tepat.15 Umumnya, komplikasi menghilang jika pasien sudah eutiroid. 4,11,13 Studi
oleh Sjölin et al. menunjukkan bahwa 1/3 pasien penyakit Grave dapat terus hidup tanpa
substitusi hormon tiroid, sekitar 1/4 pasien penyakit Grave mengalami tiroidektomi total.
Walaupun mendapatkan tiroidektomi subtotal, terapi levotiroksin dibutuhkan kebanyakan
pasien. Sebanyak 1/4 pasien tidak pulih secara maksimal selama 6-10 tahun setelah diagnosis,
sehingga membutuhkan pemantauan jangka panjang.10

43
BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami mata melotot sejak 1 tahun SMRS. Pasien
mengalami penurunan berat badan walaupun tidak mengalami penurunan nafsu makan, sering
berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah matahari maupun beraktivitas berat sejak 1
bulan SMRS. Sesak nafas, cepat merasa lelah, jantung berdebar-debar, tangan sering gemetar,
sulit tidur, dan benjolan di leher, mata melotot juga dialami oleh pasien sejak 1 minggu
SMRS. Keluhan sesak nafas memberat sejak 4 hari SMRS, hilang timbul, memberat saat
beraktivitas, berkurang dengan beristirahat, disertai nyeri dada seperti ditimpa benda berat.
Selain itu, terdapat keluhan kedua kaki membengkak.
Berdasarkan anamnesis, terdapat keluhan penurunan berat badan walaupun tidak
mengalami penurunan nafsu makan, sering berkeringat walaupun tidak beraktivitas di bawah
matahari maupun beraktivitas berat, sesak nafas yang memberat dengan nyeri dada, cepat
merasa lelah, jantung berdebar-debar, tangan sering gemetar, sulit tidur, benjolan di leher,
sehingga dipikirkan adanya tirotoksikosis pada pasien ini. Selain itu, secara spesifik pasien
ini memiliki keluhan mata melotot sehingga dipikirkan penyakit Grave, yaitu sebagai gejala
oftalmopati Grave. Adapun kaki membengkak pada pasien dapat disebabkan oleh myxedema
yang dapat terjadi pada penyakit Grave. Akan tetapi myxedema jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik, didapati pasien tampak sakit sedang, compos mentis, BMI 17,6
kg/m2 (underweight), tekanan darah meningkat (150/80 mmHg), laju nadi meningkat
(120x/menit reguler), suhu 36,5˚celcius, saturasi 95%, laju nafas 24x/menit. Pada
pemeriksaan mata didapatkan eksoptalmos (+/+) dan edema palpebra (+/+). Pada
pemeriksaan leher didapatkan pembesaran tiroid, konsistensi keras, difus tanpa nodul, yang
bergerak saat menelan. Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema non pitting
pretibial (+/+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan pasien kurus (underweight), hipertensi,
mengalami peningkatan laju nadi, takipnea. Dapat merupakan efek hormon tiroid berlebih
terhadap metabolism tubuh dan mekanisme simpatetik. Pemeriksaan mata menunjukkan
eksoptalmos dan edema palpebra, menunjukkan adanya oftalmopati Grave. Pemeriksaan
leher menunjukkan adanya pembesaran tiroid, konsistensi keras, difus tanpa nodul, yang
bergerak saat menelan. Menunjukkan adanya kecurigaan penyakit Grave. Selain itu,

