Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam

Materi:Muhammad Abduh dan Usaha Pembaharuan

Pendidikan Islam di Mesir

Dosen Pengampu : Siti Maryam,M.A

Disusun Oleh :

1. Muhamad Ridwan (2224110054)


2. Siti Aisah (222410084)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS CENDIKIA ABDITAMA


2023/2024

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu, waktu
yang telah ditentukan. Sholawat beriring salam semoga selalu tercurahkan
kepada suri tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua
mendapatkan syafaat dihari akhir kelak.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Siti Maryam, M.Pd selaku dosen
pengampu yang telah memberikan kita kesempatan untuk mengerjakan tugas ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami sadar, bahwa tugas makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna baik
dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca
makalah ini, guna menjadi motivasi agar penulis bisa menjadi lebih baik dalam
membuat karya di masa mendatang. Kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah wawasan bagi para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan meningkatan ilmu pengetahuan.

Tangerang, 18 April 2023

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………. .....


ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

C. Tujuan Masalah .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3

A. Biografi Muhammad Abduh ..............................................................................3


.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................

B. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh........................................................9

C. Aspek-Aspek Pembaharuan System Pendidikan Muhammad Abduh.............21

BABA III PENUTUP........................................................................................................32

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 32

B. Saran .......................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA ………...........................................................................................34

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepanjang sejarah Peradaban Islam, ada dua corak pemikiran yang selalu
mempengaruhi cara berpikir uamt Islam. Pertama, pemikiran tradisionalis
(orthodox) yang bercirikan sufistik; dan kedua, pemikiran rasionalis yang
bercirikan liberalis, terbuka, inovatif dan konstruktif. Kedua corak itu
sesungguhnya nampak pada masa kejayaan Islam. Kedunya bersatu padu, saling
mengisi satu sama lain. Saat itu umat Islam tidak membeda-bedakan mana yang
lebih utama harus mereka pelajari. Baik ilmu agama yang besumber dari wahyu
maupun ilmu pengetahuan yang bersumberkan nalar, mereka pelajari tanpa ada
dikotomi. Keduanya telah betul-betul dijadikan sebagai sarana dalam mengenali
ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum.

Kejayaan ini berlangsung cukup lama, sampai diangakatnya penguasa


baru Abbasiyah al-Mutawakkil yang bermadzhab sunni melakukan mencabutan
izin resmi Mu’tazilah sebagai satu aliran resmi kenegaraan yang pernah terjadi
pada masa al-ma’mun. kondisi ini terus berlanjut hingga umat islam secara
umum merasa anti terhadap golongan Mu’tazilah, yaitu golongan yang gencar
menyebarkan ajaran rasional. Sejak itu masyarakat tidak lagi mau mendalami
ilmu-ilmu sains dan filsafa. Pemikiran logis dan ilmiah tidak lagi budaya
berpikir masyarakat muslim sampai akhirnya pola berpikir rasional berubah
nebjadi cara berpikir tradisioanal yang banyak dipengaruhi oleh ajaran
spiritualitas, takhayul dan kejumudan.

Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh pembaru (mujaddid) dunia


Islam pada abad modern, tepatnya sekitar abad ke-19 M. Kegelisahan yang
dirasakan oleh Muhammad Abduh tentang kemunduran umat Islam saat itu
menjadikannya tergerak dan bersemangat untuk melakukan gebrakan dan
agenda besar dalam membangkitkan kembali semangat dan kejayaan umat
Islam. Salah satu yang dilakukan oleh Muhammad Abduh adalah melalui
modernisasi atau pembaruan system pendidikan Islam yang dipandang sebagai
langkah dan upaya paling efektif dalam melakukan perubahan terhadap kondisi
umat Islam pada masa itu.

v
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat menulis rumuskan beberapa


masalah penting sebagai berikut:
1. jelaskan Biografi Muhammad Abduh?
2. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh?
3. Sebutkan Aspek-Aspek Pembaharuan System Pendidikan Muhammad
Abduh?

C. Tujuan Masalah

Sebagaimana yang di uraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan


rumusan masalah tersebut maka penulis memiliki tujuan penulis sebagai
berikut:

1. Mengetahui Riwayat Hidup Muhammad Abduh


2. Mengetahui Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
3. Mengetahui Aspek-Aspek Pembaharuan System Pendidikan Muhammad
Abduh

vi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir pada 1266 H/ 1850 M di Mahallat


Nashr,Bukairah, Mesir. Nama lengkapnya Muhammad Abduh bin Hasan
Khairullah. Ia berasal dari keluarga kebanyakan, tidak kaya ataupun keturunan
bangsawan. Ayahnya adalah seorang petani. Ketika saudara-saudaranya
dititahkan menggeluti usaha petani, Abduh justru ditugaskan untuk terus
menuntut ilmu. Mungkin pilihan itu sekedar kebetulan. Namun, bisa jadi hal
Itu karena ia sangat dicintai orang tuanya.1 Bapak Muhammad Abduh Hasan
Khairullah, berasal darki Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya
menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilashnya meningkat sampai
kesuku bangsa Umar ibn Al-Khattab. Abduh Hasan Khairullah kawin dengan
ibu Muhammad Abduh sewaktu merantau dari desa ke desa. Ketika ia mentap
di Mahallah Nasr, Muhammad Abduh lahir dan menjadi dewasa dalam
lingkungan desa di bawah asuhan ibu-bapak yang tak ada hubungannya
dengan didikan sekolah, tetapi mempunyai jiwa keagamaan yang teguh.2

Muhamamd Abduh adalah seorang pemikir, teolog, dan pembaru dalam


islam di Mesir yang hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kapan
dan dimana Muhammad Abduh lahir tidak diketahui secara pasti, karena ibu
bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan tanggal dan
tempat lahir anak-anaknya. Tahun 1849 M / 1265 H adalah tahun yang umum
dipakai sebagai tanggal lahirnya.3 Ia lahir disuatu desa di Mesir Hilir,
diperkirakan di Mahallat Nasr. Bapak Muhammad abduh bernama Hasan
Khairullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir . Ibunya
berasal dari bangsa arab yang silsilahnya meningkat sampai ke suku bangsa
Umar ibn al-Khattab.4

1
Sauful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur’an(Yogyakarta:Pustaka Insan Madani,2008),139
2
Harun Nasution, Pembahruan Dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan )Jakarta : Bulan
Bintang,1975),58-59
3
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, Cet.5,(Jakarta : Bulan
Bintang,187),5,8
4
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan,58.

vii
Muhammad Abduh di suruh belajar menulis dan membaca setelah mahir,
ia diserahkan kepada satu guru untuk dilatih menghafal Al-Qur’an. Hanya
delam masa dua tahun, ia dapat menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan.
Kemudian, ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad
di tahun 1862, setelah dua tahun belajar, ia merasa tidak mengerti apa-apa
karena disana menggunakan metode menghafal. Ia akhirnya lari
meninggalkan pelajaran dan pulang kekampungnya dan berniat bekerja
sebagai petani. Tahun 1865 ( usia 16 tahun) iapun menikah. Baru empat puluh
hari menikah, ia dipaksa untuk kembali belajar ke Tanta. Iapun pergi, tapi
bukan ke Tanta. Dia bersembunyi dirumah salah seorang pamannya, Syekh
Darwisy tahu keengganan Abdul untuk belajar, maka ia selalu membujuk
pemuda itu supaya membaca buku bersama-sama. Setelah itu, Abdul pun
berubah sikapnya sehingga kemudian ia pergi ke Tanta untuk meneruskan
pelajarannya.5 Selepas dari Tanta, ia melanjutkan studi di Al-Azhar dari tahun
1869-1877 dan ia mendapatkan predikat “alim”.6 Di sanalah ia bertemu
Jamaluddin al-Afghani yang kemudian menjadi muridnya yang paling
setia.dari al-Afhafani yang kemudian belajar logika, filsafat, teologi dan
tasawuf.

Pendidikanah Muhamad Abduh dimulai dengan belajar membaca dan


menulis di rumah. Ia menghafal al-quran dalam masa dua tahun , dibawah
bimbingan seorang guru yang hafal kitab suci. Pada tahun 1279 H/ 1863 M, ia
dikirim orang tuanya ke Thanta untuk meluruskan bacaannya (belajar tajwid)
di masjid Al-Ahmadi. Setelah berjalan dua tahun, berulah ia mengikuti
pelajaran-pelajaran yang diberikan dimasjid itu. Karena metode pengajaran
(thariqat al-ta’lim) yang tidak tepat, setelah satu setengah tahun belajar,
Muhammad Abduh belum mengerti apa-apa. Menurut pernyataannya sendiri,
guru-guru cenderung mencekoki murid-murid dengan kebiasaan menghafal
istilah-istilah tentang Nahwu ( ilmu gramatika bahasa arab) atau fiqh yang
tidak mengerti arti-artinya. Mereka seakan-akan tidak peduli apakah murid-
murid mengerti atau tidak tentang arti istilah-istilah itu. Karena tidak puas, ia
meninggalkan Thanta dan kembali ke Mahallat Nasr dengan niat tidak akan
kembali lagi belajar, tidak mau membaca buku-buku lagi.7 Ia pergi
5
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan,59-60
6
‘Alim terambil dari kata ‘Ilm yang menurut pakar-pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai
dengan keadaannya yang sebenarnya. Kata ‘Alim ini disebut dalam al-qur’an sebanyak 166 kali. Lihat
M. Quraisy Syihab,Ensiklopedia al-Qur’an kajian kosa kata ,cet.I,(Jakarta :Lentera Hti,2007),17
7
‘Alim terambil dari kata ‘Ilm yang menurut pakar-pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai
dengan keadaannya yang sebenarnya. Kata ‘Alim ini disebut dalam al-Quran sebanyak 166 kali. Lihat

viii
bersembunyi di rumah salah satu pamannya, tetapi setelah tiga bulan di sana
di paksa kembali pergi ke Thanta. Karena yakni bahwa belajar itu tak akan
membawa hasil baginya, ia pulang kekampungnya dan berniat akan bekerja
sebagai petani.8

