Anda di halaman 1dari 12

MEWUJUDKAN PERSATUAN INDONESIA

Nama Kelompok :

 ZULFA LIANI
 KHAIRUNNISA AULA SAFITRI
 XENA PROCYON MANIKOME
 NISRINA DEWI FATIMAH
 MUHAMMAD MAHDI MAULANA
 REISHA ATTHIA ALDINAR
 AKHMAD MARCELL ROLLAN
 MUHAMMAD AMIN
SMP NEGERI 1 KOTABARU

PEMBAGIAN TUGAS

 ZULFA : NOTULEN

 NISA : PEMBACA

 XENA : MODERATOR I

 NISRINA : MODERATOR II

 MARCELL : PEMBACA

 MAHDI : PENJAWAB

 REISHA : PENJAWAB

 AMIN : PENJAWAB
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepualauan. Menurut catatan di indonesia


terdapat 17.508 pulau. Sebanyak 11.808 pulau (67%) belum diketahui namanya,
sehingga yang dikenal namanya sekitar 5700 pulau (33%). Karena Indonesia
memiliki puluhan ribu pulau maka perbedaan-perbedaan sering kali kita jumpai.
Semua yang ada di dunia ini penuh dengan perbedaan mulai dari perbedaan antara
individu (yang paling sederhana), antar keluarga, antara kota dengan kota atau pun
kota denga desa, perbedaan antara daerah, bahkan yang lebih kompleks adalah
perbedaan antara pulau yang satu dengan yang lain. Dari daerah bahkan pulau
perbedaan yang paling sering terjadi dan yang paling sering menjadi bahan
pembicaraan adalah perbedaan agama, bahasa dan tingkah laku. Dan apabila di dalam
perbedaan-perbedaan tersebut terlalu dibesar-besarkan maka Negara ini diambang
batas kehancuran. Sering kali perdebatan dalam mengagung-agungkan kebudayaan
sendiri dan merendahkan kebudayaan orang lain.

Padahal jika kita melihat lebih jeli lagi kita akan menemukan suatu rahmat
keanugrahan dalam perbedaan, kita dapat bayangkan apabila kebudayaan suatu pulau
sama dengan pulau-pulau lain, bahkan setiap individu memiliki warna kulit yang
sama, rambut yang sama, bahasa yang sama, perilaku yang sama dan latar belakang
yang sama pula. Maka dalam kehidupan ini tidak akan ada warna yang berbeda
semua serba sama dan akhirnya menimbulkan kebosanan dalam kehidupan ini. Dan
apabila kita ubah pola pikir (mindset) kita terhadap perbedaan, kita dapat merasakan
warna-warni yang indah di kehidupan ini kita dapat belajar dari kebudayaan lain.
Dewasa ini bangsa kita yang sudah carut marut ini diperparah dengan adanya
konflik-konflik yang terus muncul dalam kehidupan masyarakat. Kemajemukan
masyarakat Indonesia baik dari segi etnis maupun agama menuntut perhatian lebih
dari pemerintah untuk bersikap adil dan bijaksana dalam membuat kebijakan agar tak
ada kecemburuan sosial yang dapat menimbulkan konflik di masyarakat. Di
Indonesia, dalam satu wilayah bisa saja terdiri dari lebih dari satu suku, yaitu suku
asli daerah tersebut san suku pendatang. Sering terjadi konflik-konflik antar suku
yang cukup panas dalam satu wilayah. Dimulai dari perselisihan kecil yang
melibatkan satu-dua orang yang kemudian menyebar dan menjadi konflik antar suku
ataupun antar agama. Konflik-konflik yang tak kunjung reda melahirkan kerusuhan-
kerusuhan di beberapa wilayah di Indonesia yang melibatkan suku-suku yang berbeda
di wilayah tersebut dan mengganggu stabilitas negara.

