Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Prof DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah

Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran: SKI

Guru Pengajar: Aditya P. Makahenggeng, S.Pd.I

Disusun oleh:
Raditya Gymnasiar Mokoginta
Syafitri Ananta Putri Mamonto
Diva ayu nurfadilah
Moh. Rifqi Mamonto

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KOTAMOBAGU


2023
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. karena atas berkat rahmat,
karunia, taufik dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah tentang
tokoh tafsir Buya Hamka ini. Kami juga tidak lupa untuk berterima kasih kepada
guru pengampu pak Aditya P. Makahenggeng, S.Pd.I . yang telah membimbing
kami pada mata kuliah studi pemikiran tokoh tafsir klasik dan kontemporer.
Kami berharap makalah ini berguna bagi kita yang membacanya, dalam
rangka menambah wawasan tentang tokoh tafsir Buya Hamka. Kami juga berharap
adanya kritik dan saran dari dosen pengampu agar makalah ini tidak ada
kekurangan atau kesalahan dalam materi yang disampaikan kami kedepannya.
Kritik dan saran tersebut tentu akan kami usahakan agar di masa depan makalah
kami menjadi lebih baik lagi dengan tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya, dan
dapat berguna bagi kami sendiri ataupun yang membacanya. Kami meminta
maaf apabila terdapat kekurangan di dalam makalah ini dan kami memohon
untuk diberi saran kedepannya.

Kotamobagu, 21 Januari

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................. 1
BAB II Pembahasan
A. Biografi Buya Hamka..................................................................................... 2
B. Karya-Karya Buya Hamka.............................................................................. 3
C. Tafsir Al-Azhar............................................................................................... 4
D. Komentar terhadap kitab Tafsir...................................................................... 6
E. Kelebihan dan Kekurangan............................................................................. 6
F. Contoh Penafsiran........................................................................................... 7
BAB III Penutup
A. Kesimpulan..................................................................................................... 10
B. Saran............................................................................................................... 10
Daftar Pustaka............................................................................................................. 11

ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembangnya juga kitab-kitab
tafsir, yang dahulu hanya di daerah berbahasa Arab saja yang bisa menghasilkan
kitab tafsir, sekarang di Indonesia juga sudah muncul penafsir-penafsir terkenal,
seperti Syeikh An-Nawawi Al-Bantani, Dr. Buya Hamka, dan M. Quraish Shihab.
Pada makalah ini, yang akan dibahas adalah Dr. Buya Hamka, dimana
beliau berhasil menghasilkan kitab tafsir di penjara, dan beliau juga seorang
sastrawan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Buya Hamka?
2. Apa saja karya-karya yang dihasilkan oleh Buya Hamka?
3. Bagaimana tafsir Al-Azhar karangan Buya Hamka?
4. Bagaimana komentar terhadap kitab tafsir Al-Azhar?
5. Apa kelebihan dan kekurangan dari kitab tafsir Al-Azhar?
6. Apa contoh hasil penafsiran Buya Hamka di tafsir Al-Azhar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi dari Buya Hamka
2. Untuk mengetahui karya-karya yang dihasilkan oleh Buya Hamka
3. Untuk mengetahui tafsir Al-Azhar
4. Untuk mengetahui komentar tentang kitab Tafsir Al-Azhar
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kitab tafsir Al-Azhar
6. Untuk mengetahui contoh hasil penafsiran Buya Hamka

1
BAB II
Pembahasan
A. Biografi Buya Hamka
Buya Hamka lahir di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat pada tahun
1908 M. Nama lengkap beliau adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, akan
tetapi beliau lebih popular dengan sebutan Hamka yang merupakan singkatan dari
namanya. Sebutan buya biasanya digunakan oleh orang Minangkabau untuk
seorang yang dihormati atau sebutan untuk ayah, yang mana arti dari buya itu di
Minangkabau adalah ayah kami. Sebutan buya diambil dari bahasa Arab yaitu abi
atau abuya.1
Buya Hamka lahir dari kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya adalah
Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad
Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama
yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum muda dan
tokoh Muhammadiyah di Minangkabau, sedangkan ibunya bernama Siti Shafiyah
Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia
berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan dengan generasi
pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia
lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal.
Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung,
sebagaimana suku ibunya.2
Hamka mengawali pendidikannya membaca Al-Qur’an di rumah orang tuanya
ketika mereka sekeluarga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang pada tahun
1914 M. Setahun kemudian, setelah mencapai usia tujuh tahun, Hamka dimasukkan
ayahnya ke sekolah desa. Kemudian pada tahun 1916, Zainuddin Labai mendirikan
sekolah diniyah petang hari, di Pasar usang Padang Panjang, Hamka lalu
dimasukkan ayahnya ke sekolah ini, pagi hari Hamka pergi ke sekolah desa sore
hari pergi belajar ke sekolah diniyah dan pada malam hari berada di Surau bersama
teman-teman sebayanya. Ini adalah rutinitas Hamka di masa kecil.3
Pendidikan Buya Hamka diawali di Sekolah Dasar Maninjau hingga Tingkat
Dua, selanjutnya ia melanjutkan pendidikannya ke Sumatera Thawalib Padang
Panjang yang didirikan oleh ayahnya sendiri, saat itu ia berumur 10 tahun. Di situ,
ia belajar bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama di surau dan masjid yang diasuh
sejumlah ulama terkenal seperti Sutan Mansur, RM. Surjoparonto, Ki Bagus
Hadikusumo, Syekh Ahmad Rasyid dan Syekh Ibrahim Musa.4
Hamka memulai pengabdiannya terhadap ilmu pengetahuan dengan menjadi
guru agama pada tahun 1927 M di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Selang dua

1
Saifuddin Herlambang, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer, (Pontianak: IAIN Pontianak
Press, 2018), hlm. 101
2
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 15-18
3
Herlambang, Op. Cit., 101-102
4
Ibid., 102

2
tahun selanjutnya, 1929 M, ia juga menjadi guru di Padang Panjang. Karena karir
intelektualnya yang cemerlang, pada tahun 1957 M-1958 M, ia dilantik sebagai
dosen Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang.
Buya Hamka juga pernah menjabat sebagai rektor pada Perguruan Tinggi Islam
Jakarta.5
Hamka merupakan seorang yang brilian, kesuksesannya menuntut dan
mendapatkan ilmu pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal saja
tetapi ia juga belajar secara otodidak. Di antaranya ilmu yang beliau pelajari secara
otodidak adalah filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun
Barat.6
Dengan kelihaiannya dalam berbahasa Arab, Hamka menelaah karya ulama dan
pujangga besar Timur Tengah, seperti Mustafa al-Manfaluti, Abbas al-Aqqad,
Husain Haikal, Jurji Zaidan, dan Zaki Mubarak. Begitu juga dengan karya sarjana
Barat seperti Perancis, Inggris dan Jerman, yaitu Albert Camus, William James,
Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti.7
Buya Hamka aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan di Muhammadiyah
hingga ia turut membantu mendeklarasikan berdirinya Muhammadiyah pada tahun
1925 M. Karirnya semakin cemerlang. Pada awal tahun 1928 M, ia menjadi ketua
cabang Muhammadiyah di Makassar. Pada 1946 M, ia didaulat sebagai Ketua
Majelis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat. Ia juga diamanahkan sebagai
Penasihan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1953 M.8
Sedangkan dalam bidang politik, Hamka terdaftar sebagai anggota Sarekat
Islam pada tahun 1925 M. Pada tahun 1947 M, ia dilantik sebagai ketua Barisan
Pertahanan Nasional sekaligus anggota Konstituante Masyumi. Namun ketika
Masyumi dihapuskan oleh pemerintahan Soekarno pada tahun 1960 M, empat
tahun kemudian, 1964 M hingga 1966 M, ia dipenjara karena dituduh pro-
Malaysia.9
Hamka merupakan sosok yang kaya dengan ilmu pengetahuan.Kiprahnya di
dunia politik ternyata berbanding lurus dengan sepak terjang pengembangan ilmu
pengetahuannya. Selain aktif di jalur keagamaan dan politik, ia juga merupakan
seorang wartawan, penulis dan editor. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi
wartawan beberapa surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang
Islam, dan Seruan Muhammadiyah.10 Buya Hamka mendapat gelar Dr. H.C. dari
Al-Azhar dan dari Universiti Kebangsaan Malaysia.
B. Karya-Karya Buya Hamka
Beberapa di antara karya-karyanya adalah sebagai berikut:
1. Tasawuf modern
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Ibid., 102-103
8
Ibid., 103
9
Ibid.
10
Ibid.

3
2.Lembaga Budi
3.Falsafah Hidup
4.Lembaga Hidup
5.Pelajaran Agama Islam
6.Tafsir Al-Azhar Juz 1-30
7.Ayahku; Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan Kaum Agama di
Sumatera
8. Kenang-kenangan Hidup Jilid I-IV
9. Islam dan Adat Minangkabau
10. Sejarah umat Islam Jilid I-IV
11. Studi Islam
12. Kedudukan Perempuan dalam Islam
13. Si Sabariyah
14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
15. Di Bawah Lindungan Ka’bah
16. Merantau Ke Deli
C. Tafsir Al-Azhar
Tafsir al-Azhar mulanya berasal dari kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka
di Masjid Agung al-Azhar sejak tahun 1959, yang ketika itu belum bernama al-
Azhar, yang terletak di Kebayoran Baru-nama masjid tersebut adalah anugrah dari
Syekh Mahmud Syalthut semenjak kunjungannya ke sana-pada waktu yang sama,
Hamka bersama KH. Fakih Usman HM. Yusuf Ahmad menerbitkan majalah Panji
Masyarakat (Panjimas). Kuliah tersebut berlanjut sampai terjadi kekacauan politik
di mana masjid tersebut telah dituduh menjadi sarang “Neo Masyumi” dan
“Hamkaisme”. Akibat dari tuduhan tersebut, penerbitan Panji Masyarakat
diharamkan.11
Tafsir Al-azhar ditulis dalam 30 jilid dan pada bagian akhir setiap jilid, Hamka
mencatatkan tempat jilid tersebut ditulis. Penerbitan pertama Tafsir Al-azhar pada
tahun 1968, diterbitkan oleh penerbit Pembimbing Masa yaitu dari juz pertama
hingga juz keempat. Selanjutnya diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai juz 29
oleh Pustaka Islam Surabaya pada tahun 1973. Terakhir diterbitkan oleh Yayasan
Nurul Islam Jakarta yaitu dari juz 5 sampai juz 14 pada tahun 1975.12
1. Corak Tafsir
Corak tafsir al-Azhar karya Prof. Dr. Hamka adalah corak sastra budaya
kemasyarakatan atau Al-Adabi Al-Ijtima’i yang mana corak ini bermula dari
Syekh Muhammad Abduh (1849-1905). Corak sastra budaya kemasyarakatan
yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-
Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-
usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit/problem-problem mereka
berdasarkan ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut
dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah terdengar.13

11
Ibid., 105.
12
Ibid.
13
Ibid., 104.

4
Corak tafsir ini nampak terlihat dari latar belakang Buya Hamka sebagai
seorang sastrawan sehingga ia berupaya agar menafsirkan ayat dengan bahasa
yang dipahami semua golongan dan bukan hanya di tingkat akademisi atau
ulama. Di samping itu, ia memberikan penjelasan berdasarkan kondisi sosial
yang sedang berlangsung (pemerintahan Orde Lama) dan situasi politik waktu
itu.14
Corak tafsir ini walaupun melakukan penafsiran menyangkut berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan kandungan ayat yang ditafsirkan misalnya
filsafat, teologi, hukum, tasawwuf dan sebagainya, namun penafsiran tersebut
tidak keluar dari ciri coraknya yang berusaha menanggulangi penyakit-penyakit
masyarakat dan mendorongnya guna meraih kemajuan duniawi dan ukhrawi
berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Qur’an.15
2. Metode Analisis Tafsir
Melihat penafsiran Buya Hamka dalam tafsirnya itu, yang mengikuti urutan
ayat-ayat dalam Alquran dan menjelaskannya secara analitis, maka jelas ia
menggunakan metode tahlili. metode ini merupakan metode yang mufassirnya
berupaya untuk menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai sisi
dengan memperhatikan urutan ayat-ayat Alquran sebagaimana yang termaktub
dalam mushaf.16
3. Bentuk Penafsiran
Jika diperhatikan penafsiran Hamka dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Azhar,
ditinjau dari segi sumber atau bentuk/manhaj tafsir, maka ia merupakan
perpaduan antara tafsir bi al-Ma'tsur dan bi al-Ra'yi.17
Hamka menggunakan beberapa metode dalam menafsirkan Alquran, seperti
menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan hadis, Al-Qur’an
dengn pendapat ulama, Al-Qur’an dengan syair dan Al-Qur’an dengan
pandangan pribadi.18
4. Sistematika Kitab Tafsir Al-Azhar
a) Menurut susunan penafsirannya, Buya Hamka menggunakan metode tartib
Utsmani yaitu menafsirkan ayat secara runtut berdasarkan penyusunan
Mushaf Utsmani, yang dimulai dari Surah al-Fatihah sampai Surah al-Nas.
b) Dalam setiap surah dicantumkan sebuah pendahuluan dan pada bagian akhir
dari tafsirnya, Buya Hamka senantiasa memberikan ringkasan berupa pesan
nasehat agar pembaca bisa mengambil ibrah-ibrah dari berbagai surah
dalam al-Qur'an yang ia tafsirkan.
c) Sebelum beliau menterjemahkan beserta menafsirkan sebuah ayat dalam
satu surah, tiap surah itu ditulis dengan artinya, jumlah ayatnya, dan tempat
turunnya ayat.
d) Penyajiannya ditulis dalam bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa
ayat—satu sampai lima ayat—dengan terjemahan bahasa Indonesia

14
Avif Alfiyah, “Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar”, Ilmu Ushuluddin, Vol. 15, No. 1,
2016, [p. 25-35], hlm. 31
15
Herlambang, Loc. Cit.
16
Malkan, “Tafsir Al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis”, Jurnal Hunafa, Vol. 6, No. 3, 2009 [p.
359-376] hlm. 370
17
Ibid., 368
18
Herlambang, Op. Cit., 106.

5
bersamaan dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti dengan penjelasan
panjang, yang mungkin terdiri dari satu sampai lima belas halaman.
e) Dalam tafsirnya dijelaskan tentang sejarah dan peristiwa kontemporer.
f) Terkadang disebutkan pula kualitas hadis yang dicantumkan untuk
memperkuat tafsirannya tentang suatu pembahasan.
g) Dalam tiap surah, Hamka menambahkan tema-tema tertentu dan
mengelompokkan beberapa ayat yang menjadi bahan bahasan.19
D. Komentar terhadap Tafsir Al-Azhar
1. Abu Syakirin menegaskan: “Tafsir al-Azhar merupakan karya Hamka yang
memperlihatkan keluasan pengetahuan dan hampir mencakupi semua disiplin
ilmu penuh berinformasi.”
2. Moh. Syauqi Md Zhahir: “Tafsir al-Azhar merupakan kitab tafsir Al-Qur’an
yang lengkap dalam bahasa Melayu yang boleh dianggap sebagai yang terbaik
pernah dihasilkan untuk masyarakat Melayu Muslim.”20
3. Kiki Muhammad Hakiki “Kemunculan Tafsir al-Azhar karya Haji Abdul Malik
Karim Amrullah (HAMKA) telah menjadi tolak ukur bahwa umat Islam
Indonesia ternyata tidak bisa dilihat sebelah mata. Kualitas tafsir ini tidak kalah
jika dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang pernah muncul dalam dunia Islam.
Jika dilihat dari isinya, tafsir 30 jus ini mempunyai keistimewaan yang luar
biasa, di antaranya; pertama, dari sisi sajian redaksi kalimatnya yang kental
nuansa sastra. Kedua, pola penafsirannya. Ketiga, kontekstualisasi
penafsirannya dengan kondisi ke-Indonesiaan.21
4. Menurut Nasruddin Baidan “Sementara dalam menjelaskan pengertian ayat itu,
Hamka menggunakan contoh-contoh yang hidup di tengah masyarakat, baik
masyarakat kelas atas seperti raja, rakyat biasa, maupun secara individu semua
tergambar di dalam karyanya. Selain itu, uraian Hamka yang demikian panjang
tidak membosankan, tetapi enak dibaca dan menyentuh perasaan manusiawi
yang amat halus”.22
5. Menurut Aviv Alviyah, “Ciri khas Buya HAMKA yang menarik adalah ia tidak
pernah menimba ilmu di Timur Tengah. Tetapi mampu menafsirkan al-Qur’an
yang standar dengan tafsir-tafsir yang ada di dunia Islam. Secara sosio-kultural,
Tafsir al-Azhar penuh dengan sentuhan problem-problem umat Islam di
Indonesia”.23
E. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar
1. Kelebihan
a) Diawali dengan pendahuluan yang berbicara tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an,
seperti definisi Al-Qur’an, Makkiyah atau Madaniyah, Nuzul Al-Qur’an,
Pembukuan Mushhaf, haluan tafsir, sejarah Tafsir al-Azhar, dan i’jaz.
b) Menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sehingga memudahkan
pembaca Indonesia memahami tafsirannya.

19
Alfiyah, Op. Cit., 29-30.
20
Ibid., 34
21
Kiki Muhammad Hakiki, “Potret Tafsir Al-Qur’an di Indonesia: Studi Naskah Tafsir Al-Azhar Karya Hamka”,
Al-Dzikra, Vol. 5, No. 9, 2011, hlm. 1
22
Nasruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2003), hal. 105
23
Alfiyah, Loc. Cit.

6
c) Beliau tidak hanya menafsiri dengan menggunakan pendekatan bahasa,
ilmu-ilmu sosial, dan Ushul al-Fiqh saja, tetapi juga dengan bidang yang
lain.
d) Selektif terhadap pendapat dari sahabat atau ulama’ tentang suatu
pembahasan karena beliau akan tetap menolak pendapat mereka jika
bertentangan dengan Al-Qur’an atau hadis.24
2. Kekurangan
a) Yang dicantumkan terkadang hanya arti hadis saja tanpa mencantumkan
teks hadisnya, dan terkadang juga tidak ditemukan sumber hadisnya.
b) Bahasa yang digunakan dalam menafsirkan dan menjelaskan tentang suatu
bahasan terkadang tidak mengikuti kaidah EYD, karena masih bercampur
antara Bahasa Indonesia dengan Melayu.25
F. Contoh Tafsir
No
Ayat Redaksi Ayat Tafsir Al-Azhar Tafsir Ibnu Katsir
.
1. Abasa:
ً َ‫وَفَاكِه‬
‫ة‬ "Dan buah-buahan dan Yang dimaksud dengan

-٣١ - ً ‫وََأبّا‬
31-32 rumput-rumputan." (ayat fakihah ialah semua
31). "Akan bekal bagi jenis buah-buahan yang
ْ ُ ‫متَاعا ً لَّك‬
‫م‬ َّ kamu dan bagi ternak- dimakan untuk
ُ ‫مك‬ ‫َأِل‬
ِ ‫وَ نْعَا‬
ternak kamu." (ayat 32).
Artinya berpuluh macam
bersenang-senang. Hal
ini mengandung takwil
-٣٢- ‫م‬ ْ buah-buahan segar yang
dapat dimakan oleh
bahwa Ibnul Khattab
r.a. bermaksud untuk
manusia; sejak dari mengetahui bentuk,
delima, anggur, epal, jenis dan barangnya;
berjenis pisang, berjenis karena sesungguhnya
mangga dan berbagai dia dan semua orang
buah-buahan yang hanya yang membaca ayat ini
tumbuh di daerah mengetahui bahwa al-
beriklim dingin dan yang abb adalah sejenis
tumbuh di daerah tumbuh-tumbuhan,
beriklim panas; sebagai sebab dalam
pepaya, nenas, konteksnya disebutkan
rambutan, durian, duku oleh firman-Nya: lalu
dan langsat dan buah Kami tumbuhkan biji-
sawo dan lain-lain dan bijian dl bumi itu,
berbagai macam rumput- anggur, dan sayur-
rumputan pula untuk sayuran, zaitun dan
makanan binatang ternak pohon kurma, kebun-
yang dipelihara oleh kebun (yang) lebat dan
manusia tadi. buah-buahan serta
rumput-rumputan.
('Abasa: 27-31) Yakni
untuk makanan pokok
kalian dan binatang
ternak kalian dalam

24
Ibid.
25
Ibid., 34-35.

7
kehidupan dunia ini
sampai hari kiamat
nanti.