Dalam usia 20 tahun, yakni pada tahun 1282 H/ 1866 m, 9 ia kawin dengan
modal niat mau mengharap ladang pertanian seperti ayahnya. Tetapi empat
puluh hari setelah perkawinannya, ia dipaksa orang tuanya kembali lagi ke
Thanta. Dalam perjalanan ke Thanta itu, karena panas matahari sangat
menyengat, ia lari ke desa Kasinah Urin, tempat tinggal kaum kerabat dari
pihak ayahnya. Salah satu dari mereka adalah Syaikh Darwisy Khadr, seorang
alim yang banyak mengadakan perjalanan keluar Mesir, belajar berbagai
macam ilmu agama islam. Ia pernah belajar ilmu tarekat kepada Sayid
Muhammad Al-Madani. Ia juga mempunyai perhatian besar pada bidang tafsir
al- quran, dan hafal beberapa kitab penting, seperti kitab al-Muwaththa’ dan
kitab-kitab hadis lainnya.

Berkat Darwisy Khadr inilah Muhammad Abduh kembali membaca buku.


Darwisy Khadr juga berusaha membantu Muhammad Abduh memahami apa-
apa yang dibacanya. Atas bantuan pamannya itu, ia akhirnya mengerti apa
yang ia baca. Sejak saat itulah minat bacanya mulai tumbuh, dan ia berusaha
membaca buku-buku secara mandiri. Istilah-istilah yang tidak dipahaminnya,
ia tanyakan kepada Darwisy Khadr. Dengan demikian, dapatlah ditegaskan
bahwa sebab utama ia meninggalkan pelajaran pada waktu sebelumnya adalah
karena ia tidak mengerti segala pelajaran yang ia terima, bukan disebabkan
karena rendahnya minat untuk belajar. Setelah mengalami perubahan mental
terhadap pelajaran, berkat bimbingan Darwisy Khadr yang ia terima selama
dua minggu, ia pergi kemasjid al-Ahmadi di Thanta untuk menuntut ilmu.
Sekarang ia mengerti, baik pelajaran yang diberikan oleh guru maupun
pelajaran/ buku yang dibacakan sendiri. Karena tampak menonjol,
Muhammad Abduh selalu dikerumuni teman-teman sepelajaran dan menjadi
tempat mereka bertanya. Suatau ketika ia mendengar dari seorang teman
secara tidak langsung, bahwa prestansi keilmuannya akan semakin meningkat

M. Quraisy Syihab. Ersiklopedia al-quran kajian kosa kata, cet. I, (Jakarta:Lentera Hati, 2007),17.
8
Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian Masalah Akidah Dan Ibadat
(Jakarta; Paramadina,2002),22.
9
Bahkan ada yang informasikan, di tahun 1865, pada usia 16 tahun Muhammad Abduh kawin, lihat
Harun Nasutioan, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, 59.

ix
apabila ia mau meninggalkan Thantha dan pergi ke Kairo untuk meneruskan
pelajaran di Al-Azhar.

Maka pada bulan syawal 1282 H,bertepatan dengan bulan februari 1866
M, Muhammad Abduh menjadi mahasiswa disana masih dalam kondisi
terbelakang dan jumud. Pendidikan tinggi di zaman itu memang belum dapat
menerima ide-ide pembaruan yang dibawa Tahtawi. Metode yang dipakai di
sana sama dengan yang ada di masjid al-Ahmadi di Thanta yakni masih tetap
metode menghafal. Kurikulum yang diberikan hanya mencakup ilmu agama
Islam dan bahasa Arab. Mengenai hal ini al-Jabarti menulis bahwa seorang
pembesar dari Turki, dalam dialognya dengan rector dan ulama Al-Azhar,
bertanya tentang matematika dan ilmu-ilmu dunia lainnya, yang ternyata tidak
mereka jawab dan kemudian mengaku tidak mengetahui ilmu-ilmu itu.
Sedangkan di Turki, kata pembesar itu, banyak orang mendengar bahwa
Mesir adalah pusat ilmu, tetapi tak dijumpai di Al-Azhar apa-apa yang saya
cari. Rector Al-Azhar menjawab bahwa ilmu-ilmu itu termasuk fardu kifayah
dan diajarkan oleh ulama di luar Al-Azhar. Oleh karena itu, Al-Azhar tetap
terlepas dari kewajiban mengajarkan ilmu-ilmu demikian.

Bahkan menurut Ahmad Amin, Al-Azhar menganggap segala yang


berlawanan dengan kebiasaan sebagai kekafiran. Membaca buku-buku
geografi, ilmu alam atau filsafat adalah haram. Memakai sepatu adalah bid’ah.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Muhammad Abduh
mempelajari ilmu-ilmu filsafat, logika, ilmu ukur, soal-soal dunia dan politik
dari seorang intelektual bernama Syaikh Hasan Tawil. Tetapi pelajaran yang
diberikan Hasan Tawil tampaknya kurang memuaskan dirinya. Pelajaran yang
diterimanya di Al-Azhar juga kurang menarik perhatiannya. Ia lebih suka
membaca buku-buku yang dipilihnya sendiri di perpustakaan Al-Azhar.
Kepuasan Muhammad Abduh mempelajari matematika, etika, politik dan
filsafat, ia peroleh dari Jmaluddin al-Afghani (al-Asadabadi) yang datang le
Mesir pada akhir tahun 1286 H/ 1870 M. 10 Bersama-sama dengan teman-

10
Jamaluddin al-Afghani (1839-1897 M) adalah toko pembaruan Islam abad ke-19. Selama 30 tahun
terakhir, ia hidup dipengasingan, antara lqin di Mesir (1871-1897 M), lalu keindia dan perancis, ia juga
pernah keinggris, rusia dan Persia. Ia meninggal di instanbul. Afghani mengembangkan wawasannya
yang positif terhadap filsafat, karena ia tumbuh dari kalangan syi’ah. Kaum ini memiliki kebebasan
berpikir lebih besar dari pada kaum sunni, dan berpandangan lebih positif kepada filsafat serta
pemikiran rasional . lihat Nurkholis Majdij, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan (Bandung;
Mirzan, 1987), hlm 310. Selanjutnya disebut, Islam Kemoderenan

x
temannya, Muhammad Abduh belajar dan berdiskusi dengan tokoh pemimpin
pembaruan itu.11

Dengan sikap keritis itulah Muhammad Abduh menjalani studi di Al-


Azhar, tidak kurang dari sebelas tahun lamanya ia habiskan untuk studi di
perguruan tinggi Islam ini. Pada tahun 1293 H/1877 M, Muhammad Abduh
menempuh ujian untuk mencapai gelar al-‘amin (Syahadat al-‘alamiyah).
Peristiwa “mihnah” yang dilakukan Syaikh ‘Alaisy rupanya mempunyai
pengaruh pada ujian yang ditempuhnya. Sebagian besar dari anggota panitia
ujian adalah ulama-ulama yang tidak senang kepadanya dan mereka agaknya
sepakat untuk menjatuhkannya. Tetapi, dalam forum ujian ternyata ia
memberikan jawaban-jawaban yang luar biasa baiknya. Maka atas campur
tangan rector Al-Azhar Syaikh Muhammad al-‘Abasyi, ia tidak jadi di
jatuhkan dan ujiannya dinyatakan lulus dengan predikat baik-seharusnya ia
memperoleh predikat amat baik. Bahkan menurut rector, sekiranya di Al-
Azhar ada yudisium cum laude (derajat mumtazah), seharusnya ia
memperoleh derjat ujian ilmiah tertinggi itu.

Tahun 1879 , Abduh dibuang keluar kota kairo karena dituduh turut
berperan dalam mengadakan gerakan Khadowi Taufik. Hanya setahun ia
dibuang, tahun 1880 ia boleh kembali dan kemudian diangkat menjadi
redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir. 12 Di akhir tahun 1882, ia lagi-
lagi dibuang. Tapi kali ini dibuang ke luar negri dan ia memutuskan pergi ke
Beirut. Alasan pembuangan ini adalah keterlibatan Abduh dalam revolusi
(pemberontakan) Urabi Pasya.13 Baru setahun di Beirut, dia diundang al-
Afghani supaya datang keParis guna membentuk gerakan al-urwah al-wusqa.
Tujuan gerakan ini adalah membangkitkan semangat perjuangan umat islam
untuk menentang ekspansi Eropa di dunia Islam. Terbitlah majalah al-urwah

11
Menurut keterangan Muhammad Salam Madkur, para peserta diskusi, waktu itu terdiri dari orang-
orang terkemuka dalam bidang pengadilan, dosen-dosen, sebagai mahasiswa Al-Azhar serta perguruan
tinggi yang lain, dan juga pegawai-pegawai pemerintah. Lihat bukunya al-Hakim al-Sair Jamaluddin
al-Afghani (kairo: t.p, 1962),54
12
Nasution, Pembahrauan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan ,61.
13
Revolusi Urabi Pasya Adalah tentara, perwira-perwira yang berasal dari Turki dan Sarkas yang
selama ini menguasai tentara Mesir. Setelah berhasil dalam usaha ini, mereka dibawa pimpinan Urabi
Pasya juga dapat menguasai pemerintahan. Pemerintahan yang berada dibawah kekuasaan golongan
nasionalis ini, menurut Inggeris adalah berbahaya bagi kepentingannya di Mesir. Untuk menjatuhkan
Urabi Pasya, Inggeris di tahun 1882 membom Alexanderia dari laut, dan dalam pertemuran yang
kemudian terjadi, kaum nasionalis Mesir dengan lekas dapat dikalahkan Inggeris, dan Mesirpun jatuh
kebawah kekuasaan Inggeris.

xi
al-wusqa. Ide pemikiran berasal dari al-Afghani, sedangkan tulisan yang
mengungkapkan pemikiran itu dilakukan oleh Abduh. Majalah tersebut hanya
bertahan delapan bulan dengan 18 kali terbit.14 Setelah itu, ia berpisah dengan
gurunya. Gurunya menuju Persia, ada juga yang mengatakan ke Rusia.
Sedangkan ia sendiri kembali ke Beirut pada tahun 1885 M. dikota ini, ia
pusatkan perhatiannya pada ilmu dan pendidikan. Ia mengajar di Madrasah
Sultaniah dan di rumahnya sendiri. Pelajaran tauhid yang di berikannya di
Madrasah Sultaniah tersebut menjadi dasar dari risalah al-Tuhid.15

Sekembalinya dari pembuangan, di akhir tahun 1888, ia mulai


aktivitasnya. Karirnya di mulai dari menjadi hakim Pengadilan Negri
kemudian menjadi penasehat Mahkamah Tertinggi. Di sela-sela kesibukannya
sebagai hakim ia berusaha memperbaiki pendidikan di Al-Azhar. Ia ingin
membawa ilmu-ilmu modern yang sedang berkembang di Eropa ke Al-Azhar.
Usahanya tidak berjalan mulus bahkan usahanya kandas. Banyak tantangan
dari para ulama yang berpegang pada tradisi lama. Tahun 1899, ia diangkat
menjadi Mufti Mesir, suatu jabatan resmi penting di Mesir dalam menafsirkan
hukum sya’riat untuk seluruh Mesir. Ditahun yang sama, ia juga diangkat
menjadi anggota masjlis syura.16

Begitu pula Abduh tidak bisa menjalankan ibadah haji hingga akhir
hayatnya karena faktor politik. Akhirnya, pada 11 juli 1905, Abduh dipanggil
ke hadirat Allah setelah agak lama ia menderita kanker hati, 17 di usia yang
belum begitu tua yaitu sekitar 56 tahun. Abduh meninggalkan banyak karya
tulis, sebagia besar berupa artikel-artikel di surat kabar dan majalah. Yang
berupa buku antara lain Durus min Al-Qur’an (berbagai pelajaran dari Al-
Qur’an), Risalah al-Tuhid (Risalah Tuhid), Hasyiyah ‘Ala Syarh Al-Dawani
Li Al-‘Aqaid Al-‘Adudiyah (Komentar Terhadap Penjelasan Al-Dawani
terhadap Akidah-akidah yang Meleset), Al-Islam Wa Al-Nasraniyah (Islam
Dan Nasrani Bersama Ilmu-Ilmu Perdaban), Muhammad Abduh : Konsep
Rasionalisme Dalam Islam(Nurlelah Abbas) Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz
‘Amma (Tafsir Al-Qur’an juz ‘Amma), dan Tafsir al-Manar yang
diselesaikan oleh muridnya Syekh Muhammad Rasyid Ridha.18

14
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, cet.1,(Jakarta:UI Press,1987), 17-
18.
15
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, 18.
16
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, 22.
17
Nasution, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah, 27.

xii
B. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
Semenjak perjumpaannya dengan Al-Afgani, Abduh berusaha
mengadakan penyesuaian ajaran islam dengan tuntunan zaman, seperti
penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gagasan
penyesuaian inilah kemudian disebut dengan moderniasasi. Sumber dari
gagasan moderenisasi Abduh tersebut bersumber dari penentangannya
terhadap taqlid. Menurut Muhammad Abduh, Al-Qur’an memerintahkan
kepada umatnya untuk mengunakan akal sehat mereka, serta melarangnya
mengikuti pendapat-pendapat terdahulu tanpa mengikuti secara pasti hujah-
hujah yang menguatkan pendapat tersebut, walaupun pendapat itu
dikemukakan oleh orang yang paling dihormati dan dipercaya.

Pemikiran pendidikan Muhammad abduh ialah pada modernisasi


pendidikan Islam. Artinya, pendidikan Islam mesti menyesuaikan denagn
perkembangan zaman, baik menyesuaikan dari sisi material maupun moril.
Gagasan modernisasi pendidiakn Islamnya ialah pada rekonstruksi tujuan
pendidikan islam, kurikulum pendidikan islam yang integral, rekonstruksi
metode pendidikan yang dinilai relevan dengan kebutuhan peserta didik.

1. Tujuan Pendidikan
Untuk memperdayakan system pendidikan Islam, Muhammad Abduh
menetapkan tujuan, pendidikan Islam yang dirumuskan sendiri
yakni:”mendidik jiwa dan akal serta menyempaiaknnya kepada batasan-
batasan kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat”. Pendidikan akal di tunjukkan kebiasaan berfikir dan
dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan
menanamkan kebiasaan berfikir. Muhammad Abduh berharap kebekuan
intelektual yang melanda kaum muslimin saat itu dapat dicairkan dan
dengan pendidikan spiritual diharapkan dapat melahirkan generasi yang
tidak hanya mampu berfikir keritis, juga memiliki akhlak mulia dan jiwa
yang bersih.

Dalam karya teologisnya yang monumental Muhammad Abduh


menselaraskan antara akal dan agama. Beliau berpandang bahwa Al-
Qur’an yang diturunkan dengan perantara lisan Nabi di utus oleh Tuhan.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, juz 3, cet. 4, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
18

Hoeve, 2001),258.

xiii
Oleh karena itu sudah merupakan ketetapan dikalangan kaum muslimin
kecuali orang yang tidak percaya terhadap akal kecuali bahwa sebagian
dari ketentuan agama tidak mungkin dapat meyakini kecuali dengan
akal.19

2. Kurikulum Pendidikan

System pendidikan yang di perjuangkan oleh Muhammad Abduh


adalah system pendidikan fungsional yang bukan impor yang mencakup
pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan.
Semua harus memiliki kemapuan dasar seperti membaca, menulis, dan
menghitung. Di samping itu, semua harus mendapatkan pendidikan
agama.

Bagi sekolah dasar, diberikan peljaran membaca, menulis, berhitung


pelajaran agama, dan sejarah Nabi. Sedangkan bagi sekolah mengah,
diberikan mata pelajaran syari’at, kemiliteran, kedokteran, serta pelajaran
tentang ilmu pemerintah bagi siswa yang berminat terjun dan bekerja di
pemerintahan. Kurikulum harus meliputi antara lain, buku pengantar
pengetahaun, seni logika, prinsip penalaran dan tata cara berdebat.

Untuk pendidikan yang lebih tinggi yaitu untuk orientasi guru dan
kepala sekolah, maka ia menggunakan kurikulum yang lebih lengkap
yang mencakup antara lain tafsir al-qur’an, ilmu bahasa, ilmu hadis, studi
moralitas, prinsip-perinsip fiqh, histografi, seni berbicara. Kurikulum
tersebut diatas merupakan gambaran umum dari kurikulum yang di
berikan pada setiap jenjang pendidikan. Dari beberapa kurikulum yang di
cetuskan Muhammad Abduh, ia menghendaki bahwa dengan kurikulum
tersebut diharapkan akan melahirkan beberapa kelompok masyarakat
seperti kelompok awam dan kelompok masyarakat golongan penjabat
pemerintah dan militer serta kelompok masyarakat golongan pendidik.
Dengan kurikulum yang demikian Muhammad Abduh mencoba
menghilangkan jarak dualisme dalam pendidikan.

Adapaun usaha Muhammad Abduh mengajukan Universitas Al-Azhar


antara lain:

19
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammdiyah dan Muhammad Abduh ,152-156.

xiv
1) Memasukkan ilmu-ilmu modern yang berkembang di Eropa kedalam
al-azhar.
2) Mengubah system pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan
system hafalan menjadi system pemahaman dan penalaran.
3) Menghidupkan metode munazaroh (discution) sebelum mengarah ke
taqlid.
4) Membuat peraturan-peraturan tenetang pembelajaran seperti larangan
membaca hasyiyah (komenter-komentar) dan syarh (penjelasan
panjang lebar tentang teks pembelajaran) kepada mahasiswa untuk
empat tahun pertama. Dia menawarkan kepada Sekolah Modern agar
menaruh perhatian pada aspek agama dan moral. Dengan hanya
melahirkan aspek intelektual saja, sekolah modern hanya akan
melahirkan output pendidikan yang merosot moralnya.20 Sedangkan
kepada Sekolah Agama, seperti al-Azhar, Muhammad Abduh
menyarankan agar dirombak menjadi lembaga pendidikan yang
mengikuti system pendidikan modern. Sebagai pionirnya, ia telah
memperkenalkan ilmu-ilmu Barat kepada Al-Azhar, di samping tetep
menghidupkan ilmu-ilmu islam kelasik yang orisinil, seperti Al-
Muqaddimah karya Ibn Khaldun.21 Karena pandangan Muhammad
Abduh yang sangat mementingkan keseimbangan antara akal dan
moral (Islam), maka ia mempunyai niat untuk memajukan segala jenis
pengetahuan di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, Islam harus
mengutamakan pendidikan non-dikotomi tersebut. Sekolah-sekolah
modern perlu di buka, dimana ilmu-ilmu pengetahuan modern
diajarkan di samping ilmu pengetahaun agama. Dan kedalam al-Azhar
perlu dimasukkan ilmu-ilmu modern, dan dengan demikian dapat
mencari penyelesaian yang baik bagi peroalan-persoalan yang timbul
di zaman modern ini.22 Cita-cita ini kemungkinan pelaksanaanya,
karena kedudukannya sebagai wakil pemerintah Mesir dalam Dewan
mimpinan Al-Azhar.23

20
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, 70.
21
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas,77-78.
22
Charles C. Adams, Islam dan Dunia Modern di Mesir, trj. Ismail Djamil (Jakarta : Dian Rakat,
1978), 67.
23
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan
(Jakarta:Bulan Bintang, 1993),117.

xv
Muhammad abduh memusatkan modernisasi pendidikan di Al-
Azhar karena baginya modenisasi di Al-Azhar sama halnya dengan
membenahi kondisi umat islam secara keseluruhan, lantaran para
mahasiswanya berasal dari seluruh penjuru dunia.24 Al-Azhar adalah
pusat ilmu pengetahuan yang paling utama di Mesir, bahkan di seluruh
dunia islam. Jika system pendidikan di Al-Azhar dapat di perbaiki, ilmu-
ilmu baru bisa masuk, dan bahkan jika Islam dapat diperbaharui dan
diperbaiki mulai dari sini, maka Muhammad Abduh berharap angain
perubahan akan bertiup ke seluruh Mesir, bahkan ke negeri-negeri Islam
yang lain. Bagi Muhammad Abduh, Al-Azhar tidak mungkin dibiarkan
seperti semula di zaman modern ini, maka dari itu Al-Azhar perlu di beri
jiwa baru, karena jika tidak pasti akan runtuh.25

Urgensi pemikiran modernisasi Muhammad Abduh yang diterapkan


pada lembaga-lembaga pendidikan islam, yaitu perinsip keseimbangan
dalam pendidikan Islam. Muhammad Abduh berusaha menyeimbangkan
antara aspek intelektual dan aspek moral dalam sebuah system
pendidikan Islam, Muhammad Abduh yakin bahwa kaum Muslim akan
dapat berpacu dengan Barat untuk menemukan ilmu pengetahuan baru
dan dapat mengimbanginya dari segi kebudayaan. 26 Sekiranya hal ini
dapat dilakukan, kaum Muslim tidak akan tenggelam lagi dalam dunia
kegelapan seperti yang pernah dialami pada abad pertengahan. Keritik
dan pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan keseimbangan di
atas berdasarkan pada asumsinya bahwa ilmu pengetahauan Barat
modern yang menekankan aspek rasionalitas tidak bertentangan dengan
ajaran Islam yang mengandung aspek spiritual. Bagi Muhammad Abduh
keduanya tidak bertentangan, bahkan saling mendukung satu sama lain.

Pembaruan dari Muhammad Abduh bisa dicermati melalui


pembenahan Al-Azhar. Pembenahan tersebut setidaknya ada lima hal:27

a. Perubahan Kurikulum.
b. Ujian tahunan dengan memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang
lulus.
c. Penyeleksian buku-buku yang baik dan bermanfaat.
24
Muktafi Fahal, Achmad Amir Azis, Teologi Islam Modern ( Surabaya: Gramedia Press, 1991),21.
25
Charles C. Adams , Islam dan Dunia, 70.
26
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah, 156.
27
Muktafi Fahal, Achmad Amir Azis, Teologi Islam, 21.

xvi
d. Tempo mata kuliah yang perimer lebih panajang dari pada mata
kuliah sekunder.
e. Penambahan mata kuliah yang terkait dengan ilmu pengetahuan
modern.

Pembaruan yang dilakukan Muhammad Abduh dalam pendidikan


terbagi menjadi dua yaitu pendidikan formal dan non formal:

a. Pendidikan non formal

Dalam pendidikan non formal Muhammad Abduh menyebutkan


usaha pebaikan (islah). Dalam hal ini Muhammad Abduh melihat
perlunya campur tangan pemerintah terutama dalam hal
mempersiapkan para pendakwah. Tugas mereka yang utama adalah:

1) Menyampaikan kewajiban dan pentingnya belajar


2) Mendidik mereka dengan memberikan pelajaran tentang apa yang
mereka lupakan atau yang belum mereka ketahui
3) Meniupkan kedalam jiwa mereka cinta pada Negara, tanah air, dan
pemimpin.

Muhammad Abduh pun menekankan pentingnya pendidikan dan


mempelajari ilmu-ilmu yang datang drai Barat. Di samping itu
Muhammad Abduh menggalakkan umat islam mempelajari ilmu-ilmu
modern.

b. Pendidikan formal

Muhammad Abduh tampaknya menghendaki lenyapnya system


dualisme dalam pendidikan Mesir. Dia menawarkan kepada sekolah
modern agar memperhatikan aspek agama dna moral, dengan hanya
mengendalikan aspek intelek, sekolah modern telah melahirkan output
pendidikan yang merosot moralnya. Sedangkan kepada sekolah
agama, seperti Al-Azhar, Muhammad Abduh menyarankan agar
dirombak menjadi lembaga pendidikan yang mengikuti system
pendidikan modern. Sebagai aplikasinya, ia telah memperkenalkan
ilmu-ilmu barat kepada Al-Azhar, di samping tetap menghidupkan
ilmu-ilmu Islam kelasik yang orisinal, seperti Al-Muqaddimah karya
Ibn Khaldun.28
28
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, 227.

xvii
Di samping pendidikan akal, ia juga mementingkan pendidikan
spiritual agar lahir generasi yang mampu berfikir dan punya akhlak
yang mulia dan jiwa yang bersih. Tujuan pendidikan yang demikian ia
wujudkan dalam seperangkat kurikulum sejak dari tingkat dasar
sampai ketingkat atas. Kurikulum tersebut adalah:

a. Kurikulum Al-Azhar

Kurikulum perguruan tinggi Al-Azhar disesuaikan dengan


kebutuhan masyarakat pada saat itu. Dalam hal ini, ia memasukkan
ilmu filsafat, logika dan ilmu pengetahuan modern ke dalam
kurikulum Al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar output-nya dapat
menjadi ulama modern.

b. Tingkat sekolah dasar

Muhammad Abduh beranggapan bahwa dasar pembentukan


jiwa agama hendaknya dimulai semenjak masa kanak-kanak. Oleh
karena itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti
semua mata pelajaran.

c. Tingkat atas

Upaya yang dilakukan Muhammad Abduh dengan mendirikan


sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan ahli dalam
berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian,
dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini, Muhammad
Abduh perlu untuk memasukkan beberapa materi, khususnya
pendiddikan agama, sejarah islam, dan kebudayaan islam. Selain
itu, Muhammad Abduh juga menyoroti keadaan dalam system
pendidikan di Al-Azhar dan menatanya kembali pada seluruh
struktur kelembagaan yang berlaku di Al-Azhar, mulai dari cara
mempelajari suatu ilmu dengan hafalan secara bertahap diubahnya
dengan cara memahami dan menganalisis. Bahasa arab yang
selama ini hanya menjadi bahasa baku tanpa pengembangan, oleh
Muhammad Abduh dikembangkan dengan jalan menerjemahkan
teks-teks pengetahuan modern pada bahasa arab, terutama istilah-

xviii
istilah baru yang muncul, yang mungkin tidak ditemukan dalam
kosa kata Arab kuno.29

Langkah-langkah yang ditempuhnya dalam bidang


administrasi adalah penentuan gaji yang layak bagi para ulama Al-
Azhar dan staf pengajar yang ada. Sarana-prasaran yang
sebelumnya tidak ada pun diprioritaskan.30 Muhammad Abduh
tidak saja mengadakan perbaiak di Al-Azhar, ia juga
memperhatikan sekolah-sekolah pemerintah untuk diberikan
pendidikan agama dan sejarah Islam, sebab ia sudah melihat
bahaya-bahaya yang akan timbul dari system pendidikan yang
dualistis, yaitu system madrasah yang akan mengeluarkan ulama-
ulama tanpa memuliki ilmu umum, dan sekolah-sekolah
pemerintah yang akan mengeluarkan ahli-ahli yang tidak mengerti
agama.31 Dari sinilah letak urgensi pemikiran reformasi
Muhammad Abduh yang diterapkan pada lembaga-lembaga
pendidikan islam, yaitu prinsip keseimbangan antara aspek
intelektual dan aspek moral. Menurut Muhammad Abduh kaum
muslim diharapkan dapat berpacu dengan Barat untuk mentukan
pengetahuan baru dan dapat mengimbanginya dari segi
kebudayaan.

Keritik dan pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan


keseimbangan tersebut didasarkan atas asumsinya bahwa ilmu
penengetahuan Barat modern yang menekankan aspek rasionalitas
tidak aspek spiritual. Menurut Muhammad Abduh keduanay tidak
bertentangan, bahkan saling mendukung satu sama lain.32

d. Pendidikan wanita

Pemikiran Muhammad Abduh yang lain adalah tentang


pendidikan wanita. Menurutnya wanita haruslah mendapatkan
pendidikan yang sama dengan lelaki. Sesuai denga firman Allah
Q.S al-Baqarah:228 dan Q.S al-Ahzab:35

29
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam ( Jakarta : Raja
Garindo Persada, 1998), 54.
30
Muktafi Fahal, Achmad Amir Azis, Teologi Islam, 21.
31
Harun Nasution, Pembaruan Dalam,66.
32
toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta:ArRuzz,2006),278.

xix
“... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajiban dengan cara yang ma’ruf…”

Dan firman Allah Swt dalam QS. Al-Ahzab ayat 35, yang
artinya:

“ Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki


dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap
dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki
dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu,
laki-laki dan perempuan yang bersdedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memeliahara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut nama Allah. Allah telah menyediakan mereka
ampunan dan pahala yang besar”.

Dalam pandangan Muhammad Abduh ayat tersebut


menyejajarkan lelaki dan wanita dalam hal mendapatkan
kemampuan. Maka dari itu perempuan pun punya hak pendidikan
yang sama dengan laki-laki, Muhammad Abduh berpendapat
bahwa perempuan harus dilepaskan dari rantai kebodohan, maka
dari itu ia pelu diberikan pendidikan.33

3. Metode Pendidikan

Metode adalah semua cara yang digunakan dalam upaya


mendidik anak. Oleh karena itu, metode yang dimaksud di sisni
mencakup juga metode pengajaran. Sesungguhnya, membicarakan
metode pengajaran terkandung juga dalam pembahasan materi
pelajaran sebab dalam materi pelajaran secara tidak langsung juga
membicarakan metode pengajaran.

Sebagai seorang idealis yang rasionalitas, Muhammad Abduh


dalam kegiatan mengajar menekankan pada metode yang berprinsip
atas kemampuan rasio dalam memahami ajaran Islam dari sumber nya
yaitu al-Qura’an dan al-Hadist. Menurut Ramayulis dalam metode
pengajaran menyebutkan bahwa tidak ada satu metode yang dijamin

33
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Sejarah Pendidikan Islam Di Era Rasulullah
Sampai Indonesia (Jakarta :Kencan,2011),249-251.

xx
baik untuk setiap tujuan pengajaran dalam setiap situasi. Setiap
metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, semua metode
pendidikan atau mengajaran menurut Muhammad Abduh yang akan
diuraikan di bawah ini tidak menolak dan menafikan adanya metode-
metoe yang lainnya. Metode yang digunakan oleh Muhammad Abduh
diantaranya sebagai berikut:

a. Metode Menghafal

Dalam bidang metode pengajaran Muhammad Abduh


menggunakan metode menghafal yang telah diperaktekkan di
sekolah-sekolah saat itu. karena metode menghafal ini pulalah
Muhammad Abduh frustasi dan membenci belajar saat di masjid
Ahmadi Thanta. Muhammad Abduh mengkritik metode menghafal
bukan berarti membenci metode tersebut, ia tidak setuju dengan
metode ini kalau berhenti sampai di situ. Selanjutnya ia
mengatakan: “Saya Muhammad Abduh, telah mengalami
pengajaran seperti ini, belajar setahun setengah tanpa memahami
sesuatu dari al-Kafrawi dan Ajrumiyah. Metode mengajar ilmu
nahwu tanpa memahami istilah-istilahnya telah membuatku
(Muhammad Abduh) tidak memahami sesuat, akhirnya saya benci
pelajaran dan putus asa, tetapi Allah ternyata menghendaki lain,
bapak saya memaksaku untuk kembali belajar dan ditengah jalan
saya menyimpang. Hendaknya metode menghafal ini hendaknya
diteruskan pada pemahaman, sehingga dimengerti apa yang
dipelajari. Menurut Arbiyah Lubis, dalam tulisan-tulisan
Muhammad Abduh, ia tidak menjelaskan metode apa yang
sebaiknya diterapkan, tetapi dari pengalamannya mengajar di
Universitas Al-Azhar, mesir nempaknya ia menerapakan metode
diskusi.

b. Metode Diskusi
Dari pengalaman belajar Muhammad Abduh dan keritikanya
terhadap metode manghafal, dapat diketahui bahwa ia
mementingkan pemahaman, hal itu didukung oleh fakta metode
yang ia perkatekkan dan ia suka metode diskusi. Sewaktu
Muhammad Abduh menafsirkan sebuah QS.an-Nisa ayat 35,
dalam keterangannya tentang “ wa bi walidaini ihsaana “, disebut

xxi
bahwa metode orang tua dalam mendidik anak di Mesir membiat
anak sebagai manusia pasi, sehingga mereka (para orang tua)
mendidik anak-anak dengan cara dictator. Kebanyakan orang tua
mencetak anak-anak sesuai dengan kehendak mereka. Anak-anak
dijadikan berpengetahuan atau berilmu sesuai dengan orang tua,
anak-anak marah sesuai dengan sangat esensial. Terbukti umat
Islam banyak yang hafal al-Qur’an termasuk Muhammad Abduh,
dengan demikian, dpat dipastikan bahwa Muhammad Abduh tidak
mengharamkan metode manghafal dan keritiknya terhadap metode
menghafal, seperti ia berpendapat bahwa metode menghafal tanap
pemahaman tidak baik ( untuk tidak mengatakan buruk).
c. Metode Tanya Jawab

Manusia berhak membuka jalan bagi penuntut ilmu untuk


meneliti dalam berbagai ilmu pengetahuan. Contohnya: ia
menerangkan kaidah atau sebuah teori, kemudian ia mencari
kecocokannya dalam berbagai aspek pekerjaan. Dalam hal ini
metode pengajaran, hendaknya guru mengajarkan kepada anak
didik cara untuk mengetahui kesalahan dan cara kembali kepada
yang benar. Cara yang demikianlah yang diperaktekkan oleh
Muhammad Abduh ketika belajar sehingga ia menjadi seorang
ahli. Adapaun untuk memperdalam suatu ilmu sangat tergantung
pada usaha seorang anak didik setelah seseorang lulus dari suatu
lembaga pendidikan, maka ia akan mengamalkan apa-apa yang ia
peroleh ketika sekolah. Kemudian untuk memperdalam
pengetahuannya itu, hendaknya ia belajar lebih lanjut.

Muhammad Qodri Luthfi mengatakan bahwa Muhammad


Abduh dalam mengajar menggunakan metode hiwar (Tanya-
jawab) dan muanaqasah (diskusi) tidak hanya ceramah Memang
metode Tanya jawab dan diskusi bisa berdampingan bahkan pad a
setiap diskusi ada metode tanya jawab, tetapi mutlak dalam metode
Tanya jawab ada metode diskusi.

d. Metode Darmawisata

Muhammad Abduh dalam pemikirannya sering membuat


terobosan dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam hal metode
darmawisata misalnya menyebutkkan bahwa rihlah adalah rukun

xxii
dalam pendidikan. Ketika ingin mengajarkan kepada anak didik
materi "pesawat” hendaknya mereka dibawa langsung ke
bandara.ketika ingin mengajarkan “kapal” hendaknya anak didik
dibawa ke pelabuhan. Mereka sulit memahami sesuatu yang
abstrak. Jika dilihat contoh metode daramawisata tersebut di atas,
dapat di pahami bahwa salah satu fungsi metode ini untuk dapat
memahami materi kepada anak didik. Selain itu, metode
darmawisata salah satu indikasi bahwa belajar tidak hanya dikelas.
Metode pengajaran seperti disebutkan di atas sangat lebih tepat
digunakan pada sekolah dasar dimana kemampuan berpikir abstrak
anak didik belum matang.

e. Metode Demonstrasi

Dalam menyampaikan meteri ilmu-ilmu praktis (fi’liyah)


hendaknya tidak hanya diajarkan dengan menyampaikan ilmunya
dengan cara berceramah, kemudian anak didik disuruh untuk
menghafalnya ilmu-ilmu fi’liyah harus diajarkan dengan cara
menyertakan perakteknya, seperti mengerjakan tata cara shalat
lima waktu dengan mendemonstrasikannya baik didepan kelas
maupun dimasjid. Lebih lanjut Muhammad Abduh mengatakan:
hendaknya guru mengadakan praktek mengajar di sekolah tidak
hanya sebentar, tetapi dalam waktu yang cukup lama, sehingga
para calon guru tersebut telah siap ilmu dan mentalnya untuk
mengajar disaat mereka telah menjadi sarjana.

f. Metode Latihan

Untuk mengintegrasikan antara pendidikan akal dan jiwa, guru


disekolah harus menyuruh anak didik untuk melakukan sholat lima
waktu. Bagi sekolah yang yang memiliki anak didik beragama non
Islam seperti keristen, maka guru hendaknya tidak menyuruh
mereka untuk melaksanakan shalat, namun meskipun anak didik
yang non Islam tidak melaksanakan shalat, tetapi nilai-nilai
sepiritual tersebut tidak boleh hilang dari mereka.

Dari penjelasan tentang pembiasaan ibadah diatas, dapat


dipahami bahwa Muhammad Abduh sangat demokratis dan
menghormati kebebasan beragama. Tetapi nilai-nilai akal

xxiii
[intelktual] dan jiwa [spiritual] bersifat universal, sehingga berlaku
pada seluruh Negara, suku, bangsa, agama, dan sebagainya.

g. Metode Teladan

Pendidik harus dapat medidik anak didik untuk memilki sifat


kasih sayang terhadap sesame manusia. Dalam mengajarkan pesan
kasih sayang itu, guru dapat memberi tauladan kepada anak didik.
Tauladan yang baik jauh lebih berpengaruh kepada jiwa anak didik
dari pada sekedar teori. Selain aspek tauladan, guru juga harus
memperhatikan dan memilih gaya bahasa yang serasi untuk
menyampaikan peasn sifat kasih sayang itu. Gaya bahasa yang
digunakan guru juga harus memperhatikan aspek efektifitas dan
efesiensi.

Dari penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimplan


bahwa pengajaran yang bertujuan untuk membina akhlak,
hendaknya guru menggunakan bahasa yang baik mudah dipahami,
jelas, dan tegas, disampaikan dengan uslub atau tata cara yang
baik. Dari beberapa usaha yang dilakukan oleh Muhammad
Abduh, meskipun belum sampai ia aplikasikan sepenuhnya secara
temporal. Telah memberikan pengaruh positif terhadap lembaga
pendidikan Islam. Usaha Muhammad Abduh kurang begitu lancar
disebabkan mendapat tantangan dari kalangan ulama yang kuat
berpegang pada tradisi lama teguh dalam mempertahankannya.

C. Aspek-Aspek Pembaharuan Sistem Pendidikan Muhammad Abduh

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa untuk mengejar


ketertinggalan dan memperkecil dualisme pendidikan, menurut Muhammad
Abduh maka system pendidikan Islam harus lebih diberidayakan agar
kualitas dan efektifitasnya dapat ditingkatkan, sehingga pendidikan Islam
dapat berkompetensi dengan pendidikan modern. Adapun langkah-langkah
tersebut adalah:

a. Rekonstruksi tujuan Pendidikan Islam

xxiv
Untuk memahami tujuan pendidikan menurut Muhammad Abduh
maka penulis akan memaparkan sekilas pemikiran Muhammad Abduh
tentang manusia. Manusia menurut Muhammad Abduh adalah makhluk
yang paling serasi dan memiliki kepribadian yang paling sempurna.
Manusia sempurna bukan hanya dari segi fisik yang terdiri dari pancaindra
dan seluruh anggota tubuhnya, tetapi lebih dari itu manusia adalah
makhluk yang sempurna yang dapat berfikir untuk berkreasi dan dengan
kreasinya ia bisa menjadi makhluk yang taat kepada Allah.34

Untuk meningkatkan pemberdayaan system pendidikan Islam,


Muhammad Abduh menetapkan tujuan pendidikan Islam yang
dirumuskannya sendiri, yakni: tujuan hakiki dari pendidikan adalah
pendidikan akal dan jiwa dan menyampaikannya pada batas yang
memungkinkan anak didik menemukan kebahagiaan yang sempurna.35

Pendidikan akal menurut Muhammad Abduh adalah sebagai alat untuk


menanam kan kebiasaan berfikir yang dapat membedakan antara yang
baik dan yang buruk, anatara yang membawa manfaat dan yang
mendatangkan mudharat. Pendidikan akal adalah tujuan pendidikan yang
terpenting. Muhammad Abduh berpendapat bahwa pendidikan akal dapat
membuat seseorang terhindar dari kebodohan dan menghindarkannya dari
penghambaan terhadap tuhan-tuhan yang tidak berhak disembah, sehingga
ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
bermanfaat dan mana yang berbahaya.36

Sedangkan pendidikan jiwa adalah menanamkan kemampuan dan


sifat-sifat dalam jiwa anak didik, bahkan memenuhinya dengan sifat-sifat
yang utama, menjauhkan diri dari sifat-sifat jelek dan mengikuti norma-
norma sosial.37 Dengan menanamkan kebiasaan berfikir, Muhammad
Abduh berharap kebekuan intelektual yang melanda kaum muslimin saat
itu dapat dicairkan, dan denagn pendidikan spiritual, diharapkan akan
dapat melahirkan generasi baru yang tidak hanya mampu berfikir kritis,
tetepi juga memiliki akhlak mulia serta jiwa yang bersih, sehingga sikap-
sikap yang mencerminkan kerendahan moral dapat dihilangkan.

34
Muhammad Abduh, Tafsir JUz ‘Amma,,terj. Muhammad Baqir,(Bandung:Mizan,1999)hlm.45
35
Muhammad Imarah al- A’mal al-Kamilah li al-Syaikh Muhammad Abduh, jilid.III,(Beirut: Dar al-
Syuruq, 1993), h, 29.
36
Ibid
37
Ibid

xxv
Pendidikan menurutnya tidak boleh lepas dari nilai akal dan jiwa, jika
salah satunya hilang, maka hilang jugalah tujuan dari pendidikan tersebut.
Jika nilai-nilai pendidikan akal dan jiwa bersatu dalam jiwa seseorang
maka ia mendapatkan suatu manfaat dan akan terhindar dari bahaya.

Menurutnya meskipun seseorang pintar atau menguasai ilmu


penegtahuan agama, tetapi tidak memiliki akhlak yang mulia, maka hal itu
tidak memberikan nilai manfaat yang banyak. Memang orang yang
berilmu itu tidak semua berakhlak mulia dan saat itulah pendidikannya
tidak berhasil kecuali dengan sedikit manfaat.

Rumusan tujuan pendidikan Muhammad Abduh yang demikian itu


tidak bisa dilepaskan dari pengaruh kehidupan masyarakat pada saat itu.
Kondisi umat islam yang mengagungkan sikap taklid, bid’ah dan khurafat
yang sesungguhnya manafikkan nilai-nilai akal dan jiwa.

Muhammad Imarah mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan


menurut Muhammad Abduh adalah:

1) Terciptanya harmoni antara ilmu-ilmu keislaman yang merupakan


basis keimanan setiap muslim
2) Kedamaian hidup akhirat
3) Sarana kebahagiaan dunia
4) Pendidiakn akal dan jiwa
5) Pembinaan akhlak.

Dalam usahanya memperbaiki kurikulum pendidikan di al-Azhar,


Muhammad Abduh menekankan pentingnya pendidikan akhlak yang
menurutnya telah hilang dan memasukkan beberapa buku pedoman etika
yang diajarkan oleh guru, bahkan ia menjadikannya sebagai salah satu
syarat kelulusan. Selain diajarkan ilmu agama dan umum, muridnya
diajarkan dan dibiasakan keterampilan sehingga pendidikan tidak hanya
untuk mencetak pegawai negeri.

Dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa yang


ingin dicapai oleh Muhammad Abduh adalah tujuan yangmencakup aspek
akal dan aspek spiritual. Ia menginginkan terbentuknya pribadi yang
memiliki struktur jiwa yang seimbang antara aspek akal dan spiritual.

xxvi
Nampaknya Muhammad Abduh berkeyakinan bahwa bila kedua aspek
tersebut di didik dan dikembangkan, dalam arti akal dicerdaskan dan jiwa
dididik dengan akhlak agama, maka umat Islam akan dapat berpacu serta
dapat mengimbangi bangsa-bangsa yang telah maju kebudayaannya.

b. Menggagas Kurikulum yang Integral

Sistem pendidikan yang diperjuangkan Muhammad Abduh adalah


sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup
pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan.
Kurikulum yang ideal menurut Muhammad Abduh adalah:

1) Tingkat Sekolah Dasar

Institusi sekolah dasar setiap anggota masyarakat wajib memiliki


kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Di
samping itu mereka semua berhak mendapatkan pendidikan agama.
Adapun isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan
tujuan dan profesi yang dikehendaki oleh pelajar, dan semua kalangan
berhak untuk mendapatkan pendidikan, seperti anak panti, pedagang
dan lain sebagainya.38

Di tingkat ini hendaknya diajarkan dan ditanamkan sifat-sifat


mulia, seperti keutamaan kejujuran dan amanah. Menurutnya,
kejujuran dan amanah adalah jembatan untuk menuju kebahagiaan.
Begitu juga ditingkat ini sebaiknya diajarkan bahasa asing sebagai
persiapan bagi siapa yang akan bekerja atau mengabdi,. Meskipun
pendidikan sekolah dasar tidak berorintasi pada pencetakan anak didik
untuk bekerja tetapi institusi ini harus membantu mengantarkan anak
didik untuk bekerja.

Tujuan yang ingin dicapai pada tingkat ini adalah agar anak didik
dapat hidup secara mandiri, dapat mengendalikan hidup merek dan
bisa bergaul dengan sesama manusia.

Menurut Muhammad Imarah secara rinci pemikiran Muhammad


Abduh tentang kurikulum dalam pengertian mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah formal tingkat dasar sebagai berikut.39
38
Muhammad Imarah ,op. Cit,hlm.80.
39
Ibid

xxvii
a) Akidah, adapun buku agama yang dipelajari pada sekolah dasar
adalah buku ringkasan akidah islam ahli sunnah dengan tidak
mengajarkan perbedaan pendapat disertai dengan dalil-dalil yang
mudah diterima oleh akal. Pelajaran agama Islam harus
menunjukkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadist sahih. Pada priode ini
tidak boleh mengajarkan perbandingan agama seperti
perbandingan agama islam dengan Kristen.
b) Fiqh dan akhlak. Buku agama yang dipelajari di sekolah dasar juga
berhubungan dengan halal dan haram dari perbuatan sehari-hari,
tentang akhlak baik dan buruk serta bahaya bid’ah. Semua ini
dijelaskan dengan menyertakan ayat-ayat al-Qur’an, hdist sahih,
dan memberikkan contoh-contoh kisah tentang orang jujur dari
umat terdahulu. Doktrin yang harus dilakukan oleh guru pada
tingkat ini adalah segala perbuatan yang tidak berdasarkan dari
Allah dan rasul saw tidak boleh diterima.
c) Sejarah. Ringkasan sejarah yang mencakup sejarah nabi
Muhammad Saw dan sahabatnya yang berhubungan dengan akhlak
mulia, perbuatan mulia, pesan-pesan agama yang berhubungan
dengan pengorbanan jiwa dan harta. Selain itu juga boleh ditambah
dengan sejarah khilafah ustmaniyah. Semua itu hendaknya
diajarkan dengan ringkas dan mudah diterima akal.
2) Tingkat Sekolah Menengah

Pada masa Muhammad Abduh sekolah menengah dikelola oleh


Negara. Sekolah dipersiapkan untuk menjadi pegawai negri di
berbagai sektor pemerintahan. Bagi siswa tingkat menengah,
hendaknya diberikan mata pelajaran syari’ah, kemiliteran, kedokteran,
serta pelajaran tentang ilmu pemerintahan bagi siswa yang berminat
terjun dan bekerja di pemerintahan. Kurikulumnya harus meliputi
buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip
penalaran, dan tata cara berdebat. Teks tentang dokrin, yang
menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi
tengah dalam upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih rinci
mengenai perbedaan antara Islam dan Kristen, serta keefektifan
doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akhirat.

Kurikulum yang diajarkan pada sekolah menengah, adalah semua


yang ada disekolah dasar, hanya saja materi-materi lebih diperdalam.

xxviii
Karena sekolah menengah diorientasikan untuk bekerja
dipemerintahan, maka tujuan hendak yang dicapai pada tingkat ini
adalah menciptakan anak didik dapat menjaga amanah dalam
melaksanakan tugas-tugas di pemerintahan kelak.

Muhammad Imarah berpendapat bahwa kurikulum sekolah


menengah menurut Muhammad Abduh mencakup seluruh kurikulum
sekolah dasar dan pengembangannya. Adapun kurikulum yang baru
pada tingkatan ini ialah sebagai berikut.40

a. Pengantar ilmu, termasuk didalamnya ilmu mantik dan dasar-dasar


penelitian dan aturan berdiskusi.
b. Akidah yang mencakup usul fiqh dan sebagian kecil tentang
perbedaan dalam madzhab islam yang lebih dikenal firqah islam.
Selain itu materi aqidah ini juga manfaat aqidah Islam dalam
kehidupan yang maju mancapai kebahagiaan ukhrawi.
c. Tentang hukum halal dan haram dan aklaq disini dijelaskan
manfaat dan bahaya dari hukuam halal dan haram yang lebih luas
dari kurikulum disekolah dasar . sehingga anak didik dapat
mengetahui bahwa akhlaq yang mulia membuat hati tenang.
Semua materi hukum dan akhlaq pada tingkat ini juga harus
didukung oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadist-hadist yang shahih.
d. Sejarah agama yang terdiri dari uraian rinci tentang sirah al-
nabawiyah dan sahabatnya, futuhah al-Islamiyah, khilafat
Usmaniyah. Jika menguraikan sejarah dari aspek politik maka
hendaknya tidak keluar dari tujuan agama. Dalam tingkatan ini
juga diterangkan sejarah pemerintahan atau khilafat Islam di
seluruh dunia. Pengajaran sejarah pada tingkat ini untuk
membangkitkan semangat Islam dalam mencontoh yang baik
dalam sejarah itu, sehingga Islam dalam lebih maju lagi.

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada tingkat ini adalah


menciptakan anak didik dapat hidup dengan amanah dalam
melaksanakan tugas-tugas di pemerintahan kelak.

3) Tingkat Perguruan Tinggi

40
Ibid, h. 83.

xxix
Cita-cita Muhammad Abduh yang ingin mendirikan lembaga
pendidikan tinggi yang bertujuan berkhidmat kepada Islam, dapat
dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam secara umum diwakili oleh
universitas al-Azhar. Namun lembaga ini belum sepenuhnya
berorientasi pada pembangunan umat Islam yang kuat.

Menurut Muhammad Abduh untuk pendidikan tinggi, yaitu untuk


orientasi guru dan kepala sekolah, maka sepatutnya menggunakan
kurikulum yang lebih lengkap yang mencakup antara lain tafsir al-
Qur’an, ilmu bahasa, ilmu hadist, studi moralitas, prinsip-prinsip fiqh,
histografi, seni berbicara dan meyakinkan, teologi, serta pemahaman
doktrin secara rasional. Pelajaran agama pada tingkat ini (calon
pendidik) yang kemudian disebut oleh Muhammad Adbuh al-Urafah
al-Ummah.41

Muhammad Imarah berpendapat bahwa kurikulum perguruan


tinggi menurut Muhammad Abduh mencakup:

a. Tafsir al-Qur’an. Yang paling penting dalam pelajaran ini adlah


membaca dan memahami al-qur’an yang diturunkan oleh Allah
dengan sejumlah hikmahnya.
b. Bahasa Arab dan tata bahasanya.
c. Hadist, khususnya yang dikutip para mussafir dalam menafsirkan
al-Qur’an.
d. Akhlak dengan penjelasan yang rinci
e. Ushul fiqh
f. Sejarah
g. Logika dan khitabah
h. Ilmun kalam dan penelitian agama.

Kalau dilihat dari kurikulum yang dikemukakan Muhammad


Abduh pada tingkatan diatas, secara umum menggambarkan kurikulum
agama. Adapun ilmu-ilmu Barat tidak dimasukkan Muhammad Abduh
kedalam kurikulum, karena menurutnya ilmu-ilmu umum itu dipelajari
bersamaan dengan ilmu-ilmu yang diuraikan diatas. Dengan kata lain,
ilmu-ilmu umum hendaknya terintegrasi kedalam ilmu-ilmu agama.
Selanjutnya Muhammad Abduh tidak merinci karena menurutnya

41
Ibid.

xxx
setiap sekolah memiliki kecenderungan-kecenderungan atau
penekanan-penekanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya.

Tingakatan yang terakhir ini harus dibimbing atau diajar oleh


guru-guru ahli dan berakhlak mulia. Mahasiswa yang kuliah juga tidak
diberikan ijazah kecuali setelah mereka mengikuti ujian yang
mendalam dan komprehensif.

Dari beberapa kurikulum yang dicetuskan Muhammad Abduh,


kelihatannya ia menghendaki bahwa dengan kurikulum yang demikian
diharapkan akan melahirkan beberapa kelompok masyarakat, seperti
kelompok masyarakat awam yang meliputi petani, pedgang, pekerja
industri, dan lain sebagainya. Demikian juga diharapkan lahirnya
kelompok masyarakat golongan pejabat, pemerintaha, dan militer, serta
masyarakat golongan intelek dan pendidik. Semua itu tentunya harus
memiliki wawasan dan pengatahuan tantang agama sebagai suatu alat
kontrol yang dapat menunjang.

Dengan kurikulunyang demikian Muhammad Abduh mencoba


menghilangkan jarak dualisme dalam pendidikan yang ada pada saat itu
dan merencanakan suatu kurikulum pendidikan Islam yang integral
(integrated curriculum).

c. Penerapan Metode yang Variatif

Sebagaimana para ahli pendidikan Islam lainnya menggunakan


berbagai macam metode pendidikan, begitu juga halnya dengan
Muhammad Abduh. Ketika belajar di al-Azhar Muhammad Abduh merasa
sangat kecewa terhadap metode pengajaran yang dipakai oleh para syekh.
Ia memandang metode pengajarannya membuat siswa jenuh, beku dan
dogmatis. Beliau juga mengkritik cara kajian buku-buku yang lebih
banyak terfokus pada tafsiran-tafsiran orang dari pada teks aslinya. Untuk
mengatasi masalah tersebut Muhammad Abduh melihat akan pentingnya
pembaruan dalam metode pendidikan. Di antara metode yang digunakan
Muhammad Abduh adalah:

1) Metode Menghafal

xxxi
Dalam bidang metode pengajaran Muhammad Abduh membawa
cara baru dalam dunia pendidikan saat itu. Metode pengajaran yang
diperaktekan di sekolah-sekolah saat itu memakai metode menghafal
tanpa disertai pemahaman. Karena metode menghafal ini Muhammad
Abduh mengkeritik, prustasi dan membenci belajar saat ia belajar
dimasjid Ahmad Thanta. Muhammad Abduh mengkeritik metode
menghafal saat itu tidak membenci metode tersebut, namun ia tidak
setuju dengan metode ini bila tidak diserati dengan pemahaman dan
penalaran.

Menghafal dalam proses belajar tidak mungkin dapat dinafikan


karena hal tersebut sangat esensial. Terbukti umat Islam banyak yang
hafal al-Qur’an, termasuk Muhammad Abduh. Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa Muhammad Abduh tidak melarang metode
menghafal tetapi dapat diketahui dari pengalaman dan keritikannya
terhadap metode menghafal, seperti ia berpendapat bahwa metode
menghafal seharusnya disertai dengan pemahaman. Artinya, selain
memang perlu menghafal juga yang terpenting siswa harus mengerti
apa yang dipelajarinnya.

