Anda di halaman 1dari 10

1.

Kerajaan Perlak (840-1292)

Kerajaan Perlak atau Kesultanan Peureulak merupakan kerajaan Islam di Indonesia


yang terletak di Peureulak, Aceh Timur pada 840-1292 Masehi. Perlak merupakan
wilayah yang dikenal memproduksi kayu perlak yang merupakan bahan baku
pembuatan kapal.

Tak heran, Perlak ramai dikunjungi pedagang Gujarat, Arab, dan Persia, sehingga
komunitas Islam di wilayah ini berkembang pesat. Proses asimilasi dari hasil kawin
campur pedagang Muslim dengan wanita pribumi banyak terjadi pada masa itu.

Kerajaan Perlak berlangsung cukup lama. Raja pertama Kerajaan Perlak bernama
Alaidin Sayyid Maulana Aziz Syah. Kemudian raja terakhir Muhammad Amir Syah
mengawinkan putrinya dengan Malik Saleh. Malik Saleh inilah cikal bakal yang
mendirikan Kerajaan Samudra Pasai.

Bukti sejarah yang memperkuat Kerajaan Perlak yakni makam salah satu Raja Benoa--
negara bagian Kesultanan Perlak--yang terletak di pinggir Sungai Trenggulon.
Diyakini, batu nisan pada makam tersebut dibuat pada abad ke-11 M.
Kerajaan Ternate (1257)

Kerajaan Gapi atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Ternate terletak di Maluku Utara.
Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Marhum pada 1257 ini juga merupakan salah satu
kerajaan Islam tertua di Indonesia.

Kerajaan Ternate berkembang paling masif dibanding kerajaan di Maluku lainnya


lantaran sumber rempah-rempah yang begitu besar dan militer yang kuat.

Saat itu, banyak saudagar yang datang untuk melakukan perdagangan di Kerajaan
Ternate, di samping menyiarkan agama Islam. Setelah Sultan Mahrum wafat,
diteruskan oleh Sultan Harun dan kemudian digantikan oleh putranya, Sultan
Baabullah.

Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai puncak


kejayaannya. Usai Sultan Baabulah meninggal pada 1583, tampuk kekuasaan
dialihkan pada putranya, Sahid Barkat.

Sejarah peradaban Kerajaan Ternate yakni Masjid Sultan Ternate, Keraton Kesultanan
Ternate, Makam Sultan Baabullah, dan Benteng Tolukko.

Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521)


Kerajaan Samudra Pasai merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia yang
didirikan oleh Meurah Silu atau lebih dikenal sebagai Sultan Malik al-Saleh pada
1267.

Kerajaan yang terletak di Aceh Utara Kabupaten Lhokseumawe ini diketahui


merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak yang ada sebelumnya.

Cukup banyak bukti arkeologis yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Samudera


Pasai. Antara lain makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam
ini terletak di dekat pusat kerajaan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur
Lhokseumawe.

Pada masa kejayaan, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan dengan komoditas
utamanya lada. Banyak saudagar dari berbagai penjuru negeri yang datang berniaga,
sebut saja dari India, Siam, Arab, Persia, hingga Tiongkok.

Jejak peninggalan lain yakni ditemukannya dirham atau mata uang emas murni. Pada
masa pemerintahan Sultan Malik At-Tahir, Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan
dirham sebagai alat tukar secara resmi.

Kerajaan ini runtuh pada 1521 akibat perebutan kekuasaan, perang saudara, dan
diserang Portugis.
Kerajaan Gowa (1300-1945)

Kerajaan Gowa adalah kerajaan yang berkembang pesat di Sulawesi Selatan karena
letaknya yang berada di tengah jalur pelayaran yang strategis. Di wilayah ini
mayoritas dihuni oleh masyarakat suku Makassar.

Kerajaan Gowa kemudian mencapai puncak kejayaannya bersama Tallo


menghegemoni perdagangan dan militer di timur Nusantara.

Usai Gowa mengadopsi Islam sebagai agama resmi pada awal 1600-an, kerajaan
kembar ini kemudian mendirikan Kerajaan Islam Makassar dengan raja pertamanya
Sultan Alauddin.

