Anda di halaman 1dari 16

TOKOH-TOKOH PEMBAHARU ISLAM MODERN DI MESIR

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aliran Modern dalam Islam
Dosen Pengampu:
Ustadz Ade Abdul Muqit, M.Pd

Penyusun Oleh:
Hamzah Hasibuan (211310254)
M Fahmi Rahmatullah (211310242)
Fadhilah daffa Cahya Cilanda (211310261)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
TAHUN 2023/2024M
KATA PENGANTAR
َ ‫لر ۡح َم ٰـ ِن ٱ‬
‫لر ِحی ِم‬ َ ‫ِب ۡس ِم ٱ َّللِ ٱ‬

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpah kan rahmat-Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Yang
telah memberikan nikmat kesehatan berupa jasmani dan rohani sehingga kita masih
tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Tak lupa pula sholawat dan salam
marilah kita hadiahkan kepada baginda Habiballah. Muhammad SAW yang akan
memberikan syafaat di yaumil akhir kelak Aamiin Aamiin ya Rabbal 'alamiin.
Makalah ini memuat tentang “Tokoh-tokoh Pembaharu Islam Modern di Mesir”
pada mata kuliah Aliran Modern dalam Islam yang dibimbing oleh Ustadz Ade Abdul
Muqit, M.Pd. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Ustadz Ustadz
Ade Abdul Muqit, M.Pd yang telah memberikan dukungan agar dapat menyelesaikan
makalah ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
memberikan ide-ide sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Tokoh-tokoh
Pembaharu Islam Modern di Mesir dan materi lainnya yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Namun terlepas dari itu, kami memohon maaf
apabila makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya lebih baik lagi.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih atas pembaca yang berkenan membaca
tulisan ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

Jakarta, 18 Januari 2024

KELOMPOK DUA

i
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………… -
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..…… 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………..…… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..……. 2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………..…... 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….... 3
A. Biografi dan Pemikiran Jamaluddin al-Afghani…………………………..… 3
B. Biografi dan Pemikiran Muhammad Abduh…………….…………………... 5
C. Biografi dan Pemikiran Muhammad Rasyid Rido…….…………………… 10
BAB III PENUTUP………………………………………….…………………… 12
A. Kesimpulan…………………………………………….…………………... 12
B. Saran………………………………………………….…………………..... 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejarah telah mencatat puncak kejayaan peradaban Islam dicapai pada masa
Daulah Abbasiyyah, namun sesudah itu, yakni setelah keruntuhan Daulah Abbasiyyah
akibat serangan tentara Mongol ke Baghdad, secara perlahan peradaban Islam terus
mengalami kemunduran. Puncaknya, menjelang abad 18 M, peradaban Islam benar-
benar mengalami kemunduran dan kemerosotan secara universal. Bersamaan dengan
itu, umat islam di dunia mengalami nasib yang sangat buruk, sebagai bangsa-bangsa.
yang terjajah oleh bangsa-bangsa Barat (Eropa). Negara-negara yang dulunya
merupakan wilayah kekuasaan Islam, pada saat itu telah menjadi daerah jajahan
bangsa-bangsa Eropa.1
Kenyataan bahwa ummat Islam sebagai bangsa-bangsa yang tertindas semakin
diperburuk oleh eksploitasi kekayaan Islam oleh bangsa-bangsa Eropa itu, sehingga
umat Islam benar-benar terpuruk pada posisi yang sangat lemah dalam segala aspek
kehidupan. Kenyataan semacam inilah yang barangkali telah mendorong para politisi,
pemimpin dan ilmuwan Islam pada masa itu, untuk mulai memperhatikan dan
menyelidiki rahasia keunggulan bangsa-bangsa Barat. Hal ini dibuktikan dengan
pengiriman para pelajar ke Eropa, penterjemahan buku-buku ilmu pengetahuan barat,
dan usaha-usaha penerapan konsep-konsep pemikiran barat ke dalam dunia Islam.
Usaha untuk membangun kembali peradaban Islam dengan mengadopsi
pemikiran barat tanpa seleksi dan tanpa koreksi, ternyata tidak membuahkan hasil,
bahkan membuat umat Islam semakin terpuruk dan terperosok di bawah kekuasaan
bangsa-bangsa Barat itu. Selain itu tentu saja ada faktor-faktor internal yang
mempengaruhi kemunduran ummat Islam. Para tokoh kebangkitan Islam menyebutkan
empat sebab utama kemunduran kaum muslimin. Pertama, erosi nilai- nilai Islam dan
tidak pedulinya pemerintah untuk menerapkan peraturan sosio- ekonomi dan etika
Islam. Kedua, sikap diam dan kerja sama lembaga ulama dengan pemerintah yang pada
hakikatnya tidak Islami. Ketiga, korupsi dan sikap zhalim kelas penguasa dan
keluarganya. Keempat, kerja sama kelas penguasa dengan, dan ketergantungan pada,
kekuatan-kekuatan imperialis yang tidak Islami (Ali Rahnema, 1998:11). Kesadaran
terhadap kenyataan tersebut medorong para tokoh pembaharuan untuk mengobarkan
semangat kaum muslimin, berjuang meraih kembali kejayaannya.

