Anda di halaman 1dari 13

KERAJAAN MALAKA

A. Sejarah Kerajaan Malaka

Pendiri Malaka adalah Pangeran Parameswara antara tahun 1380-1403 M.


Parameswara merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut
agama Hindu. Ketika di Sriwijaya terjadi perebutan kekuasaan pada abad ke-14
M, Parameswara melarikan diri ke Pulau Singapura. Dari Singapura, ia
menyingkir lagi ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat
diserang Majapahit. Di Malaka ia membangun pemukiman baru yang dibantu oleh
orang-orang Palembang. Bahkan Parameswara bekerja sama dengan kaum
bajak laut (perompak). Ia memaksa kapal-kapal dagang yang melewati Selat
Malaka untuk singgah di pelabuhan Malaka guna mendapatkan surat jalan.
Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut
yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga.
Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat
kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu mereka berhasil mempengaruhi
masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut rombongan
pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai. Selain
menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang
juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka
kenal sebelumnya seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan.
Dalam perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai
dengan daratan Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka
dari Sumatera saat itu adalah beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera
dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan dan perladangan tidak
dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan disebabkan teknik
bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka
lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang
mereka miliki.
Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut.
Menurut Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun
1565, Parameswara melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam.
Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak
terkira banyaknya.
Kemudian ia pindah ke Burok dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi
gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga kemudian
sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir pantai. Orang-
orang Sekitar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta
Parameswara menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam
perburuan tersebut, ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor
pelanduk. la sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia
sedang berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan tersebut kemudian ia
namakan Malaka.
Sumber sejarah yang menyebutkan adanya Kerajaan Malaka, sebagai
berikut:
 Sulalatus Salatin
Mengatakan bahwa kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Melayu di Singpura, kemudian serangan Jawa dan Siam menyebabkan pusat
pemerintahan berpindah ke Malaka.
 Kronik Dinasti Ming
Mencatat Parameswara sebagai pendiri Malaka mengunjungi Kisar
Tongle di Nanjing pada tahun 1405 dan meminta pengakuan atas wilayah
kedaulatannya. Sebagai balasan upeti yang diberikan, Kaisar Cina menyetujui
untuk memberikan perlindungan pada Malaka, kemudian tercatat ada sampai
29 kali utusan Malaka mengunjungi Kaisar Cina.
Pengaruh yang besar dari relasi ini adalah Malaka dapat terhindar dari
kemungkinan adanya serangan Siam dari utara, terutama setelah Kaisar Cina
mengabarkan penguasa Ayutthaya akan hubungannya dengan Malaka.
Keberhasilan dalam hubungan diplomasi dengan Tiongkok memberi manfaat
akan kestabilan pemerintahan baru di Malaka, kemudian Malaka berkembang
menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dan juga menjadi salah satu
pangkalan armada Ming.
 Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho (1409)
Mengambarkan Islam telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka
 Pararaton
Disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu Bhra Hyang Parameswara
sebagai suami dari Ratu Majapahit, Ratu Suhita.