B. Rumusan Masalah

Perselisihan-perselisihan kecil yang terjadi di masyarakat bukan tidak


mungkin dapat menimbulkan konflik-konflik besar yang berkepanjangan. Hal ini
tentu saja tidak hanya merugikan kedua belah pihak yang terlibat konflik saja, pihak-
pihak lain yang tak ada sangkut pautnya pun bisa saja terkena imbasnya, termasuk
pemerintah pusat.Tak ada asap jika tak ada api. Mungkin peribahasa tersebut yang
pas menggambarkan konflik-konflik SARA yang terjadi di Indonesia saat ini. Tak
ada konflik jika tak ada faktor-faktor pemicu konflik itu sendiri. Solidaritas etnis dan
kedaerahan mungkin tumbuh subur di dada sebagian masyarakat Indonesia, namun
sepertinya meraka lupa, bahwa masih ada solidaritas nasional yang tentu saja harus
tetap dipertahankan kekokohannya demi eksistensi bangsa ini. Permasalahan
mendasar saat ini adalah : “Masih saktikah semboyan Bhineka Tunggal Ika di mata
rakyat Indonesia?”. Sebuah pertanyaan yang penting untuk dijawab, melihat saay ini
sentimen kedaerahan mulai marak kembali dan berkeliaran dikehidupan sosial
masyarakat Indonesia yang menimbulkan jurang pemisah antara masyarakat yang
berbeda suku di bumi pertiwi tercinta.
BAB II
ISI

A. Pendekatan-pendekatan
1. Pendekatan Historis
Indonesia yang kita kenal saat ini pada mulanya adalah sekumpulan wilayah
dari kerajaan-kerajaan yang berbasis pada kekuatan etnik dan otoritas kedaerahan.
Sebut ada Kesultanan Aceh, Malaka, Riau dan Jambi di Sumatera, Kesultanan
Banten, Cirebon, Demak dan Mataram di Jawa, Kesultanan Banjar di Kalimantan,
Kerajaan Bali di Sunda kecil hingga kesultanan Ternate dan Tidore di Indonesia
Timur, semua itu merupakan fakta historis atas legitimasi etnis di masa lampau.

Suku-suku yang ada di Indonesia hidup berdampingan sejak zaman nenek


moyang dahulu. Perbedaan fisik dan budaya tidak begitu saja membuat mereka
terpecah belah. Semboyan ”Bhineka Tunggal Ika” yang telah lama terpatri
menjadi senjata pemungkas dalam menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
Lebih dari dalam pengertian harfiah Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda tetapi
tetap satu. Artinya, walaupun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang
berbeda baik dari suku, agama dan bahasa tetapi adalah bangsa Insonesia.
Pengukuhan ini telah dideklarasikan semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan
nama “Sumpah Pemuda”.

2. Pendekatan Sosiologi
Kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang multi kultural sebenarnya
menjadi salah satu nilai plus bagi bangsa ini. Di Indonesia, dalam satu pulau bukan
hanya ada satu macam suku saja, banyak suku-suku pendatang yang berbaur
dengan suku asli dan membangun kehidupan bersama. Di Pulau Kalimantan
misalnya, suku aslinya adalah suku dayak, namun tak sedikit pula suku-suku lain
yang menetap dan bermatapencaharian seperti penduduk suku asli. Begitu juga di
pulau-pulau yang lain, masyarakat yang berbeda suku, ras, agama dan adat istiadat
berbaur untuk membangun peradaban tinggi bagi bangsa Indonesia. Perbedaan
budaya dan adat istiadat tentu saja ada, namun jika toleransi dan sikap saling
menghargai dijunjung tinggi oleh tiap-tiap suku, baik suku asli maupun pendatang,
tentu saja kehidupan bermasyarakat disana akan tetap damai dan kondusif.

3. Pendekatan Yuridis
Pancasila telah mencantumkan secara jelas dalam sila ketiga yaitu
“PERSATUAN INDONESIA” dan menjadi landasan hukum dalam masalah integrasi
bangsa. Perbedaan secara fisik dan budaya antar etnis bukanlah suatu alasan tepat
bagi suku-suku untuk saling membenci dan memusuhi. Hak hidup telah dijamin
dalam Undang-Undang No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian
setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai hak untuk hidup merdeka di setiap
wilayah tempat tinggalnya. Untuk itu diperlukan suatu kesadaran dari tiap suku
bangsa untuk menjunjung tinggi keberadaan hukum dan pemahaman terhadap norma
yang ada pada masyarakat setempat.