1
Mizan. Sani, Abdul. Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1998, h. 50

1
Tiga tokoh pembaharuan Islam yang memiliki kepedulian dan keprihatinan
akan kemunduran umat Islam saat itu adalah Jamaluddin al-Afghani, Muhammad
Abduhdan Rasyid Rido. Mereka bertiga memiliki pengaruh yang besar di Timur
maupun Barat. la adalah sosok yang patut untuk di teladani umat Islam karena mampu
mengubah kebiasaan masyarakat yang sebelumnya bersikap statis menjadi dinamis.
Mereka bertiga tentang pendidikan dinilai sebagai awal kebangkitan umat Islam di
awal abad ke 20. Pemikirannya disebarluaskan melalui tulisan-tulisannya di majalah al
Manar dan al urwat al wusqa menjadi rujukan para tokoh pembaharu dalam dunia
Islam, sehingga di berbagai negara Islam muncul gagasan mendirikan sekolah atau
madrasah dengan menggunakan kurikulum seperti yang dirintis Muhammad Abduh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Jamaluddin al-Afghani dan pemikirannya dalam dunia
Islam modern
2. Bagaimana biografi Muhammad Abduh dan pemikirannya dalam dunia
Islam modern
3. Bagaimana biografi Muhammad Rasyid Rido dan pemikirannya dalam
dunia Islam modern

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah dan pemikiran tokoh Islam modern Mesir yang
sudah disebutkan di rumusan masalah yaitu Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Rido.
2. Untuk menambah wawasan dan motivasi bagi pembaca untuk lebih giat lagi
dalam mempelajari ilmu agama dan ilmu dunia untuk kebahagian dunia dan
akhirat dan untuk menjayakan kembali umat Islam di mata dunia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jamaluddin Al-Afghani
1. Biografi Jamaluddin Al-Afghani
Nama lengkapnya adalah Jamaluddin al-Afghani as-Sayid Muhammad bin
Shafdar Al-Husaini. Namun, ia lebih dikenal dengan Jamaluddin al-Afghani. Gelar
sayid padanya menunjukkan bahwa ia berasal dari keturunan Husein bin Ali bin Abi
Talib. Ia dilahirkan pada tahun 1838 dengan dua versi tempat kelahiran. Menurut
pengakuannya bahwa ia dilahirkan di As’adabad dekat kanar wilayah kabul
Afghanistan. Menurut pendapat yang lain bahwa ia lahir di As’adabad dekat hamadan
wilayah persia. Al-Afghani mengaku orang Afghanistan untuk menyelamatkan diri dari
kesewenang-wenangan penguasa Persia.2
Menurut Majid Fakhry, bahwa Al-Afghani dilahirkan di Asadabad Persia,
kemudian hijrah dengan keluargannya ke Qazwin dan kemudian ke Teheran, di situ ia
belajar di bawah asuhan Aqashid Shadiq, Teologi Syi’ah yang sangat terkemuka saat
itu Teheran. Al-Afghani dikenal dengan seorang banyak melakukan pengembaraan.
Dari Teheran ia pindah ke al-Najd di Irak, pusat studi keagamaan Syi’ah, disitulah ia
menghabiskan waktunya selama empat puluh tahun sebagai murid Murtadha al-
Anshari, seorang teologi dan sarjana yang terkenal.
Pada tahun 1853 ia melawat ke India, dimana ia diperkenalkan dengan studi-
studi ilmu-ilmu Eropa. Ada waktu selanjutnya ia melakukan perlawatan ke berbagai
negara di dunia, seperti Hijaz, Mesir, Yaman, Turki, Russia, Inggris, dan Perancis.
Salah satu yang paling berkesan dari perjalanannya ini adalah kunjungan ke Mesir pada
tahun 1869 dan di negeri ini ia memulai memunculkan pemikiran pembaruan.3
Jamaluddin mengakhiri hidupnya dalam usia 59 tahun karena penyakit kanker.

