Anda di halaman 1dari 4

Toleransi adalah Indonesia

Indonesia memiliki 16.056 pulau bernama serta pulau-pulau lainnya yang


belum memiliki nama, dengan suku bangsa yang berbeda tiap pulaunya. Ada lebih dari
300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, tepatnya 1.340 suku bangsa
menurut sensus BPS tahun 2010. Banyaknya suku bangsa inilah yang membuat
Indonesia memiliki kebudayaan dan bahasa yang beragam pula. Selain suku bangsa,
kebudayaan, dan bahasa yang beragam, Indonesia juga mengakui 6 agama yakni
Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu, serta aliran kepercayaan
yakni agama asli Nusantara yang telah diakui sesuai Putusan MK RI tertanggal 7
November 2017. Dari berbagai keragaman yang dimiliki Indonesia tersebut lahirlah
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (“Berbeda tetapi tetap satu jua”). Hal tersebut juga
yang menyebabkan masyarakat Indonesia disebut masyarakat multikultur.
Keberagaman inilah yang sebetulnya merupakan kunci sekaligus ancaman bagi
bangsa. Keberagaman merupakan kunci kedamaian dan persatuan apabila dalam setiap
hati masyarakat tertanam sikap toleran yang kuat. Namun apabila sikap toleran ini tidak
dipupuk dan hilang, hal tersebutlah yang dapat memicu kebencian dan perselisihan
yang merupakan ancaman bagi bangsa ini.
Hidup dalam keberagaman tentu bukanlah hal yang mudah. Banyak perbedaan
paham yang dianut. Namun semua benar dan baik adanya sesuai dengan ajaran masing-
masing. Oleh karena itu toleransi merupakan fondasi penting dalam kehidupan yang
penuh keberagaman. Toleransi berarti kita dapat menghargai, menerima fakta
menganai adanya pendirian, pendapat, ajaran, atau paham yang bertentangan dengan
paham kita sendiri. Tolerasi sendiri juga berarti kita tidak membandingkan, membeda-
bedakan sikap, mencela atau bahkan menjatuhkan ajaran atau paham yang
bertentangan dengan paham kita. Sikap toleran tersebutlah yang menyatukan bangsa
Indonesia atas segala perbedaan pendapat, suku, agama para pahalan kita terdahulu.
Seperti yang kita ketahui, dalam kehidupan berbangsa saat ini banyak sekali
terjadi perselisihan akibat hilangnya sikap toleran. Masyarakat dengan mudah
menganggap paham yang berbeda sebagai sesuatu yang salah dan bersikap seakan tidak
suka dan tidak menerima karena bertentangan dengan paham yang dianutnya. Selain
itu, masyarakat juga dengan mudah memberi label tidak baik pada seseorang yang
berasal dari suku tertentu karena anggapan mayoritas masyarakat atas suku tersebut.
Hal ini dapat mempengaruhi orang tersebut menjadi tidak percaya diri bahkan dapat
dikucilkan dari masyarakat karena label yang diberikan. Masyarakat juga kerap kali
mudah terpengaruh dan tidak menyaring kebenaran atas informasi dan berita yang
masuk. Hal ini juga dapat menimbulkan perpecahan. Akibat besarnya, masyarakat
dengan kekuatan yang lebih memiliki keinginan untuk menyamakan atau bahkan
menyingkirkan masyarakat dengan kekuatan yang kecil. Dengan kata lain, bangsa ini
seakan ingin dibuat sama. Hal ini tentunya tidak mencerminkan semboyan bangsa.
Kata ‘satu’ seakan hampir pudar dalam semboyan kita. Lantas, masih adakah toleransi
untuk mempertahankan persatuan dalam perbedaan bangsa?

