Anda di halaman 1dari 15

Makalah Mata Kuliah: Mabahits Kutubut Tafsir Al-Haditsah

‘Kitab Tafsir Mahasilu Ta’wil (Jamaluddin Al-Qasim)’

Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Anando Dwi Febriyan (2130304075)
2. Deni Setiawan (2130304080)
3. Ahmad Syir (2130304083)

Dosen Pengampu :
Dr. Pathur Rahman, M.Ag

Kelas :
21041

PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam
juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Mabahits Kutubut Tafsir Al
Haditsah pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang dengan ini pemakalah mengangkat judul “Kitab Tafsir Mahasilu Ta’wil
(Jamaluddin Al-Qasim)”. Dan juga kami berterima kasih kepada bapak Dr. Pathur Rahman,
M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Mabahits Kutubut Tafsir Al Haditsah yang telah
memberikan tugas ini pada kami.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Wassalam’mualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, 30 September 2023

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................. 2
BAB II .................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
A. Biografi Jamaluddin al-Qasim ............................................................................. 3
B. Karya-Karya Intelektual Al-Qasimi ..................................................................... 5
C. Tafsir Mahasilu Ta’wil ........................................................................................ 6
BAB III ............................................................................................................................... 11
PENUTUP ...................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya manusia dalam melaksanakan ajaran-ajaran Al-Quran itu hanyalah berhasil
melalui pemahaman dan penghayatan Al-Quran terlebih dahulu, dimana yangdemikian itu
tidak akan tercapai tanpa penjelasan yang dikehendaki oleh ayat-ayat Al-Quran. Namun
tidak semua orang bisa memahaminya dengan benar, karena kekurangan kecerdasan atau
keterbatasan ilmu yang dimilikinya, untuk itu diperlukan Tafsir.
Mentafsirkan al-Quran berarti mengungkapkan petunjuk, menyingkap kandungan-
kandungan hukum dan makna-makna yang terkandung di dalamnya. 1 Untuk
menghasilkan pemahaman yang lebih utuh dan komprehensif tentunya diperlukan suatu
metode dan cara tertentu dalam menafsirkan al-Quran yang disebut manhaj.
Jamaluddin bin Muhammad Sa’id bin Qasim al-Qasimi. Seorang ulama besar asal
Syam (Syiria) yang wafat pada tahun 1322H/1916. Beliau telah mentafsirkan al-Quran
dengan gayanya tersendiri. Dengan karekteristik dan kapasitas keilmuan yang dimilikinya
ia berusaha memenuhi kebutuhan umat manusia akan penafsiran al-Quran. Kitab
tafsirny Mahaasin at-Ta’wil muncul di tengah zaman, di mana terjadi benturan antara dua
peradaban yang berbeda. Benturan yang terus-menerus antara Islam dengan gerakan
internasional orientalisme dan misionarisme pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad
ke-20, di mana serangan kolonialis kafir terhadap dunia Islam mencapai puncaknya,
termasuk penyusupan pemikran mereka tentang tafsir ke dalam umat Islam.
Tafsir karya al-Qasimi ini dipublikasikan pertama kali oleh penerbit Daar al-Ihya
al-Kutub al-Arabiyah, Kairo sebanyak 17 jilid. Usaha penerbitan kitab ini melibatkan
Muhammad al Baithar, salah seorang anggota Majma’ al-Ilmi alArabi, untuk menelitinya.
Atas usaha inilah kitab tafsir Mahaasin at-Ta’wil ini sampai kepada publik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses lahirnya tafsir Mahaasin at-Ta’wil?
2. Bagaimana Karakteristik tafsir Mahaasin at-Ta’wil ?

1
Abd al-Majid’Abd as-Salam Al-Muhtasib, “Visi Dan Paradigma Tafsir Al-Qur’an Kontemporer”
(Bsngil: Al-Izzah, 1997), 35–36.

