PURI PEMECUTAN
* SEJARAH PURI PEMECUTAN
* DENAH PURI PEMECUTAN
* LAMBANG PEMECUTAN
* SILSILAH PEMECUTAN
* WARGA AGENG
RAJA RAJA PEMECUTAN
* RAJA PEMECUTAN I
* RAJA PEMECUTAN II
* RAJA PEMECUTAN III
* RAJA PEMECUTAN IV
* RAJA PEMECUTAN V
* RAJA PEMECUTAN VI
* RAJA PEMECUTAN VII
* RAJA PEMECUTAN VIII
* RAJA PEMECUTAN IX
* RAJA PEMECUTAN X
* RAJA PEMECUTAN XI
TEMPAT & PERISTIWA
* PUPUTAN BADUNG
* PURA TAMBANGAN BADUNG
* SEJARAH PURA KERAMAT
* SEJARAH WARGA BUGIS
MY PROFIL
A.A. LANANG DAWAN
PUTRA PEMECUTAN
* KIYAI AGUNG PEMAYUN
* KIYAI LANANG DAWAN
* KIYAI AGUNG TAENSIAT
* KIYAI LUMINTANG
* KIYAI WAYAHAN CELUK
* KIYAI LANANG TANJUNG
* KIYAI LANANG UNGASAN
* KIYAI LANANG LEGIAN
KERAJAAN MAJAPAHIT
* SEJARAH MAJAPAHIT
* LAMBANG MAJAPAHIT
* PERLUASAN WILAYAH
* PANCA WILWATIKTA
* KOTA MAJAPAHIT
* RUNTUHNYA MAJAPAHIT
* SILSILAH MAJAPAHIT
RAJA RAJA MAJAPAHIT
* SRI RAJAYA/ R WIJAYA
* JAYANEGARA
* TRIBHUWANA TUNGGADEWI
* HAYAM WURUK
* WIKRAMAWARDHANA
* SUHITA
* KERTAWIJAYA
* RAJASAWARDHANA
* GIRSHAWARDHANA
* SUPRABHAWA
* KERTABHUMI
* GIRINDRAWARDHANA
ADITYAWARMAN
TOKOH MAJAPAHIT
* PATIH GAJAHMADA
* ADITYAWARMAN
* KEBO ANABRANG
* DYAH LEMBU TAL
* DYAH WIJAT
* MAHAPATI
* SABDOPALON
* RANGGALAWE
GERBANG MAJAPAHIT
PENINGGALAN MAJAPAHIT
* PETILASAN RADEN WIJAYA
* MAKAM PUTRI CAMPA
* MAKAM TROLOYO
* CANDI SIMPING
* CANDI GAYATRI
* CANDI BAJANG RATU
* CANDI WRINGIN LAWANG
* CANDI TIKUS
* CANDI PRABHU
* CANDI CETHO
* CANDI SUKUH
* CANDI SUMBERAWAN
* CANDI KEDATON
* CANDI TUGU
* CANDI BANGKAL
* CANDI JABUNG
* CANDI RIMBI
* CANDI TIGOWANGI
* CANDI TAWANGALUN
* CANDI JEDONG
* CANDI GENTONG
* CANDI KESIMANTENGA
* CANDI NGETOS
* CANDI PARI
* CANDI SUROWONO
* CANDI JAWAR
* CANDI MINAKJINGGO
* CANDI SAWENTAR
* CANDI ANGKATAHUN
* CANDI WISNU
* CANDI NAGA
* CANDI DERMO
* CANDI RANDU AGUNG
* CANDI PENAMPEHAN
* CANDI PASENTRAN
* PENDOPO AGUNG
* KOLAM SEGARAN
* SUMUR UPAS
* REKO LANANG
* ARCA TODOWONGSO
* API BEKUCUK
* SITUS YONI
* ARCA HARIHARA
* GUNUNG LAWU
CANDI KIDAL
PEMUJAAN ANUSAPATI
CANDI SINGOSARI
PEMUJAAN KERTANEGARA
SUMBER SEJARAH
* NAGARA KERTAGAMA
* KITAB PARARATON
* KITAB KUTAMANAWA
CANDI JAWI
PEMUJAAN KERTANEGARA
KUMPULAN BABAD
* BABAD PASEK
* BABAD SUKAHET
* BABAD PULASARI
* BABAD DALEM TARUKAN
* DAHYANG NIRARTHA
* BABAD BENDESA MANIK MAS
LAMBANG MAJAPAHIT
1,982,234
Pengikut
Arsip Blog
► 2013 (3)
▼ 2011 (85)
o ► Juli (1)
o ► Juni (12)
o ▼ Mei (40)
► Mei 31 (1)
► Mei 30 (2)
► Mei 23 (2)
► Mei 22 (2)
► Mei 21 (3)
► Mei 16 (5)
► Mei 15 (1)
▼ Mei 14 (21)
RATU UGRASENA TABENDRA
WALAJAYA KERTANINGRAT