2. Aktivitas dan Ide Jamaluddin


Pejalanan Jamaluddin ke Mekkah kembali merupakan awal dari
keterlibatannya dalam kegiatan politik Islam internasional. Jamaluddin mulai
mecurahkan perhatian dan pemikirannya pada pembebasan Dunia Islam dari
penjajahan Barat. Ia pun mulai mengembara dari satu negeri Islam ke negeri Islam
lainnya. Di setiap negeri Muslim yang dikunjunginya tidak lupa ia ingatkan tentang
bahaya imperialisme bangsa-bangsa Barat.

2
Ade Armanto, et.al, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve,
2001) Jilid 3, hl. 55
3
Majid Fakhry, A History Of Islamic Philosophy, Terj. Mulyadi Kartanegara, Sejarah Dan
Pemikiran, Filsafat Islam, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1997) Cet. V. hl. 455

3
Menurut Jamaluddin, Dunia Islam menghadapi penyakit kronis yang
menggerogoti masyarakatnya, sehingga umat Islam tidak mampu menegakkan kepala
mereka berhadapan dengan bngsa-bangsa lain. Penyakit itu adalah absolutisme dan
depotisme penguasa muslim, sikap keras kepala dan keterbelakangan umat islam dalam
sains dan peradaban, menyebarnya pemikiran-pemikiran yang korup dan merusak cara
berpikir umat islam, seperti takhayyul, bid'ah dan khufarrat, serta kolonolialisme dan
imperialisme Barat.
Untuk mengobati penyakit ini, ia menggerakan rakyat untuk mengadakan
revolusi dan perombakann terhadap pemerintahan yang absolut. Selain itu, ia juga
berusaha memperbaiki akidah umat yang telah terkontaminasi, dengan mengembalikan
mereka kepada sistem kepercayaan (akidah) Islam yang benar. Menurutnya,
penyimpangan dari akidah Islam ini membuat umat Islam tidak mampu menjadi umat
yang terhormat. Ia yakin bahwa Islam, bila dipahami dan diamalkan dengan benar,
dapat memimpin umatnya ke arah kemajuan dan membebaskan mereka dari
otoritarianisme penguasa serta kolonialisme bangsa-bangsa asing.
Belajar dari pengalamannya, di Mesir ia mulai menjauhi aktivitas politik. Ia
mulai memustakan perhatian pada aktivitas peendidikan. Ia lebih banyak mengajar dan
rumahnya dijadikan sebagai sekolah. Banyak muridnya yang berasal dari berbagai
kalangan, seperti dosen, mahasiswa, karyawan, dan ahli hukum yang datang
kepadanya. Di sni pula ia bertemu dengan Muhammad Abduh, yang kemudian menjadi
murid setianya dan bersama-sama mereka berjuang mewujudkan cita-cita mereka.4

3. Pan Islamisme
Salah satu ide pembaharuan Jamaluddin yang paling populer adalah Pan
Islamisme. Yang dimaksud Pan Islamisme yang digagas Jamaluddin adalah sebuah
gerakan untuk menyatukan umat muslim dan membangun dunia Islam di bawah satu
pemerintahan untuk melawan kekuatan asing (bangsa Barat). Menurutnya, sumber
kelemahan dunia Islam adalah lemahnya solidaritas. Apabila umat Islam mau bersatu
dan menghadapinya, bangsa Barat tidak lebih kuat dari mereka. Di dalam wadah Pan
Islamisme, tidak berarti bahwa negara-negara Islam harus melebur ke dalam satu
pemerintahan tunggal seperti khalifah. Pan Islamisme lebih berbentuk solidaritas
seluruh dunia Islam untuk merasakan senasib sepenanggungan melawan penjajah. Dari
aktivitas dan gagasannya, Jamaluddin dapat dikatakan sebagai orang pertama dalam
era modern Islam yang menyadari bahaya penetrasi Barat dan perpecahan dunia Islam.5

4
Iqbal Muhammad, dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam:Dari Masa Klasik
Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2017) h. 59-60
5
al Bahy, Djarnawi. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 78

4
B. Muhammad Abduh
1. Biografi dan Riwayat Pendidikan Muhamad Abduh
Muhammad Abduh lahir disuatu desa di Mesir Hilir tahun 1849. Bapaknya.
bernama Abduh Hasan Khaerullah berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir
Ibunya dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai Umar bin Khatab. Mereka tinggal
dan menetap di Mahallah Nasr Muhammad Abduh dibesarkan dilingkungan keluarga
yang taat beragama dan mempunyai jiwa keagamaan yang teguh.6
Perbedaan pendapat tentang tempat dan tanggal lahir Muhhamd Abduh timbul
karena suasana kacau yang terjadi di akhir zaman Muhammad Ali (1805-1849).
Kekerasan yang dipakai oleh penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam
mengumpulkan pajak dari penduduk desa mnyebabkan petani-petani selalu pndah
tempat untuk menghindari beban berat yang dipikul atas diri mereka. Ayah Abduh
sendiri senantiasa pindah dari desa ke desa, dan dalam masa satu tahun itu ia berkali-
kali pinadah. Akhirnya, setelah membeli ebidang tanah di desa Nasr untuk digarap,
orang tua Abduh memilih tingal dan menetap di desa terebut. Di tempat inilah
Muhammad Abduh di asuh dan dibesarkan oleh orangtuanya yang kendati tidak
memiliki latar pendidikan sekolah, namun dengan kepribadian yang saleh dan taat,
mampu membawa Abduh berkembang menjadi sosok pemuda dewasa dan cerdas.
Ketika berusia tiga belas tahun, Muhammad Abduh belajar di masjid Ahmadi
di Tanta. Masjid ini kedudukannya dianggap nomor dua setelah universitas Al-Azhar
dari segi tempat belajar Al-Qur'an dan menghafalnya. Sistem pembelajaran dengan
menghafal nash (teks) dan ulasan serta hukum di luar kepala, yang tidak memberi
kesempatan untuk memahami, membuat Muhammad Abduh merasa tidak puas. Dia.
meninggalkan Masjid dan bertekad untuk tidak kembali lagi ke kehidupan akademis.
Kemudian ia menikah pada usia enam belas tahun.
Tak lama kemudian Muhammad Abduh berjumpa dengan pamannya, Syaikh
Darwisy Khadr, seorang guru dari tarekat Syadzily. Dari guru ini Muhammad Abduh
mendapat pengajaran tentang disiplin ilmu etika, moral serta praktek kezuhudan
tarekatnya. Pada mulanya ia enggan belajar, namun perjumpaannya dengan Syaikh.
Darwisy sangat mempengaruhi kehidupannya secara mendalam sehingga dengan.
bimbingannya semangat belajarnya kembali berkobar. Pada tahun 1866, Muhammad
Abduh masuk ke Al-Azhar, sebuah pusat ilmu pengetahuan yang yang besar pada masa
itu. Dia bertahan selama empat tahun, tetapi kemudian dia. merasa kecewa dengan
kurikulum-kurikulum dan metode-metode pembelajaran yang dianggapnya kolot yang
dipergunakan di sana. Metode pembelajaran di sini sangat menonjolkan penghafalan
di luar kepala tanpa memahami, seperti yang ditemuinya di Tanta. Pada masa ini
Jamaluddin Al-Afghani datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istanbul. Di sinilah