1
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui proses lahirnya tafsir Mahaasin at-Ta’wil.
2. Untuk memahami karakteristik tafsir Mahaasin at-Ta’wil.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Jamaluddin al-Qasim


Syekh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi lahir di Damaskus pada 1283 H. Nama
lengkapnya adalah Muhammad Jamaluddin bin Muhammad Sa’id bin Qasim, al-Hallaq,
namun beliau dikenal dengan nama al-Qasimi. 2 Beliau merupakan seorang imam dalam
bidang Fiqih, Tafsir, dan juga Hadis. Beliau memiliki halaqah yang di dalamnya
menggabungkan antara turunan zaman. Beliau merupakan salah seorang yang
bertanggung jawab terhadap gerakan perlawanan politik terhadap penjajah di daerah
Syam. 3
Al-Qasimi tumbuhkembang di tengah keluarga yang taqwa dan berilmu. Ayah
beliau merupakan seorang ahli fiqih dan juga seorang sastrawan, yang bernama Abu
Abdillah Muhammad Sa’id Abi al-Khair. Al- Qasimi belajar banyak dari ayahnya. Selain
dari ayahnya, beliau juga belajar langsung dari sumbernya yaitu kitab dikarenakan
ayahnya memiliki perpustakaan pribadi yaitu salah satu warisan dari kakek al- Qasimi
yang berisi berbagai literatur keilmuan, seperti tafsir, fiqih, bahasa, tasawuf, sastra,
sejarah, ushul fiqih, sosial kemasyarakatan, filsafat, olahraga dan lain-lain. 4
Selain belajar secara otodidak, al-Qasimi juga belajar ilmu keislaman pada para
ulama di kotanya, di antaranya al-Qur’an dan hadis bersama Syekh Hasan Jubainah al-
Dasuqi dan Syekh Bakar bin ‘Athar. Setelah menyelesaikan studinya pada balai
pendidikan Sinaniyah, ia mengabdikan dirinya di lingkungan masyarakat dengan menjadi
pendakwah keliling selama kurang lebih empat tahun dari mulai tahun 1308 H sampai
dengan tahun 1312 H.5
Pada tahun 1904 M./1321 H., al-Qasimi berkenalan dengan Muhammad Abduh,
dan beliau menimba ilmu kepada Muhammad Abduh. Dan pada saat itulah beliau mulai
terpengaruh oleh pemikiran- pemikiran Muhammad Abduh dan beliau pun mulai
mengganti gaya sajak yang telah lama ia geluti dengan bahasa prosa dan banyak karya

2
Al-Zirkili, “Al-A’lam” (beirut: Dar al-Ilm Lilmalayin, 2022).
3
K. Nisa and Hidayat A., “Mahasin At-Ta’qil Fii Tafsir Al-Qur’an Al- Karim Karya Al-Qosimi,”
Jurnal Heurmeneutik, 2015, 233.
4
Al-Muhtazib, “Ittijah Al-Tafsir Fi Azr Al-Rahim” (Amman: Maktabah al-Nahidahal Islamiy, 1982).
5
Ni’mah, “Studi Penafsiran Al-Qosimi Terhadap Surat Al-Tin Dalam Tafsir Mahasin at-Ta’wil”
(Semarang: UIN Walisongo, 2016).

3
tulis lainnya.6 Selain ia terpengaruh dengan pemikiran Muhammad Abduh, ia juga mulai
terpengaruh oleh ulama salaf yaitu seperti halnya Ibnu Taimiyah dan juga Ibnu Katsir.7
Tak heran jika al-Qasimi adalah orang yang bisa memperoleh berbagai macam
ilmu. Ia sendiri tidak hanya didukung oleh berbagai literatur yang tersimpan di
perpustakaan ayahnya, tetapi ia juga banyak mengambil pelajaran dari guru yang
mengajarinya, hal itulah yang membuat al-Qasimi banyak menguasai berbagai macam
ilmu pengetahuan. Al-Qasimi merupakan seorang ulama yang sangat produktif, dan dari
keproduktifannya itu, Muhammad Rasyid Ridha menyebutkan bahwa total karangan yang
telah beliau tulis berjumlah 72 karangan. Beliau wafat pada hari sabtu 23 Jumadil Ula
1332 H. dan dimakamkan di al-Bab al-Saghir, Damaskus.8
Al-Qasimi telah memulai kehidupan ilmiahnya dari semasa ayahnya masih hidup,
maka tidak heran ketika ayahnya telah wafat, al-Qasimi inilah yang menggantikan posisi
ayahnya untuk membantu pimpinannya di Masjid Sannin Damaskus. Beliau
mengembangkan semangatnya dalam berbagai aspek, di antaranya dalam keilmuannya
dalam menyusun, mensyarah, kritik, reformasi, hingga karangannya berkembang, baik
yang sudah dicetak (dibukukan) maupun yang masih berupa dokumen asli. 9 Jadi, al-
Qasimi adalah seorang imam dalam bidang fiqih, tafsir, dan hadis. Selain itu salah satu
tujuan beliau dalam menafsirkan ayat al-Qur’an yaitu bahwa beliau menjadikan tafsirnya
sebagai sebuah solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh para ulama maupun
masyarakat dengan mengutamakan pendapat-pendapat ulama terdahulu atau ulama
salaf. 10
Kemudian, pemerintah pernah mendelegasikannya selama empat tahun, yaitu
1308-1312H, untuk mengadakan perjalanan intelektual ke negara Syuriah. Kemudian
beliau melanjutkan perjalanan ke Mesir dan menuju Madinah. Setelah kembali dari
perjalanannya, beliau dituduh oleh orang-orang yang iri kepadanya dengan tuduhan
mendirikan mazhab agama yang baru,yang diberi nama Madzhab al-Jamalii. Maka, pada
tahun 1313 H beliau ditangkap oleh pemerintah dan diinterogasi. Akan tetapi, akhirnya
beliau dibebaskan kembali.. Setelah peristiwa penangkapan tersebut, al-Qasimi menetap

6
Nisa and A., “Mahasin At-Ta’qil Fii Tafsir Al-Qur’an Al- Karim Karya Al-Qosimi.”
7
Fauziah, “Kenabian Siddharta Gautama Dalam Al-Qur’an Menurut Penafsiran Al-Qasimi,” Jurnal
Peradaban Dan Pemikiran Islam, 2018.
8
Nasrullah, “Metode Dan Corak Penafsiran Al-Qasimi Dalam Tafsir Mahaasin At- Ta’wil” (2013).
9
Harahap, “Ketokohan Syekh Jamaluddin Al-Qasimi (1282 H- 1332 H) Dalam Bidang Pendidikan.,”
Khazanah: Journal of Islamic Studies, 2022.
10
Rega Hadi Yusron, “Karya Jamaluddin Al-Qasimi IsraiLiyyaT Dalam Tafsir Maha Sin Al- Ta ’ Wil
Karya Jamaluddin Al-Qasimi” (2018).

4
di Damaskus. Beliau berdiam diri dirumahnya dan mengkonsentrasikan diri untuk
mengarang beberapa kitab dan mencurahkan perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan
sampai akhir hayatnya.11

B. Karya-Karya Intelektual Al-Qasimi


Al-Qasimi adalah seorang yang ahli dalam bidang tafsir, ilmu-ilmu keislaman, dan
seni. Selain itu beliau juga menghasilkan beberapa karya dibidang lain, seperti tauhid,
hadis, akhlak, tarikh, dan ilmu kalam. Selain menulis beberapa buah kitab, al-Qasimi juga
mempublikasikan buah pikirannya di majalah-majalah dan suhuf-suhuf. Total karya al-
Qasimi berjumlah 72 kitab. Karya terawal ditulisnya pada tahun 1299H/1882M, pada saat
usianya baru 16 tahun, berjudul As-Safinah. Karya ini memuat pandangan orisinilnya dari
hasil menelaah tema-tema adab, akhlaq, sejarah,syair dan sebagainya. Intelektualitas
Syaikh Jamaluddin yang begitu cemerlang tampak pada sejumlah karyanya. Ia menulis
berbagai permasalahan agama, itu menandakan keluasannya dalam ilmu pengetahuannya.
Diantara karya-karyanya adalah:
1. Al–Ajwibah al-Gahaliyah fil Mustadilillin bi Tsubut Sunnah al-Maghrib al-
Qabliyyah
2. Irsyad al-Khalq
3. Al-Isra’ wa al- mi’raj
4. Awamir Muhimmah fi Ishlah al-qadha asy-Syar’iyy
5. Faslu al-Kalam fi Haqiqat audi Ruh ilal Mayyiti hina al-Kalam
6. Al-Bahsu fi Jami’i al-Qiraati al-Utarif alaiha
7. Dalail at-Tauhiid
8. Mauidzatul Mukminin min Ihy’Ulumuddin
9. Qawaid at-Tahdis fi Funun Mutstalah al-Hadis.
10. Madzaahib al-A’rab wa Falaasifah al-Islaam fi al-Jin
11. Jawaami’ al-Adab fii Akhlaaq al-Anjab
12. Ta’thiir al- Masyaaam fii Maatsari Dimasyqi al-Syaam
13. Syaaraaf al Asbath.
14. Tarjamah al-Imaam al-Bukhaarii
15. Mahaasin at-Ta’wiil fii Tafsiir Al-Qur’aan Al-Kariim
16. Maydaniyyah fi at –Tajwid,

11
Nasrullah, “Metode Dan Corak Penafsiran Al-Qasimi Dalam Tafsir Mahaasin At- Ta’wil.”

5
17. Maw’izhah al-Mu’minin min ihya ‘ulum ad-Din12

C. Tafsir Mahasilu Ta’wil


Menurut keterangan al-Qasimi, penulisan tafsir Mahaasin at-Ta’wil ini dilatarbelakangi
oleh keinginan al-Qasimi untuk menghasilkan tafsir yang dapat mencerahkan masyarakat. Dalam
Mukaddimah tafsirnya ini, al-Qasimi berkata : “Sungguh aku gelorakan cita-cita untuk
menghasilkan bidang-bidang ilmu dalam tafsir ini. Aku konsentrasikan diriku untuk meneliti, aku
bulatkan tekad untuk mengatur dan menatanya sebaik mungkin, aku mencoba meraih tafsir-tafsir
terdahulu semampuku, dan aku mencoba mengenal kesalahan-kesalahannya, yang buruk dan
yang berharga. Aku mendapatkan kelemahan yang luas, seputar maksud dan tujuannya,
keterbatasan dalil dan hujjahnya. Setelah kebenaran ini tersingkap dan penyelidikanku telah
berakhir, maka aku berhasrat untuk meniti dan mencerahkan umat.”
Ia baru berani memulai menyusun kitaf tafsir ini setelah berulangkali melaksanakan
shalat Istikharah. Tepat pada tanggal 10 Syawal 1316 H kitab ini mulai digarap. Ini menunjukkan
bahwa al-Qasimi berkeinginan agar karya tafsirnya ini kelak benar-benar dapat mencerahkan
masyarakat. Hasilnya sungguh mencengangkan, tafsir ini sangat tebal, 17 jilid. Maka kitab ini
menutupi kekosongan dan manfaatnya terbukti di kalangan masyarakat luas dan khusus, dan
segenap kaum Muslimin. Dari segi bentuk dan kemasannya, kitab ini terdiri dari 17 jilid dan
dipublikasikan pertama kali oleh penerbit Daar Ihyaa’ al-Kutub al’Arabiyah, Kairo.
Tafsir Jamaluddin al-Qasimi yang berjudul Mahaasin at-Ta’wil adalah kitab tafsir yang
bernilai tinggi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Mani’ Abdul Halim Mahmud dalam bukunya
Manhaj al-Mufassirin : “Tafsir ini adalah pilihan yang mumtaz, menghimpun pemikiran-
pemikiran yang berharga dan pendapat-pendapat yang sah dari semua yang berkaitan dengan
tafsir.” Sebagai sebuah kitab tafsir yang besar, Tafsir al-Qasimi dapat dikategorikan tafsir yang
menggunakan metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dalam karya tafsirnya Mahaasin at-Ta’wil yang
berisikan penjelasan kandungan al-Quran dari berbagai aspeknya dan menerangkan maksudnya.
Mulai dari makna kosa kata, makna kalimat, munasabah ayat, asbabun-nuzul, riwayat-riwayat
yang berasal dari Nabi saw, sahabat, tabi’in dan ulama-ulama yang lainnya. Di mana prosedur ini
dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat.
Dalam penafsirannya, al-Qasimi mengkombinasikan dua metode pendekatan yaitu
antara metode pendekatan Tafsir bi-al-Ma’tsur dan Tafsir bi ar-Ra’yi. Dalam menafsirkan
ayat –ayat al-Qur’an, al-Qasimi sebenarnya tidak memiliki kecendrungan khusus
menggunakan satu corak yang spesifik secara mutlak, misalnya bercorak fiqhi saja,
bercorak ilmi, teologis saja atau yang lainnya. Secara garis besar tafsir ini cenderung

12
Ibid.

6
mangandung tiga corak, corak fiqhi, ilmi, dan teologis. 13
1. Sejarah Penulisan Tafsir
Dimulai dari keyakinannya bahwa Al-quran dan tafsirnya merupakan ilmu syariat
yang paling mulia, sumber hikmah, tanda kerasulan dan cahaya bagi hati nurani, sehingga
diperlukan orang-orang yang bersedia menyingkap tabir syariat yang terdapat di
dalamnya, memiliki sifat tamak untuk memahami maksudnya dan mencari maksudnya
dari ahlinya. Kemudian muncul semangat dalam dirinya untuk memperoleh kandungan-
kandungannya dan terperosok ke dalam kolam tujuan-tujuannya dalam rangka
menerangkan mata hati.
Ditambah lagi dengan keadaan kajian Islam yang sangat baku, pembekuan
pemikiran dan fanatisme mazhab yang semakin marak. Namun di sisi lain, terjadi
kebangkitan keilmuan. Raja-raja Suriah telah menggerakkan pembaruan dunia keilmuan
dengan membangun pusat-pusat kajian bidang kedokteran, arsitektur dan kebebasan.
Tujuan dari pada pembangunan tersebut adalah untuk melahirkan generasi muda yang
mampu mengemban tugas bangsa. Jamal al-Din al-Afghani merupakan tokoh yang sangat
diandalkan raja ‘Abd al-Sulthan kedua untuk menyebarkan ideologi dan persatuan
keagamaan yang bertujuan untuk melawan musuh Islam dan menguatkan bidang politik
internasional negara Islam.
Akhirnya pada malam-malam sepuluh hari pertama bulan Syawwal tahun 1316 H,
ia melaksanakan istikharah, dengan mengharapkan manfaat dan ampunan Allah serta
meminta untuk dijauhkan dari tipu daya musuh.
2. Sumber Penafsiran
Al-Qasimi banyak mengambil referensi dalam karyanya dari berbagai bidang
keilmuan dan tidak terbatas pada sumber-sumber tafsir. Hal ini menggambarkan luasnya
wawasan yang dimiliki dan mendalamnya analisis yang dilakukan. Menurut catatan
Muhammad ibn ‘Uddah, terdapat delapan bidang ilmu yang dijadikan rujukan al-Qasimi.
Pertama, bidang tafsir yang mencakup sembilan kitab utama, yaitu, Tafsir al-
Qur’an al-‘Adzim karya Ibn Katsir, Jami‘ al-Bayan karya Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir al-
Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan, Mafatih al-Gayb atau al-Tafsir al-Kabir karya al-
Razi, Tafsir al-Manar karya Rasyid Ridha, Tafsir al-Mahayimi, Fath al-Bayan karya al-
Qanuji, Fath al-Qadir karya al-Syawkani dan al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari.
Kedua, bidang akidah yang mencakup sepuluh sumber utama, yaitu, Ijtima‘ al-

13
Nasrullah.

7
Juyusy al-Islamiyyah karya Ibn al-Qayyim, al-Asma' wa al-Syifat karya al-Bayhaqi,
Izhhar al-Haqq karya Rahmat Allah al-Hindi, al-Iqtishad fi al-I‘tiqad karya al-Ghazali,
al-Ta'wilat karya Ibn awrak, al-Jawab al- Shahih li Man Baddala Din al-Masih karya Ibn
Taymiyyah, al-Furqan bayn Awliya' al-Rahman wa Awliya' al-Syaythan karya Ibn
Taymiyyah, al-Milal wa al-Nihal karya al-Syihristani, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah
karya Ibn Taymiyyah dan al-Mawaqif karya Iji.
Ketiga, bidang akhlak yang mencakup tujuh karya utama, yaitu, Ihya' ‘Ulum al-
Din karya al-Ghazali, al-Futuhat al-Makkiyyah karya Ibn ‘Arabi, Fushush al-Hikam
karya Ibn ‘Arabi, Qawaid al-Tashawwuf ‘ala Wajh Yajma‘u bayn al-Syari‘ah wa al-
Haqiqah wa Yashilu al-Ushul wa al-Fiqh bi al-Thariqah karya Ahmad al-Barlsi, al-
Mawahib al-Diniyyah karya al-Qasthalani, al- Yawaqit wa al-Jawahir karya ‘Abd al-
Wahhab al-Sya‘rani, Tuhfat al-Muttaqin wa Sabil al-‘Arifin serta al-Gunyah karya ‘Abd
al-Qadir al-Jaylani.
Keempat, bidang geografi yang merujuk pada kitab al-Jugrafiyyah al-
‘Umumiyyah. Kelima, bidang sastra yang merujuk pada al-Hayawan karya Jahizh dan
Syarh Nahj al-Balaghah karya Ibn Abi al-Hadid. Keenam, bidang fikih akidah yang
merujuk pada al-Bida‘ wa al-Hawadits karya al-Thurthusi. Ketujuh, bidang perbandingan
agama yang merujuk pada Takhjil al-Anajil karya Abu al-Baqa' al-Ja‘fari. Kedelapan,
bidang ushul fiqh yang merujuk pada al-Muwafaqat karya al-Syathibi.
3. Metode Penafsiran
Al-Qasimi menulis kitab Mahasin al-Ta'wil di kediamannya yang merupakan
pusat kajian Islam miliknya. Ia mencoba membuat tafsir dengan corak al-Salaf, tidak ada
unsur fanatisme dan taklid, serta sangat menghindari sikap Ta‘thil dan Tasybih. Tokoh
paling berpengaruh dalam tafsirnya adalah Ibn Taymiyyah dengan fatwa-fatwanya,
meskipun ia tidak sepakat dengannya dalam beberapa masalah, seperti ilmu kalam.
Terkadang, al-Qasimi juga membantah Ibn Taymiyyah ketika bertentangan dengan
pendapat Abu Hayyan al-Andalusi dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith.
Oleh karena itu, al-Qasimi menetapkan sebelas kaidah utama dalam tafsir yang ia
beri nama “Kaidah-kaidah tafsir”, yaitu kaidah sumber-sumber utama tafsir, mengetahui
tafsir yang benar dan yang lebih benar ketika terjadi perbedaan. Perbedaan penafsiran
Salaf bermuara pada perbedaan macam saja, mengetahui sebab turunnya Alquran, al-
Nasikh wa al-Mansukh, bacaan-bacaan yang aneh, kisah-kisah para nabi dan relevansinya
dengan kisah Isra'iliyyat, pemahaman Alquran yang tidak sesuai dengan bahasa Arab
merupakan penyimpangan dalam tafsir, syari’at adalah bahasa tanah Arab, Targib dan