B. Letak Geografis dan Raja-raja Kerajaan Malaka

Letak geografis Kerajaan Malaka berada di dekat Selat Malaka, yang


merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
Kerajaan Malaka merupakan sebuah kerajaan Islam yang menguasai
wilayah Semenanjung Malaka dan Riau. Raja-raja yang memerintah Kerajaan
Malaka adalah sebagai berikut.
1. Iskandar Syah
Iskandar Syah merupakan raja pertama Kerajaan Malaka. Berdasarkan
sumber sejarah yang ada, Iskandar Syah awalnya adalah seorang pangeran
dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri setelah Majapahit kalah dalam
perang Paregreg. Nama asli Iskandar Syah adalah Paramisora. Ia melarikan
diri bersama pengikutnya ke Semenanjung Malaya dan membangun kerajaan
baru yang kemudian diberi nama Malaka.
Kerajaan Malaka merupakan kerajaan Islam kedua setelah Kerajaan
Samudra Pasai. Berkembangnya kegiatan perdagangan dan pelayaran di
Kerajaan Malaka banyak didukung para pedagang Islam dari Arab dan India.
Kerajaan Malaka pun banyak mendapatkan pengaruh budaya Islam dari
kedua daerah ini. Nama Iskandar Syah sendiri merupakan nama Islam, yang
diperoleh setelah ia menjadi pemeluk agama Islam. Pada periode kekuasaan
Raja Iskandar Syah (1396-1414), Kerajaan Malaka berkembang sebagai
salah satu kerajaan Islam terbesar yang disegani kerajaan lain di sekitarnya.
2. Muhammad Iskandar Syah
Muhammad Iskandar Syah merupakan putra mahkota Kerajaan Malaka
yang naik takhta menggantikan ayahnya, Iskandar Syah. Begitu berkuasa, ia
melanjutkan cita-cita ayahnya untuk memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan
Malaka. Ia berhasil menguasai wilayah semenanjung Malaya.
Selama memerintah Malaka, Muhammad Iskandar Syah berhasil
memajukan bidang perdagangan dan pelayaran. Ia juga berhasil menguasai
jalur perdagangan di kawasan Selat Malaka dengan taktik perkawinan putri
raja Kerajaan Samudra pasai dengan tujuan menundukkan Kerajaan Samudra
Pasai secara politis. Setelah mendapatkan kekuasaan politik Kerajaan
Samudra Pasai, ia baru menguasai wilayah perdagangan di sekitarnya.
Muhammad Iskandar Syah berkuasa dari tahun 1414 hingga 1424 M.
3. Sultan Muzafar Syah
Sultan Muzafar Syah memerintah Kerajaan Malaka dari tahun 1424
hingga 1458 M. la menggantikan Muhammad Iskandar Syah setelah
menyingkirkan dari takhta Kerajaan Malaka melalui sebuah kemelut politik.
Setelah menguasai takhta kerajaan, Muzafar Syah mempergunakan gelar
Sultan yang merupakan gelar raja-raja dalam kerajaan Islam.
Sumber sejarah tentang Sultan Muzafar Syah menyebutkan bahwa pada
masa kekuasaannya, Kerajaan Malaka mendapatkan serangan dari Kerajaan
Siam. Namun, serangan ini berhasil digagalkan oleh Kerajaan Malaka.
Keberhasilan menghadapi serangan Kerajaan Siam ini selanjutnya makin
mengukuhkan kebesaran Kerajaan Malaka sebagai penguasa jalur pelayaran
Selat Malaka. Pada kurun pemerintahannya, Sultan Muzafar Syah juga
berhasil memperluas daerah kekuasaannya hingga ke Pahang, Indragiri, dan
Kampar.
4. Sultan Mansyur Syah
Setelah Sultan Muzafar Syah wafat, ia digantikan oleh putranya Sultan
Mansyur Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka berhasil
menguasai Kerajaan Siam sebagai bagian taktik memperluas wilayah
kekuasaan dan mengukuhkan kebesarannya di antara kerajaan-kerajaan lain
di sekitarnya.
Namun demikian, Sultan Mansyur Syah tidak menyerang Kerajaan
Samudra Pasai yang merupakan kerajaan Islam. Hal ini merupakan salah
satu kebijakan politik Sultan Mansyur Syah untuk menjalin hubungan baik
dengan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di sekitarnya. Sultan Mansyur Syah
berkuasa dari tahun 1458 hingga 1477 M.
5. Sultan Alauddin Syah
Setelah Sultan Mansyur Syah wafat, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Sultan Alauddin Syah. Pada masa pemerintahannya, perekonomian
Kerajaan Malaka dalam kondisi cukup stabil. Arus perdagangan dan
pelayaran di sekitar Pelabuhan Malaka masih cukup ramai. Sebagai pusat
perdagangan di wilayah Asia Tenggara, Kerajaan Malaka masih menduduki
peran yang strategis.
Namun secara politis, selama masa pemerintahan Sultan Alaudin Syah
Kerajaan Malaka bisa dikatakan mengalami kemunduran. Banyak daerah
taklukan Kerajaan Malaka yang melepaskan diri. Perang dan pemberontakan
terjadi di banyak kerajaan di bawah kekuasaan Kerajaan Malaka. Sultan
Alauddin Syah berkuasa dari tahun 1477 hingga 1488 M.
6. Sultan Mahmud Syah
Sultan Mahmud Syah menggantikan ayahnya, Sultan Alauddin Syah
yang meninggal pada tahun 1488 M. Pada masa pemerintahan Sultan
Mahmud Syah, Kerajaan Malaka mengalami kemunduran baik secara politik
maupun ekonomi.
Secara politik, kekuasaan Kerajaan Malaka hanya tinggal mencakup
wilayah utama Semenanjung Malaka. Daerah-daerah lain telah memisahkan
diri dan menjadi kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Dalam kondisi yang
makin lemah, pada tahun 1511 M, armada perang bangsa Portugis yang
dipimpin oleh Afonso d'Albuquerque akhirnya berhasil menguasai dan
menaklukkan Kerajaan Malaka.
Secara ekonomi, peranan Malaka selanjutnya diambil alih oleh Kerajaan
Banten yang memiliki pelabuhan di tepi Selat Sunda. Aktivitas perdagangan
dan pelayaran berpindah ke Banten karena armada Portugis telah menguasai
wilayah Kerajaan Malaka dan mengenakan pajak yang sangat tinggi bagi
setiap kapal yang melalui Selat Malaka.
Kehidupan ekonomi Kerajaan Malaka sangat bertumpu pada sektor
perdagangan dan pelayaran. Kedua sektor ini berkembang pesat karena
didukung oleh letak Kerajaan Malaka yang strategis, yaitu tepat di tepi Selat
Malaka. Untuk mendukung aktivitas perdagangan dan pelayaran, dibangunlah
Pelabuhan Malaka yang menjadi pintu masuk kapal-kapal dagang asing
menuju ke wilayah Indonesia.
Di Pelabuhan Malaka berlangsung transaksi perdagangan pribumi dan
pedagang asing. Selain itu, banyak kapal asing yang berlabuh di pelabuhan
Malaka hanya untuk mengisi bahan bakar atau membeli kebutuhan sehari-hari
awak kapal. Untuk itu, pemerintah Kerajaan Malaka menarik pajak niaga serta
pajak pelabuhan. Setiap kapal yang berlabuh di pelabuhan Malaka harus
membayar pajak atau upeti kepada syahbandar pelabuhan. Selain dari hasil
perdagangan, hasil pajak inilah yang menyokong sebagian pemasukan
Kerajaan Malaka.
Kerajaan Malaka merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan
pemasukan negara dari sektor kelautan, Wilayah strategis dan struktur
masyarakat yang kebanyakan bekerja sebagai pedagang dan nelayan
menyebabkan kehidupan sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh pola
hidup maritim.
Dalam pola hidup seperti ini, pedagang dan nelayan Kerajaan Malaka
memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih tinggi dibanding petani. Namun
demikian, strata sosial ekonomi tetap diduduki oleh kaum bangsawan, yaitu
keluarga raja serta bawahannya, disusul pemimpin pelabuhan dan para
ulama. Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Malaka diatur oleh undang-
undang kerajaan yang harus ditaati oleh semua golongan. Bahkan untuk para
pendatang, terdapat undang-undang yang juga harus dipatuhi dan
dilaksanakan. Aturan mengenai hukum pelayaran, masuk dan keluar
pelabuhan, dan perdagangan internasional misalnya, sudah diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Malaka.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kerajaan Malaka mempergu-
nakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan bahasa pergaulan
(lingua franca). Karena fungsinya yang sangat penting, bahasa Melayu
dengan cepat berkembang sebagai bahasa internasional dalam hubungan
niaga di wilayah Asia Tenggara.
Kerajaan Malaka sangat dipengaruhi oleh budaya Melayu dan budaya
Islam. Hal ini wajar terutama karena dua alasan. Pertama, letak Kerajaan
Malaka berada di Semenanjung Malaya tempat asal rumpun bangsa Melayu.
Kedua, adanya pengaruh agama Islam yang dibawa oleh para pedagang
Islam dari Gujarat dan Persia.
Dengan pengaruh dua budaya ini, Kerajaan Malaka memiliki corak
kebudayaan egaliter, terbuka, demokratis, dan menghargai kebudayaan lain.
Salah satu kisah dalam budaya masyarakat Kerajaan Malaka yang sangat
terkenal adalah hikayat kepahlawanan Laksamana Hang Tuah. Laksamana
Hang Tuah merupakah salah seorang laksamana Kerajaan Malaka yang
begitu berjasa pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah.
Adapun agama yang dianut sebagian besar rakyat Kerajaan Malaka
adalah agama Islam. Agama Islam bahkan dijadikan agama negara oleh
pendiri kerajaan ini, yaitu Iskandar Syah. Dalam kehidupan sehari-hari,
pengaruh ajaran agama Islam tampak menonjol dalam perilaku masyarakat
Kerajaan Malaka.

