Anda di halaman 1dari 8

A.

KESULTANAN DARI WILAYAH SUMATERA

1. KESULTANAN PERLAK

Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar


wilayah Peureulak, Aceh Timur, Aceh sekarang disebut-sebut antara tahun 840 sampai
dengan tahun 1292 Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu
perlak, jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini
dikenal dengan nama Negeri Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak
berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal
yang antara lain berasal dari Arab dan Persia. Hal ini membuat berkembangnya masyarakat
Islam di daerah ini, terutama sebagai akibat perkawinan
campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat.

2. KESULTANAN SAMUDRA PASAI

Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai,


adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatra, kurang lebih di
sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Belum begitu banyak
bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah.
[1] Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan
dari Hikayat Raja-raja Pasai, dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan
koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya. Kerajaan ini didirikan oleh
Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan
ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu
Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada
tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan ihsan Portugal pada
tahun 1521.

 SULTAN MALIK AS SALEH


Malikussaleh merupakan sultan pertama
kerajaan Islam pertama di Nusantara,
yaitu Samudera Pasai. Ia memerintah mulai
tahun 1267. Nama aslinya adalah Meurah
Silu. Ia adalah keturunan dari Sukee Imeum
Peuet. Sukee Imeum Peuet adalah sebutan
untuk keturunan empat
maharaja/meurah bersaudara yang berasal
dari Mon Khmer (Champa) yang merupakan
pendiri pertama kerajaan-kerajaan di Aceh
pra-Islam, diantaranya Maharaja Syahir Po-
He-La yang mendirikan Kerajaan
Peureulak di Aceh Timur, Syahir Tanwi yang mendirikan Kerajaan
Jeumpa di Bireuen, Syahir Poli (Pau-Ling) yang mendirikan Kerajaan Sama Indra
di Pidie dan Syahir Nuwi yang mendirikan Kerajaan Indra Purba di Banda
Aceh dan Aceh Besar. Nama Malikussaleh kini diabadikan sebagai Bandar Udara
Malikus Saleh dan Universitas Malikussaleh (UNIMAL) di Lhokseumawe.

 SULTAN MUHAMMAD MALIK ZAHIR


Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326-
1345) merupakan keturunan dari Sultan
Malik as-Saleh. Setelah pemerintahan
Sultan Malik as-Saleh, selanjutnya
kepemimpinan kerajaan diperintah oleh
putranya yaitu Sultan Muhammad Malik
az-Zahir dari perkawinannya dengan putri
Raja Peurlak. Pada masa pemerintahan
Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin
emas sebagai mata uang telah
diperkenalkan di Pasai, seiring dengan
berkembangnya kerajaan Samudera Pasai,
menjadi salah satu kawasan perdagangan
sekaligus tempat pengembangan dakwah
agama Islam.
 SULTAN NAHARISYAH
Ratu Nahrisyah adalah sultanah pertama di Aceh
yang memimpin Kerajaan Samudra Pasai di atas
konsep kesetaraan gender. Beliau naik ke tampuk
pemerintahan menggantikan ayahnya Sultan
Zainal Abidin pada tahun 1408 dan hingga
meninggal pada tahun 1428. Berlanjut ke masa
kesultanan Aceh Darussalam, peran perempuan
juga tidak pernah hilang dalam jejak sejarah
Aceh.  Bahkan Aceh pernah dipimpin sultanah
selama hampir 50 tahun, termasuk 34 tahun pada
masa Pemerintahan Ratu Safiatuddin.

 ZAINAL ABIDIN MALIK ZAHIR

3. KESULTANAN MALAKA

Kesultanan Melaka adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri


di Melaka, Malaysia. Kerajaan ini didirikan oleh Parameswara, kemudian mencapai puncak
kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai jalur pelayaran Selat Melaka, sebelum
ditaklukan oleh Portugal tahun 1511. Kejatuhan Malaka ini menjadi pintu masuknya
kolonialisasi Eropa di kawasan Nusantara.
Kerajaan ini tidak meninggalkan bukti arkeologis yang cukup untuk dapat digunakan
sebagai bahan kajian sejarah, tetapi keberadaan kerajaan ini dapat diketahui melalui Sulalatus
Salatin dan kronik Tiongkok masa Dinasti Ming. Dari perbandingan dua sumber ini masih
menimbulkan kerumitan akan sejarah awal Malaka terutama hubungannya dengan
perkembangan agama Islam di Malaka serta rentang waktu dari pemerintahan masing-masing
raja Malaka. Pada awalnya Islam belum menjadi agama bagi masyarakat Malaka, tetapi
perkembangan berikutnya Islam telah menjadi bagian dari kerajaan ini yang ditunjukkan oleh
gelar sultan yang disandang oleh penguasa Malaka berikutnya.

4. KESULTANAN ACEH

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di


provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota
Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang
dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam
sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh mengembangkan pola dan sistem
pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki
sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu
pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

5. KESULTANAN ISLAM DI RIAU

 KERAJAAN KAMPAR
Kerajaan Kampar saat ini
berada di kabupaten
Pelalawan (Dahulu
Pelalawan menjadi bagian
dari Kampar). Provinsi
Riau. Kampar
ditaklukkan oleh Melaka
di bawah pimpinan Tun
Mutahir dan harus
menerima instruksi
langsung dari Melaka.
Kampar sangat strategis,
karena merupakan jalur
lalu lintas pengiriman emas dan lada dari Minangkabau. Dalam Sejarah Melayu
diberitakan bahwa kakak Sultan Mahmudsyah Melaka, yaitu Sultan Munawarsyah,
telah diangkat menjadi Raja Kampar pada tahun 1505 M. Dia kemudian mangkat dan
digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdullah. Kampar yang dimaksudkan
adalah Pelalawan yang kerajaannya berkedudukan di Pekan Tua. Pada mulanya yang
menjadi raja adalah Maharaja Jaya yang beragama Hindu. Menurut legenda rakyat,
negeri itu dulu didirikan oleh Maharaja Dinso (Fals, 1882).

 KERAJAAN SIAK
Kesultanan Siak Sri
Inderapura adalah
sebuah Kerajaan
Melayu Islam yang pernah berdiri
di Kabupaten Siak,
Provinsi Riau, Indonesia.
Kesultanan ini didirikan
di Buantan oleh Raja
Kecil dari Pagaruyung bergelar Su
ltan Abdul Jalil pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan
tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah
kerajaan bahari yang kuat[2] dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir
timur Sumatra dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa.
Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat,
sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatra dan Kalimantan.[3][4]
[5] Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan
penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya
bergabung dengan Republik Indonesia.

 KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA BARAT


Kerajaan
Pagaruyung adalah
kerajaan yang pernah
berdiri di Sumatra,
wilayahnya terdapat di
dalam provinsi Sumatra
Barat sekarang. Nama
kerajaan ini dirujuk dari
nama
pohon Nibung atau
Ruyung selain itu juga
dapat dirujuk dari
inskripsi cap
mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar dari Pagaruyung, yaitu pada tulisan
beraksara Jawi dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi sebagai berikut: Sulthān
Tunggal Alam Bagagar ibnu Sulthān Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan
dalam negeri Pagaruyung Dārul Qarār Johan Berdaulat Zhillullāh fīl 'Ālam.
[3] sayangnya pada cap mohor tersebut tidak tertulis angka tahun masa
pemerintahannya. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri, setelah
ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak Belanda yang
menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.
Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam Malayapura, sebuah kerajaan yang
pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, yang
mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. Termasuk
pula di dalam Malayapura adalah kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan atau
daerah taklukan Adityawarman lainnya.