8
Tarhib dalam Alquran dan kaidah keberadaan Majaz dalam Alquran.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Mahasin al-Ta'wil mempunyai metode
yang unik. Hal ini dapat dilihat pada keterangan yang ditulis oleh Muhammad ibn
‘Uddah. Pertama, penafsirannya sangat mengandalkan ayat-ayat lain dan hadis-hadis
Nabi yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan al-Tirmidzi serta
berpegang pada metode pemahaman al-Salaf al-Shalih. Kedua, merujuk pada pemahaman
sahabat dan tabi’in. Ketiga, menukil pada pendapat ahli masa dulu, seperti al-Thabari, al-
Zamakhsyari, al-Razi, Ibn Taymiyyah, Ibn al-Qayyim, al-Ghazali dan lainnya hingga
berpuluh-puluh halaman. Keempat, mencantumkan pendapat-pendapat yang
berseberangan untuk menegaskan pemahamannya dan membantah pendapat tersebut serta
menjelaskan duduk masalah yang terjadi. Kelima, mencatat informasi pendahuluan pada
setiap awal surat. Keenam, menukil keterangan yang terdapat dalam Injil, kemudian
menjelaskan kesalahan-kesalahan yang diyakini oleh Yahudi dalam Taurat dan Talmud
serta kesalahan-kesalahan yang disampaikan kaum Nasrani dalam Injil.
4. Corak dan Lawan Tafsir
Kitab Mahasin al-Ta'wil adalah hasil karya emas yang tergolong sebagai Tafsir bi
al-Ma'tsur. Hal ini dikarenakan al-Qasimi memberikan perhatian begitu besar terhadap al-
Ma'tsurat dari kalangan generasi awal Islam dan menempatkannya pada posisi yang
begitu mulia. Akan tetapi al-Qasimi juga menaruh perhatian yang cukup besar terhadap
kajian bahasa, sehingga memberikan dampak yang signifikan dalam kajian tafsir
kebahasaan. Dapat dilihat, bahwa Kitab Mahasin al-Ta'wil memiliki corak yang sedikit
berbeda dengan kitab-kitab Tafsir bi al-Ra'y. Di antara karya Tafsir bi al-Ra'y terdekat
dengan masa al-Qasimi adalah Tafsir al-Manar yang tidak lain adalah karya salah satu
gurunya. Di sisi lain, perbedaan keduanya juga terletak pada pendekatan tafsir yang
digunakan. Muhammad ‘Abduh sangat terkenal sebagai penafsir sosial, di mana tafsir
yang disajikan selalu mengaitkan ayat-ayat dengan hukum-hukum alam yang berlaku
dalam masyarakat.
Sedangkan al-Qasimi terkadang kurang memperhatikan suasana sosial masyarakat
yang ada. Sehingga terlihat perbedaan cara pandang kedua tafsir tersebut dalam kasus
yang akan menjadi bahan analisis berikut Di antara lawan tafsir lain adalah tafsir-tafsir
dari kalangan feminis yang berorientasi pada Gender Equality dalam produk penafsiran
Al-Quran. Corak tafsir golongan ini juga mengandalkan Alquran dan hadis, akan tetapi
model penafsiran kalangan feminis berupaya menemukan pesan universal yang
terkandung dalam Alquran dengan menganalisis konteks secara menyeluruh, juga tetap