B. Pembahasan

Bhineka tunggal Ika adalah semboyan Negara Kesatuan republik Indonesia.


Bhineka Tunggal Ika ditulis diatas pita yang dicengkeram oleh burung garuda dan
pemakaiannya diresmikan sebagai Lambang Negara Indonesia pertama kali pada
sidang kabinet Republik Indonesia Serikat pada tanggal 11 Febuari 1950.

Bhineka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa kuna dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat tersebut
merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu : kakawin Sutasoma
(Purudasanta), pengertian Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan
bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan kepercayaan di kalangan
masyarakat majapahit. Bila diterjemahkan secara per kata, Bhineka Tunggal Ika
adalah :
1. Bhineka artinya beraneka ragam atau berbeda-beda menjadi pembentuk kata
“aneka”
2. Tunggal artinya satu
3. Ika artinya itu

Secara harfiah Bhineka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka satu Itu’ yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap
adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka
ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Bhineka Tunggal Ika atau pengertian sederhananya adalah meskipun berbeda-beda
tetapi tetap satu yang berasal dari buku atau kitap sutasoma karangan Mpu Tantular /
Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memilika makna walaupun di
Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa dan lain
sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan
dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama, bangsa
Indonesia pun mengaku Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa (sebagaimana
diproklamirkan melalui Sumpah Pemuda tahun 1928), satu tujuan dan tentunya satu
negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, sekarang Bhineka Tunggal Ika pun ikut luntur, banyak anak muda
yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat
yang pura-pura lupa sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia
Merdeka memudar seperti pelita kehabisan minyak.
Sumpah pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang dan bagi
sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap
28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang
hanya dipelajari di sekolah.

Kenyataan bahwa bangsa ini sebagai sebuah komunitas yang majemuk


merupakan sebuah ‘ketetapan’ yang telah terjadi. Fakta tersebut sudah seharusnya
tidak lagi dipermasalahkan sebagai penyebab utama timbulnya konflik sosial.

Di bumi pertiwi kita semakin banyak konflik-konflik yang terjadi di


masyarakat yang mengusang label solidaritas kedaerahan dan etnis tertentu yang
sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemerintah jeli dalam membaca situasi dan kondisi
sosial yang dialami rakyat Indonesia.

Kondisi osial ini, dapat diartikan sebagai ketidak adilan pembangunan dan
pemerataan kesejahteraan sosial yang timpang, serta lamahnya penegakan hukum.
Hal-hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpuasan suku-suku yang merasa dirugikan
oleh kinerja pemerintah. Akibatnya konflik antar suku pun tak bisa terelakan karena
ada beberapa suku yang merasa bahwa pemerintah telah bersikap ‘pilih kasih’ dalam
hal pembangunan dan penyejahteraan sosial serta dalam penegakan hukum. Rasa
tidak puas tersebut bahkan bisa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya
gerakan separatis di negara ini.

Bhineka Tunggal Ika, semboyan kita, sebenarnya merupakan pemikiran


rasional Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, multi budaya, multi agama, multi
ras dan multi bahasa. Kita harus menjaga semboyan kita sebaik mungkin, karena
yang kita inginkan adalah Bhineka Tunggal Ika yang bermartabat. Untuk menjags
martabat tersebut, maka berbagai hal yang mengancam Bhineka Tunggal Ika harus
ditolak, seperti sentimen kedaerahan dan separatisme.
Dalam pancasila, Bhineka Tunggal Ika dituangkan dalam sila ketiga, yakni
“Persatuan Indonesia” yang merupakan landasan hukum dalam hal integrasi bangsa
dan negara, serta sebagai motivasi perbuatan baik di kehidupan masyarakat. Pancasila
merupakan ‘nyawa’ bagi indonesia. Dalam Pancasila sebenarnya landasan dan tujuan
negara sekaligus tercantum secara implisit dan eksplisit. Sila ke-1 sampai sila ke-4
merupakan nyawa bangsa yang saling menjiwai satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan negara yang tercantum pada sila ke-5. Namun, saat ini semangat
Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan masyarakat semakin pupus. Sudah terlalu
banyak konflik SARA yang mengguncang bumi pertiwi beberapa dekade terakhir ini
(contoh : kerusuhan antara suku Dayak dan Madura di Sampit. Kerusuhan Poso,
Kerusuhan Ambon, Gerakan Aceh Merdeka, Organisasi Papua Merdeka). Mungkin
mereka sadar bahwa dulunya bangsa ini bisa menegakkan kepala berkat perjuangan
keras tokoh-tokoh yang berbeda suku, tas maupun agama.

