Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

KERAJAAN SELAPARANG

Disusun Oleh : Kelompok 3


Ade Lanang Saputra
Desi Rahayu
Muhammad Azwar
Rahim Ibnu Hisain
Yuliana Agustina

SMA Negri 1 Praya Timur


2019
Kerajaan Salaparang

Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok. Pada
masa lampau pusat kerajaan ini berada di Selaparang (sering pula diucapkan dengan Seleparang). Secara
letak administratif saat ini berada di desa Selaparang, kecamatan Swela, Lombok Timur.

Minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang. Terutama mengenai
awal mula berdirinya. Meski demikian, terdapat beberapa sumber yang bisa ditelusuri. Salah satunya
adalah kisah yang tercatat dalam daun Lontar yang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang
tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama Islam di Pulau
Lombok.

Di dalam daun Lontar tersebut dikatakan bahwa agama Islam salah satunya (bukan satu-satunya),
pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang mubaligh dari kota Bagdad, Iraq. Ia bernama Syaikh
Sayyid Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami. Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih
mengenal beliau dengan sebutan Ghaos Abdul Razak. Nah, beliau inilah, selain sebagai penyebar agama
Islam, dipercaya juga sebagai cikal bakal Sultan-Sultan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau
Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (disebut pula Nala Segara) diyakini pula sebagai
leluhur Sultan-Sultan di Pulau Lombok.

Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya Ghaos Abdul Razak masuk ke Pulau Lombok.
Namun, pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok untuk pertama kalinya
sekitar tahun 600-an Hijriah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Ghaos
Abdul Razak mendarat di Lombok bagian utara yang disebut dengan Bayan. Beliau pun menetap dan
berdakwah di sana. Beliau kemudian menikah dan memiliki tiga orang anak, yakni; Sayyid Umar, yang
kemudian menjadi datu Kerajaan Gunung Pujut; Sayyid Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan
Pejanggik; dan Syarifah Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.

Kemudian Ghaos Abdul Razak menikah lagi dengan seorang putri dari Kerajaan Sasak yang
melahirkan dua orang anak, yakni; seorang putra bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan
sebutan Syaikh ‘Abdul Rahman) atau disebut pula dengan Ghaos Abdul Rahman; dan seorang putri
bernama Syarifah Lathifah yang dijuluki pula dengan Denda Rabi’ah. Sayyid Zulqarnain inilah yang
kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu
Selaparang atau Sulthan Rinjani.

Nah, sampai di sini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan
Ghaos Abdul Razak. Keduanya sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam. Kemudian diyakini
menjadi cikal bakal Sultan-Sultan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak
menggelitik kemudian adalah: Mungkinkah keduanya adalah satu orang yang sama? Mungkinkah yang
dimaksud sebagai Nala Segara itu adalah Ghaos Abdul Razak, dan Wali Nyatok adalah Ghaos Abdul
Rahman. Hal itu masih dimungkinkan. Mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali
menggunakan nama-nama berbeda di tempat yang berbeda.

Awal Mula Kerajaan Selaparang


Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar
lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah mereka sekitar tahun 1667-1668
Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus merelakan salah satu wilayahnya jatuh ke tangan
Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut sebelum terjadi peperangan di laut.

Di samping itu, laskar lautnya juga pernah mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan
Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan
Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi. Akan tetapi dalam dua kesempatan
pertempuran tersebut, tentara Gelgel dapat dikalahkan dan menjadi tawanan dengan jumlah yang cukup
besar.

Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru
untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan
kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, ke sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang
sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati
dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa; dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan
pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat
diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang juga memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-
bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi. Bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang
memiliki sumber mata air yang melimpah.

Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami


kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan
kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri
Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah
ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh
generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang
bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sultan
Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.

Keruntuhan Selaparang
Sekalipun Selaparang unggul saat melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun
pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini
telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem
(Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan kota Mataram sekarang
ini.

Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh dan berkembang sehingga menjelma
menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi.
Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua
tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh laskar Kerajaan Selaparang.

Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba
adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer.
Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh
sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya
diantisipasi dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Segala upaya dilakukan untuk mengatasi masalah yang baru tumbuh dari bagian barat; yakni
Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang Asem, serta gangguan keamana dari bangsa asing, terutama
Belanda. Namun secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama
Arya Banjar Getas memutuskan untuk pergi. Kepergiannya ditenggarai perselisihan paham dengan raja
Kerajaan Selaparang soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik.

Akibat dari perselisihan tersebut, akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya
memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi tentara Kerajaan
Mataram Karang Asem (Bali). Pada saat itu mereka sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian
atas segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan Mataram Karang
Asem untuk bersama-sama menggempur Kerajaan Selaparang. Pada akhirnya, ekspedisi militer tersebut
telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1672 Masehi.
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul “YAUMUL JAZA”
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Teman-teman kelompok dan Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan atas terselesaikannya makalah ini.
Semoga Allah selalu memberikan petunjuk kepada kita semua. Amin.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan sarannya guna perbaikan dan
penyempurnaan karya tulis ini kedepannya. Dan semoga karya tulis ini bermanfaaat bagi
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai