Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu, waktu
yang telah ditentukan. Sholawat beriring salam semoga selalu tercurahkan
kepada suri tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua
mendapatkan syafaat dihari akhir kelak.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Siti Maryam, M.Pd selaku dosen
pengampu yang telah memberikan kita kesempatan untuk mengerjakan tugas ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami sadar, bahwa tugas makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna baik
dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca
makalah ini, guna menjadi motivasi agar penulis bisa menjadi lebih baik dalam
membuat karya di masa mendatang. Kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah wawasan bagi para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan meningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 32
B. Saran .......................................................................................................................33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang sejarah Peradaban Islam, ada dua corak pemikiran yang selalu
mempengaruhi cara berpikir uamt Islam. Pertama, pemikiran tradisionalis
(orthodox) yang bercirikan sufistik; dan kedua, pemikiran rasionalis yang
bercirikan liberalis, terbuka, inovatif dan konstruktif. Kedua corak itu
sesungguhnya nampak pada masa kejayaan Islam. Kedunya bersatu padu, saling
mengisi satu sama lain. Saat itu umat Islam tidak membeda-bedakan mana yang
lebih utama harus mereka pelajari. Baik ilmu agama yang besumber dari wahyu
maupun ilmu pengetahuan yang bersumberkan nalar, mereka pelajari tanpa ada
dikotomi. Keduanya telah betul-betul dijadikan sebagai sarana dalam mengenali
ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum.
v
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
vi
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sauful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur’an(Yogyakarta:Pustaka Insan Madani,2008),139
2
Harun Nasution, Pembahruan Dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan )Jakarta : Bulan
Bintang,1975),58-59
3
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, Cet.5,(Jakarta : Bulan
Bintang,187),5,8
4
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan,58.
vii
Muhammad Abduh di suruh belajar menulis dan membaca setelah mahir,
ia diserahkan kepada satu guru untuk dilatih menghafal Al-Qur’an. Hanya
delam masa dua tahun, ia dapat menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan.
Kemudian, ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad
di tahun 1862, setelah dua tahun belajar, ia merasa tidak mengerti apa-apa
karena disana menggunakan metode menghafal. Ia akhirnya lari
meninggalkan pelajaran dan pulang kekampungnya dan berniat bekerja
sebagai petani. Tahun 1865 ( usia 16 tahun) iapun menikah. Baru empat puluh
hari menikah, ia dipaksa untuk kembali belajar ke Tanta. Iapun pergi, tapi
bukan ke Tanta. Dia bersembunyi dirumah salah seorang pamannya, Syekh
Darwisy tahu keengganan Abdul untuk belajar, maka ia selalu membujuk
pemuda itu supaya membaca buku bersama-sama. Setelah itu, Abdul pun
berubah sikapnya sehingga kemudian ia pergi ke Tanta untuk meneruskan
pelajarannya.5 Selepas dari Tanta, ia melanjutkan studi di Al-Azhar dari tahun
1869-1877 dan ia mendapatkan predikat “alim”.6 Di sanalah ia bertemu
Jamaluddin al-Afghani yang kemudian menjadi muridnya yang paling
setia.dari al-Afhafani yang kemudian belajar logika, filsafat, teologi dan
tasawuf.
viii
bersembunyi di rumah salah satu pamannya, tetapi setelah tiga bulan di sana
di paksa kembali pergi ke Thanta. Karena yakni bahwa belajar itu tak akan
membawa hasil baginya, ia pulang kekampungnya dan berniat akan bekerja
sebagai petani.8
Dalam usia 20 tahun, yakni pada tahun 1282 H/ 1866 m, 9 ia kawin dengan
modal niat mau mengharap ladang pertanian seperti ayahnya. Tetapi empat
puluh hari setelah perkawinannya, ia dipaksa orang tuanya kembali lagi ke
Thanta. Dalam perjalanan ke Thanta itu, karena panas matahari sangat
menyengat, ia lari ke desa Kasinah Urin, tempat tinggal kaum kerabat dari
pihak ayahnya. Salah satu dari mereka adalah Syaikh Darwisy Khadr, seorang
alim yang banyak mengadakan perjalanan keluar Mesir, belajar berbagai
macam ilmu agama islam. Ia pernah belajar ilmu tarekat kepada Sayid
Muhammad Al-Madani. Ia juga mempunyai perhatian besar pada bidang tafsir
al- quran, dan hafal beberapa kitab penting, seperti kitab al-Muwaththa’ dan
kitab-kitab hadis lainnya.
M. Quraisy Syihab. Ersiklopedia al-quran kajian kosa kata, cet. I, (Jakarta:Lentera Hati, 2007),17.
8
Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian Masalah Akidah Dan Ibadat
(Jakarta; Paramadina,2002),22.
9
Bahkan ada yang informasikan, di tahun 1865, pada usia 16 tahun Muhammad Abduh kawin, lihat
Harun Nasutioan, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, 59.
ix
apabila ia mau meninggalkan Thantha dan pergi ke Kairo untuk meneruskan
pelajaran di Al-Azhar.
Maka pada bulan syawal 1282 H,bertepatan dengan bulan februari 1866
M, Muhammad Abduh menjadi mahasiswa disana masih dalam kondisi
terbelakang dan jumud. Pendidikan tinggi di zaman itu memang belum dapat
menerima ide-ide pembaruan yang dibawa Tahtawi. Metode yang dipakai di
sana sama dengan yang ada di masjid al-Ahmadi di Thanta yakni masih tetap
metode menghafal. Kurikulum yang diberikan hanya mencakup ilmu agama
Islam dan bahasa Arab. Mengenai hal ini al-Jabarti menulis bahwa seorang
pembesar dari Turki, dalam dialognya dengan rector dan ulama Al-Azhar,
bertanya tentang matematika dan ilmu-ilmu dunia lainnya, yang ternyata tidak
mereka jawab dan kemudian mengaku tidak mengetahui ilmu-ilmu itu.
Sedangkan di Turki, kata pembesar itu, banyak orang mendengar bahwa
Mesir adalah pusat ilmu, tetapi tak dijumpai di Al-Azhar apa-apa yang saya
cari. Rector Al-Azhar menjawab bahwa ilmu-ilmu itu termasuk fardu kifayah
dan diajarkan oleh ulama di luar Al-Azhar. Oleh karena itu, Al-Azhar tetap
terlepas dari kewajiban mengajarkan ilmu-ilmu demikian.
10
Jamaluddin al-Afghani (1839-1897 M) adalah toko pembaruan Islam abad ke-19. Selama 30 tahun
terakhir, ia hidup dipengasingan, antara lqin di Mesir (1871-1897 M), lalu keindia dan perancis, ia juga
pernah keinggris, rusia dan Persia. Ia meninggal di instanbul. Afghani mengembangkan wawasannya
yang positif terhadap filsafat, karena ia tumbuh dari kalangan syi’ah. Kaum ini memiliki kebebasan
berpikir lebih besar dari pada kaum sunni, dan berpandangan lebih positif kepada filsafat serta
pemikiran rasional . lihat Nurkholis Majdij, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan (Bandung;
Mirzan, 1987), hlm 310. Selanjutnya disebut, Islam Kemoderenan
x
temannya, Muhammad Abduh belajar dan berdiskusi dengan tokoh pemimpin
pembaruan itu.11
Tahun 1879 , Abduh dibuang keluar kota kairo karena dituduh turut
berperan dalam mengadakan gerakan Khadowi Taufik. Hanya setahun ia
dibuang, tahun 1880 ia boleh kembali dan kemudian diangkat menjadi
redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir. 12 Di akhir tahun 1882, ia lagi-
lagi dibuang. Tapi kali ini dibuang ke luar negri dan ia memutuskan pergi ke
Beirut. Alasan pembuangan ini adalah keterlibatan Abduh dalam revolusi
(pemberontakan) Urabi Pasya.13 Baru setahun di Beirut, dia diundang al-
Afghani supaya datang keParis guna membentuk gerakan al-urwah al-wusqa.
Tujuan gerakan ini adalah membangkitkan semangat perjuangan umat islam
untuk menentang ekspansi Eropa di dunia Islam. Terbitlah majalah al-urwah
11
Menurut keterangan Muhammad Salam Madkur, para peserta diskusi, waktu itu terdiri dari orang-
orang terkemuka dalam bidang pengadilan, dosen-dosen, sebagai mahasiswa Al-Azhar serta perguruan
tinggi yang lain, dan juga pegawai-pegawai pemerintah. Lihat bukunya al-Hakim al-Sair Jamaluddin
al-Afghani (kairo: t.p, 1962),54
12
Nasution, Pembahrauan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan ,61.
13
Revolusi Urabi Pasya Adalah tentara, perwira-perwira yang berasal dari Turki dan Sarkas yang
selama ini menguasai tentara Mesir. Setelah berhasil dalam usaha ini, mereka dibawa pimpinan Urabi
Pasya juga dapat menguasai pemerintahan. Pemerintahan yang berada dibawah kekuasaan golongan
nasionalis ini, menurut Inggeris adalah berbahaya bagi kepentingannya di Mesir. Untuk menjatuhkan
Urabi Pasya, Inggeris di tahun 1882 membom Alexanderia dari laut, dan dalam pertemuran yang
kemudian terjadi, kaum nasionalis Mesir dengan lekas dapat dikalahkan Inggeris, dan Mesirpun jatuh
kebawah kekuasaan Inggeris.
xi
al-wusqa. Ide pemikiran berasal dari al-Afghani, sedangkan tulisan yang
mengungkapkan pemikiran itu dilakukan oleh Abduh. Majalah tersebut hanya
bertahan delapan bulan dengan 18 kali terbit.14 Setelah itu, ia berpisah dengan
gurunya. Gurunya menuju Persia, ada juga yang mengatakan ke Rusia.
Sedangkan ia sendiri kembali ke Beirut pada tahun 1885 M. dikota ini, ia
pusatkan perhatiannya pada ilmu dan pendidikan. Ia mengajar di Madrasah
Sultaniah dan di rumahnya sendiri. Pelajaran tauhid yang di berikannya di
Madrasah Sultaniah tersebut menjadi dasar dari risalah al-Tuhid.15
Begitu pula Abduh tidak bisa menjalankan ibadah haji hingga akhir
hayatnya karena faktor politik. Akhirnya, pada 11 juli 1905, Abduh dipanggil
ke hadirat Allah setelah agak lama ia menderita kanker hati, 17 di usia yang
belum begitu tua yaitu sekitar 56 tahun. Abduh meninggalkan banyak karya
tulis, sebagia besar berupa artikel-artikel di surat kabar dan majalah. Yang
berupa buku antara lain Durus min Al-Qur’an (berbagai pelajaran dari Al-
Qur’an), Risalah al-Tuhid (Risalah Tuhid), Hasyiyah ‘Ala Syarh Al-Dawani
Li Al-‘Aqaid Al-‘Adudiyah (Komentar Terhadap Penjelasan Al-Dawani
terhadap Akidah-akidah yang Meleset), Al-Islam Wa Al-Nasraniyah (Islam
Dan Nasrani Bersama Ilmu-Ilmu Perdaban), Muhammad Abduh : Konsep
Rasionalisme Dalam Islam(Nurlelah Abbas) Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz
‘Amma (Tafsir Al-Qur’an juz ‘Amma), dan Tafsir al-Manar yang
diselesaikan oleh muridnya Syekh Muhammad Rasyid Ridha.18
14
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, cet.1,(Jakarta:UI Press,1987), 17-
18.
15
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, 18.
16
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, 22.
17
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, 27.
xii
B. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
Semenjak perjumpaannya dengan Al-Afgani, Abduh berusaha
mengadakan penyesuaian ajaran islam dengan tuntunan zaman, seperti
penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gagasan
penyesuaian inilah kemudian disebut dengan moderniasasi. Sumber dari
gagasan moderenisasi Abduh tersebut bersumber dari penentangannya
terhadap taqlid. Menurut Muhammad Abduh, Al-Qur’an memerintahkan
kepada umatnya untuk mengunakan akal sehat mereka, serta melarangnya
mengikuti pendapat-pendapat terdahulu tanpa mengikuti secara pasti hujah-
hujah yang menguatkan pendapat tersebut, walaupun pendapat itu
dikemukakan oleh orang yang paling dihormati dan dipercaya.
1. Tujuan Pendidikan
Untuk memperdayakan system pendidikan Islam, Muhammad Abduh
menetapkan tujuan, pendidikan Islam yang dirumuskan sendiri
yakni:”mendidik jiwa dan akal serta menyempaiaknnya kepada batasan-
batasan kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat”. Pendidikan akal di tunjukkan kebiasaan berfikir dan
dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan
menanamkan kebiasaan berfikir. Muhammad Abduh berharap kebekuan
intelektual yang melanda kaum muslimin saat itu dapat dicairkan dan
dengan pendidikan spiritual diharapkan dapat melahirkan generasi yang
tidak hanya mampu berfikir keritis, juga memiliki akhlak mulia dan jiwa
yang bersih.
Hoeve, 2001),258.
xiii
Oleh karena itu sudah merupakan ketetapan dikalangan kaum muslimin
kecuali orang yang tidak percaya terhadap akal kecuali bahwa sebagian
dari ketentuan agama tidak mungkin dapat meyakini kecuali dengan
akal.19
2. Kurikulum Pendidikan
Untuk pendidikan yang lebih tinggi yaitu untuk orientasi guru dan
kepala sekolah, maka ia menggunakan kurikulum yang lebih lengkap
yang mencakup antara lain tafsir al-qur’an, ilmu bahasa, ilmu hadis, studi
moralitas, prinsip-perinsip fiqh, histografi, seni berbicara. Kurikulum
tersebut diatas merupakan gambaran umum dari kurikulum yang di
berikan pada setiap jenjang pendidikan. Dari beberapa kurikulum yang di
cetuskan Muhammad Abduh, ia menghendaki bahwa dengan kurikulum
tersebut diharapkan akan melahirkan beberapa kelompok masyarakat
seperti kelompok awam dan kelompok masyarakat golongan penjabat
pemerintah dan militer serta kelompok masyarakat golongan pendidik.
Dengan kurikulum yang demikian Muhammad Abduh mencoba
menghilangkan jarak dualisme dalam pendidikan.
19
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammdiyah dan Muhammad Abduh ,152-156.
xiv
1) Memasukkan ilmu-ilmu modern yang berkembang di Eropa kedalam
al-azhar.
2) Mengubah system pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan
system hafalan menjadi system pemahaman dan penalaran.
3) Menghidupkan metode munazaroh (discution) sebelum mengarah ke
taqlid.
4) Membuat peraturan-peraturan tenetang pembelajaran seperti larangan
membaca hasyiyah (komenter-komentar) dan syarh (penjelasan
panjang lebar tentang teks pembelajaran) kepada mahasiswa untuk
empat tahun pertama. Dia menawarkan kepada Sekolah Modern agar
menaruh perhatian pada aspek agama dan moral. Dengan hanya
melahirkan aspek intelektual saja, sekolah modern hanya akan
melahirkan output pendidikan yang merosot moralnya.20 Sedangkan
kepada Sekolah Agama, seperti al-Azhar, Muhammad Abduh
menyarankan agar dirombak menjadi lembaga pendidikan yang
mengikuti system pendidikan modern. Sebagai pionirnya, ia telah
memperkenalkan ilmu-ilmu Barat kepada Al-Azhar, di samping tetep
menghidupkan ilmu-ilmu islam kelasik yang orisinil, seperti Al-
Muqaddimah karya Ibn Khaldun.21 Karena pandangan Muhammad
Abduh yang sangat mementingkan keseimbangan antara akal dan
moral (Islam), maka ia mempunyai niat untuk memajukan segala jenis
pengetahuan di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, Islam harus
mengutamakan pendidikan non-dikotomi tersebut. Sekolah-sekolah
modern perlu di buka, dimana ilmu-ilmu pengetahuan modern
diajarkan di samping ilmu pengetahaun agama. Dan kedalam al-Azhar
perlu dimasukkan ilmu-ilmu modern, dan dengan demikian dapat
mencari penyelesaian yang baik bagi peroalan-persoalan yang timbul
di zaman modern ini.22 Cita-cita ini kemungkinan pelaksanaanya,
karena kedudukannya sebagai wakil pemerintah Mesir dalam Dewan
mimpinan Al-Azhar.23
20
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, 70.
21
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas,77-78.
22
Charles C. Adams, Islam dan Dunia Modern di Mesir, trj. Ismail Djamil (Jakarta : Dian Rakat,
1978), 67.
23
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan
(Jakarta:Bulan Bintang, 1993),117.
xv
Muhammad abduh memusatkan modernisasi pendidikan di Al-
Azhar karena baginya modenisasi di Al-Azhar sama halnya dengan
membenahi kondisi umat islam secara keseluruhan, lantaran para
mahasiswanya berasal dari seluruh penjuru dunia.24 Al-Azhar adalah
pusat ilmu pengetahuan yang paling utama di Mesir, bahkan di seluruh
dunia islam. Jika system pendidikan di Al-Azhar dapat di perbaiki, ilmu-
ilmu baru bisa masuk, dan bahkan jika Islam dapat diperbaharui dan
diperbaiki mulai dari sini, maka Muhammad Abduh berharap angain
perubahan akan bertiup ke seluruh Mesir, bahkan ke negeri-negeri Islam
yang lain. Bagi Muhammad Abduh, Al-Azhar tidak mungkin dibiarkan
seperti semula di zaman modern ini, maka dari itu Al-Azhar perlu di beri
jiwa baru, karena jika tidak pasti akan runtuh.25
a. Perubahan Kurikulum.
b. Ujian tahunan dengan memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang
lulus.
c. Penyeleksian buku-buku yang baik dan bermanfaat.
24
Muktafi Fahal, Achmad Amir Azis, Teologi Islam Modern ( Surabaya: Gramedia Press, 1991),21.
25
Charles C. Adams , Islam dan Dunia, 70.
26
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah, 156.
27
Muktafi Fahal, Achmad Amir Azis, Teologi Islam, 21.
xvi
d. Tempo mata kuliah yang perimer lebih panajang dari pada mata
kuliah sekunder.
e. Penambahan mata kuliah yang terkait dengan ilmu pengetahuan
modern.
b. Pendidikan formal
xvii
Di samping pendidikan akal, ia juga mementingkan pendidikan
spiritual agar lahir generasi yang mampu berfikir dan punya akhlak
yang mulia dan jiwa yang bersih. Tujuan pendidikan yang demikian ia
wujudkan dalam seperangkat kurikulum sejak dari tingkat dasar
sampai ketingkat atas. Kurikulum tersebut adalah:
a. Kurikulum Al-Azhar
c. Tingkat atas
xviii
istilah baru yang muncul, yang mungkin tidak ditemukan dalam
kosa kata Arab kuno.29
d. Pendidikan wanita
29
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam ( Jakarta : Raja
Garindo Persada, 1998), 54.
30
Muktafi Fahal, Achmad Amir Azis, Teologi Islam, 21.
31
Harun Nasution, Pembaruan Dalam,66.
32
toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta:ArRuzz,2006),278.
xix
“... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajiban dengan cara yang ma’ruf…”
Dan firman Allah Swt dalam QS. Al-Ahzab ayat 35, yang
artinya:
3. Metode Pendidikan
33
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Sejarah Pendidikan Islam Di Era Rasulullah
Sampai Indonesia (Jakarta :Kencan,2011),249-251.
xx
baik untuk setiap tujuan pengajaran dalam setiap situasi. Setiap
metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, semua metode
pendidikan atau mengajaran menurut Muhammad Abduh yang akan
diuraikan di bawah ini tidak menolak dan menafikan adanya metode-
metoe yang lainnya. Metode yang digunakan oleh Muhammad Abduh
diantaranya sebagai berikut:
a. Metode Menghafal
b. Metode Diskusi
Dari pengalaman belajar Muhammad Abduh dan keritikanya
terhadap metode manghafal, dapat diketahui bahwa ia
mementingkan pemahaman, hal itu didukung oleh fakta metode
yang ia perkatekkan dan ia suka metode diskusi. Sewaktu
Muhammad Abduh menafsirkan sebuah QS.an-Nisa ayat 35,
dalam keterangannya tentang “ wa bi walidaini ihsaana “, disebut
xxi
bahwa metode orang tua dalam mendidik anak di Mesir membiat
anak sebagai manusia pasi, sehingga mereka (para orang tua)
mendidik anak-anak dengan cara dictator. Kebanyakan orang tua
mencetak anak-anak sesuai dengan kehendak mereka. Anak-anak
dijadikan berpengetahuan atau berilmu sesuai dengan orang tua,
anak-anak marah sesuai dengan sangat esensial. Terbukti umat
Islam banyak yang hafal al-Qur’an termasuk Muhammad Abduh,
dengan demikian, dpat dipastikan bahwa Muhammad Abduh tidak
mengharamkan metode manghafal dan keritiknya terhadap metode
menghafal, seperti ia berpendapat bahwa metode menghafal tanap
pemahaman tidak baik ( untuk tidak mengatakan buruk).
c. Metode Tanya Jawab
d. Metode Darmawisata
xxii
dalam pendidikan. Ketika ingin mengajarkan kepada anak didik
materi "pesawat” hendaknya mereka dibawa langsung ke
bandara.ketika ingin mengajarkan “kapal” hendaknya anak didik
dibawa ke pelabuhan. Mereka sulit memahami sesuatu yang
abstrak. Jika dilihat contoh metode daramawisata tersebut di atas,
dapat di pahami bahwa salah satu fungsi metode ini untuk dapat
memahami materi kepada anak didik. Selain itu, metode
darmawisata salah satu indikasi bahwa belajar tidak hanya dikelas.
Metode pengajaran seperti disebutkan di atas sangat lebih tepat
digunakan pada sekolah dasar dimana kemampuan berpikir abstrak
anak didik belum matang.
e. Metode Demonstrasi
f. Metode Latihan
xxiii
[intelktual] dan jiwa [spiritual] bersifat universal, sehingga berlaku
pada seluruh Negara, suku, bangsa, agama, dan sebagainya.
g. Metode Teladan
xxiv
Untuk memahami tujuan pendidikan menurut Muhammad Abduh
maka penulis akan memaparkan sekilas pemikiran Muhammad Abduh
tentang manusia. Manusia menurut Muhammad Abduh adalah makhluk
yang paling serasi dan memiliki kepribadian yang paling sempurna.
Manusia sempurna bukan hanya dari segi fisik yang terdiri dari pancaindra
dan seluruh anggota tubuhnya, tetapi lebih dari itu manusia adalah
makhluk yang sempurna yang dapat berfikir untuk berkreasi dan dengan
kreasinya ia bisa menjadi makhluk yang taat kepada Allah.34
34
Muhammad Abduh, Tafsir JUz ‘Amma,,terj. Muhammad Baqir,(Bandung:Mizan,1999)hlm.45
35
Muhammad Imarah al- A’mal al-Kamilah li al-Syaikh Muhammad Abduh, jilid.III,(Beirut: Dar al-
Syuruq, 1993), h, 29.
36
Ibid
37
Ibid
xxv
Pendidikan menurutnya tidak boleh lepas dari nilai akal dan jiwa, jika
salah satunya hilang, maka hilang jugalah tujuan dari pendidikan tersebut.
Jika nilai-nilai pendidikan akal dan jiwa bersatu dalam jiwa seseorang
maka ia mendapatkan suatu manfaat dan akan terhindar dari bahaya.
xxvi
Nampaknya Muhammad Abduh berkeyakinan bahwa bila kedua aspek
tersebut di didik dan dikembangkan, dalam arti akal dicerdaskan dan jiwa
dididik dengan akhlak agama, maka umat Islam akan dapat berpacu serta
dapat mengimbangi bangsa-bangsa yang telah maju kebudayaannya.
Tujuan yang ingin dicapai pada tingkat ini adalah agar anak didik
dapat hidup secara mandiri, dapat mengendalikan hidup merek dan
bisa bergaul dengan sesama manusia.
xxvii
a) Akidah, adapun buku agama yang dipelajari pada sekolah dasar
adalah buku ringkasan akidah islam ahli sunnah dengan tidak
mengajarkan perbedaan pendapat disertai dengan dalil-dalil yang
mudah diterima oleh akal. Pelajaran agama Islam harus
menunjukkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadist sahih. Pada priode ini
tidak boleh mengajarkan perbandingan agama seperti
perbandingan agama islam dengan Kristen.
b) Fiqh dan akhlak. Buku agama yang dipelajari di sekolah dasar juga
berhubungan dengan halal dan haram dari perbuatan sehari-hari,
tentang akhlak baik dan buruk serta bahaya bid’ah. Semua ini
dijelaskan dengan menyertakan ayat-ayat al-Qur’an, hdist sahih,
dan memberikkan contoh-contoh kisah tentang orang jujur dari
umat terdahulu. Doktrin yang harus dilakukan oleh guru pada
tingkat ini adalah segala perbuatan yang tidak berdasarkan dari
Allah dan rasul saw tidak boleh diterima.
c) Sejarah. Ringkasan sejarah yang mencakup sejarah nabi
Muhammad Saw dan sahabatnya yang berhubungan dengan akhlak
mulia, perbuatan mulia, pesan-pesan agama yang berhubungan
dengan pengorbanan jiwa dan harta. Selain itu juga boleh ditambah
dengan sejarah khilafah ustmaniyah. Semua itu hendaknya
diajarkan dengan ringkas dan mudah diterima akal.
2) Tingkat Sekolah Menengah
xxviii
Karena sekolah menengah diorientasikan untuk bekerja
dipemerintahan, maka tujuan hendak yang dicapai pada tingkat ini
adalah menciptakan anak didik dapat menjaga amanah dalam
melaksanakan tugas-tugas di pemerintahan kelak.
40
Ibid, h. 83.
xxix
Cita-cita Muhammad Abduh yang ingin mendirikan lembaga
pendidikan tinggi yang bertujuan berkhidmat kepada Islam, dapat
dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam secara umum diwakili oleh
universitas al-Azhar. Namun lembaga ini belum sepenuhnya
berorientasi pada pembangunan umat Islam yang kuat.
41
Ibid.
xxx
setiap sekolah memiliki kecenderungan-kecenderungan atau
penekanan-penekanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya.
1) Metode Menghafal
xxxi
Dalam bidang metode pengajaran Muhammad Abduh membawa
cara baru dalam dunia pendidikan saat itu. Metode pengajaran yang
diperaktekan di sekolah-sekolah saat itu memakai metode menghafal
tanpa disertai pemahaman. Karena metode menghafal ini Muhammad
Abduh mengkeritik, prustasi dan membenci belajar saat ia belajar
dimasjid Ahmad Thanta. Muhammad Abduh mengkeritik metode
menghafal saat itu tidak membenci metode tersebut, namun ia tidak
setuju dengan metode ini bila tidak diserati dengan pemahaman dan
penalaran.
2) Metode Diskusi
42
Rasyid Ridha.
43
Sejarah Pemikiran
xxxii
Muhammad Abduh menghidupkan metode diskusi dalam
memahami pengetahuan yang sebelumnya banyak mengarah terhadap
taklid semata terhadap pendpat ulama-ulama tertentu yang dianggap
yang mempunyai pengaruh. Hal tersebut diubahnya dengan jalan
pengembangan kebebasan intelektual dikalangan mahasiswa al-Azhar.
Demikian juga halnya dengan sikap ilmiah, terutama dalam
memahami sember-sumber ilmu agama yang selama ini seolah-olah
sudah memiliki landasan yang tidak dapat di ganggu gugat oleh
pemikiran dan kemajuan zaman.
3) Metode Teladan
44
Abdul al-Gaffar, Imam Muhammad Abduh, (Kairo: Dar Al-Anshar, 1980), h. 65.
45
Rasyid Ridha, Tafsir Al- Manar. Jilid 11, h, 581-586.
xxxiii
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpualan bahwa
pengajaran yang bertujuan untuk membina akhlak, hendaknya guru
memakai bahasa yang mudah dipahami, jelas dan tegas dan
disampaikan dengan uslub atau cara yang baik.
4) Metode Latihan
46
Muhammad Imarah, op. cit, h, 31.
47
Tafsir al-Manar,op. cit jilid V, h. 171.
xxxiv
xxxv
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
xxxvi
(Risalah Tuhid), Hasyiyah ‘Ala Syarh Al-Dawani Li Al-‘Aqaid Al-‘Adudiyah
(Komentar Terhadap Penjelasan Al-Dawani terhadap Akidah-akidah yang
Meleset), Al-Islam Wa Al-Nasraniyah (Islam Dan Nasrani Bersama Ilmu-
Ilmu Perdaban), Muhammad Abduh : Konsep Rasionalisme Dalam
Islam(Nurlelah Abbas) Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma (Tafsir Al-
Qur’an juz ‘Amma), dan Tafsir al-Manar yang diselesaikan oleh muridnya
Syekh Muhammad Rasyid Ridha.
B. Saran
xxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Fahal, Muktafi dan Azis, Achmad Amir. (1991). Teologi Islam Modern, Surabaya:
Gramedia Press.
Sukandar, Asep Ahmad dan Hori, Muhammad. (2020). Pemikiran Pendidikan Islam,
Bandung: Cendekia Press.
Zubair, Dr. (2023). Pradigma Pendidikan Agama Islam, Indramayu: Penerbit Adab.
xxxviii