MAHAGURU DHARMOTTUNGGA WARMADEWA
RAJAPATIH MAKASAR KEBO PARUD
ADIDEWALANCANA
BHATARA GURU SRI ADIKUNTI KETANA
HAJI EKAJAYALANCANA
JAYAPANGUS
ŚRI JAYASAKTI
ŚRI SURADHIPA
ŚRI MAHARAJA WALAPRABHU
ANAK WUNGSU
SRI MARAKATAPANGKAJA
ŚRI AJNADEWI
DHARMA UDAYANA WARMADEWA
ŚRI WIJAYA MAHADEWI
JAYASADHU WARMADEWA
INDRAJAYASINGHA WARMADEWA
TABANENDRA WARMADEWA
UGRASENA
KESARI WARMADEWA
► Mei 12 (1)
► Mei 02 (1)
► Mei 01 (1)
o ► April (12)
o ► Maret (4)
o ► Februari (16)
► 2010 (119)
► 2009 (9)
JENDRAL MICHELS
GUGUR PUPUTAN JAGARAGA
Powered By
Skin Design:
Free Blogger Skins
( TH 989-1011 ) M
Beliau termasyur akan kewibawaan dan kebesarannya sebagai penguasa tunggal, dipuji dan dihormati oleh para pendeta dan para
raja, sampai ke Pulau Jawa. Maka dari itu Baginda mempersunting putri raja dari Pulau Jawa yang sangat utama, putri Sri Makuta
Wangsa Wardhani raja wanita yang bersuamikan Sri Makuta Wangsa Wardhana, Baginda berputra dua orang yang berparas cantik.
Yang tinggal di Jawa kawin denga n raja Kediri, yang bergelar Sri Dharmawangsa Teguh Ananta
Wikrama Tunggadewa. Dan yang menikah ke Bali bergelar Ratu Mahendradatta Gunapriya Dharmapatni, Baginda yang menjadi
jungjungan rakyat Bali.
Raja di Bali
Pada masa pemerintahan Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan Mataram Kuno berjalan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh
adanya pernikahan antara Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok yang kemudian dikenal sebagai
Mahendradata. Pada masa itu banyak dihasilkan prasasti-prasasti yang menggunakan huruf Nagari dan Kawi serta bahasa Bali
Kuno dan Sangsekerta.
Dikisahkan Baginda Maha Raja Sri Dharma Udhayana Warmadewa memerintah Pulau Bali bersama permaisuri, makin bertambah
kewibawaan Baginda, oleh karena Ratu Mahendradatta Gunapriya Dharmapatni bijaksana masyur di Nusantara. Dalam
menjalankan roda pemerintahan beliau mendatangkan 4 orang rohaniawan dari Jawa Timur diantaranya :
1. Mpu Semeru, merupakan penganut agama Siwa (tahun 999) M bertempat di Besakih selaku pemelihara Pura Hyang
Putranjaya atau yang sekarang dikenal dengan nama Pura Ratu Pasek.
2. Mpu Gana, merupakan penganut aliran Ganapatya (tahun 1000) M bertempat di Gelgel dimana sekarang dibangun Pura
Dasar Buwana Gelgel.
3. Mpu Kuturan, merupakan penganut Budha Mahayana, bertempat di Padangbai dimana sekarang berdiri Pura Silayukti.
4. Mpu Gnijaya, merupakan penganut Brahmaisme (Tahun 1006) M bertempat di Gunung Lempuyang dimana sekarang
dibangun Pura Lempuyang Madia.
