Anda di halaman 1dari 33

METODOLOGI KITAB TAFSIR AL-AZHAR

Makalah
Diajukan Sebagai Bahan Presentasi Untuk Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah “Membahas Kitab Tafsir”
Semester VI (Enam) Tahun Akademik 2022

Oleh:
SITTI NURDUHA
NIM: 30300119041

Dosen Pengampu:
Dr. H. Muhammad Irham, M. Th.I.

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬
Alhamdulillah, ucapan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang
karena limpahan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan
sehingga makalah “Metodologi Kitab Tafsir al-Azhar ” ini dapat terselesaikan
dengan baik. Besar harapan penulis agar karya yang telah disusun dan rampungkan
ini dapat memperluas dan membuka pemahaman pengetahuan dan wawasan rekan-
rekan mahasiswa pada khususnya mengenai pembahasan kitab-kitab tafsir yang
merupakan salah satu mata kuliah semester ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini bukan hanya karena
usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami ingin berterima kasih kepada orang tua yang
senantiasa mendukung kami dan kepada dosen pembimbing kami Dr. H.
Muhammad Irham, M. Th.I. atas arahannya dalam tugas makalah ini.
Saya sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih perlu banyak perbaikan dan jauh dari kesempurnaan. Karenanya, penulis
memohon maaf bila terdapat kesalahan dan penulis sangat terbuka menerima kritik
dan saran. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua khususnya Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Sekian dan terimakasih.

Maros, April 2022

Sitti Nurduha

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Biografi Mufassir .............................................................................. 3
B. Karakteristik Kitab Tafsir al-Azhar .................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 24
A. Kesimpulan ...................................................................................... 24
B. Saran ................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah tafsir Al-Qur’an selalu berkembang sejak diturunkannya Al-Qur’an

hingga saat ini. Munculnya berbagai kitab tafsir dengan menggunakan berbagai

macam pendekatan dan metode penafsiran merupakan bukti nyata dari upaya

penafsiran Al-Qur’an yang tidak pernah berhenti. Proses dialektika dari teks yang
terbatas dan konteks yang tidak terbatas menjadi pemicu bagi pengembangan ilmu

tafsir Al-Qur’an.1

Munculnya berbagai macam corak tafsir dan karakter penafsiran

disebabkan karena banyak factor antara lain karena adanya perbedaan sosio-

historis lingkungan mufassir tinggal ataupun karena situasi politik yang terjadi

ketika mufassir melakukan penafsirannya. Selain itu, perbedaan penafsiran juga

bisa disebabkan karena perbedaan bidang keahlian yang dimiliki masing-masing

mufassir.

Dengan banyaknya karya kitab tafsir yang telah dicetuskan oleh ulama-

ulama terdahulu, dapat memudahkan umat dalam memahami Al-Qur’an dan

menjadikannya sebagai pedoman hidup. Tanpa adanya upaya dari mufassir

terdahulu dalam menafsirkan Al-Qur’an, akan banyak golongan yang akan

berupaya menafsirkan Al-Qur’an dengan semena-mena dan tanpa arah sehingga


hanya digunakan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan. Dan hal ini sangat

berbahaya bagi umat islam.

1
Ratna Umar, Ja>mi’ Al-Baya>n ‘An Ta’wi>l A<yi Al-Qur’a>n (Manhaj/Metode Penafsirannya),
Jurnal al-Asas, Vol. I No. 2, 2018.

1
2

Salah satu ktab tafsir yang sangat terkenal di Indonesia adalah Tafsir al-

Azhar karya Buya Hamka. Dalam tafsirnya beliau melakukan pendekatan dengan

harapan agar masyarakat muslim di Indonesia dapat dengan mudah memahami

maksud dan kandungan ayat dalam setiap surah dalam setiap surah dalam Al-

Qur’an.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas maka

dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana biografi Buya Hamka?

2. Bagaimana karakteristik kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana biografi Buya Hamka.

2. Untuk mengetahui karakteristik Kitab Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Mufassir

1. Nama Lengkap dan Nasab (Keturunan)

Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Haji


merupakan gelar yang diberikan kepada setiap orang Indonesia yang telah selesai
melaksanakan ibadah haji di Mekkah.2 Abdul Malik merupakan nama asli beliau
yang diberikan oleh DR. Haji Abdul Malik Karim (ayah beliau) yang diambiluntuk
mengenang anak gurunya, Syekh Ahmad Khathib di Mekkah yang juga bernama
Abdul Malik. Karim merupakan kata yang diambil dari nama ayah beliau yaitu DR.
Haji Abdul Malik Karim bin Amrullah. Amrullah merupakan nama kakek beliau
dari jalur ayah yang bernama Muhammad Amarullah. Dan beliau dikenal dengan
nama HAMKA yang merupakan singkatan dari huruf pertama nama lengkap beliau
yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Nasab dan keturunan beliau dimulai dari kakek beliau yang bernama
Muhammad Amarullah bin Syekh Abdullah Saleh bin Tuanku Pariaman Syekh
Abdullah Arif. Nama Ayah DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah.3 Nama ibu
beliau adalah Shafiyah binti Bagindo Nan Batuah. Nama istri beliau adalah Siti
Rahman binti Endan Sutan.4 Dan anak-anak beliau bernama Rusydi Hamka, Irfan
Hamka, Aliyah Hamka, Afif Hamka, Hisyam Hamka, Husna Hamka. Fathiyah
Hamka-Vickri, Helmi Hamka, Syakib Arsalan Hamka, Azizah Hamka, Fachry
Hamka, Zaki Hamka.

2
Avif Alviah, “Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir al-Azhar”, Jurnal Ilmu
Ushuluddin, Vol. 15, No. 1 (2016), h. 1-2.
3
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2015), h. xv.
4
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 1, h. xii.

3
4

2. Kelahiran dan Kewafatan

a. Tempat lahir : Sungai Batang, Minanjau Sumatera Barat

b. Hari/Tanggal : Ahad, 17 Februari 1908 M / 13 Muharram 1326 H.

c. Tempat wafat : Jakarta

d. Hari/Tanggal : Jum’at, 24 Juli 1981 M / 21 Sya’ban 1401 H5

3. Latar Belakang Sosio-Politik

Buya Hamka hidup pada zaman orde lama yang dipimpin oleh Ir.Soekarno.

