Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KERAJAAN ISLAM DI JAWA

(Kerajaan Demak & Kerajaan Pajang)

OLEH KELOMPOK 2:

Defryanto Umar

Nur Alfath

Nurchiya Aulia Panai

Raffie Fachrullah Malah

Muhammad Fajri Sulhandi

XII IPA I

MADRASAH ALIYAH NEGRI 1 KOTAMOBAGU

KATA PENGANTAR
Syukur allhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI),
dengan judul: ‘’Kerajaan islam di jawa (Kerajaan demak & Kerajaan pajang)”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan serta kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berhara semoga makalah ini dapat member manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Kotamobagu 1 November 2022


DAFTAR ISI
Kata pengantar ……………………………………………………………………………………………

Daftar isi …………………………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………………


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………….

1) Kerajaan Demak

2.1 Awal Berdirinya Kerajaan Demak……………………………………………………………….

2.2 Raja-raja Yang Pernah Memerintah Di Kerajaan Demak………………………………

2.3 Penyerangan Perang Saudara DI Demak ……………………………………………………

2.4 Peradaban Kerajaan Islam Di Demak pada abad XVI……………………………………

2.5 Keruntuhan Kerajaan Demak …………………………………………………………………..

2.6 Kehidupan Perekonomian dan Social Budaya di Demak …………………………….

2) Kerajaan Pajang

2.7 Perkembangan Kerajaan Pajang …………………………………………………………….

2.8 Keruntuhan Kerajaan Pajang …………………………………………………………………

2.9 Raja-raja Kerajaan Pajang ………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………………….

3.2 Saran …………………………………………………………………………………………………

3.3 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

 Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.   Islam lahir di
Jazirah Arab. Islam berkembang sampai ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari Arab,
Persia, dan Gujarat, sekitar abad ke-7 hingga abad ke-8. Islam diterima dengan baik dan
berkembang dengan pesat di Indonesia. Faktor pendorong Islam cepat berkembang di
Indonesia :

       1. Syarat masuk Islam mudah

       2. Islam bersifat terbuka

       3. Tidak mengenal sistem kasta

       4. Disebarkan secara damai

       5. upacara sedehana dan biaya murah

       6. Runtuhnya kerajaan majapahit

Di pulau Jawa, ada sembilan tokoh penyebar agama Islam yang dikenal sebagai Wali Sanga
(wali sembilan). Peranan Wali Sanga antara lain:

    1. Sebagai penyebar agama Islam


    2. Pendukung berdirinya kerajaan Islam
    3. Penasehat Raja
    4. pendukung berkembangnya kebudayaan daerah  yang  disesuaikan  dengan Islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Awal Berdirinya Kerajaan Dema
2 Siapa Raja-raja Yang Pernah Memerintah Di Kerajaan Demak
3 Bagaimana Penyerangan Perang Saudara DI Demak
4 Bagaimana Peradaban Kerajaan Islam Di Demak pada abad XVI
5 Bagaimana Keruntuhan Kerajaan Demak
6 Bagaimana Kehidupan Perekonomian dan Social Budaya di Demak
7 Bagaimana Perkembangan Kerajaan Pajang
8 Bagaimana Keruntuhan Kerajaan Pajang
9 Siapa saja Raja-raja Kerajaan Pajang
BAB II

PEMBAHASAN

1) Kerajaan Demak

2.1     Awal Berdirinya  Kerajaan Demak

Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M.
Hal ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala:
Sirna hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M. Kerajaan Demak
itu didirikan oleh Raden Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam di bantu oleh para
wali dan saudagar Islam.  Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Menurut
sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan Raden
Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah
dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama Islam. Setelah usia 20
tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama di bawa asuhan
Raden Rahmat dan akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah
menetap di Demak (Bintoro).

 Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai melaksanakan perintah gurunya
dengan jalan membuka madrasah atau pondok pesantren di daerah tersebut. Rupanya
tugas yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan dengan sebaik-baiknya. Lama
kelamaan Desa Glagahwangi ramai dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat
ilmu pengetahuan dan  agama, tetapi kemudian menjadi pusat peradagangan bahkan
akhirnya menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa.  Desa Glagahwangi, dalam
perkemabangannya kemudian karena ramainya akhirnya menjadi ibukota negara dengan
nama Bintoro Demak.

  2.2 Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak


Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai
utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan  di
bawah pimpinan Demak. Setelah kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak
sebagai kerajaan Islam pertama dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan
Demak adalah sebagai berikut :

1.        Raden Fatah ( 1500- 1518)

Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah termasuk keturunan raja terakhir
dari kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Fatah diangkat
menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan Gelas Sultan Alam Akbar al-Fatah. Raden
Fatah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya,
kerajaan Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang
luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, kerajaan
Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor kerajaan
Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku
dan Samudera Pasai.

Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran


agama islam. Jasa para Wali dalam penyebaran agama islam sangatlah besar, baik di
pulau Jawa maupun di daerah-daerah di luar pulau Jawa, seperti di daerah Maluku yang
dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh seorang
penghulu dari Demak yang bernama Tunggang Parangan. Pada masa pemerintahan
Raden Fatah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunan masjid itu di bantu
oleh para wali atau sunan. Raden Fatah tampil sebagai raja pertama Kerajaan Demak.
Ia  menaklukan kerajaan Majapahit dan memindahkan seluruh benda upacara dan
pusaka kerajaan Majapahit ke Demak. Tujuannya, agara lambang kerajaan Majapahit
tercermin dalam kerajaan Demak.[6]

Ketika kerajaan Malaka jatuh ketangan Portugis tahun 1511 M, hubungan Demak
dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas
perdagangan. Oleh karena itu, tahun 1513 M Raden Fatah memerintahkan Adipati Unu
memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Serangan itu belum
berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya lengkap. Atas
usahnya itu Adipati Unus mendapat julukanPangeran Sabrang Lor.

2.    Adipati Unus ( 1518- 1521)

Setelah Raden Fatah wafat, tahta kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. Ia
memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak
begitu lama, karena ia meninggal dalam usia yang masih muda dan tidak meninggalkan
seorang putera mahkota. Walaupun usia pemerintahannya tidak begitu  pasukan
Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta kerajaan
Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana.

Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Patah, telah bersiap untuk
menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis. Tapi adipati
unus tidak mengurungkan niatnya, pada tahun 1512 Demak mengirimkan armada
perangnya menuju Malaka. Namun setalah armada sampai dipantai Malaka, armada
pangeran sabrang lor dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh
menantu sultan Mahmud, yaitu sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua
dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran sabrang lor atau Adipati Unus. Tetapi
kembali gagal, padahal kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan. Selain itu, dia
berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan
Majapahit yang beragama Hindu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin
kerja sama dengan orang-orang Portugis. Adipati Unus (Patih Yunus) wafat pada tahun
938 H/1521 M.

3.      Sultan Trenggana ( 1521- 1546)

Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Dibawah


pemerintahannya, kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana
berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun
1522 M kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan
Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil di kuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa,
dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan
hubungan antara Portugis dan kerajaan Padjajaran. Armada Portugis dapat
dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu,
fathillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan
penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 juni 1527 M itu kemudian di peringati
sebagai hari jadi kota Jakarta.

Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana


memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil di kuasai,
seperti Maduin, Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan 953
H/1546 M Sultan Trenggana gugur.[8] Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan
yang kafir itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Dengan demikian, maka
Sultan Trenggana berkuasa selama 42 tahun.[9]

Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari
Sunan gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar
Islam seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada raden patah, yaitu setelah ia
berhasil mengalahkan Majapahit.

4. Sunan Prawata (1546- 1549)

Sunan Prawata adalah nama lahirnya ( Raden Mukmin) adalah seorang raja
keempat kesultanan demak, yang memerintah tahun 1546- 1549. Ia lebih cenderung
sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik.

 2.3  Penyerangan Perang Saudara Di Demak

Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu
Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan
antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan
Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh
Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda
Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa
kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan
luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari
pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon.
Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi
kesultanan pajang.

Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama
perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan
prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran kalinyamat, anak
yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima
perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran
Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas
kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan
kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai
Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah
wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta
dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung
menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak
sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan
mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah
masjid Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan
mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam
pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah
keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke
Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah
Majapahit di daerah Surakarta. 

Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto
dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat,
maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa
membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku.
Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka
Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan
Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan.
Akhirnya Arya Panangsang dapat ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng
Panjawi mendapatkan hadiah tanah pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah
mataram.

2.4    Peradaban kerajaan Islam Demak pada abad XVI

Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan kerajaan Majapahit. Sebelum raja


Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan memberontak pada kekafiran
(Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak abad XIV orang Islam tidak asing
lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar bubat. Cerita-cerita jawa yang
memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja” ke Keraton Majapahit sebagai
kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang beragama Islam, mengandung
kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan menghadap raja” secara teratur itulah
vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus dengan jalan demikian ia tetap menjalin
hubungan dengan para pejabat keraton Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja
Demak menjadi raja Islam merdeka dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain
baginya.  Bahwa banyak bagian dari peradaban lama, sebelum zaman Islam telah
diambil alih oleh Keraton-keraton Jawa Islam di Jawa Tengah, terbukti jelas sekali dari
kesusastraan Jawa pada zaman itu. Bertambahnya bangunan militer di Demak dan
Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang sangat mendesak,
disebabkan juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan contoh ynag dilihat di
kota-kota Islam di luar negeri. Peranan penting masjid Demak sebagai pusat
peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya di hati orang beriman
pada abad XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat berpengaruh dan
dapat berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa Islam yang sekarang, seperti wayang
orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat dan pembuatan keris, kelihatannya
sejak abad XVII oleh hikayat Jawa dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang
hidup sezaman dengan kesultanan Demak. Kesenian tersebut telah mendapat
kedudukan penting dalam peradaban Jawa sebelum Islam, kemungkinan berhubungan
dengan ibadat. Pada waktu abad XV dan XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir
harus diganti dengan upacara keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu
telah kehilangan sifat sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.

Perekembangan sastra Jawa yang pada waktu itu dikatakan “modern” juga
mendapat pengaruh dari proses sekularisasi karya-karya sastra yang dahulu keramat
dan sejarah suci dari zaman kuno. Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar
pantai utara dan pantai timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-
mata bersifat Islam. Tetapi kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas
menunjukkan hubungan dengan meluasnya agama Islam.

2.5   Keruntuhan Kerajaan Demak

Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat di


keraton Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak
mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri timbul pertentangan di antara para
waris yang saling berebut tahta. Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan
Sultan Trengggono adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh
Sunan Prawoto yang berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang
beranama Arya Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal
diam karena ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan
beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta.
Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa lama karena ia kemudian di kalahkan
oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya,
serta KI Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri.
Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya serta memindahkan pusat
pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.[12]

Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah berjasa.


Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran melawan Arya
Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan Kyai Panjawi
diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadibupati di daerah-daerah tersebut.
Sutawijaya, putra Kyai Ageng Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena
jasanya dalam menaklukan Arya Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan.
Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi
penggatinya. Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang bernama
Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan yang
dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak atasa
tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan oleh Pangeran Benawan dengan
bantuan Sutawijaya.

 Pengeran Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mamapu


mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati
yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya,
Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati
Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.