6
al Bahy, Djarnawi. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, h. 54

5
Muhammad Abduh bertemu. dengan Al-Afghani untuk yang pertama kalinya, ketika ia
dan mahasiswa lainnya berkunjung ke tempat penginapan Al-Afghani di dekat Al-
Azhar. Dalam pertemuan itu Al-Afghani mengajukan pertanyaan kepada mereka
mengenai arti beberapa ayat Al- Qur'an, kemudian beliau berikan tafsirannya sendiri.
Perjumpaan ini memberikan kesan yang baik dalam diri Muhammad Abduh.7
Ketika Al-Afghani datang untuk menetap di mesir pada tahun 1871,
Muhammad Abduh segera menjadi muridnya yang paling setia. Al-Afghani
memberikan tekanan pada mata kuliah teologi dan filsafat, yang pada waktu itu di Al-
Azhar dianggap dan disamakan dengan bid'ah. Sebelum berguru kepada Al-Afgani dan
menekuni ilmu yang dianggap berbahaya itu, Muhammad Abduh minta nasihat kepada
Syaikh Darwisy. Bukan saja guru sufy itu menghapus kecemasannya, bahkan.
menjamin bahwa filsafat (al-Hikmah) dan ilmu pengetahuan merupakan jalan yang
paling selamat untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Hanya orang-orang bodoh. dan
sembrono yang pada hakikatnya merupakan musuh-musuh Tuhan yang paling jahat,
yang memandang mata kuliah ini sebagai bid'ah.
Tahun 1877 Muhammad Abduh menyelesaikan pendidikannya di Al-Azhar dan
mendapat gelar sebagai Alim. la mulai mengajar pertama di Al-Azhar kemudian di Dar
Al-Ulum dan juga di rumahnya sendiri. Diantara buku-buku yang diajarkannya adalah
buku akhlak karangan Ibnu Miskawaih, Muqaddimah Ibnu Khaldun dan sejarah
kebudayaan Eropa karangan Guizot yang diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa
Arab pada tahun 1857 (Nasution, 1975:61). Kesempatan ini juga dimanfaatkan.
Muhammad Abduh untuk berbicara dan menulis masalah politik, sosial dan khususnya
masalah pendidikan nasional, yang pada waktu itu kesadaran nasional di Mesir
semakin meningkat. Tahun berikutnya (1879) Al-Afghani dan Muhammad Abduh
diusir dari Mesir karena sikap politiknya yang dianggap terlalu keras. Pada saat yang
sama Muhammad Abduh diberhentikan dari jabatan mengajarnya di Dar Al- Ulum.
Namun tahun 1880 ia segera diaktifkan kembali oleh perdana menteri serta diangkat
menjadi salah satu editor, kemudian editor kepala surat kabar resmi pemerintah Mesir
Al-Waqai'u Al-Mishriyyah. Dalam posisi ini ia menjadi sangat hrnengaruh dalam
membentuk mendapat umum.8
Muhammad abduh turut serta memainkan peran dalam revolusi Urabi Pasya,
yaitu gerakan yang bermula dari usaha perwira-perwira militer Mesir yang berhasil
mendobrak kontrol perwira-perwira Turki dan Sarkas yang menguasai Mesir.
Selanjutnya gerakan di bawah pimpinan Urabi Pasya ini dapat menguasai
pemerintahan, namun kekuasaan golongan nasionalis ini dianggap berbahaya dan

7
Amin, Husayn Ahmad. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001, h. 73
8
Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta; Bulan
Bintang, 1975, h. 89

6
mengancam kepentingan Inggris di Mesir. Akibatnya, untuk menjatuhkan Urabi Pasya,
pada tahun 1882 Inggris membom Alexandaria dari laut. Dalam pertempuran ini kaum
nasionalis dapat dikalahkan dan Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Inggris. Sebagaimana
pemimpin-pemimpin lainnya, Muhammad Abduh ditangkap dan dipenjarakan. Pada
akhir tahun 1882 ia dibuang ke Beirut kemudian ke Paris pada tahun 1884.9 Di Paris
Muhammad Abduh bertemu kembali dengan Al-Afghani, kemudian mereka
mendirikan organisasi yang sangat berpengaruh walaupun usianya sangat pendek yaitu
Al-'Urwat Al-Wutsqa (Mata Rantai Terkuat). Tujuan Organisasi ini adalah menyatukan
ummat Islam dan sekaligus melepaskannya dari sebab-sebab perpecahan mereka.
Organisasi ini juga menerbitkan koran yang diberi nama sama dengan organisasinya
(Al-'Urwat Al-Wutsqa) dan berhasil terbit sebanyak delapan. edisi, didedikasikan untuk
tujuan umum memberi peringatan kepada masyarakat non Barat tentang bahaya
intervensi Eropa, dan tujuan khusus membebaskan Mesir dari pendudukan Inggris.
Yang menjadi fokusnya adalah kaum muslimin, karena faktanya. mayoritas bangsa
yang dikhianati dan dihinakan, serta sumber dayanya dijarah oleh pihak asing, adalah
ummat Islam.
Organisasi ini akhirnya bubar dan pada tahun 1885 Muhammad Abduh.
kembali ke Beirut melalui Tunisia. Di Beirut ia kembali mengajar (menjadi guru). Pada
tahun 1888, atas usaha teman-temannya, di antaranya ada seorang Inggris, ia
dibolehkan kembali pulang ke Mesir, tetapi tidak diizinkan mengajar karena
pemerintah Mesir takut akan pengaruhnya terhadap Mahasiswa. la bekerja sebagai
hakim di salah satu mahkamah dan pada tahun 1894 ia diangkat menjadi anggota.
Majelis A'la dari Al-Azhar. Sebagai anggota majelis ini, ia membawa perubhan-
perubahan dan perbaikan-perbaikan ke dalam tubuh Al-Azhar sebagai universitas..
Pada tahun 1889 ia diangkat sebagai Mufti Besar. Jabatan tinggi ini didudukinya.
sampai ia meninggal dunia pada tahun 1905.