Pada masa itu, Buya Hamka pernah ditahan dan dipenjara oleh penguasa orde lama

atas tuduhan bekerja sama dengan kelompok yang ingin membunuh Ir Soekarno

meskipun pada akhirnya tuduhan itu terbukti salah pada masa orde baru.6 Dengan

tumbangnya Orde Lama dan munculnya Orde Baru, Hamka memperoleh kembali

kebebasannya. Ia dibebaskan pada tanggal 21 Januari 1966 setelah mendekam

dalam tahanan sekitar dua tahun.

Pada tanggal 27 Januari 1964, beliau ditahan dengan tuduhan telah

mengadakan rapat gelap di Tangerang pada tanggal 11 Oktober 1963 dengan isi

rapat yaitu untuk membunuh Menteri Agama H. Saifuddin Zuhri dan hendak

melakukan kudeta serta menerima suap dari Perdana Menteri Malaysia empat juta

dollar untuk menjalankan rencananya.7

4. Latar Belakang Pendidikan

a. Pada usia 7 tahun dimasukkan di Sekolah Dasar Minanjau yang berada di

Padang Panjang selama 3 tahun.

5
Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer,
(Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2018), h. 105.
6
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, (Jakarta Selatan:Penerbit Noura,
2016), h. 293.
7
Hamka,Tafsir al-Azhar jilid 1, h. 48.
5

b. Pada usai 10 tahun beliau bersekolah di sekolah yang didirikan ayah beliau yang

bernama Sumatera Thawalib di Padang Panjang.8

c. Pada usia 8-15 tahun, beliau belajar agama di Diniyyah School dan Sumatera

Thawalib di Padang Panjang dan Parabek.

d. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan

Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM

Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, HAMKA mengikuti berbagai

diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman,

Yogyakarta.9

5. Rihlah Ilmiah

Rihlah Ilmiah Buya Hamka dimulai sejak usianya masih 16 tahun, tepatnya

pada tahun 1924, ia sudah meninggalkan Minangkabau menuju Jawa; Yogyakarta.

Perjalanan ilmiahnya dilanjutkan ke Pekalongan, dan belajar dengan

iparnya, AR. St. Mansur, seorang tokoh Muhammadiyah. Hamka banyak belajar

tentang Islam dan juga politik. Ia kembali ke Sumatera Barat bersama AR. St.

Mansur.

Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa (1927), Hamka pergi ke Mekkah

untuk menunaikan ibadah haji. Kesempatan ibadah haji itu ia manfaatkan untuk

memperluas pergaulan dan bekerja.

Sekembalinya dari Mekkah, ia tidak langsung pulang ke Minangkabau,

akan tetapi singgah di Medan untuk beberapa waktu lamanya dan disinilah

intelektual keilmuan Buya Hamka semakin berkembang.

8
Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer, h.
102.
Ibnu Ahmad Al-Fathoni, Biografi Tokoh Pendidik dan Revolusi Melayu Buya Hamka,
9

(Cet. I; Arqom Datani, 2015), h. 3.


6

6. Integritas

Buya Hamka terkenal sebagai pendidik yang berhasil sekaligus pemikir

Pendidikan islam. Beliau merupakan figur pendidik yang konsisten. Pemikiran-

pemikiran yang beliau utarakan bersifat dinamis, inovatif dan revolusioner. Buya

Hamka juga merupakan salah seorang tokoh pembaharu yang berupaya menggugah

dinamika umat dan mujaddid yang unik. Meskipun hanya sebagai produk

pendidikan tradisional, namun ia merupakan seorang intelektual yang mempunyai

wawasan generalistik dan modern.

Dalam menyajikan karya-karyanya, beliau memformat ide-ide

pembaruannya melalui pemikiran yang modern dan kontekstual. 10 Dinamika

pemikiran inovatifnya tentang pendidikan Islam dapat terlihat dari upayanya

menggeser sistem pendidikan tradisional yang masih sederhana, kepada sistem

pendidikan modern yang kompleks dan sistematis. Ia merupakan sosok ulama

Indonesia era modern yang telah banyak memberikan kontribusi bagi

pengembangan dan peradaban dan munculnya dinamika intelektualitas

masyarakat (Islam).

7. Keahlian

Buya Hamka dikenal sebagai sastrawan, pendidik (guru), ulama, politisi,

pemikir, serta pejuang nasional.11

8. Para guru

Nama-nama guru Buya Hamka diantaranya Zainuddin Labay el-Sanusy,


Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo, Ki Bagus

10
Ibnu Ahmad Al-Fathoni, Biografi Tokoh Pendidik dan Revolusi Melayu Buya Hamka,
h.40-41.
11
Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer, h.
103.
7

Hadikusumo, R.M. Suryopranoto, H. Fachruddin, HOS. Tjokroaminoto, Mirza

Wali Ahmad Baig, A. Hasan Bandung, Muhammad Natsir, AR. St. Mansur.12

9. Para murid

H Dasril St Bagindo, Habib Abdullah, Syafii Anwar, Wahid Zaini,

Nurcholis Majid, Malik Ahmad.

10. Karya-karya

Buku Tasawuf Modern (1983), Buku Lembaga Budi (1983), Buku Falsafah

Hidup (1950), Buku Lembaga Hidup (1962), Buku Pelajaran Agama Islam (1952),

Tafsir al-Azhar juz 1-30, Buku Ayahku, Buku kenang-kenangan Hidup Jilid I-IV

(1979), Buku Islam dan Adat Minangkabau (1984), Buku Sejarah Umat Islam Jilid

I-IV (1975), Buku Studi Islam (1976), Buku Kedudukan Perempuan dalam Islam

(1973), Buku Si Sabriyah (1926), Buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

(1979), Buku Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936), Buku Merantau ke Deli (1977),

Buku Revolusi Pikiran, Revolusi pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau

Menghadapi Revolusi, Negara Islam, Sesudah Naskah Renville, Muhammadiyah

Melalui Tiga Zaman, Dari Lembah Cita-Cita, Merdeka, Islam Dan Demokrasi,

Dilamun Ombak Masyarakat, Menunggu Beduk Berbunyi, Buku Di Tepi Sungai

Nyl, Di Tepi Sungai Daljah, Buku Mandi Cahaya Di Tanah Suci, Empat Bulan Di

Amerika, Pandangan Hidup Muslim.13

11. Penilaian Ulama


a. Pro:

Pada tahun 1959, Hamka mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa

(Doctor H.C.) dari Universitas al-Azhar, Kairo atas jasa-jasanya dalam penyiaran

12
Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer, h.
102.
13
H. Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, h. 373-378.
8

agama Islam dengan menggunakan bahasa Melayu.14 Kemudian pada 6 Juni 1974,

kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas Nasional

Malaysia pada bidang kesusasteraan, serta gelar Profesor dari Universitas Prof. Dr.

Moestopo.

Dikutip dari buku Abd. Haris yang berjudul Etika Hamka: Kontruksi etik

Berbasis Rasional Religius, 2010. Menurut Dawam Raharjo sebagaimana yang

dikutip oleh Haris yang mengatakan bahwa “Buya Hamka adalah seorang ulama

dengan corak tersendiri. Pertama dia adalah ulama penulis dan kedua Hamka

adalah seorang ulama yang multidimensional. Banyak ulama yang

multidimensional tetapi jarang yang sekaligus juga sastrawan dan budayawan dan

Hamka mempunyai keunggulan karena ia memiliki kemampuan khusus dalam

mengkomunikasikan gagasan-gagasan keagamaannya kepada masyarakat luas.”

Menurut Ibnu Ahmad al-Fathoni, Buya Hamka merupakan tokoh

Pendidikan islam yang dimana konsep pemikirannya sangat monumental dan

begitu spektakuler di kalangan manapun. Beliau adalah ulama pujangga dan

tercakup dalam berbagai kualitas ketokohan dan keahlian. Beliau adalah seorang

pencetus dan pemuka islam, pejuang, patriot, wartawan, pengarang, sastrawan,

dan budayawan.

Tun Abdul Razak mengatakan bahwa “Prof. Dr. Hamka adalah seorang

pujangga yang menjadi kebangaan semua rumpun Melayu dan Hamka bukan hanya

milik bangsa Indonesia tapi juga kebaggaan bangsa-bangsa Asia Tenggara”.

b. Kontra:
-

14
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 1, h. 5.
9

12. Konklusi:

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan

buya Hamka, lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Ahad,

tanggal 17 Februari 1908 M atau 13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang

taat agama. Ayahnya adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut Haji

Rasul bin Syekh Muhammad Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Sejak kecil,

Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Alquran langsung dari ayahnya.

Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan mengembangkan

Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah Hamka mempelajari ilmu

agama dan mendalami ilmu bahasa arab. Buya Hamka kurang menerima

Pendidikan formal, tetapi beliau seorang yang pandai belajar otodidak dalam

berbagai bidang serta memiliki keahilan Bahasa Arab yang tinggi. Pada masa

mudanya, beliau sering melakukan perjalanan/rihlah untuk mendapatkan banyak

pengalaman dan ilmu serta mengajarkan ilmu yang telah ia dapatkan kepada orang

lain yang dia temui. Dalam perjalanannya, Buya Hamka aktif dalam berbagai

organisasi politik dan beliau juga pernah bekerja sebagai guru bahkan telah

membangun sekolah di kampung halamannya. Beliau sangat berdedikasi tinggi

dengan Pendidikan dan ilmu pengetahuan. Buya Hamka juga pernah bekerja

sebagai wartawan, budayawan, dan juga sebagai ulama besar. Banyak karya-karya

fenomenal yang telah beliau buat sehingga beliau juga terkenal sebagai sastrawan.

B. Karakteristik Kitab Tafsir al-Azhar

1. Selayang Pandang

a. Sampul : Hard Cover


b. Jumlah jilid : 9 jilid

c. Jumlah halaman : xvi + 780 halaman

d. Pengarang : DR. Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA)


10

e. Editor : Joko Waskito

f. Penerbit : Gema Insani

g. Tempat terbit : Jakarta

h. Tahun terbit : 2015

i. Ukuran : 26,5 cm

2. Latar Belakang Mufassir dalam Menyusun kitab Tafsirnya

Latar belakang penyusunan kitab Tafsir al-Azhar ini adalah adanya

dorongan dan desakan dalam diri Buya Hamka untuk segera meluncurkan kitab

tafsir karena dahsyatnya minat Angkatan muda islam di Indosia dan di daerah-

daerah yang berbahasa melayu untuk mengetahui betul isi Al-Qur’an dizaman

sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam

membaca Bahasa Arab. Kecenderungan beliau terhadap penulisan tafsir ini juga

bertujuan untuk memudahkan pemahaman para muballigh dan para pendakwah

serta meningkatkan kesan dalam penyampaian khutbah-khutbah yang diambil dari

sumber-sumber bahasa Arab. Hamka memulai penulisan Tafsir al-Azhar dari surah

al-Mukminun karena beranggapan kemungkinan beliau tidak sempat

menyempurnakan ulasan lengkap terhadap tafsir tersebut semasa hidupnya.15

3. Sumber Rujukan

Terdapat banyak sekali sumber rujukan yang digunakan oleh Buya Hamka

dalam Menyusun kitab tafsirnya. Setelah diperhatikan seluk-beluk dan sumber

penafsiran tafsir ini, maka dapat diketahui bahwa sumber penafsirannya terbagi

menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Adapun beberapa sumber rujukannya
adalah sebagai berikut:

15
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 1, h. 42.
11

a. Sumber primer yang dimaksud adalah Al-Qur’an, sunnah, dan perkataan

sahabat.

b. Sumber sekunder yang menjadi rujukan tafsir al-Azhar adalah Tafsir al-Thabari

karya Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Razi, Lubab al-Ta’wil Fi

Ma’ani al-Tanzil, Tafsir al-Nasafi-Madariku al-Tanzil wa Haqa’iqu al-Ta’wil,

karya al-Khazi, Fath al-Qadir, Nailu al-Athar, Irsyad alFuhul (Ushul Fiqh) karya

al-Syaukani, Tafsir al-Baghawi, Ruhul Bayan karya al-Alusi, Tafsir Al-Manar

karya Sayyid Rasyid Ridha, Tafsir al-Jawahir karya Tanthawi Jauhari, Tafsir Fi

Zhilal Al-Qur’an karya Sayyid Qutb, Mahasin al-Ta’wil karya Jamaluddin al-

Qasimi, Tafsir al-Maraghi karya Syaikh al-Maraghi, Al-Mushaf al-Mufassar

karya Muhammad Farid Wajdi, al-Furqan karya A Hassan, Tafsir Al-Qur’an

karya bersama H. Zainuddin Hamidi dan Fahruddin H.S, Tafsir Al-Qur’anul

Karim karya Mahmud Yunus, Tafsir An-Nur karya TM Hasbi as-Shiddiqie,

Tafsir Al-Qur’anul Hakim karya bersama HM Kassim Bakri, Muhammad Nur

Idris dan AM Majoindo, Al-Qur’an dan Terjemahan Depag RI, Tafsir Al-

Qur’anul Karim karya Syaikh Abdul Halim Hasan, H. Zainal Arifin Abbas dan

Abdurrahim alHaitami, Fathurrahman Lithalibi ayati Al-Qur’an karya Hilmi

Zadah Faidhullah al-Hasani, Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, Sunan

Abu Daud, Sunan al-Tirmizi, Riyadh al-Shalihin, Syarh al-Muhazzab karya

Syaikh Nawawi, Al-Muwaththa’ karya Imam Malik, Al-Umm dan al-Risalah

karya Imam Syafi’i, al-Fatawa, al-Islam ‘Aqidah wa al-Syari’ah karya Syaikh

Mahmud Syalthut, Subulussalam fi Syarh, Bulug al-Maram karya Amir Ash-


Shan’ani, al-Tawassul wa al-Wasilah karya Ibn Taimiyah, Al-Hujjatul Balighah

karya Syah Waliyullah al-Dihlawi, dan lain lain.16

16
Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 9 , (Jakarta: Gema Insani, 2015). h. 706.
12

4. Sistematika Penyusunan

a. Pendahuluan

Pada halaman judul, nama judul kitab ditulis lebih besar dibanding nama

pengarang. Pada bagian bawah judul ditulis kalimat “diperkaya dengan pendekatan

sejarah, sosiologi, tasawuf, ilmu kalam, sastra, dan Psikologi. Kemudian, pada

bagian pendahuluan diuraikan dulu terkait apakah Al-Qur’an itu, apa I’jazul

Qur’an itu, isi kemukjizatan Al-Qur’an, penjelasan tentang bagaimana Al-Qur’an

sebagai lafaz dan makna, dan bagaimana cara menafsirkan Al-Qur’an, dan

bagaimana Haluan tafsir khususnya pada tafsir al-Azhar ini, serta dipaparkan

alasan mengapa dinamai tafsir al-Azhar, dan beberapa pengajaran hidup tentang

hikmat ilahi yang telah dialami oleh Buya Hamka yang kemudian menuangkannya

dalam kitab tafsir ini agar dapat menjadi pembelajaran bagi orang-orang yang

membaca dan memahaminya.17

b. Pembahasan
Jilid 1 = Juz 1 - Juz 3 ( menafsirkan Surah al-Fa>tihah, al-Ba>qarah, dan ali-Imran)

Jilid 2 = Juz 4 – Juz 6 ( menafsirkan surah an-Nisa>, dan al-Ma>’idah)

Jilid 3 = Juz 7 – Juz 9 ( menafsirkan surah al-An’am, al-A’raf, dan al-Anfa>l)

Jilid 4 = Juz 10 – Juz 12 (menafsirkan surah al-Taubah, Hu>d, dan Yu>suf )

Jilid 5 = Juz 13 – Juz 16 ( menafsirkan surah Yu>suf , ar-Ra’d, Ibrahi>m, al-H}ijr, an-
Nah}l, al-Isra>’, al-Kahf, Maryam, dan T}a>h}a)

Jilid 6 = Juz 17 – Juz 20 ( menafsirkan surah al-Anbiya>, al-Ha}jj, al-Mu’minu>n, an-


Nu<r, al-Furq>an, Asy-Syu’ara>, an-Naml, al-Qas}as} , dan al-Ankabu>t)

Jilid 7 = Juz 21 – Juz 23 ( menafsirkan surah ar-Ru>m, Luqma>n, as-Sajadah, al-


Ah}za>b, Saba>’, Fa>t}ir, Yasin, as-S}affa>t, S}ad, dan az-Zumar)

17
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 1, h. 51-52.
13

Jilid 8 = Juz 24 – Juz 27 ( menafsirkan surah Ga>fir, Fus}ilat, asy-Syura>, az-Z|ukhruf,


ad-Dukha>n, al-Ja>s|iyah, al-Ah}qa>f, Muhammad, al-Fath}, al-Hu}jura>t, Qa>f, az-Z|a>riyat,
at-T}u>r, an-Najm, al-Qamar, ar-Rah}man, al-Wa>qi’ah, dan al-H}adi>d )

Jilid 9 = Juz 28 – Juz 30 ( menafsirkan surah al-Muja>dilah, al-H}asyr, al-

Mumtah}anah, as-S}aff, al-Jumu’ah}, al-Muna>fiqu>n, at-Taga>bun, at-T}alaq, at-

Tah}ri>m, al-Mulk, Juz 30 sampai akhir juz 30 (an-Na>s).

c. Penutup

Pada bagian penutup tafsir khususnya pada jilid ke-9, penulis

mengungkapkan rasa terimakasih yang ditulis pada bagian ucapan kesyukuran.18

Kemudian, memberikan kalimat penutup sebagai simbol berakhirnya pembahasan

tafsir al-Azhar ini. Dan yang terakhir adalah bagian bibliografi yang berisi sumber

rujukan kitab tafsir al-Azhar ini.

5. Langkah-Langkah Penafsiran

Menurut susunan penafsirannya, Buya Hamka menggunakan metode tartib

utsmani yaitu menafsirkan ayat secara runtut berdasarkan penyusunan Mushaf


Utsmani, yang dimulai dari Surah al-Fa>tih}ah sampai Surah al-Na>s. Dalam setiap

surah dicantumkan sebuah pendahuluan dan pada bagian akhir dari tafsirnya, Buya

Hamka senantiasa memberikan ringkasan berupa pesan nasehat agar pembaca bisa

mengambil ibrah-ibrah dari berbagai surah dalam al-Qur'an yang ia tafsirkan.

Sebelum beliau menterjemahkan beserta menafsirkan sebuah ayat dalam satu

surah, tiap surah itu ditulis dengan artinya, jumlah ayatnya, dan tempat turunnya

ayat.19 Contoh: QS al-Fa>tih}ah (pembukaan), surah pertama yang terdiri dari 7 ayat,
diturunkan di Makkah. Dan QS al-Takas|ur (bermegah-megahan), surah ke-102

18
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 9, h. 706-707..
19
Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga Kontemporer, h.
110.
14

yang terdiri dari 8 ayat dan diturunkan di Makkah. Penyajiannya ditulis dalam

bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat satu sampai lima ayatdengan

terjemahan bahasa Indonesia bersamaan dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti

dengan penjelasan panjang, yang mungkin terdiri dari satu sampai lima belas

halaman dua puluh delapan. Dalam tafsirnya dijelaskan tentang sejarah dan

peristiwa kontemporer. Sebagai contoh yakni komentar Buya Hamka terhadap

pengaruh orientalisme atas gerakan-gerakan kelompok nasionalisme di Asia pada

awal abad ke-20. Terkadang disebutkan pula kualitas hadis yang dicantumkan

untuk memperkuat tafsirannya tentang suatu pembahasan.20

6. Bahasa yang digunakan

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti

tetapi tetap memberi kesempatan orang buat berfikir (ada beberapa kata yang perlu

ilmu bantu untu dipahami).

7. Substansi dan Kandungan yang Dibahas

a. Kaedah bahasa Arab

b. Ilmu hadis

c. Ilmu Fiqh

d. Asbabun Nuzul

e. Nasikh Mansukh

f. Tasawuf

8. Penilaian Ulama

20
Avif Alviah, “Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir al-Azhar”, h. 29.
15

Abu Syakirin mengatakan bahwa Tafsir al-Azhar ini merupakan karya

Buya Hamka yang memperlihatkan keluasaan ilmu pengetahuan dan hampir

mencakupi semua disiplin ilmu penuh dengan informasinya.21

Muhammad Syauqi MD Shaheer mengatakan bahwa Tafsir al-Azhar ini

adalah kitab tafsir Al-Qur’an yang lengkap dalam bahasa Melayu yang boleh

dianggap sebagai yang terbaik yang pernah dihasilkan untuk masyarakat Melayu

muslim.22

9. Metode Kitab Tafsir al-Azhar

a. Metode Penafsiran

Penulis mengambil sampel dari dua surah dalam kitab tafsir ini yaitu surah

al-kaus|ar dan surah al-ka>firu>n. Berikut tabel jumlah baris yang dijadikan sampel:
1) Surah al-Kaus|ar

Dalam Tafsir al-Azhar, surah al-Kaus|ar dimulai dari halaman 675-677,

dengan rincian sebagai berikut:


No. Halaman M R Jumlah
Hal. 675 15 baris 22 baris 37 baris
Hal. 676 16 baris 67 baris 83 baris
Hal. 677 14 baris 44 baris 58 baris
Total 45 baris 133 baris 178 baris

Dari tiga halaman tersebut, total keseluruhan baris tafsir adalah 178 baris

dengan 45 baris M (bi al-ma’s|u>r) dan 133 baris R (bi al-ra’y).

Rincian perhitungannya adalah sebagai berikut:


a) Halaman 675

21
Muhammad Audy Ridhani, Hamka dan Tafsir al-Azhar,
(https://www.qureta.com/post/ulama-nusantara-hamka-dan-tafsir-al-azhar), diakses tanggal 28
Juni 2022 pukul 00:43.
22
Avif Alviah, “Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir al-Azhar”, h. 34.
16

M : 15 baris
R : 22 baris +
: 37 baris

b) Halaman 676
M : 16 baris
R : 67 baris +
: 83 baris

c) Halaman 677
M : 14 baris
R : 44 baris +
: 58 baris

Total baris M : 45 baris


Total baris R : 133 baris +
: 178 baris

Maka,

M : 45/178 x 100% = 25,3%


R : 133/178 x 100% = 74,7%

2) Surah al-ka>firu>n

Dalam tafsir al-Azhar surah al-Ka>firu>n dimulai dari halaman 678 sampai

680, dengan rincian sebagai berikut:


No. Halaman M R Jumlah
Hal. 678 7 baris 20 baris 27 baris
Hal. 679 38 baris 53 baris 91 baris
Hal. 680 23 baris 44 baris 67 baris
Total 68 baris 117 baris 185 baris
17

Dari ketiga halaman tersebut, total keseluruhan baris tafsir adalah 185 baris

dengan 68 baris M (bi al-ma’s|u>r) dan 117 R (bi al- ra’y).

Adapun rincian perhitungannya adalah sebagai berikut:


1) Halaman 678
M : 7 baris
R : 20 baris +
: 27 baris

2) Halaman 679
M : 38 baris
R : 53 baris +
: 91 baris

3) Halaman 680
M : 23 baris
R : 44 baris +
: 67 baris

Total baris M : 68 baris


Total baris R : 117 baris +
: 185 baris
Maka,
M : 68/185 x 100% = 36,8%
R : 117/185 x 100% = 63,2%

Berdasarkan hasil dari perhitungan baris dari dua sampel surah dalam kitab

tafsir al-Azhar, maka dapat disimpulkan bahwa dalam surah al-Kaus|ar terdapat
25,3% tafsir bi al-ma’s|u>r dan 74,7% tafsir bi al-ra’y. Dan pada surah al-Ka>firu>n

terdapat 36,8% tafsir bi al-ma’s|u>r dan 63,2% tafsir bi al-ra’y. Sehingga, dari kedua

surah ada 113 total baris M ( bi al-ma’s|u>r) dengan persentase 31,1%, dan 250 total
18

baris R (bi al-ra’y) dengan persentase 68,9% . Dari dua sampel surah tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan Buya Hamka dalam kitab

Tafsir al-Azhar adalah metode tafsir bi al-ra’y.

b. Pendekatan Tafsir

Buya Hamka dalam kitab Tafsir al-Azhar menggunakan pendekatan tafsir

tahlili karena telah memenuhi syarat tafsir tahlili yaitu dengan memulai penafsiran

dari surah al-Fa>tih}}ah dan diakhiri dengan surah an-Na>s. Selain itu, tafsir ini juga

terdiri dari 9 jilid sebagaimana yang tertera diatas. Dalam kitab tafsir ini, Buya

Hamka dalam menafsirkan surat al-Fa>tih}}ah membutuhkan sekitar 28 halaman

untuk mengungkapkan maksud dan kandungan dari surat tersebut, penafsiran yang

dilakukan juga menggunakan sistematika penjelasan ayat per ayat dengan berbagai

aspek disiplin ilmu yang beliau paparkan dalam menafsirkan sebuah ayat untuk

mencari sinergi dan kaitannya dengan ayat sebelumnya atau dengan kehidupan

bermasyarakat, baik berupa sastra, sejarah, ilmu falak, geografi, fisika modern dan

sebagainya.23

c. Corak Penafsiran

Kitab Tafsir Al-Azhar menggunakan corak Adabi Ijtima’i sebagai

pendekatan yang dominan. Hamka menyatakan dalam pendahuluan tafsirnya

bahwa Tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridha, yang juga menggunakan corak

pendekatan Adabi Ijtima’i, sangat mempengaruhi karya tafsirnya. Pemikiran

Sayid Rasyid Ridha, yang juga berdasar pada pemikiran gurunya Syaikh
Muhammad Abduh sangat menarik hati beliau untuk kemudian membawakannya

ke dalam tafsirnya. Dilihat pula dari integritas Buya Hamka sebagai seorang

sastrawan dan telah banyak menghasilkan karya dalam tulis-menulis sehingga

23
Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 1, h. 26-30.
19

beliau berupaya untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan bahasa yang dipahami

semua golongan dan beliau juga aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan.

Corak tafsir Adabi Ijtima’i merupakan corak tafsir yang menerangkan

petunjuk-petunjuk Al-Qur’an yang berhubungan langsung dengan kehidupan

masyarakat. Corak tafsir adabi ijtima’i dalam Tafsir al-Azhar dapat dilihat dengan

jelas karena pada umumnya Buya Hamka mengaitkan penafsiran Al-Qur’an

dengan kehidupan sosial dalam rangka mengatasi masalah yang mungkin terjadi

dalam masyarakat dan mendorong mereka ke arah kebaikan dan kemajuan. 24

Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ketika hal itu terkait dengan isu-isu yang

terjadi pada masyarakat ketika beliau menulis tafsir al-Azhar ini, maka beliau

mempergunakan kesempatan itu untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang

ada dalam Al-Qur’an sebagai jalan dari penyelesaian isu tersebut sesuai dengan

ajaran Al-Qur’an.

Corak tafsir al-Azhar dapat dilihat dalam tafsir QS al-Syura’/42:49-50

yang berbunyi:
ۤ ّ‫ض ََيلُق ما يش ۤاء ِۗي هب لّمن يَّش ۤاء ا‬ ِۗ ‫ت واْلر‬
‫ اَْو‬٤٩ ۙ ‫ب لّ َم ْن يَّ َشاءُ ال ُّذ ُك ْوَر‬ ‫ه‬
َ
ُ َ ‫ي‬‫و‬َّ ‫ًث‬
‫ا‬ ‫َن‬
َ َ
ُ َْ ُ َُ َ َ َ َ ُ ْ ّ ّ َّ ‫ك‬
َْ ْ َ ‫الس هم هو‬
ّّ
ُ ‫۞ هٰلِل ُم ْل‬
ۤ
٥٠ ‫يَُزّٰو ُج ُه ْم ذُ ْكَرا اَن َّواّ ََن اًث َۚوََْي َع ُل َم ْن يَّ َشاءُ َع ّقْي اما ِۗاّنَّهٗ َعلّْيم قَ ّديْر‬
Terjemahnya:
Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki
dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, 50. atau
Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan
mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.

Tafsir al-Azhar dalam ayat ini adalah sebagai berikut:


“Selain dari memiliki kekuasaan di semua langit dan bumi, Allah pun
mengatur juga perkembangan keturunan Adam di dalam mendiami dunia ini
yaitu mengatur kelahiran. Menentukan perempuan anak yang akan lahir atau

24
Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 1, h. ix-x.
20

laki-laki bahkan juga anak kembar atau orang-orang yang akan mandul.
Manusia tidak dapat menolak. Sebab itu suka atau tidak suka, memilih atau
menerima apa yang diberi, anak laki-laki atau anak kembar, ataupun anak
perempuan. Yang berlangsung adalah apa yang ditentukan Allah. Ada orang
yang telah bosan karena banyak anaknya lahir, tidak terbelanjai, katanya.
Namun anak bertambah juga. Ada yang ingin anak perempuan (kecuali Arab
jahiliah) tiba-tiba lahir anak laki-laki. Ada yang telah bertahun-tahun kawin,
ingin dapat anak, setelah berobat kemana-mana, namun anak juga tidak
dapat. Sebab semuanya itu Allah yang menentukan. Manusia zaman modern,
karena perkembangan ekonomi mengandalkan family planning atau keluarga
berencana. Menjadi persoalan besar, terutama di negeri yang jumlah
penduduk bertambah tambah dengan cepat, seumpama di India. Sedangkan
persediaan makanan tidak mencukupi. Islam tidak mengadakan larangan
manusia mencari segala ikhtiar untuk menyeimbangkan perkembangan
penduduk dengan persediaan makanan, asal saja tidak melanggar kodrat
alam yang yang akan merugikan manusia itu sendiri. Misalnya telah ada pil
yang kalau dimakan oleh suami istri sebelum bersetubuh, kandungannya
tidak akan menjadi. Tetapi pil itu dipergunakan pula oleh orang-orang yang
berzina. Ada pula perempuan yang dioperasi atau dipotong anaknya agar
anak jangan bertambah juga titik tiba-tiba beberapa tahun kemudian datang
saja keinginan yang keras pada perempuan itu buat mendapat anak lagi. Ingin
menggendongnya, ingin mendengar tangisnya. Namun, keinginannya itu
tidak dapat lagi terkabul sebab peranakannya sudah rusak. Sebab itu maka
masalah membatasi kelahiran dan family planning sampai saat ini masih
menjadi persoalan berat dalam dunia seluruhnya, di antara ahli ahli agama,
moral, ekonomi, dan kesehatan. Masih menjadi pertanyaan "Apakah benar,
Allah menakdirkan bumi untuk tempat hidup manusia tidak menyediakan
makanan cukup buat manusia?". Ahli agama telah menjawab dengan tegas
"tidak!" Itu tidak benar. Allah yang menguasai seluruh langit dan bumi,
menyediakan cukup bahan sandang dan bahan pangan untuk manusia yang
lahir ke dunia. Kalau itu tidak mencukupi, manusia lah yang belum tahu di
mana rahasianya. Sebab itu manusia wajib berusaha terus mencari di mana
letak persediaan itu. Dan itu akan ditunjukkan Allah asal manusia tetap
berusaha sebagaimana kemajuan-kemajuan yang dicapai sekarang ini dalam
perkembangan abad demi abad adalah atas petunjuk Allah jua. Namun satu
hal hendaklah dielakkan, yaitu mencegah perkembangan manusia itu sendiri
dengan kebebasan dengan kekerasan. Sebab itu maka orang yang beriman
perhatiannya kepada ujung, "Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui
Maha kuasa".25

Dalam tafsirnya, Buya Hamka menafsirkan kedua ayat tersebut dengan

mengkontekstualisasikannya dengan pendapat pribadi beliau tentang KB

25
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 8, (Jakarta: Gema Insani, 2015). h. 216-217.
21

(Keluarga Berencana). Dalam penjelasan tersebut beliau berpendapat bahwa boleh

atau tidaknya melakukan KB tergantung dengan alasan yang mendasarinya serta

kadar mudharatnya.

Contoh penafsiran lain yang menggambarkan corak tafsir ini adalah pada

surah yang sama ayat 28,


ْۢ
ُّ ّ‫ث ّم ْن بَ ْع ّد َما قَنَطُْوا َويَْن ُشُر َر ْمحَتَهٗ ِۗ َوُه َو الْ َو‬
٢٨ ‫ِل ا ْْلَ ّمْي ُد‬ ّ
َ ‫َوُه َو الَّذ ْي يُنَ ّٰزُل الْغَْي‬
Terjemahnya:
Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan
menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.

Redaksi dalam tafsir al-Azhar terkait ayat ini adalah sebagai berikut:
Ayat ini luas maksudnya. Dilukiskan keputus asaan karena hujan tidak juga
turun. Segala ikhtiar sudah dicoba namun hasilnya tidak ada. Dengan
kehendak Allah tiba-tiba mendung tebal dan hujan pun turun. Dalam
beberapa menit saja harapan yang hampir putus berhari-hari berminggu-
minggu oleh kembali. Rahmat tercurah di mana-mana. Kerap kali
pertolongan Allah datang dari luar dugaan dan perhitungan kita. Kalimat
harapan tidak boleh ada dalam kamus seorang mukmin. Yang perlu dalam
kamus mukmin ialah sabar dan tawakal. Sabar dan tawakal akan
menimbulkan Ilham. Dia adalah maha pelindung. Dia tidak akan
mengecewakan hamba-nya. Dia adalah maha terpuji. Setelah rahmatnya itu
turun di luar dugaan dan kemampuan kita baru akan terasa apa artinya sifat
Al Hamid, Maha Terpuji itu. Maka janganlah kita pikir bahwa ayat ini hanya
mengenai hujan begitu saja. Maka kita ambil misal kepada tanah Indonesia
khususnya dan negeri-negeri Islam umumnya yang sampai beratus tahun
diperbudak dan dijajah oleh bangsa asing sehingga kadang-kadang telah
menimbulkan putus asa. Kehendak Allah berlaku dengan caranya sendiri
maka merdekalah negeri-negeri itu dan turunlah Rahmat.26

Dalam tafsirnya terkait ayat ini, Buya Hamka menafsirkan kalimat

“turunnya hujan setelah masa kekeringan” yang dimaksud bukan hanya hujan

secara fisik tetapi bisa pula berarti datangnya keringanan atau kelonggaran setelah

masa kesempitan atau kesusahan seperti yang dialami bangsa Indonesia yang

26
Hamka, Tafsir al-Azhar jilid 8, h. 205.
22

sebelumnya telah mengalami penjajahan tetapi kini telah merdeka dan terbebas

dari penjajah.

d. Keistimewaan

Tafsir al-Azhar adalah salah satu kitab tafsir yang membahas lengkap 30

juz Al-Qur’an. Dan Tafsir al-Azhar coraknya lebih sosiologis dan akademis dengan

menggunakan kajian kebahasaan yang mendalam. Keistimewaan lain yang

didapatkan dari tafsir ini karena mengawali dengan pendahuluan yang berbicara

banyak tentang ilmu-ilmu Alquran, seperti definisi Alquran, Makkiyah dan

Madaniyah, Nuzul Alquran, Pembukuan Mushaf, i’jaz Al-Qur’an dan lain-

lain.27Selain itu, penjelasannya yang mudah dimengerti oleh masyarakat Indonesia

khususnya karena ditulis dengan Bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang

menggunakan gaya bahasa penulisnya yang tidak majemuk dan tidak kaku

sehingga mudah dipahami.

e. Kontribusi (Manfaat)

Tafsir al-Azhar sangat berkontribusi dalam bidang keilmuan tafsir Al-

Qur’an khususnya pada lingkup masyarakat muslim Indonesia karena disusun

dengan Bahasa Indonesia sehingga mudah dibaca, dipahami, dan ditelaah makna

ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, juga membantu masyarakat asing untuk

mempejari kitab tafsir dengan Bahasa asing.

f. Konklusi (Kesimpulan)

Hamka merupakan seorang ulama, tokoh pergerakan, wartawan, dan juga

sastrawan yang terlahir dari tanah Minang. Jiwa pergerakan dan citra ulama yang
disandangnya diturunkan dari ayahnya, yaitu Abdul Karim Amrullah yang dikenal

dengan Haji Rasul. Sebagai seorang ulama Hamka menorehkan banyak karya, satu

27
Avif Alviah, Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir al-Azhar, h. 34.
23

karya yang menggemparkan dunia penafsiran Nusantara adalah lahirnya tafsir al-

Azhar lengkap 30 juz. Selain karya tafsirnya, ia juga punya puluhan karya dalam

bidang sastra. Hamka dikenal sebagai tokoh pergerakan Muhammadiyah dan

Masyumi. Tapi, dalam upaya penafsirannya ia menghindari perpecahan madzhab.

Ia tak mencondongkan diri pada satu madzhab tertentu. Artinya, ia merangkul

semua madzhab tanpa membesarkan salah satunya. Hamka pernah dijebloskan

dalam tahanan selama kurang lebih dua tahun, dengan tuduhan melakukan

penghianatan dengan tanah airnya sendiri yang diduga bersekongkol dengan

Malaysia. Penamaan Tafsir al-azhar seirama dengan nama masjid yang dijadikan

tempat penyampaian kuliah subuh dan diterbitkannya pidato dalam bentuk

majalah. Penulisan tafsir ini dimulai dari surat al-Kahfi juz 15. Tafsir al-Azhar

berpedoman pada beberapa tafsir sebelumnya, seperti al-manar, al-Maraghi, dan Fi

zilalil Qur’an. Tafsir al-Azhar menggunakan pendekatan tafsir bi al-ra’y dengan

metode tahlili dan corak adabi ijtima’i.

g. Implikasi

Menurut pendapat pribadi saya, keterbatasan terkait tafsir al-Azhar ini

adalah adanya beberapa hadis yang sumbernya kurang diketahui dan adanya

perbedaan pendapat terhadap kualitas hadis yang digunakan pada beberapa

tafsiran Buya Hamka membuat sebagian orang memiliki keraguan untuk

menjadikan kitab ini sebagai acuan. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan
menambahkan keterangan lengkap terkait hadis-hadis yang digunakan serta

adanya penjelasan terkait kualitas hadis sehingga menghilangkan prasangka

tentang adanya penggunaan hadis yang kualitasnya lemah dalam tafsir al-Azhar.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Tafsir al-Azhar merupakan salah satu kitab tafsir berbahasa Indonesia yang

sangat masyhur yang ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang

dikenal dengan nama Buya Hamka. Beliau merupakan ulama besar Indonesia yang

berasal dari Sumatera Barat yang dalam perjalanan Pendidikan dan rihlah

ilmiahnya telah banyak berguru kepada ulama-ulama besar baik di Indonesia

maupun di negara-negara Timur Tengah. Kitab tafsir ini cenderung menggunakan

pendekatan bi al-ra’y tetapi tetap menggunakan bi al-ma’s||u>r dalam penafsiran

ayat-ayatnya. Metode yang digunakan adalah metode tahlili yang dapat diketahui

dari selayang pandang kitabnya yang terdiri dari sembilan jilid dengan jumlah

halaman yang banyak. Corak tafsir yang digunakan adalah corak adabi ijtima’i

yang ditandai dengan integritas atau kemampuan Buya Hamka serta penafsiran

dan karya-karya beliau yang banyak membicarakan tentang sosial kemasyarakatan.

Tafsir al-Azhar ini sangat membantu orang-orang yang ingin belajar tafsir
menggunakan bahasa Indonesia karena penafsiran dalam kitab ini dijelaskan secara

lengkap dan jelas serta mudah dipahami.

B. Saran

Diharapkan melalui makalah ini, para pembaca khususnya mahasiswa ilmu

Al-Qur’an dan Tafsir dapat mengetahui informasi terkait biografi Buya Hamka

dan memahami bagaimana karakteristik serta metodologi yang digunakan beliau

dalam kitab tafsir al-Azhar ini. Karena kitab tafsir ini merupakan kitab berbahasa

Indonesia pertama dan menjadi rujukan utama tafsir bahasa Indonesia dalam

membantu untuk memahami penafsiran Al-Qur’an.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Fathoni, Ibnu Ahmad. Biografi Tokoh Pendidik dan Revolusi Melayu Buya
Hamka. td.: Arqom Datani, 2015.
Alviah, Avif. “Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir al-Azhar”. Jurrnal
Ilmu Ushuluddin. Vol. 15, No. 1 (2016).
Hamka, Rusydi. Pribadi dan Martabat Buya Hamka. Jakarta Selatan: Penerbit
Noura, 2016.
Hamka. Tafsir al-Azhar Jilid 1. Jakarta: Gema Insani, 2015.
________. Tafsir al-Azhar Jilid 8. Jakarta: Gema Insani, 2015.
________. Tafsir al-Azhar Jilid 9. Jakarta: Gema Insani, 2015.
Munthe, Saifuddin Herlambang. Studi Tokoh Tafsir dari Klasik Hingga
Kontemporer. Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2018.
Ridhani, Muhammad Audy. Hamka dan Tafsir al-Azhar.
https://www.qureta.com/post/ulama-nusantara-hamka-dan-tafsir-al-azhar.
(28 Juni 2022).
Umar, Ratna. Ja>mi’ Al-Baya>n ‘An Ta’wi>l A<yi Al-Qur’a>n (Manhaj/Metode
Penafsirannya). Jurnal al-Asas, Vol. 1 No.2 (2018).

25
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Selayang Pandang Kitab

Cover Depan Kitab Cover Belakang Kitab

B. Sumber Rujukan

Sumber Rujukan dari Tafsir Ruhul Ma’ani Sumber Rujukan dari Tafsir al-Kasysya>f

26
Sumber rujukan dari Tafsir al-Manar

Sumber rujukan dari Tafsir Ibnu Kats}ir

Sumber rujukan dari Tafsir al-Qurt|ubi

Sumber rujukan dari Tafsir Jawahir

27
C. Sistematika Penyusunan

Mukadimah Pendahuluan

Pembahasan tentang al-Qur’an Pembahasan tentang I’jazul Qur’an

28
Pembahasan tentang Isi Mukjizat al-Qur’an Pembahasan tentang al-Qur’an Lafazh
dan Makna
an
an

Pembahasan tentang Isi Mukjizat al-Qur’an Pembahasan tentang Haluan Tafsir

an an

29
Pembahasan mengapa dimanai al-azhar Pembahasan tentang Hikmat Ilahi

An

Contoh Awal Penafsiran Surah Penutup

An

30

Anda mungkin juga menyukai