2.6  Kehidupan Perekonomian dan social budaya di Demak

berkembang ke arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi Kerajaan Demak


menjadi negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malaka dari tangan
Portugis, namun upaya ini ternyata tidak berhasil. Perdagangan antara Demak dengan
pelabuhan-pelabuhan lain di Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan
transito (penghubung) daerah penghasil rempah-rempah dan memiliki sumber
penghasilan pertanian yang cukup besar.
Demak dalam bidang ekonomi, berperan penting karena mempunyai daerah
pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain
itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin.
Barang tersebut diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Dengan demikian,
kehidupan ekonomi masyarakat berkembang lebih baik. Sebagai negara maritim, Demak
menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau transito antara daerah penghasil
rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka, dan dari Malaka kemudian dibawa para
pedagang menuju kawasan Barat. Berkembangnya perekonomian Demak di samping faktor
dunia kemaritiman, juga faktor perdagangan hasil-hasil pertanian.

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan


diatur dengan hukum Islam. Akan tetapi, norma-norma atau tradisi-tradisi lama tidak
ditinggalkan begitu saja. Hasil kebudayaan Kerajaan Demak merupakan kebudayaan yang
berkaitan dengan Islam. Hasil kebudayaannya yang cukup terkenal dan sampai sekarang
masih tetap berdiri adalah Masjid Agung Demak. Masjid itu merupakan lambang kebesaran
Demak sebagai kerajaan Islam. Masjid Agung Demak selain kaya dengan ukir-ukiran
bercirikan Islam juga memiliki keistimewaan, yaitu salah satu tiangnya dibuat dari
kumpulan sisa-sisa kayu bekas pembangunan masjid itu sendiri yang disatukan.Selain
Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga salah seorang dari Wali Sanga juga meletakkan dasar-
dasar perayaan Sekaten pada masa Kerajaan Demak. Perayaan itu digunakan oleh Sunan
Kalijaga untuk menarik minat masyarakat agar masuk Islam. Sekaten ini kemudian menjadi
tradisi atau kebudayaan yang terus dipelihara sampai sekarang.

2.) Kerajaan Pajang

2.7 Perkembangan kerajaan pajang

Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang yang terkait
eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini
disebabkan

karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan


Trenggana. Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri
Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui
kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji
Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan
dengan puteri Hadiwijaya. Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan
Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga
diambil sebagai menantu Hadiwijaya.

 2.8 Peran Wali Songo dikerajaan pajang

Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting,


bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama
periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak. Sepeninggal Trenggana,
peran Wali Songo ikut memudar. Sunan Kudus bahkan terlibat pembunuhan
terhadap Sultan Prawoto, raja baru pengganti Trenggana.

Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali masih berperan
dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, Sunan Prapen bertindak sebagai
pelantik Hadiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Hadiwijaya dengan
para adipati Jawa Timur tahun 1568. Sementara itu, Sunan Kalijaga juga pernah
membantu Ki Ageng Pemanahan meminta haknya pada Hadiwijaya atas
tanah Mataram sebagai hadiah sayembara menumpas Arya Penangsang. Wali lain yang
masih berperan menurut naskah babad adalah Sunan Kudus. Sepeninggal Hadiwijaya
tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan Pangeran Benawa dari jabatan putra mahkota, dan
menggantinya dengan Arya Pangiri. Dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan Sunan
Kudus dalam naskah babad adalah Panembahan Kudus, yang mana Sunan Kudus sejatinya
telah meninggal tahun 1550.

2.9 Keruntuhan Kerajaan Pajang

Sepeninggal Hadiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya,


yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung
Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.Pemerintahan Arya Pangiri hanya
disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang
terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah
tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.

Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang.


Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, namun Pangeran
Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua. Perang antara Pajang
melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke
negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.

Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang


menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang
menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning atau
adik Sutawijaya.Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, di mana ia sebagai raja
pertama bergelar Panembahan Senopati.