9
memegang prinsip kesetaraan antara laki- laki dan perempuan. Tokoh menonjol dari
golongan ini adalah Aminah Wadud dengan karyanya, Qur’an and Women: Rereading
the Sacred Text from a Women’s Perspective, Asma Barlas dengan karyanya, Believing
Women in Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an dan tokoh
lainnya. 14

14
Fatihunnada Fatihunnada, “Diskursus Pembagian Warisan Bagi Wanita: Kritik Terhadap Tafsir
Sosial Al-Qâsimî Dalam Mahâsin Al-Ta’wîl,” Al-’Adalah 14, no. 1 (2018): 1,
https://doi.org/10.24042/adalah.v14i1.1986.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam penafsirannya Muhammad Jamal al-Din al-Qasimi menempuh sistematika
mushafi secara mutlak, dalam arti seluruh teks al-Qur’an yang multi kandungan dilakukan
penafsiran secara intens dengan porsi lebih luas penafsirannya ketika menafsirkan ayat-
ayat hukum. Penafsirannya yang luas tersebut, sampai 17 juz, tersebut dikategorikan ke
dalam manhaj tahlili (metode analisis). Kedua, kondisi sosial masyarakat yang dijumpai
oleh Muhammad Jama al-Din al-Qasimi ikut mempengaruhi cara dan penafsiran beliau
terhadap al-Qur’an. Terlebih beliau hadir pada masa dimana posisi Islam sedang berusaha
menemukan momentumnya untuk menampilkan kebangkitan di tengah hegemoni Barat
dalam idelogi “nation‟ nya yang menyebabkan bangsa muslim terbelah ke dalam
beberapa negara.

B. Saran
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara akademis maupun
teknis sehingga memudahkan pembaca tafsir al-Qur’an dapat mengidentifikasi pada
beberapa buku-buku tafsir mengenai metode yang digunakan para penyaji tafsir tersebut
dalam membahas al-Qur’an.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Muhtasib, Abd al-Majid’Abd as-Salam. “Visi Dan Paradigma Tafsir Al-Qur’an


Kontemporer,” 35–36. Bsngil: Al-Izzah, 1997.
Al-Muhtazib. “Ittijah Al-Tafsir Fi Azr Al-Rahim.” Amman: Maktabah al-Nahidahal Islamiy,
1982.
Al-Zirkili. “Al-A’lam.” beirut: Dar al-Ilm Lilmalayin, 2022.
Fatihunnada, Fatihunnada. “Diskursus Pembagian Warisan Bagi Wanita: Kritik Terhadap
Tafsir Sosial Al-Qâsimî Dalam Mahâsin Al-Ta’wîl.” Al-’Adalah 14, no. 1 (2018): 1.
https://doi.org/10.24042/adalah.v14i1.1986.
Fauziah. “Kenabian Siddharta Gautama Dalam Al-Qur’an Menurut Penafsiran Al-Qasimi.”
Jurnal Peradaban Dan Pemikiran Islam, 2018.
Harahap. “Ketokohan Syekh Jamaluddin Al-Qasimi (1282 H- 1332 H) Dalam Bidang
Pendidikan.” Khazanah: Journal of Islamic Studies, 2022.
Nasrullah. “Metode Dan Corak Penafsiran Al-Qasimi Dalam Tafsir Mahaasin At- Ta’wil,”
2013.
Ni’mah. “Studi Penafsiran Al-Qosimi Terhadap Surat Al-Tin Dalam Tafsir Mahasin at-
Ta’wil.” Semarang: UIN Walisongo, 2016.
Nisa, K., and Hidayat A. “Mahasin At-Ta’qil Fii Tafsir Al-Qur’an Al- Karim Karya Al-
Qosimi.” Jurnal Heurmeneutik, 2015, 233.
Yusron, Rega Hadi. “Karya Jamaluddin Al-Qasimi IsraiLiyyaT Dalam Tafsir Maha Sin Al-
Ta ’ Wil Karya Jamaluddin Al-Qasimi,” 2018.

12

Anda mungkin juga menyukai