Anda di halaman 1dari 6

MENGHIASI KEBERAGAMAN DENGAN SIKAP

TOLERANSI DAN SOLIDARITAS


MENGHIDUPKAN TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
ANTAR UMAT BERAGAMA

Disusun oleh :
Dina Wulandari
Kelompok 13

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
AGUSTUS/2021
“Upaya mencintai Indonesia yang besar, membutuhkan cinta yang besar
pula.” Ucap Bung Hatta dengan tegasnya. Dari Sabang hingga Merauke, wilayah
yang membentang dengan jarak setara dari kota Istanbul di Turki sampai London di
Inggris menunjukkan betapa luasnya Indonesia sebagai suatu Negara. Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 13.466 pulau yang didalamnya
tersebar keragaman yang luar biasa, mulai dari suku, etnis, bahasa, hingga agama.
Secara keseluruhan terdapat 1.340 suku yang ada di Indonesia disertai dengan kurang
lebih 652 bahasa dan juga sejumlah agama yang dianut oleh rakyatnya. Dengan
jumlah penduduk yang sama banyaknya atau sekitar 270,20 juta jiwa, Indonesia yang
dipenuhi berbagai keragaman ini tetap satu dalam kesatuan. Hal tersebut membuat
bangsa luar memandang Indonesia sebagai salah satu keajaiban dunia karena didalam
keberagaman tersebut tetap dapat mempertahankan kesatuan sebagai suatu negara.
Tak sedikit negara yang memilih memisahkan diri karena keberagaman yang terdapat
didalamnya, sebagai contohnya ada Pakistan yang memilih memisahkan diri dari
India karena masalah agama pada tahun 1947 dan Bangladesh yang memisahkan diri
dari Pakistan karena masalah warna kulit pada tahun 1971. Kesatuan dalam
keberagaman di Indonesia tidak lepas dari Ideologi Pancasila yang mencangkup
seluruh keberagaman di dalamnya, serta motto Indonesia “Bhenika Tunggal Ika”
yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu juga. Selain ideologi pancasila dan motto
Bhenika Tunggal Ika, toleransi antar suku, etnik dan umat beragama mengambil
peran penting dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Tak jarang
kurangnya toleransi memicu adanya konflik antar suku bahkan agama yang
mencoreng kebhinekaan Indonesia. Tragedi sampit dimana kelompok warga Dayak
menyerang warga Madura dan saling berbalas hingga menimbulkan 315 korban jiwa
merupakan salah satu noda dalam kebhinekaan Indonesia. Hal-hal serupa tentu sering
terjadi di Indonesia mengingat keberagaman yang ada, namun dengan kesadaran dan
toleransi yang ditumbuhkan dalam setiap individu konflik-konflik tersebut tidak
berlangsung berkepanjangan hingga menimbulkan perpecahan. Menurut KBBI
toleransi berasal dari kata “toleran” yang artinya bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, memperbolehkan) pendirian ( pendapat, pandangan,
kebiasaan, kepercayaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri. Toleransi adalah sifat, dan sifat pastinya melekat pada setiap
masing-masing individu, dengan demikian toleransi itu bersifat satu arah. Satu arah
yang dimaksud disini berarti apabila kita bersifat toleran maka kita tidak perlu
menuntut orang lain untuk toleran pula terhadap kita, sebagai contohnya saat kita
sedang berpuasa kita tidak perlu menuntut orang lain yang berbeda-beda agama
dengan kita untuk tidak makan didepan kita ataupun menuntut untuk ikut berpuasa
dengan kita, karena hal tersebut hanya akan menimbulkan perpecahan antara umat
beragama Dengan bersikap toleran kita dapat membangun Indonesia yang satu
kesatuan ditengah-tengah keragaman yang luar biasa banyaknya. Sebagai contoh
konkrit dalam penerapan tingginya sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari dapat
dilihat dari kehidupan masyarakat di Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten
Lamongan Jawa Timur.
Desa Balun atau yang biasa dijuluki Desa Pancasila seiring dengan
terciptanya suasana harmoni dan toleransi agama antara warga desa. Di Desa Balun
terdapat tiga agama berbeda yang diyakini oleh warganya, yaitu Islam, Kristen, dan
Hindu. Dalam sejarahnya, nama Desa Pancasila ada setelah peristiwa G30S PKI
tepatnya pada tahun 1968. Berawal dari pembersihan orang-orang PKI dari Desa
Balun termasuk para pamong desa yang diduga terlibat, mengakibatkan kekosongan