2.9 Raja- Raja Kerajaan Pajang

jaka tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya (1568 – 1582). Gelar itu disahkan oleh sunan Giri,
dan segera mendapat pengakuan dari para adipati di jawa tengah dan jawa timur. Sebagai langkah
pertama peneguhan kekuasaan, hadiwijaya memerintahkan agar semua benda pusaka demak
dipindahkan ke Pajang. Setelah itu, ia menjadi salah satu raja yang paling berpengaruh di Jawa.
Sultan Hadiwijaya memperluas kekuasaannya di jawa pedalaman ke arah timur sampai daerah
madiun, di aliran anak bengawan Solo yang terbesar. Tahun 1554, Blora, dekat Jipang, diduduki
pula. Kediri ditundukannya pada tahun 1577. tahun 1581, sesudah usia sultan Hadiwijaya
melampaui setengah baya, ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai sultan islam dari raja-raja
terpenting di jawa timur.
Meskipun sultan hadiwijaya sangat berpengaruh dan kuat, akan tetapi pajang tidak mampu
memperluas wilayah kekuasaannya ke daerah lautan. Bahkan madura pun tidak masuk dalam
wilayah kekuasaan pajang. Mungkin, ini merupakan salah satu akibat posisi pajang yang berada
terlalu masuk ke pedalaman jawa. Meskipun perluasan wilayah tidak dapat dijalankan secara
maksimal, selama pemerintahan hadiwijaya, bidang kesusastraan dan kesenian yang sudah maju di
Demak dan Jepara lambat laut dikenal di pedalaman jawa. Pengaruh islam yang kaut di daerah
pesisir pun menjalar dan tersebar ke pedalaman.
Hadiwijaya meninggal dunia pada tahun 1587. jenazahnya dimakamkan di Butuh, suatu
daerah sebelah barat taman keraton pajang. Ia digantikan oleh menantunya, Arya Pangiri, anak
Sunan Prawoto. Sebelum diangkat ke tahta pajang, Arya Pangiri adalah penguasa demak. Sementara
itu, anak sultan Hadiwijaya, pangeran Benawa, disingkirkan oleh Arya Pangiri, dan dijadikan
Adipati Jipang.
Pangeran Benawa lantas meminta bantuan danang Sutawijaya penguasa mataram, untuk
menggulingkan Arya Pangiri. Mereka berhasil dan pangeran Benawa naik ke singgasana pajang.
Meski demikian, benawa mengakhiri kekuasaannya dengan mengundurkan diri dari tahta, lalu
memilih hidup mengabdi untuk agama.
Selanjutnya, kesultanan pajang kalah pamor terhadap kekuasaan Mataram. Sebagai pengganti
pengeran benawa, raja mataram mengangkat Gagak bening. Namun, posisinya hanyalah sebagai
adipati Pajang. Sayang, usianya tidak panjang. Ia meninggal pada tahun 1591. akhirnya, raja
mataram mengangkat putra pangeran benawa sebagai adipati pajang. Riwayat kerajaan pajang
bearkhi di tahun 1618.
BAB III 

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Agama Islam masuk ke Indonesia kira-kira sejak abad ke-7. Kerajaan-Kerajaan Islam
yang berkembang di Indonesia antara lain: Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai,
Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten,
Kerajaan Cirebon, Kerajaan Goa-Tallo, Kerajaan Ternate dan Tidore. Islam berkembang
pesat di Indonesia dibuktikan dengan Agama Islam merupakan agama yang mendominasi
wilayah Indonesia. Selain itu sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
termasuk dalam sistem pemerintahan monarki, karena para penguasa masih ada ikatan
keturunan.

3.2  Saran

Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan


mengenai Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Namun, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan, karena melihat masih banyak hal-hal yang belum bisa dikaji lebih
mendalam dalam makalah ini.

3.4 Daftar Pustaka

https://makalahkerajaandemakdanpajanglengkap.blogspot.com/2016/01/makalah-
kerajaan-demak-dan-pajanglengkap.html

Anda mungkin juga menyukai