2) Metode Diskusi

Dari pengalaman belajar Muhammad Abduh dan keritikannya


terhadap metode menghafal, dapat diketahui bahwa ia mementingkan
pemahaman, hal itu didukung oleh fakta metode yang ia peraktikkan
dan ia sukai adalah metode diskusi.42

Muhammad Abduh berpendapat bahwa metode pendidikan dan


pengajaran hendaknya memperhatikan kemampuan dan keinginan
anak didik. Dalam kata lain, metode pengajaran yang memberikan
kebebasan berfikir dan berbuat bagi anak didik. Menurutnya metode
yang banyak memberi kebebasan berfikir dan berkreasi dalam
pendiddikan dan pengajaran adalah metode diskusi. Metode diskusi
inilah yang banyak diperaktekkan oleh Muhammad Abduh dalam
mengajar di Universitas al-Azhar.43

42
Rasyid Ridha.
43
Sejarah Pemikiran

xxxii
Muhammad Abduh menghidupkan metode diskusi dalam
memahami pengetahuan yang sebelumnya banyak mengarah terhadap
taklid semata terhadap pendpat ulama-ulama tertentu yang dianggap
yang mempunyai pengaruh. Hal tersebut diubahnya dengan jalan
pengembangan kebebasan intelektual dikalangan mahasiswa al-Azhar.
Demikian juga halnya dengan sikap ilmiah, terutama dalam
memahami sember-sumber ilmu agama yang selama ini seolah-olah
sudah memiliki landasan yang tidak dapat di ganggu gugat oleh
pemikiran dan kemajuan zaman.

Usaha Muhammad Abduh ini tidak mudah ia realisasikan,


terutama karena mendapat tantangan dari ulama-ilama al-Azhar ketika
itu yang masih memiliki pola fikir tradisional yang belum bisa
menerima pembaruan, terutama ilmu-ilmu yang datangnya dari Barat
yang mereka anggap sebagai sesuatu yang bertentangan denga konsep
dan ajaran islam.44

Namun meskipun mendapat tantangan, atas usul beliau maka


pada tanggal 15 januari 1895 dibentuk dewan pimpinan al-Azhar yang
terdiri dari ulama-ulama besar dari empat mazhab. Muhammad Abduh
diangkat menjadi anggota dewan sebagai wakil dari pemerintahan
Mesir, beliaulah yang menjadi penggerak dari dewan ini untuk
melakukan berbagai perbaikan-perbaikan ai al-Azhar.

3) Metode Teladan

Guru sebagai pendidik seharusnya mendidik anak didik untuk


memiliki sifat cinta kasih terhadap sesma manusia. Dalam
mengajarkan pesan cinta kasih itu guru dapat memberi teladan kepada
anak didik. Teladan yang baik jauh lebih berpengaruh kepada jiwa
mereka (anak didik) dari pada sekedar teori.45 Selain aspek teladan
guru juga harus memperhatikan dan memilih gaya bahasa yang serasi
untuk menyampaikan pesan sifat cinta kasih itu. Gaya bahasa yang
digunakan guru juga harus memperhatikan aspek efektifitas dan
efesiensi.

44
Abdul al-Gaffar, Imam Muhammad Abduh, (Kairo: Dar Al-Anshar, 1980), h. 65.
45
Rasyid Ridha, Tafsir Al- Manar. Jilid 11, h, 581-586.

xxxiii
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpualan bahwa
pengajaran yang bertujuan untuk membina akhlak, hendaknya guru
memakai bahasa yang mudah dipahami, jelas dan tegas dan
disampaikan dengan uslub atau cara yang baik.

4) Metode Latihan

Untuk mengintegrasikan anatara pendidik akal dan jiwa, guru


disekolah menggunakan metode latihan seperti melatih anak didik
untuk sholat. Bagi sekolah yang memiliki anak didik beragama non
islam seperti Kristen, maka guru hendaknya tidak menyuruh mereka
untuk melaksanakan shalat, namun meskipun mereka (anak didik)
yang non islam tidak melaksanakan shalat, tetapi nilai-nilai spiritual
tersebut tidak boleh hilang dari mereka.46

Ada hal yang harus diperhatikan dalam memahami pemikiran


Muhammad Abduh tentang metode pendidikan dan pengajaran. Ia
berpendapat bahwa metode penyampaian ilmu kepada manusia tidak
selalu sama. Metode dapat berubah sesuai dengan perubahan tempat
dan waktu. Contoh yang dikemukakan Muhammad Abduh adalah
teknologi pos dalam pengiriman uang. Mestinya amanah penitipan
uang mesti disampaikan langsung kepada orang yang bersangkutan,
tetapi dengan adanya teknologi pos ini maka caranya pun mengalami
perubahan.47

46
Muhammad Imarah, op. cit, h, 31.
47
Tafsir al-Manar,op. cit jilid V, h. 171.

xxxiv
xxxv
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammad Abduh lahir pada 1266 H/ 1850 M di Mahallat


Nashr,Bukairah, Mesir. Nama lengkapnya Muhammad Abduh bin Hasan
Khairullah. Ia berasal dari keluarga kebanyakan, tidak kaya ataupun keturunan
bangsawan. Ayahnya adalah seorang petani. Bapak Muhammad Abduh Hasan
Khairullah, berasal darki Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya
menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilashnya meningkat sampai
kesuku bangsa Umar ibn Al-Khattab. Muhamamd Abduh adalah seorang
pemikir, teolog, dan pembaru dalam islam di Mesir yang hidup pada akhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada tahun 1293 H/1877 M, Muhammad
Abduh menempuh ujian untuk mencapai gelar al-‘amin (Syahadat
al-‘alamiyah). Peristiwa “mihnah” yang dilakukan Syaikh ‘Alaisy rupanya
mempunyai pengaruh pada ujian yang ditempuhnya. Tahun 1879 , Abduh
dibuang keluar kota kairo karena dituduh turut berperan dalam mengadakan
gerakan Khadowi Taufik. Hanya setahun ia dibuang, tahun 1880 ia boleh
kembali dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi
pemerintah Mesir. Di akhir tahun 1882, ia lagi-lagi dibuang. Tapi kali ini
dibuang ke luar negri dan ia memutuskan pergi ke Beirut. Alasan pembuangan
ini adalah keterlibatan Abduh dalam revolusi (pemberontakan) Urabi Pasya.
Baru setahun di Beirut, dia diundang al- Afghani supaya datang keParis guna
membentuk gerakan al-urwah al-wusqa. Tujuan gerakan ini adalah
membangkitkan semangat perjuangan umat islam untuk menentang ekspansi
Eropa di dunia Islam. Tahun 1899, ia diangkat menjadi Mufti Mesir, suatu
jabatan resmi penting di Mesir dalam menafsirkan hukum sya’riat untuk
seluruh Mesir.

pada 11 juli 1905, Abduh dipanggil ke hadirat Allah setelah agak


lama ia menderita kanker hati, di usia yang belum begitu tua yaitu sekitar 56
tahun. Abduh meninggalkan banyak karya tulis, sebagia besar berupa
artikel-artikel di surat kabar dan majalah. Yang berupa buku antara lain
Durus min Al-Qur’an (berbagai pelajaran dari Al-Qur’an), Risalah al-Tuhid

xxxvi
(Risalah Tuhid), Hasyiyah ‘Ala Syarh Al-Dawani Li Al-‘Aqaid Al-‘Adudiyah
(Komentar Terhadap Penjelasan Al-Dawani terhadap Akidah-akidah yang
Meleset), Al-Islam Wa Al-Nasraniyah (Islam Dan Nasrani Bersama Ilmu-
Ilmu Perdaban), Muhammad Abduh : Konsep Rasionalisme Dalam
Islam(Nurlelah Abbas) Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma (Tafsir Al-
Qur’an juz ‘Amma), dan Tafsir al-Manar yang diselesaikan oleh muridnya
Syekh Muhammad Rasyid Ridha.

Untuk mengejar ketertinggalan dan memperkecil dualism pendidikan,


menurut Muhammad adbduh maka sistem pendidikan islam harus lebih
diberdayakan agar kualitas dan efektifitasnya dapat ditingkatkan, sehingga
pendidikan islam dapat berkompetensi dengan pendidikan modern. Adapun
langkah-langkah tersebut adalah: Rekonstuksi Tujuan Pendidikan Islam,
Menggagas Kurikulum Yang Integral, dan Penerapan Metode Yang Variatif.

B. Saran

Dengan disusunnya makalah Sejarah Pendidikan Islam yang


membahas tentang Muhammad Abduh dan Usaha Pembaharuan Pendidikan
Islam di Mesir ini, maka diharapkan bagi para pembaca untuk memiliki
pemahaman tentang sejarah pendidikan islam dan paham juga akan
pentingnya mengetahui Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir.
Oleh karena itu, semoga dari pembahasan-pembahasan yang telah kita
simak diatas dapat dijadikan awal atau referensi dalam memahami sejarah
pendidikan islam. Tentunya penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, adapun sebagai penulis akan melakukan perbaikan
dari beberapa sumber dan keritikan yang membangun dari para pembaca.

xxxvii
DAFTAR PUSTAKA

Fahal, Muktafi dan Azis, Achmad Amir. (1991). Teologi Islam Modern, Surabaya:
Gramedia Press.

Sani, Abdul. (1998). Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam


Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suharto, Toto. (2006). Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Arruzz.

Sukandar, Asep Ahmad dan Hori, Muhammad. (2020). Pemikiran Pendidikan Islam,
Bandung: Cendekia Press.

Zubair, Dr. (2023). Pradigma Pendidikan Agama Islam, Indramayu: Penerbit Adab.

xxxviii

Anda mungkin juga menyukai