Kerajaan Islam Makassar ini gemar menyebarkan dakwah Islam. Masa puncak
kejayaan Kerajaan Islam Makassar ini ialah pada saat pemerintahan Sultan
Hasanuddin. Sultan Hasanuddin adalah cucu dari Sultan Alauddin.

Tinggal di wilayah maritim membuat sebagian besar masyarakat Gowa bermata


pencaharian sebagai nelayan dan pedagang. Masyarakat Gowa juga dikenal sebagai
pembuat kapal Pinisi dan Lombo, yang hingga kini terkenal hingga mancanegara.

Beberapa peninggalan Kerajaan Gowa masih ada yang utuh hingga saat ini dan
menjelma menjadi tempat wisata yang dilindungi, seperti Masjid Tua Katangka, Istana
Tamalate, Museum Balla Lompoa, Benteng Ford Rotterdam, dan Benteng Somba Opu

Kesultanan Malaka (1405-1511)

Kesultanan Malaka atau Melaka merupakan kerajaan Islam Melayu yang terletak di
tanah Malaka. Kerajaan ini pertama kali didirikan oleh Parameswara pada 1405.
Kesultanan Malaka terkenal sebagai penguasa jalur pelayaran dan perdagangan di
selat Malaka sekitar abad 15.

Mulanya, masyarakat Malaka belum memeluk Islam. Namun seiring perkembangan


Islam menjadi bagian dari Kerajaan Malaka yang ditandai oleh gelar sultan yang
disandang oleh penguasa Malaka pada 1455.

Sultan Mahmud Syah adalah raja kedelapan sekaligus yang terakhir dari Kesultanan
Malaka. Pemerintahannya berakhir akibat serangan Portugis pada 1511.

Mahmud Syah sempat memindahkan ibu kotanya ke Bintan, namun kembali


diluluhlantakkan Portugis. Peristiwa inilah yang menjadi awal mula invasi militer
Eropa ke Nusantara.

Peninggalan Kerajaan Malaka yang masih berdiri sampai sekarang antara lain Masjid
Raya Baiturrahman Aceh, dan Masjid Agung Deli.
Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677)

Kerajaan Cirebon atau Kasultanan Cirebon adalah Kasultanan Islam yang cukup besar
di Jawa Barat pada abad 15-16 Masehi. Lokasinya yang berada di pantai utara Pulau
Jawa menjadikan Kerajaan Cirebon sebagai jalur perdagangan dan pelayaran yang
penting.
Dari sinilah Cirebon tumbuh menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Kasultanan Cirebon pertama kali didirikan pada 1430 oleh Pangeran Walangsungsang
yang dinobatkan sebagai Sultan Cirebon I. Kemudian pada 1479 Sultan Cirebon I
menyerahkan jabatan dan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati yang tidak lain
ada keponakannya sendiri dan menjabat sebagai Sultan Cirebon II.
Sultan atau penguasa Kerajaan Cirebon selanjutnya adalah Sultan Abdul Karim yang
merupakan penguasa Kasultanan Cirebon terakhir sebelum terbagi menjadi dua yaitu
kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman.
Peninggalan Kerajaan Cirebon yang paling terkenal yakni Keraton Kasepuhan
Cirebon, Keraton Keprabon, Patung Harimau Putih, Bangunan Mande, dan Kereta
Kasepuhan Singa Barong, dan Mangkok Kayu Beruki
Kerajaan Demak (1478-1554)

Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir Pulau
Jawa. Kerajaan yang berdiri pada 1478 ini dipimpin oleh Raden Patah. Kerajaan
Demak merupakan pelopor penyebaran agama Islam di Nusantara lantaran dukungan
para Wali Songo.

Kemunculan Kerajaan Demak terjadi pada masa kemunduran Kerajaan Majapahit.


Beberapa wilayah kekuasaan Majapahit memisahkan diri.

Kerajaan ini tercatat memiliki 5 raja tersohor yang pernah berkuasa, seperti Raden
Fatah, Pati Unus, Sultan Trenggono, Sunan Prawata, dan Arya Penangsang. Pada masa
kejayaannya, Kerajaan Demak ini tak tersaingi.