C. Masa Kejayaan Kesultanan Malaka


Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai
dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di
Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara
akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam
agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka,
sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.
Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama
Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan
Sultan Mansyur Syah (1459-1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan
perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan
Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses
penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.
Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa.
Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika
mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses
penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga
Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).
Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah
berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan
sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).
Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah
sebagai berikut.
1. Indragiri.
2. Palembang.
3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran.
Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Mansyur Syah, antara 1459 - 1477 M. Malaka tidak hanya berfungsi
sebagai perdagangan melainkan penyebaran agama Islam melalui jalur
perdagangan. Pada masa pemerintahannya, Malaka berhasil menguasai Pahang,
Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera. Selat Malaka menjadi
gerbang keluar masuk para pedagang untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Selat Malaka merupakan jalur pelayan dan perdagangan yang terpenting
karena melalui Malaka, hasil bumi seperti rempah-rempah dari seluruh pelosok
Nusantara dibawa ke Cina dan India. Rempah-rempah yang diperdagangkan
antara lain cengkeh, pala, dan lada.
Terutama Gujarat, mereka melakukan hubungan langsung dengan Malaka.
Sejak 1403 M, Malaka telah berhubungan langsung dengan berbagai bangsa.
Makin lama, Malaka semakin maju dan besar, sehingga menjadi kota dagang
yang terkenal.
Pada masa pemerintahan kerajaan Malaka juga berkembang berbagai pusat
studi Islam di Asia Tenggara. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka mengundang
banyak ulama dari mancanegara berpartisipasi lebih intensif dalam proses
pendidikan dan pembelajaran agama Islam. Kerajaan Malaka giat melakukan
pengajian dan pendidikan Islam. Dalam waktu singkat terjadi perubahan sikap
dan konsepsi masyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Proses pendidikan sebagian berlangsung di kerajaan. Perpustakaan sudah
tersedia di istana dan berfungsi sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan
penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Melayu.
Karena perhatian kerajaan terhadap pendidikan Islam tinggi, banyak ulama
mancanegara datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar, Hindustan
dan terutama Arab.
Banyak ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah
menarik para penuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia Tenggara untuk
datang. Dari Jawa, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernah menuntut ilmu ke
Malaka. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka kembali ke Jawa dan
mendirikan lembaga pendidikan Islam di tempat masing-masing.