Hamka menjelaskan
apapun sebab-sebab Allah Swt.
kematian seseorang baik memberitakan bahwa
mati syahid, sakit dan semua orang yang mati
sebagainya akan atau terbunuh, tempat
dikumpulkan di hadapan kembali dan
Allah untuk dihisab. kepulangannya
Perhitungan tersebut hanyalah kepada Allah
berkaitan dengan tujuan Swt. Lalu Allah akan
hidup setiap manusia memberikan balasan
‫م‬
ْ ُّ ‫مت‬ُّ ‫وَلَِئن‬ karena tujuan hidup kepadanya sesuai
‫َأ‬
Ali ‫م‬ْ ُ ‫قُتِلْت‬ ْ‫و‬ itulah yang menentukan
nilai hidup bukan
dengan amal
perbuatannya. Jika amal
2. Imran: ‫ِإللَى الله‬ berdasarkan lama perbuatannya baik,
158
- ‫ن‬ َ ‫حشَ ُرو‬ ْ ُ‫ت‬ kehidupan di dunia. Di maka balasannya baik
-١٥٨ sini beliau membawakan pula, dan jika amal
serangkap syair Iqbal perbuatannya buruk,
yang menggambarkan maka balasannya buruk
tentang nilai hidup pula. Untuk itu Allah
tersebut: Umur bukan Swt. berfirman:
hitungan tahun, Hidup Dan sungguh jika
bukan bilangan masa. kalian meninggal atau
Sehari hidup singa di gugur, tentulah kepada
rimba, Seribu tahun Allah saja kalian
hitungan domba. dikumpulkan.

8
Penutup
A. Kesimpulan
Buya Hamka lahir di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat pada tahun 1908
M. Nama lengkap beliau adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, akan tetapi beliau
lebih popular dengan sebutan Hamka yang merupakan singkatan dari Namanya. Buya
Hamka lahir dari kalangan keluarga yang taat agama. Beberapa karya dari Buya
Hamka adalah Tafsir Al-Azhar, Tasawuf Modern, Tenggelamnya kapal Van der Wijck,
Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Tafsir al-Azhar mulanya berasal dari kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka di
Masjid Agung al-Azhar sejak tahun 1959. Corak Tafsir ini Al-Adabi Al-Ijtima’i,
Metode Analisis tahlili, dan sumber penafsiran ini menggabungkan antara Bil Ma’tsur
dan Bi; Ra’yi.
Salah satu komentar mengatakan bahwa kemunculan Tafsir al-Azhar karya Haji
Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) telah menjadi tolak ukur bahwa umat Islam
Indonesia ternyata tidak bisa dilihat sebelah mata. Kualitas tafsir ini tidak kalah jika
dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang pernah muncul dalam dunia Islam. Kitab Tafsir
ini juga memiliki kelebihan dan kekurangannya.
B. Saran
Hendaknya dengan adanya tafsir Al-Azhar ini akan membantu kita untuk
memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
C. Komentar
Dengan adanya tafsir Al-Azhar ini akan membantu masyarakat untuk memahami
ayat-ayat Al-Qur’an, dikarenakan kitab tafsir ini berbahasa Indonesia, jadi bagi orang
awam sendiripun bisa memahami ayat Al-Qur’an walaupun ia tidak jago dalam
berbahasa Arab, maupun orang-orang yang memang sudah pandai berbahasa Arab,
tafsir ini akan membantunya dalam menambah pemahaman tentang Al-Qur’an itu
sendiri, terutama tafsir ini berusaha menafsirkan ayat sesuai dengan kehidupan
masyarakat saat ini.

9
Daftar Pustaka
Herlambang, Saifuddin. 2018. Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer.
Pontianak: IAIN Pontianak Press.
Nizar, Samsul. 2008. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Alfiyah, Avif. “Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar”. Ilmu
Ushuluddin, Vol. 15. No. 1. 2016. [p. 25-35].
Malkan. “Tafsir Al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis”, Jurnal
Hunafa. Vol. 6. No. 3. 2009. [p. 359-376].
Hakiki, Kiki Muhammad. “Potret Tafsir Al-Qur’an di Indonesia: Studi Naskah
Tafsir Al-Azhar Karya Hamka”. Al-Dzikra. Vol. 5. No. 9. 2011.
Baidan, Nasruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia. Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

10

Anda mungkin juga menyukai