Kemunduran Kerajaan Demak dipicu oleh perang saudara antara Pangeran Surowiyoto
dan Trenggono yang berujung saling bunuh untuk merebut takhta.
Kemudian pada 1554, Kerajaan Demak runtuh akibat pemberontakan Jaka Tingkir
yang berhasil mengalihkan pusat kekuasaan ke daerah Pajang dan mendirikan
Kerajaan Pajang
Kerajaan Islam Banten (1526-1813)

Kerajaan Banten pernah berjaya di tanah Pasundan, Banten pada 1526. Sultan pertama
Kerajaan Banten adalah Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan anak dari Sunan
Gunung Jati.

Pemimpin yang paling terkenal di Kesultanan Banten adalah Sultan Agung Tirtayasa.
Di bawah kekuasaannya, ia banyak memimpin perlawanan terhadap Belanda lantaran
VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan
Banten.

Islam menjadi pilar bagi Kesultanan Banten dan menempatkan ulama sebagai peranan
penting dalam kehidupan masyarakat.

Inilah yang membuat tarekat dan tasawuf berkembang di Banten. Tradisi lain yang
dipengaruhi perkembangan Islam juga dapat terlihat pada seni bela diri debus.

Runtuhnya Kesultanan Banten salah satunya diakibatkan oleh perang saudara. Anak
dari Sultan Ageng Tirtayasa, yakni Sultan Haji, berusaha merebut kekuasaan dari
tangan sang ayah

Kerajaan Pajang (1568-1586)


Kerajaan Pajang berdiri sebagai kelanjutan Kerajaan Demak usai mengalami
keruntuhan. Kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah ini didirikan oleh Sultan
Hadiwijaya atau dikenal sebagai Jaka Tingkir yang berasal lereng Gunung Merapi.

Jaka Tingkir merupakan menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di Pajang.
Usai merebut kekusaan Demak dari Aria Penangsang, seluruh kekuasaan dan benda
pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Jaka Tingkir mendapat gelar Sultan
Hadiwijaya dan sekaligus menjadi raja pertama Kerajaan Pajang.

Islam yang semula berpusat di pesisir utara Jawa (Demak) dipindahkan ke pedalaman
membawa pengaruh yang besar dalam penyebarannya. Semasa pemerintahannya,
politik dan agama Islam mengalami perkembangan.

Kemudian Jaka Tingkir melakukan ekspansi ke timur hingga Madiun tepatnya di tepi
aliran sungai Bengaawan Solo. Pada tahun 1554 Jaka Tingkir mampu menduduki
Blora dan Kediri pada 1577.

Bekas peninggalan Kerajaan Panjang yang masih ada antara lain Masjid dan Pasar
Laweyan, Makam Sultan Hadiwijaya, dan kompleks makam pejabat Panjang.

Kerajaan Mataram Islam (1588-1680)


Keraj
aan Mataram Islam berpusat di Kotagede Yogyakarta pada 1588. Kerajaan ini
dipimpin oleh dinasti yang mengaku sebagai keturunan Majapahit, yakni keturunan Ki
Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan.

Awal mula Kerajaan Mataram Islam adalah dari Kadipaten yang berada di bawah
Kesultanan Pajang dan berpusat di Bumi Mentaok. Kemudian diberikan kepada Ki
Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasa yang diberikannya.

Raja pertama adalah Raden Mas Sutawijaya atau Penembahan Senapati yang tak lain
adalah putra Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan Islam Mataram mengalami masa
kejayaan pada masa pemeritahan Mas Rangsang atau Sultan Agung.

Ia berhasil melakukan ekspansi dan menguasai hampir seluruh wilayah di tanah Jawa.
Ia juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan bersama Kesultanan Banten dan
Cirebon.

Kerajaan Mataram Islam mengalami perpecahan usai konflik politik dan


mengakibatkan pembagian wilayah kekuasaan, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan
Kasunanan Surakarta yang tertuang dalam Perjanjian Giyanti.

Peninggalan kerajaan yang hingga kini masih dapat dijumpai adalah Masjid Agung
Gedhe Kauman, Masjid Kotagede, Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning,
Masjid Agung Surakarta, dan Masjid Al Fatih Kepatihan Solo, batas administrasi
wilayah, dan aksara Jawa Hanacaraka

Anda mungkin juga menyukai