Adapula yang merupakan perisai pengawal Baginda yang sudah dipercaya bernama Senapati Wrasaba, Senapati Pancakala,
Senapati Waranasi, Senapati Tira, Senapati Danda, Senapati Wit, Senapati Byut, Senapati Kalabaksa, Senapati Kuturan, Senapati
Maniringin, Senapati Sarbwa.
Pura Samuan Tiga
Sebelas orang Senapati Baginda yang besama-sama mengatur dan mengayomi Pulau Bali, ke sebelas Senapati itu diberikan
imbalan sawah bukti. Adapun Senapati Kuturan, sawah bukti yang dihasilinya bertempat di perbatasan daerah Batuan. Pulau Bali
aman dan sejahtera tidak ada perselisihan semua umat menekuni nyanyian keagamaan, demikian pula para Pendeta Siwa, Budha,
Rsi dan para Ahli (Mpu), selalu melaksanakan Api Kurban (homa), mengucapkan Weda mantra, suara genta mengalun memuja
kebesaran Sang Hyang Widhi serta para dewata.
Demikian pula bunyi-bunyian dibunyikan siang malam di tiap-tiap desa, dalam rangka upacara Dewa Yadnya pada masing-masing
pura tak henti-hentinya. Dilengkapi dengan kidung dan membaca Lontar Kekawin.
Terjadi banyak perubahan dalam berbagai bidang diantaranya penulisan prasasti tidak lagi
mempergunakan bahasa Bali Kuno seperti yang sudah sudah tetapi memakai bahasa Jawa Kuno atau Bahasa Kawi. Di bidang
keagamaan yang semula terdiri dari 9 sekte yang sering menimbulkan pertentang di masyarakat ditata kembali melalui pertemuan
dengan kelompok Budha Mahayana, Siwa dan Bali Aga dengan sekte sektenya.
Hal ini diprakarsai oleh Mpu Kuturan yang menjabat sebagai Ketua Majelis Lembaga Tertinggi dalam pemerintahan Raja
Udayana. Hasil pertemuan ini disetujui oleh semua pihak dan menghasilkan 5 kesepakatan antara lain :
1. Menjadikan paham Trimurti/ Tri Sakti/ Tri Tunggal sebagai dasar keagamaan bagi semua paham dan aliran
2. Mendirikan Pura Kayangan Tiga untuk setiap desa adat atau Pakraman.
3. Di setiap rumah dibangun bangunan suci rong tiga atau yang dikenal dengan sanggah kemulan.
4. Semua tanah pekarangan yang terletak di sekitar Desa dan pura Kayangan Tiga menjadi milik desa/ Pura Kahyangan Tiga
dan tidak boleh diperjual belikan.
5. Nama agama yang disepakati adalah Agama Siwa-Buda.
Itulah sebabnya maka tempat dilaksanakan pertemuan tersebut dinamakan Samuan Tiga,
sedangkan Pura yang dibangun ditempat itu dinamakan Pura Samuan Tiga yang terletak di desa Bedahulu Gianyar.
Menurut F.D.K. Bosch,, Udayana adalah anak seorang putri Campa atau Kamboja. Kekacauan yang terjadi di negeri itu, sekitar
tahun 970, menyebabkan sang putri yang dalam keadaan hamil itu melarikan diri ke Jawa dan melahirkan putranya di sana.
Putranya itu adalah Udayana yang kemudian menikah dengan Mahendradatta
Moens tidak setuju dengan hipotesis Bosch itu. Dalam artikelnya ”De Stamboom van Erlangga”yang terbit pada tahun 1950,
Moens antara lain mengemukakan bahwa ada dua tokoh historis Udayana. Pertama, Udayana yang lahir sebagai akibat hubungan
inses antara Isana (Sindok) dengan putri kandungnya (selanjutnya disebut Udayana I). Kedua, Udayana yanng merupakan putra
Udayana I sebagai hasil pernikahannya dengan Ratnawati (selanjutnya disebut Udayana II). Udayana I tetap hidup di Jawa Timur
dan setelah mangkat, pada tahu 899 Saka dicandikan di Jalatunda. Udayana II dinikahkan dengan Mahendradatta. Pasangan ini
kemudian dinobatkan sebagai pemegang tampuk pemerintahan di Bali.