Toleransi Dahulu

Bila kita melihat ke belakang, kita mendapatkan fakta bahwa pada masa
penjajahan masyarakat antar golongan – tua, muda, suku yang berbeda, agama yang
berbeda, bahkan dengan bahasa daerah yang berbeda sekalipun – bergabung untuk
melawan penjajah demi merebut pemerintahan negara yang bebas dan mandiri. Tidak
peduli dengan latar belakang apapun masyarakat yang berbeda-beda tetap bersatu tanpa
membeda-bedakan satu sama lain. Semua bersatu atas nama Bangsa Indonesia. Saat
Indonesia mencapai kemenangan, kemerdekaan bukanlah milik golongan tertentu,
melainkan milik Bangsa Indonesia. Toleransi lainnya pada masa kemerdekaan dapat
dilihat pada sidang perumusan Pancasila oleh BPUPKI. Saat itu rumusan sila 1 yang
didapat dari hasil sidang dan sudah terdapat dalam Piagam Jakarta merupakan
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Namun, Muh. Hatta menyarankan untuk mengubah sila tersebut dengan
mempertimbangkan kaum minoritas yang non-Islam. Akhirnya sampai saat ini sila
pertama adalah “Ketuhanan yang Maha Esa”. Bukan mengarah pada agama tertentu
namun lebih bersifat universal mencakup semua agama di Indonesia. Karena kembali
lagi, Bangsa Indonesia bukanlah milik suatu golongan tertentu melainkan milik seluruh
masyarakat Indonesia.
Namun jika kita beralih pada tahun 1998 tentu semua sudah tidak asing lagi
dengan kerusuhan rasial yang sangat marak. Bukan sikap intoleranlah yang merupakan
alasan awal terjadinya kerusuhan ini, melainkan masalah pemerintahan. Namun tetap
saja, hal ini merambat dan seakan penyebab utama juga dijadikan sebagai alasan untuk
memusnahkan yang saat itu merupakan kaum keturunan Cina. Semua yang dianggap
dan terlihat seperti keturunan Cina dibunuh, diperkosa, rumah serta tokonya dijarah,
kendaraan dibakar. Rasanya saat itu entah ke mana rasa kemanusiaan dan sikap toleran
para pelaku. Kerusuhan yang menyebabkan korban lebih dari 1.000 orang serta yang
menyebabkan bangsa ini hampir hancur. Tidak ada kedamaian, rasa nyaman hidup
dalam bangsa, apalagi persatuan. Hal seperti tersebut dapat terjadi karena sikap
intoleran serta tidak menghargainya masyarakat dengan perbedaan. Hanya perpecahan
yang akan terjadi bila kita memiliki sikap intoleran.

Toleransi Sekarang

Saat ini banyak sikap toleran yang secara tidak langsung atau tidak hanya dalam
pelajaran saja diajarkan pada pelajar. Melalui kegiatan yang diadakan sekolah-sekolah
tertentu misalnya. Dalam salah satu sekolah umum pelajaran agama yang diajarkan
tidak hanya agama tertentu saja, melainkan semua agama dengan guru agamanya
masing-masing. Selain itu, perayaan besar tiap agama dirayakan di sekolah dan diikuti
tidak hanya oleh siswa agama tertentu melainkan semua siswa. Hal ini mengajarkan
siswa untuk mengenal, mengetahui, serta ikut menghargai perayaan agama tertentu.
Begitu pula dengan suku, perayaan hari Kartini dengan menggunakan pakaian daerah
dari berbagai daerah murupakan salah satu wujud menghargai keberagaman
kebudayaan bangsa. Tidak terbatas pada hanya boleh menggunakan pakaian dari
daerah tertentu saja.
Namun sayangnya di sisi lain, banyak kasus intoleransi yang terjadi saat ini di
Indonesia. Kasus dengan latar belakang yang rata-rata tidak terlalu berpengaruh namun
seakan dibuat besar karena seakan ingin memusnahkan kaum tertentu saja. Kerusuhan
yang tidak henti-hentinya terjadi belakangan ini karena perbedaan. Kasus intoleran ini
yang bila lama-kelamaan dibiarkan terus berlanjut akan berdampak bagi keutuhan
bangsa Indonesia. Tidak bisakah kita saling menghargai, saling menerima? Sikap
intoleran seperti itulah yang harus dimusnahkan demi menjaga keutuhan dan persatuan
bangsa.
Oleh karena itu, sikap toleran sangat penting dan perlu untuk terus dijaga.
Toleransi sebenarnya adalah kunci dan fondasi keutuhan dan persatuan Bangsa
Indonesia atas keberagaman yang dimilikinya. Setiap masyarakat patutlah untuk
menghargai, memahami, serta menerima perbedaan yang ada. Karena keberagaman
adalah ciri khas Indonesia memang sepatutnya kita jaga dan kita lestarikan dengan
sikap toleran. Jangan biarkan bangsa kita terpecah karena pengaruh dari dalam
masyarakatnya sendiri. Jangan mau memecah bangsa sendiri. Kita satu karena kita
beragam, kita satu karena toleransi.

Anda mungkin juga menyukai