44
pemeriksaan ekstremitas menunjukkan edema non pitting pretibial. Edema palpebra dan
edema non pitting pretibial menunjukkan adanya myxedema, ciri penyakit Grave, walaupun
jarang terjadi.
Hipertiroid kemungkinan dialami oleh pasien ini, dengan bukti skor Indeks Wayne
sebesar 27. Skor ≥20 menunjukkan hipertiroid, menunjukkan bahwa pasien ini mengalami
hipertiroid.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan penurunan serum TSH (0,17 mU/L),
kenaikan T3 (220 ng/dL), dan kenaikan fT4 (3,2 ng/dL). Sehingga dipikirkan pasien
mengalami tirotoksikosis primer. Pada pemeriksaan USG, didapatkan pembesaran difus
kelenjar tiroid, dan hipoekoik, tanpa nodul. USG Doppler menunjukkan thyroid inferno
akibat peningkatan vaskularisasi. Menunjukkan ciri penyakit Grave.
Pada pasien dengan penyakit Grave, diberikan obat anti tiroid. MMI lebih disarankan
daripada PTU, karena waktu paruh obat MMI lebih panjang daripada PTU. Waktu paruh obat
MMI 6-8 jam sedangkan PTU hanya 90 menit. Selain itu, durasi aksi MMI >24 jam,
sedangkan PTU hanya 8-12 jam. MMI biasanya diberikan 10-30 mg/hari, paling baik 30
mg/hari. Jika tidak ada MMI, dapat diberikan PTU 100 mg tiap 8 jam.
Selain itu, diberikan obat golongan beta blocker sepeti propanolol 20 mg/6 jam
(4x/hari), untuk mengontrol gejala adrenergik seperti palpitasi dan tremor, terutama pada
stadium awal, sebelum obat anti tiroid berefek. Pengobatan lain adalah diuretik, diberikan
Furosemid 40 mg 1x1 untuk mengatasi myxedema yang dialami oleh pasien. Diet untuk
pasien adalah diet rendah garam, untuk mengatasi hipertensi, dan diet rendah yodium untuk
mengatasi penyakit Grave.
Tirotoksikosis lain tidak dipikirkan karena pasien tidak hanya mengalami gejala dan
tanda tirotoksikosis, tetapi gejala dan tanda khusus penyakit Grave. Gejala dan tanda khusus
penyakit Grave menunjukkan oftamopati Grave dan myxedema. Selain itu dapat dibedakan
antara goiter pada penyakit Grave dan hipertiroid primer lainnya, yaitu goiter multinodular
toksik (Penyakit Plummer) dari pemeriksaan fisik, karena pemeriksaan fisik menunjukkan
pembesaran tiroid difus dengan konsistensi keras tanpa nodul. Dari hasil laboratorium, jelas
terlihat hipertiroid primer. Selain itu, hipertiroid sekunder memiliki peningkatan TSH, fT4,
dan T3. Berbeda dengan pasien ini yang mengalami penurunan TSH, peningkatan fT4 dan
T3.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. InfoDATIN. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI. 2015.
2. Ross DS, et al. 2016 American Thyroid Association Guidelines for Diagnosis and
Management of Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis. American
Thryoid Association. 2016;26;10
3. Kasper et al. Disorders of Thyroid Gland/Thyrotoxicosis. In: Jameson JL, et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill;2015. p2293-96
4. Kahaly G, et al. 2018 European Thyroid Association Guideline for the Management
of Graves’ Hyperthyroidism. European Thyroid Association. 2018;7. 167-168
5. Drake R, et al. Gray’s Anatomy for Students. Edisi-3. Philadelphia: Elsevier; 2015.
p.1017-20.
6. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck, Upper Limb. Edisi-
14. Munich: Elsevier; 2006. p.132-36
7. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi-5. Boston: Cengage;
2015. p.666-71.
8. NCBI Internet. Graves Disease. [updated 2020 Jan; cited 2020 Jun 17]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448195/
9. Weetman AP. Graves' disease. New England Journal of Medicine. 2000 Oct;343;17.
1236-1248.
10. Naraintran S, et al. Accuracy of Wayne’s criteria in diagnosing hyperthyroidism: a
prospective study in south Kerala, India. Int Surg J. 2018 Apr;5;4. 1267-1270
11. NCBI Internet. Grave’s Disease: Complications. [updated 2018 Feb; cited 2020 Jun
17]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK285551/
12. Yanai H. Differential Diagnosis of Thyrotoxicosis. J Endocrinol Metabo. 2019;9:5.
127-132.
13. Baagar KA, et al. Case Report Atypical Complications of Graves’ Disease: A Case
Report and Literature Review. Hindawi. 2017.

46
14. Satoh T. 2016 Guidelines for the management of thyroid storm from The Japan
Thyroid Association and Japan Endocrine Society. Endocrine Journal. 2016
Sep;63;12. 1025-1064.
15. NCBI Internet. Thyrotoxicosis. [updated 2020 Apr; cited 2020 Jun 17]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482216/

47

Anda mungkin juga menyukai