B. KESULTANAN ISLAM DI JAWA


1. KESULTANAN DEMAK
Kesultanan
Demak atau Kerajaan
Demak adalah
kerajaan Islam pertama dan
terbesar di pantai
utara Jawa ("Pasisir").
Menurut tradisi Jawa,
Demak sebelumnya
merupakan kadipaten dari
kerajaan Majapahit,
kemudian muncul sebagai
kekuatan baru mewarisi
legitimasi dari kebesaran Majapahit. Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor
penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya, Walaupun
tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan
kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1560, kekuasaan Demak beralih
ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir/Hadiwijaya. Salah satu
peninggalan bersejarah Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi
didirikan oleh Wali Songo. Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada di tepi
laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah
menjadi bagian kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada periode ketika
beribu kota di sana dikenal sebagai Demak Bintara. Pada masa raja ke-4 (Sunan
Prawoto), keraton dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto") dan untuk periode ini
kerajaan disebut Demak Prawata. Sepeninggal Sunan Prawoto, Arya Penangsang
memerintah kesultanan yang sudah lemah ini dari Kadipaten Jipang (sekarang dekat
Cepu). Kotaraja Demak dipindahkan ke Jipang dan untuk priode ini dikenal dengan
sebutan Demak Jipang.Hadiwijaya dari Pajang mewarisi wilayah Demak yang tersisa
setelah ia, bersama-sama dengan Ki Gede Pamanahan dan Ki Penjawi, membunuh
Arya Penangsang. Demak kemudian menjadi vasal dari Pajang.
2. KERAJAAN PAJANG
Kesultanan
Pajang adalah satu
kesultanan yang
berpusat di Jawa
Tengah sebagai
kelanjutan Kesultanan
Demak.
Kompleks keratonnya
pada zaman ini tinggal
tersisa berupa batas-
batas fondasinya saja
yang berada di
perbatasan Kelurahan
Pajang - Kota
Surakarta dan
Desa Makamhaji,
Kartasura, Sukoharjo.
Nama negeri Pajang
telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun
1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat
itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang,
atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu
dari Wikramawardhana (raja Majapahit selanjutnya).
Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang.
Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah
dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini
dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan.

3. KESULTANAN MATARAM
Kesultanan Mataram (bahasa
Jawa: ꦤꦒꦫꦶꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦩꦠꦫꦩ꧀; Nag
a ri Kasultanan Mataram, kadang
disebut Mataram Islam atau Mataram Baru)
adalah suatu
negara Islam berbentuk kesultanan di pulau
Jawa yang pernah ada pada abad ke-17.
Kerajaan ini sudah didirikan sejak abad ke-
16 namun baru menjadi sebuah negara
berdaulat di abad ke-17 yang dipimpin
suatu dinasti keturunan Ki Ageng
Sela dan Ki Ageng Pamanahan atau disebut Wangsa Mataram. Awal mulanya berupa
wilayah Alas Mentaok yang diberikan oleh Sultan Hadiwijaya kepada Ki Ageng
Pamanahan atas jasanya, kemudian menjadi suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang.
Dengan Kuthagedhe sebagai pusat awal pemerintahan negara islam kesultanan Mataram. Raja
berdaulat pertama adalah Danang Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng
Pamanahan.
Kesultanan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan pulau Jawa (kecuali
wilayah Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon) dan sekitarnya, termasuk pulau Madura.
Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya firma
dagang itu, namun ironinya menerima bantuan VOC pada masa akhir menjelang
keruntuhannya.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian. Namun keberadaan kerajaan ini
memberikan bukti peninggalan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti
kampung Matraman di Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat,
penggunaan Carakan dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa
pembagian wilayah administrasi yang masih berlaku hingga sekarang.

4. KESULTANAN BANTEN
Kesultanan Banten adalah sebuah
kerajaan Islam yang pernah berdiri di Tatar
Pasundan, Provinsi Banten, Indonesia.
Berawal sekitar tahun 1526,
ketika kesultanan Cirebon dan kesultanan
Demak memperluas pengaruhnya ke
kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan
menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan
kemudian menjadikannya sebagai
pangkalan militer serta kawasan
perdagangan sebagai antisipasi
terealisasinya perjanjian antara kerajaan Sunda dan Portugis tahun 1522 m.Maulana
Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati[6] berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah
penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mengembangkan benteng pertahanan yang
dinamakan Surosowan (dibangun 1600 M) menjadi kawasan kota pesisir yang kemudian hari
menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri. Selama
hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar
biasa, yang di waktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan
pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan
sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah
melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan
Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol
kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintahannya, para
Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

Anda mungkin juga menyukai