Kemajemukan bangsa ini seumpama pedang bermata dua. Di satu sisi,


keanekaragaman cirak bisa menjadi nilai plus tersendiri bagi Indonesia di mata dunia.
Namun di sisi lain, terlalu banya perbedaan bisa saja menjadi pemicu kecemburuaan
sosial dan malah menjadibumerang bagi Indonesia.

Persatuan Indonesia tidak akan bisa terwujud jika kerjasama dan pengertian
antara pemerintah dan masyarakat tidak terjalin dengan baik. Pemerintah beserta
seluruh lapisan masyarakat seharusnya sadar bahwa persatuan Indonesia jauh lebih
penting daripada sentimen kedaerahan. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi
negara yang kokoh dan tak mudah dijajah fisik maupun pikiran oleh negara lain.

Konflik-konflik berlabel perbedaan suku, agama, ras dan adat istiadat yang
terjadi di Indonesia sebenarnya bukan hanya dipicu oleh perbedaan secara fisik dan
kultural saja. Kecemburuan sosial akibat sikap pemerintah yang kurang adil dan
bijaksana dalam pemerataan pembangunan ekonomi, lemahnya penegakan hukun
serta ketidakpuasan masyarakat akan kenerja pemerintah yang terkesan lebih
mementingkan urusan para pejabat merupakan faktor-faktor yang memiliki potensi
besar menyulut perseteruan yang ujung-ujungnya berbuntut pada konflik yang terus
memanas sepanjang tahun. Kolnflik-konflik tersebut mengikis semangat Bhineka
Tunggal Ika yang selama ini memperkokoh persatuan bangsa Indonesia.

Indonesia merupakan negara multi etnik, multi ras dan multi agama yang
memilika wilayah luas dengan rakyatnya yang beranekaragam. Walaupun di
Indonesia terdapat banya suku, agama, ras, kesenian, adat, bahas, dan lain sebagainya
namun tentu saja harus tetap menjadi satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
Jika tidak, tentu saja bangsa ini akan mudah diadu domba dan dijajah. Maka dari itu,
semangat Bhineka Tunggal Ika yang membara dalam jiwa seluruh masyarakat
Indonesia sngat diperlukan untuk membangaun rasa nasionalisme dan menetapkan
integrasi bangsa Indonesia dimana seluruh rakyat memiliki andil untuk mempererat
persatuan Indonesia dan saling membahu untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Kesimpulan
Semangat Bhineka Tunggal Ika sangat diperlukan untuk memperkokoh persatuan
Indonesia merupakan syarat terpenting untuk menjadikan Indonesia negara yang
kaya akan potensi dan tidak dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Jika
Bhineka Tunggal Ika benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari
oleh masyarakat Indonesia, keragaman masyarakat dan budayanya justru menjadi
nilai lebih dimata dunia sekaligus menjadi negara yang disegani karena integrasi
bangsanya. Seperti kata orang bijak : Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh,
sebuah pepatah yang mutlak kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA

Suparlan, Parsudi.2005. Suku bangsa dan hubungan antar-suku bangsa. Jakarta :


Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu

Kosasih, Ahmad D.2008. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Jakarta : Prenada


Media

Sudjanto, Bedjo.2007.Pemahaman Kembali Makna Bhineka Tunggal Ika. Jakarta


: Sagung Seto

Vadmara, Della Arfentia.2012.Essay study excursie Bhineka Tunggal Ika.


Surabaya : UNAIR

Anda mungkin juga menyukai