Anda di halaman 1dari 2

Aldo Valentino Thomas

00000012125

Masalah Mayoritas, Minoritas, dan Kebersamaan sebagai Negara Kesepakatan

Indonesia adalah sebuah negara kesatuan, dengan banyak sekali keberagaman di


dalamnya, di bawah nama NKRI. NKRI dengan berbagai suku, bahasa, agama dan
kepercayaan terbentuk karena kesepakatan antara berbagai golongan masyarakat. Akan
tetapi, kita tidak bisa menutup mata, bahwa faktanya berbagai ketegangan antara kaum
mayoritas dan minoritas hadir di Indonesia.

Hasil perombakan sila pertama pada Piagam Jakarta yang isinya mewajibkan umat
Islam melaksanakan rukun Islam menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” setelah diprotes
beberapa anggota PPKI dari daerah timur Indonesia beragama Kristen karena dianggap dapat
mengakibatkan diskriminasi, tidak serta merta menghilangkan ketegangan antara kaum
mayoritas dan minoritas. Justru, baru-baru ini muncul beberapa upaya untuk mengubah sila
pertama Pancasila menjadi sesuai dengan Piagam Jakarta.

Kata “Cina” di Indonesia umumnya dianggap kasar oleh orang-orang Tionghoa.


Memang awalnya, kata “Cina” dipakai oleh pemerintah RI pada tahun 1967 untuk menghina
pemerintah RRT (Republik Rakyat Tionghoa), karena marah pada RRT. Akan tetapi,
pemerintah Indonesia tidak menyadari bahwa perasaan orang-orang Indonesia keturunan
Tionghoa ikut tersakiti karena hal tersebut. Berbagai diskriminasi dilakukan apalagi karena
tindakan kriminal PKI, salah satunya dalam hal politik. Pendapat warga Indonesia keturunan
Tionghoa tidak dihargai, dan warga Tionghoa dipersulit dalam dunia politik bangsa.

Puncak ketegangan ini terbukti pada kerusuhan 1998, dimana orang-orang Indonesia
keturunan Tionghoa menjadi korban penjarahan, pembakaran rumah dan tempat usahanya,
pembunuhan, penganiayan, dan pemerkosaan, yang mengakibatkan trauma berkepanjangan.
Masalah ini sebetulnya muncul karena provokasi yang menekankan seakan-akan kekayaan di
Indonesia dikuasai oleh warga Indonesia keturunan Tionghoa, sehingga menyulut sentimen
anti-Tionghoa. Masyarakat Indonesia yang terprovokasi, menganggap bahwa keturunan
Tionghoa seperti penjajah yang merebut hak mereka untuk hidup dalam bangsa Indonesia.

Citra tersebut juga dipupuk oleh golongan keturunan Tionghoa yang berkolusi, dan
hidup mewah berlebihan. Akibatnya, beberapa golongan terprovokasi untuk melakukan
tindakan bodoh tersebut. Padahal, tidak semua warga Indonesia keturunan Tionghoa seperti
apa yang mereka pikirkan, tidak semua memiliki kekayaan dan posisi.

Negara Indonesia sebagai negara kesatuan, sepatutnya adil terhadap semua golongan.
Negara berperan aktif dalam menciptakan kesepakatan antara golongan mayoritas dan
minoritas. Demikian juga dengan masyarakat Indonesia, sepatutnya menghargai
keberagaman, dan hidup dengan toleransi terhadap sesama, dan menghargai pendapat.
Dengan demikian, masyarakat berperan aktif dalam mengatasi berbagai masalah yang
diakibatkan oleh ketegangan antara kaum mayoritas dan minoritas, dan menciptakan suatu
pandangan yang benar antara berbagai golongan. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam
mengawasi pelaksanaan pemerintahan, agar tercipta NKRI sejati.

Kita harus mengingat jasa para pahlawan baik dari kaum mayoritas maupun minoritas
yang berjuang demi kesatuan NKRI. Mereka telah mengalahkan ego mereka, dan
mementingkan musyawarah dan kesepakatan, agar negara kesatuan bisa tercipta. Demikian
juga kita, harus mempertimbangkan pendapat dari berbagai golongan dan bertoleransi
terhadap keberagaman.

Anda mungkin juga menyukai