Moens juga mengemukakan bahwa Mahendradatta sesungguhnya menikah dua kali, pertama kali
dengan Dharmawangsa Teguh di Jawa Timur, melahirkan Airlangga, dan kedua kalinya dengan Udayana II . Pada dasarnya, Goris
menyetujui pendapat Moens tentang adanya dua tokoh Udayana, tetapi beliau menambahkan bahwa Airlangga dilahirkan di Bali
pada tahun 913 Saka (991) sebagai hasil, pernikahan Mahendradatta dengan Udayana yang memerintah di Bali .
Pendapat Bosch dan Moens di atas perlu ditinjau kembali. Tadi telah disinggung bahwa dalam prasasti Pucangan, Mahendradatta
dikatakan menikah dengan Udayana, seorang pangeran dari dinasti termasyhur. Tidak perlu disangsikan lagi bahwa yang dimaksud
dengan Udayana itu adalah Sri Dharmodayana Warmadewa.
agi pula, seperti telah diketahui, dinasti Warmadewa memang telah berkuasa di Bali sejak jauh sebelum Sri Dharmodayana
Warmadewa, yaitu sejak tahun 835 Saka (914) dengan Sri Kesari Warmadewa sebagai cikal bakalnya.
Berdasarkan kenyataan itu, mudah dipahami bahwa penulis prasasti tidak perlu menegaskan kedinastian serta daerah asal Udayana
yang memang sudah sangat dikenal pada waktu itu. Sebaliknya, sangat sukar dipahami bahwa seorang asing yang merupakan
putra seorang pelarian, dapat diterima dengan mudah dalam jajaran anggota suatu dinasti, dalam hal ini dinasti Warmadewa.
Lagi pula, penerimaan tanpa reaksi aktif dari anggota dinasti tersebut, khususnya dari putra mahkota yang mempunyai hak sah
atas takhta dan mahkota kerajaan Bali adalah hal yang mustahil. Pertimbangan-pertimbangan di atas, begitu pula keterangan-
keterangan dalam prasasti Pucangan dan sejumlah prasasti Bali yang dikemukakan sebelumnya, dapat berfungsi sebagai landasan
kuat bagi pendapat yang menyatakan bahwa Udayana, suami Gunapriyadharmapatni, adalah seorang putra Bali dari dinasti
Warmadewa.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Krom yang dikemukakan jauh sebelum muncul pendapat Bosch dan Moens. Telah dikatakan
bahwa prasasti-prasasti pasangan ”suami-istri” itu terbit tahun 911-923 Saka (989-1001). Prasasti-prasasti itu adalah prasasti
Bebetin AI (911 Saka), Serai AII (915 Saka), Buwahan A (916 Saka), Sading A (923 Saka) dan prasasti Tamblingan Pura Endek
II.
Prasasti Bebetin A berkenaan dengan desa (banwa) Bharu. Dikatakan bahwa desa itu, yang telah disebutkan dalam prasasti Bebetin
A (818 Saka), kembali mengalami perampokan sehingga kondisi sosial ekonominya menjadi sangat lemah. Pasangan suami-istri
itu pun memberikan keringanan dalam sejumlah kewajiban kepada desa tersebut. Keringanan semacam itu diberikan juga kepada
penduduk di daerah perburuan (anak mabwatthaji di buru).
Hal itu dapat diketahui dari prasasti Serai AII. Isi prasasti Buwahan A sangat menarik perhatian. Pada intinya, prasasti itu memuat
izin pasangan Gunapryadharmapatni dan Udayana kepada desa Bwahan yang terletak di pesisir Danau Batur untuk lepas dari desa
induknya, yakni Kdisan. Desa Bwahan, yang tampaknya semakin berkembang, diizinkan berpemerintahan sendiri (sutantra i
kawakannya).
Segala kewajiban supaya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam prasasti Sading A dibicarakan tentang desa Bantiran. Dalam
prasasti itu dikatakan bahwa banyak penduduk desa itu terpaksa meninggalkan rumah. Hal itu disebabkan oleh tamu-tamu yang
datang ke desa itu berlaku tidak sopan dan menimbulkan kekacauan. Setelah keadaan aman, penduduk desa Bantiran disuruh
kembali ke desanya.
