Gunung
Rinjani.
Suatu
ketika,
Gunung
Rinjani
meletus,
Nala
Pengendeng
memiliki
Segara
seorang
Katon
putra
Rambitan
bernama
yang
Deneq
bernama
Mas
asli
Putra
Sayyid
Selaparang.
mendorongnya
untuk
Namun,
ketinggian
mengundurkan
diri
ilmu
dari
tarekatnya
panggung
telah
Kerajaan
Lampanan
Wayang,
Tasawuf
dan
Fiqh.
Dalam
proses
Abdul
Razak
menikah
lagi
dengan
Denda
Islamiyah.
Dari
pernikahan yang kedua ini lahirlah Denda Qomariah yang populer dengan
sebutan Dewi Anjani.
Sumber lain menyebutkan bawah Ghaos Abdul Razak memiliki dua orang
anak,
yaitu
Rabiah
dan
Zulkarnain
(disebut
pula
dengan
Ghaos
Sayyid Umar, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Gunung Pujut, Sayyid
Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah
Qamariah alias Dewi Anjani (ada pula yang menyebut Dewi Rinjani).
Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara
(Betara Tunggul Nala) dan Ghaos Abdul Razak yang sama-sama dipercaya
sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal Sultan-Sultan Lombok
dan pendiri Kerajaan Selaparang (Kayangan). Pertanyaan yang agak
menggelitik kemudian adalah: Tidakkah keduanya memang orang yang
sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaos
Abdul Razak, dan Wali Nyatok adalah Ghaos Abdurrahman. Hal itu masih
dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali
menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
Kejayaan Selaparang
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat
maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang
hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi.
Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan salah satu
wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu
direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar
lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh
Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat
dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun
1616 dan 1624 Masehi, akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis,
dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.
Setelah
pertempuran
sengit
tersebut,
Kerajaan
Selaparang
mulai
sektor
agraris.
Maka,
pusat
pemerintahan
kerajaan
Asem
(Pulau
Bali)
secara
bergelombang,
dan
selanjutnya
secara
berangsur-angsur
tumbuh
berkembang
sehingga
Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap
muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang
tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan
tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu
dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah
kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan
menempatkan
laskar
kecil
di
bawah
pimpinan
Patinglaga
Deneq
Wirabangsa.
Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dari bagian barat
itu yakni Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang Asem dan terutama
sekali Belanda?maka secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di
lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas, ditengarai
berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi
pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Pada
akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya memutuskan untuk
meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi
tentara Kerajaan Mataram Karang Asem (Bali) yang mana pada saat itu
sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian atas segala
taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan
Mataram Karang Asem untuk bersama-sama menggempur Kerajaan
Selaparang.[12] Pada akhirnya, ekspedisi militer tersebut telah berhasil
menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1672
Masehi.
Wilayah
Kerajaan
Selaparang
Seiring
perjalanan
sejarah,
Kerajaan
Lombok
kemudian
nama
Selaparang.
ke
Lombok
untuk
melihat
sendiri
perkembangan
daerah
Bali.
Kerajaan
Kerajaan
Kerajaan
Kerajaan
Bayan
di
Selaparang
di
barat
Timur
Langko
di
tengah
Pejanggik
di
selatan.
Selaparang.
Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode:
pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan
berakhir akibat ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan
kedua, periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada
abad ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan
Kerajaan
Karang
Asem,
Bali
dan
Banjar
Getas.
Raja Lombok
disebutkan bahwa pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal
dengan
nama
kerajaan
Perigi
yang
dibangun
oleh
sekelompok
transmigran dari Jawa di bawah pimpinan Prabu Inopati dan sejak waktu
itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan Pulau Perigi. Ketika kerajaan
Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali pada tahun 1443 yang
diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357 dibawah
pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi)
dan Dompu.
Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari
Raden
Paku
atau
Sunan
Ratu
Giri
dari
Gersik,
Surabaya
yang
diantisipasi
dengan
menempatkan
pasukan
kecil
di
bawah
memaanfaatkan
situasai
untuk
melakukan
infiltrasi
dengan
faham
baru
berupa
singkretisme
Hindu-Islam.
mengabdikan diri di Kerajaan Pejanggik.yang dulu (Kerajaan Pejanggikred) berada di Daerah Kec. Pejanggik cukup jauh dari desa Labulia yang
berada di Kecamatan JonggatAtas prakarsanya sendiri, Raden Arya Banjar
Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung dengan sebuah Ekspedisi
Tentara Kerajaan Karang Asem yang sudah mendarat menyusul di Lombok
Barat. Semula, informasi awal yang diperoleh, maksud kedatangan
ekspedisi
kenyataan
itu
akan
sejarah,
menyerang
ekspedisi
Kerajaan
itu
telah
Pejanggik.Namun
menghancurkan
dalam
Kerajaan
kecil
lainnya.
Demikianlah,
Kerajaan
Selaparang
kemudian,
Dr
Th
Pigeud
yang
menerjemahkan
diketahui
kemudian,
Nagarakretagama
pernah
disimpan
di
naskah-naskah
itu
diduga
merupakan
turunan
naskah
diterapkan
di
Lombok
demi
membangun
sistem
juga
ditujukan
mempertahankan
demi
ajaran
menjadikan
Hindu
di
Lombok
Bali,
sebagai
menyusul
benteng
masuk
dan