D. Keruntuhan Kesultanan Malaka


Masa kejayaan Malaka langsung sirna sejak pasukan Portugis menyerang
Malaka pada tahun 1511. Portugis yang dipimpin langsung oleh Alfonso de
Albuquerque, dengan mudah mengalahkan pertahanan Malaka. Portugis segera
membangun benteng pertahanan. Salah satu benteng peninggalan Portugis yang
masih tersisa hingga kini adalah Benteng Alfamosa.
Seabad kemudian, Portugis hengkang dari Malaka karena serangan
pasukan VOC dari Belanda. Orang Belanda pun tak lama berkuasa atas Malaka
karena kemudian Inggris mengambil alih kekuasaan atas Malaka.
Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh Portugis yang
dipimpin oleh Alfonso d'albuquerque pada tahun 1511. Saat itu, yang berkuasa di
Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.
Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad.
Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus
menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari Portugis.
E. Keadaan Masyarakat Kehidupan Politik
 Kehidupan Politik
Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Malaka adalah Iskandar Syah,
nama Iskandar Syah merupakan nama islam yang diperoleh setelah memeluk
agama Islam. Pada masa pemerintahannya, Kerjaan Malaka berkembang
sebagai salah satu Kerajaan Islam terbesar yang disegani di Asia Tenggara.
Wilayah kekuasaan Malaka diperluas hingga mencapai wilayah Semenanjung
Malaka pada masa pemerintahan Muhammad Iskandar Syah. Untuk
memajukan perekonomiannya, Muhammad Iskandar Syah berupaya
menjadikan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur perdagangan di Selat
Malaka. Untuk mencapai cita-citanya tersebut, ia harus terlebih dahulu
menguasai Samudra Pasai. Muhammad Iskandar Syah memiliki politik
perkawinan, yaitu dengan mengawini putri dari raja Samudra Pasai.
Kerajaan Malaka dapat mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan
Mansyur Syah. pada masa pemerintahannya, Malaka berhasil menjadi pusat
perdagangan dan penyebaran agama Islam di Asia Tenggara. Sultan Mansyur
Syah melanjutkan politik ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya
baik di Semenanjung Malaka maupun di wilayah Sumatra Tengah.
Perkembangan politik Kerajaan Malaka mengalami kemunduran pada
masa pemerintahan Sultan Alauddin Syah. Banyak daerah taklukan Kerajaan
Malaka yang melepaskan diri. Perang dan pemberontakan banyak terjadi di
Kerajaan yang berada dibawah kekuasaan Malaka.
Kerajaan Malaka semakin melemah pada saat Sultan Mahmud Syah
memerintah. Daerah kekuasaanya hanya meliputi sebagian kecil
Semenanjung Malaya. Hingga pada akhirnya bangsa portugis berhasil
menduduki Malaka pada tahun 1511 dan mengakhiri kekuasaan di Malaka.
 Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Budaya Masyarakat Malaka
Kehidupan perekonomian masyarakat Malaka bertumpu pada
perdagangan dan pelayaran. Masyarakat Malaka dapat disebut sebagai
masyarakat maritim. Masyarakatnya banyak yang berprofesi sebagai
pedagang dan nelayan. Sebagai masyarakat yang hidup dalam dunia maritim,
hubungan sosial masyarakatnya sangat terbatas. Bahkan diantara mereka
cenderung mengarah ke sifat-sifat individualisme. Oleh karena itu, hubungan
sosial masyarakat maritim sangat jauh berbeda dengan masyarakat agraris.
Kehidupan sosial masyarakat Malaka juga sudah diatur dengan sistem
undang- undang yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Malaka
mengguanakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Kebudayaan
masyarakat Malaka dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan agama Islam.
Agama yang dianut adalah agama Islam yang dijadikan agama negara.

F. Peninggalan Kerajaan Malaka


1. Masjid Raya Al Mashun

Masjid yang juga dinamakan Masjid Raya Al Mahmun ini, merupakan


saksi bisu kehebatan Kerajaan Malaka. Lokasinya ada di Kota Medan,
Sumatera Utara.
2. Benteng A’Farmosa
Benteng ini menjadi saksi ditaklukkannya Kerajaan Malaka oleh bangsa
Portugis. Bangunan ini memiliki arsitektur bergaya Eropa, yang paling tua di
Benua Asia.
3. Mata uang

Mata uang yang merupakan peninggalan dari akhir abad ke-15. Dalam
Benteng A’Famosa juga terdapat beberapa mata uang, yang menjadi bukti
bahwa Kerajaan Malaka berkembang pesat dalam bidang perdagangan.
4. Masjid Johor Baru

Bangunan masjid ini berlokasi di Johor, Malaysia. Nama masjid ini


diambil dari nama pendirinya, yakni Sultan Johor, yang merupakan salah satu
keturunan Kerajaan Malaka.
Kini, masjid ini dijadikan sebagai cagar budaya, yang mendapat
perlindungan oleh pemerintah Malaysia.
5. Hikayat Hang Tuah
Hikayat merupakan salah satu bentuk sastra yang mirip seperti dongeng,
namun kental dengan nuansa Islam. Hikayat yang terkenal dari Kerajaan
Malaka adalah Hikayat Hang Tuah.

Anda mungkin juga menyukai