Iringan Putri Raja di Bali
Hak dan kewajibannya diatur dan mereka diizinkan membuka lahan untuk memperluas sawah ladangnya. Pada tahun 933 Saka
terbit sebuah prasasti atas nama Udayana sendiri, tanpa permaisurinya, yakni prasasti Batur, Pura Abang A . Rupanya
Gunapriyadharmapatjni mangkat tidak lama sebelum tahun 933 Saka. Prasasti ini diberikan kepada desa Air Hawang (sekarang
desa Abang) yang terletak di pesisir Danau Batur.
Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada tahun 933 Saka wakil-wakil desa Air Hawang menghadap raja Udayana dengan
perantaraan pejabat Rakryan Asba, yaitu Dyah Manjak. Mereka menyampaikan bahwa karena kelemahan kondisi desanya,
penduduk tidak mampu memenuhi pembayaran pajak-pajak serta cukai-cukai tertentu dan tidak dapat ikut bergotong royong atau
kerja bakti untuk raja. Lebih lanjut, mereka memohon pengurangan atau keringanan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban
tersebut.
Untuk memeriksa keadaan sebenarnya di lapangan (baca : di desa Air Hawang), raja mengutus Dang Acarya Bajantika, Dang
Acarya Nisita, Dang Acarya Bhacandra dan Senapati Kuturan, yaitu Dyak Kayop ke desa itu. Hasil temuannya kemudian
didiskusikan, dibahas, atau dianalisis dalam sidang paripurna para pejabat tinggi kerajaan, bahkan tidak sekali dua kali, tetapi lebih
dari itu.
Setelah segala sesuatunya dipertimbangkan, akhirnya raja menyetujui permohonan wakil-wakil penduduk desa itu. Bagian teks
prasasti mengenai proses persidangan itu berbunyi :
“...tuwulwi ta sira kabaih mapupul, malapkna kinabehan, tan pingsan pingrwa, winantah winalik blah, hana pwantuk ning
malapkna, an kasinggihan sapanghyang nikang anak thani, ...”
Artinya : “... kemudian beliau sekalian berkumpul, bersidanng bersama-sama, tidak sekali dua kali, diperdebatkan dan
dibahas, maka tercapailah hasil persidangan, yakni dipenuhinya hal-hal yang menjadi permohonan penduduk desa itu, ...”
Selain prasasti-prasasti yang telah disebutkan, masih ada lima buah prasasti singkat (short inscription) yang terbit atau diduga
terbit sebelum Udayana turun taktha, yaitu prasasti-prasasti Besakih, Pura Batumadeg (nomor lama 908), Ujung Pura Dalem
(nomor lama 357) berangka tahun 932 Saka, Gunung Penulisan A (933 Saka), Gunung Penulisan B, dan Sangsit B (nomor lama
437) berangka tahun 933 Saka . Prasasti Besakih, Pura Batu Madeg sesunguhnya berangka tahun 1393 Saka tetapi di dalamnya
disebutkan sebuah prasasti lebih tua yang memakai candra sangkala nawasanga-apit-lawang (929 Saka).
Prasasti bertahun 929 Saka itulah yang terbit pada masa pemerintahan Gunapriyadharmapatni dan Udayana. Penduduk setempat
menyebut prasasti itu Mpu Bradah, yakni sebutan untuk tokoh Mpu Baradah yang terkenal dalam cerita Calonarang. Sekarang
timbul pertanyaan, mengapa prasasti itu disebut Mpu Bradah?
Mengenai hal ini, Goris berpendapat bahwa pada tahun 929 Saka Mpu Baradah mengunjungi Bali untuk pertama kali. Kunjungan
itu mungkin dalam kaitan dengan (1) kelahiran Marakata, (2) kelahiran Anak Wungsu, atau kemangkatan Gunapriyadharmapatni.
Goris cenderung berpendapat bahwa Gunapriyadharmapatni mangkat ketika melahirkan putra bungsunya yaitu Anak Wungsu
sehingga kedatangan Mpu Baradah ke Bali pada tahun 929 Saka betul-betul mengenai urusan yang sangat penting .