posisi kepala desa di Desa Balun hingga kekosongan tersebut diisi oleh seorang
prajurit bernama Batin yang merupakan tokoh Agama Kristen di desa ini. Pada saat
masa jabatan Batin sebagian kepala Desa Balun, Agama Kristen mulai berkembang di
desa tersebut. Disaat yang bersamaan, Agama Hindu juga masuk kedalam Desa Balun
dibawa oleh Tahardono Sasmito tokoh penyebar Agama Hindu dari desa sebelah,
yaitu Desa Plosawayuh. Masuknya dua agama secara bersamaan tidak serta merta
menimbulkan gejolak sosial dimasyarakat. Hal tersebut dikarenakan kondisi Desa
Balun yang unik dan masyarakat yang memiliki rasa toleransi yang tinggi. Orang-
orang yang berpindah dari keyakinan merupakan hal yang lumrah di Desa Balun.
Perpindahan keyakinan ini tentunya tidak dikarenakan paksaan dari pihak tertentu,
melainkan murni karena ketertarikan masing-masing individu terhadap agama terkait.
Karena hal-hal tersebut, kehidupan di Desa Balun dapat berjalan dengan rukun,
selaras dan harmonis, sehingga Desa Balun dijuluki sebagai Desa Pancasila.
Kerhamonisan dan kerukunan yang terjalin di Desa Balun juga dapat dilihat dari
tempat ibadah masing-masing agama yang letaknya berdekatan, selain itu juga dapat
dilihat dari ikut sertanya setiap warna dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat
salah satu dari agama yang ada di dalam Desa Balun sedang melaksanakan perayaan
hari besar. Ketika umat muslim sedang melaksanakan ibadah hari raya makan para
remaja Hindu akan membantu pengamanan seperti menjaga motor atau mobil yang
terparkir di halaman masjid. Hal tersebut tentu juga terjadi sebaliknya, ketika agama
lain sedang melaksanakan perayaan hari besar maka umat Islam akan menjaga
keamananya.
Kehidupan antar umat beragama di Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten
Lamongan sudahlah pasti menjadi salah satu contoh bagaimana seharusnya umat
antar agama menjalani kehidupan sehari-harinya. Kerukunan, keharmonisan,
solidaritas dan toleransi antar umat bersama tentunya harus ditegakkan demi
terciptanya Indonesia yang satu kesatuan dalam keberagaman. Sikap toleransi harus
ditumbuhkan dalam diri setiap individu. Hidup ditengah keberagaman yang luar biasa
tentunya terdapat tantangan yang luar biasa pula, iso-iso sosial, konflik antar suku,
dan selisih antara minoritas dan mayoritas tak ayal menjadi sekian dari tantangan
dalam keberagaman yang ada di Indonesia. Tokoh-tokoh nasional Indonesia tentunya
sudah paham akan tantangan-tantangan ditengah keberagaman tersebut. Sukarno,
sang proklamator, ketika mengajukan rumusan dasar negara dalam sidang BPUPKI
pada Mei-Juni 1945, memahami bahwa keberagaman dan kekayaan yang dimilikinya
Indonesia harus memiliki suatu patokan untuk menjadi hidup dan saling mengisi. Tak
berbeda pula dengan tokoh-tokoh pencipta perdamaian dalam konflik-konflik yang
disebabkan kurangnya toleransi didalam keberagaman ini, mereka sadar bahwa setiap
nyawa yang hilang dan setiap siksaan yang diterima seseorang dalam suatu konflik
merupakan sebuah pertanyaan dalam kemanusiaan. Setiap perbedaan yang dijadikan
konflik adalah sesuatu gugatan terhadap kebangsaan. Setiap kelemahan yang
dijadikan bahan ejekan adalah perendahan terhadap kekuatan jiwa merdeka
Indonesia. Mencintai Indonesia adalah hal yang amat luas, besar, dan bersifat
antargenerasi. Mohammad Hatta, pendiri bangsa dan wakil presiden pertama di
Indonesia terkenal dengan ujarannya bahwa mencintai Indonesia yang luas,
membutuhkan cinta yang luas pula. Sebab itu sebagai pemuda dan penerus bangsa
Indonesia, kita harus senantiasa menumbuhkan rasa cinta tanah air ditengah
keberagaman dan kekayaan ini dengan secantik bersikap toleran terhadap semua
keberapa yang ada di Indonesia serta menumbuhkan rasa solidaritas tanpa
memandang suatu suku, etnis maupun agama. Dengan demikian, akan tercipta Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang satu padu dalam naungan Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai pedoman kehidupan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Rinanda, Hilda Meilisa. 2018. “Jokowi : 9 Kamu Aceh ke Jayapura, kalau di


Eropa Lewati 8 Negara”, https://indomaritim.id/toleransi-dalam-keragaman-bangsa-
indonesia/, diakses pada 24 Agustus 2021 pukul 21:00 WIB
Ibrahim, Makmur. 2018. “Dari Sabang Sampai Merauke”,
https://aceh.bkn.go.id/baca/dari-sabang-sampai-merauke, diakses pada 25 Agustus
2021 pukul 04:00 WIB
Pengelola Web Kemendikbud. 2018. “Badan Bahasa Petakan 652 Bahasa
Daerah di Indonesia”, https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/07/badan-
bahasa-petakan-652-bahasa-daerah-di-indonesia, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul
04:15 WIB
Badan Pusat Statistik. 2021. “Hasil Sensus Penduduk 2020”,
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk-
2020.html, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul 05:00 WIB
Taqi. 2018. “Toleransi dan Intoleransi”,
https://staff.blog.ui.ac.id/taqyudin/index.php/2018/06/21/toleransi-dan-
intoleransi/#:~:text=Menurut%20KBBI%2C%20T%20berasal%20dari,atau
%20bertentangan%20dengan%20pendirian%20sendiri., diakses pada 25 Agustus
2021 pukul 05:15 WIB
Tempo. 2016. “Mengapa Indonesia Bisa Bersatu? Mahfud Md. Berujar
Pancasila, https://nasional.tempo.co/read/776130/mengapa-indonesia-bisa-bersatu-
mahfud-md-berujar-pancasila, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul 05:30 WIB
Setiawan, Eka. 2019. “Toleransi itu Satu Arah”,
https://ruangobrol.id/2019/02/19/fenomena/toleransi-itu-satu-arah/, diakses pada 25
Agustus 2021 pukul 06:15 WIB
Widyananda, Rakha Fahreza. 2021. “Mengenang Peristiwa 18 Februari
Kerusuhan Sampit, Pertikaian Suku Dayak dan Madura”,
https://www.merdeka.com/jatim/peristiwa-18-februari-terjadinya-kerusuhan-sampit-
pertikaian-suku-dayak-dan-madura-kln.html, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul
07:05 WIB
Syahrian. 2019. “Desa Balun: Pancasila Bukan “Aku” tapi “Laku””,
https://www.kompasiana.com/syahriiaan/5e09bdfad541df373b6b5c12/desa-balun-
pancasila-bukan-aku-tapi-laku, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul 13:11 WIB.
Nailufar, Nibras Nada. 2020. “Rumusan Dasar Negara Menurut Soekarno”,
https://amp.kompas.com/skola/read/2020/02/19/140000669/rumusan-dasar-negara-
menurut-soekarno, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul 14:00 WIB
Chandra, Wanudya Yoga Ayu. 2012. “Dialog Peradaban Lintas Agama dan
Budaya” dalam Hidup Bertoleransi Antar Umat Beragama dengan Bekal
Kemampuan Entrepreneurship di Lamongan (hlm. 4-5), Universitas Airlangga.
Simarmata, Henry Thomas. 2017. Indonesia Zamrud Toleransi. Cilandak:
PSIK-Indonesia.
1

1
Dina Wulandari_Ilmu Perpustakaan_@ddinnaaaa

Anda mungkin juga menyukai