Setelah lama Sri Dharmma Udhayana Warmmadewa sebagai penguasa tunggal, akhirnya Baginda wafat, pada tahun Saka
940/1018 Masehi. Jenazah Baginda dikebumikan di Banyuweka. Adapun Gunapriyadharmapatni setelah wafat dicandikan di
Burwan. Beliau meninggalkan tiga orang putra, diantaranya
Posting Komentar
RAJA PEMECUTAN XI
RAJA KELUNGKUNG
DEWA AGUNG 1908
RAJA KARANGASEM
KERAJAAN DI BALI
* KERAJAAN GELGEL
* KERAJAAN BULELENG
* KERAJAAN KELUNGKUNG
* KERAJAAN TABANAN
* KERAJAAN GIANYAR
* KERAJAAN BANGLI
* KERAJAAN JEMBRANA
* KERAJAAN MENGWI
* KERAJAAN DENPASAR
* KERAJAAN KARANGASEM
* KERAJAAN SATRIYA
* KERAJAAN TEGEH KORI
RAJA LOMBOK
RAJA DI BALI
RAJA DI BALI
SEJARAH HINDU
* SEJARAH HINDU
* TOKOH AGAMA HINDU
RAJA
ARTIKEL FAVORIT
GAJAH MADA
Gajah Mada ialah Mahapatih Majapahit yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Gajah Mada diperkirakan lahir pada tahun 1300 di ler...
Majapahit adalah Kerajaan yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Didahului oleh kerajaan ...
Tersebutlah seorang ketu runan Brahmana (Brahmana wangsa) bernama Nirartha adik dari Dang Hya ng Angsoka, putra dari dang Hyang Asmaranath...
GUNUNG LAWU
( Pertapaan Raja Brawijaya V ) Raja Majapahit Terakhir Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Lawu memiliki panorama ...
KERTANAGARA
KERTANAGARA/ SRILOKAWIJAYA / SRI JNANABAJRESWARA (1268 – 1292 ) Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah
Singhasa...
Gusti Ngurah Jelantik Raja Buleleng yang diasingkan oleh Belanda Ke Padang Sumatera Barat 1872 Semoga tidak ada halangan Pranamyam sira ...
( Makam Komunitas Muslim Majapahit ) Lokasi : Di Dukuh Sidodadi, Desa Sentonorejo, kecamatan Trowulan. Kira-kira 750 m di sebelah selatan C...
SEJARAH PEMECUTAN
Puri Agung Pemecutan yang lama dibangun pada tahun 1686 pada abad ke 16 dan berlokasi Jl. Thamrin di sebelah Barat Puri Agung Pemecutan yang...
BABAD BENDESA MANIK MAS
Semoga tidak ada halangan dan berhasil. Sembah sujud hamba ke hadapan para leluhur, beliau yang telah paham akan saripati Hyang Ratna O...
KARAJAAN NUSANTARA
* KERAJAAN PAGARUYUNG
* KERAJAAN DEMAK
* KERAJAAN MANDAILING
* KERAJAAN SAMUDRAPASAI
* KERAJAAN DEMPO
* KERAJAAN SUNDA GALUH
* KERAJAAN CAMPA
KOLONIAL BELANDA
* POLITIK BELANDA
* PUPUTAN KLUNGKUNG
* UNTUNG SURAPATI
RAJA KUTAI
LAMBANG PURI TABANAN
KERAJAAN TABANAN
* SEJARAH PURI TABANAN
RAJA RAJA TABANAN
* SIRARYA TABANAN I
* SIRARYA TABANAN II
* SIRARYA TABANAN III
* SIRARYA TABANAN IV
* SIRARYA TABANAN V
* SIRARYA TABANAN VI
PENINGGALAN TABANAN
* PURA KEBON TINGGUH
RAJA JOGYA
LAMBANG PURI DENPASAR
KAISAR MONGOL
KUBILAI KHAN
PERWUJUDAN AIRLANGGA
RAJA KEDIRI
CANDI BELAHAN
PEDARMAN AIRLANGGA
ARCA KENDEDES
PENINGGALAN SINGOSARI
PENINGGALAN SINGOSARI
ARCA AMOGAPASA
RATU MAJAPAHIT
DEWI SUHITA
CANDI BRAHU
PENINGGALAN MAJAPAHIT
LOGO BENDESA MANIK MAS