2. Ide-ide Pembaharuan dan Pemikiran M. Abduh


Tidak ada sesuatu apapun yang berangkat dari ruang hampa, begitu juga dengan
pembaharuan Muhammad Abduh. Banyak hal yang mendorongnya untuk melakukan
pembaharuan bagi masyarakat Islam di Mesir, diantara faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:10

9
Amin, Husayn Ahmad. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001, h. 54
10
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta; Bulan
Bintang, 1975, h. 43

7
a. Faktor Sosial
Dari catatan biografi di atas, terdapat dua hal penting yang dapat digunakan.
menganalisis faktor sosial Muhammad Abduh. Pertama, kedudukan orang tua Abduh
yang menyertai masa awal kegidupannya. Kedua, status sosialnya ketika ia telah
mandiri, dan lembaga-lembaga sosial, seperti Kuttah Al Qaryah dan al Azhar, tempat
ia mengadakan kegiatan kemasyarakatan dan politik. Kemudian Syeikh Darwisy dan.
sayyid Jamaluddin al Afghani juga sangat berpengaru terhadap perubahan sikap
Muhammad Abduh.11
b. Faktor Politik
Untuk menganalisis pengaruh-pengaruh faktor politik pada pemikiran.
Muhammad Abduh, yaitu kedudukannya dalam pemberontakan Urabi menjadi sangat
penting untuk dibicaraakan. Tulisan-tulisannya tentang politik, menurut Abdul Al 'Athi
Muhammad, telah membrikan andil besar dalam membangkitkan opini pubik sebelum
terjadi pemberontakan itu. Abduh pernah melontarkan pemikiran politiknya yang
menghendaki perombakan kerangka berfikir yang darinya muncullah pemberontakan
tersebut. Dalam tulisan-tulisannya itu ia menuntut kehidupan politik yang demokratis
melalui lembaga perwakilan rakyat, begitupun ia pernah menulis tentang nasionalisme.
Akan tetapi, dalam tulisan-tulisan itu Muhammad Abduh tampaknya tetap konsisten
pada pembaharuan secara bertahap. Dalam kerangka yang lebih luas, pemikiran-
pemikiran politiknya sesungguhnya bermuara pada pembaharuan di bidang susila dan
pendidikan.
c. Faktor Kebudayaan
Dalam usianya yang masih muda Abduh sudah hafal al Qur'an. Selain itu,
Abduh juga mempelajari dan menekuni tasawuf yang didapat dari syekh Darwisy.
Dalam memberikan konsepsi tasawuf yang orisinal, syaikh Darwisy menginatkan
Muhhamd Abduh bahwa kehidupan msistisme sangat memerhatikan hubungan
spiritual dan material (keduniaan).
Semasa studi di Al Azhar perjumpaannya dengan Jamaluddin al Afghani
merupakan momentum penting bagi terjadinya perubahan kehidupan kultur dirinya.
Kepada al Afghanilah seorang Abduh belajar dasar-dasar filsafat. Pemikirannya mulai
berubah, dari sufisme khalayan ke arah pemikiran filsafat yang praktis. Butir-butir
pemikiran ilmiah modern yang diperolehnya dari ajaran al Afghani dan hasil sutudinya
tentag filsafat, logika, dan ilmu kalam (teologi), ternyata berdampak positif pada

11
Mizan. Sani, Abdul. Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1998, h. 75

8
langkah-langkah pembaruan yang ditempuhnya, yaitu bidang sosial, pendidikan,
agama dan moral.

3. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh


Muhammad Abduh memiliki corak pemikiran modern, politik, kebangsaan,
sosial kemasyarakatan, teologi dan filsafat (Djarnawi, 1986:64). Corak pemikiran
pendidikan Muhammad Abduh juga berdasar pada pemikiran teologi rasional, filsafat
dan sejarah. Pemikiran Muhamad Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal dari
kebangkitan umat Islam di awal abad ke-20. Pemikiran Abduh yang disebar luaskan.
melalui tulisannya dimajalah al Manar dan al Urwat al Wutsqa menjadi rujukan para
tokoh pembaharu di dunia Islam. Sehingga diberbagai negara Islam muncul gagasan
mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan kurikulum seperti yang dirintis
Abduh. Termasuk didirikannya organisasi kemuhamadiyahan oleh KH. Ahmad Dahlan
di pengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Abduh dalam majalah al Manar.12

4. Pengaruh Pembaharuan Pendidikan Muhammad Abduh Di Indonesia


Salah satu pengaruh pembaharuan pendidikan Muhammad Abduh di Indonesia
adalah pada organisasi Muhamadiyah. Munculnya gagasan K.H. Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhamadiyah didorong oleh dua sebab. Pertama, karena situasi politik
Belanda. Kedua, karena keadaan umat Islam di sekitar kampungnya ketika itu sangat
rusak dan dalam menjalankan praktik keaagamaan sudah sangat jauh menyeleweng
dari ajaran yang sebenarnya. Di samping kondisi tersebut, dorongan lainnya adalah
pada saat melaksankan ibadah haji pada tahun 1890, di Makkah ia berguru pada. syeikh
Ahmad Khatib. Melalui gurunya ia mulai mengenal tulisan muhamad Abduh berupa
tafsir al Manar, bahkan diantara ilmu-ilmu tersebut yang digemari dan menarik
perhatian Ahmad Dahlan adalah tafisr al Manar.13
Majalah al Manar ternyata cukup berperan bagi perjuangan Ahmad Dahlan,
melalui majalah-majalah tersbut pikiran-pikiran Muhammad Abduh cukup.
berpengaruh membentuk semangat perjuangnnya. Sekalipun majalah itu tidak banyak
beredar di Indonesia. Lebih jelas lagi dikatakan oleh H. Jarnawi Hadikusumo bawa
dengan peranara K.H. Bakir, seorang famili Amad Dahlan, ia dapat bertemu dan
berkenalan dengan Rasyid Ridha tokoh pembaharu Mesir yang juga murid Mihammad

12
Mizan. Sani, Abdul. Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 1998, h. 79
13
Azhari, Afif dan Mimien Maemunah Z. Muhamma Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia.
Surabaya: al Ikhlas, 1996, h. 32

9
Abduh yang kebetulan berada di Tanah Suci. Keduanya sempat bertukar pikiran hingga
cita-cita pembaru meresap dalam sanubarinya.

C. Muhammad Rasyid Ridha


1. Biografi Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan Tarablus
Syam pada tahun 1282-1354 H/1865-1935 M. Dia adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali
Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhammad Bahauddin Ibn Manla Ali
Khalifah. Keluarganya dari keturunan yang terhormat berhijrah dari Baghdad dan
menetap di Qalmun. Kelahirannya tepat pada 27 Jumad al-Tsanil tahun 1282 H/ 18
Oktober tahun 1865 M14.
2. Ide-ide Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha
Pada tahun 1898 Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud berguru dan
bergabung dengan Muhammad Abduh. Langkah pertama yang dilakukan Rasyid di
Mesir adalah mendesak Abduh untuk menerbitkan sebuah majalah sebagai corong
mereka.
Menurut Rasyid, hal ini penting karena cara yang tepat untuk menyembuhkan
penyakit umat ialah pendidikan serta menyiarkan ide-ide yang pantas untuk menentang
kebodohan dan pikiran-pikiran yang mengendap dalam diri umat seperti fatalistik dan
khurafat. Abduh menyetujui saran muridnya itu, kemudian terbitlah sebuah majalah
yang diberi nama al-Manar. Nama yang diusulkan Rasyid dan disetujui Abduh.
Dalam terbitan perdananya dijelaskan bahwa tujuan al-Manar sama dengan al-
‘Urwah al-Wusqa, yakni sebagai media pembaharuan dalam bidang agama, sosial,
ekonomi, menghilangkan faham-faham yang menyimpang dari agama Islam,
peningkatan mutu pendidikan, dan membela umat Islam dari kebuasan politik Barat15.

3. Ide pembaharuan bidang pendidikan


Erat kaitannya dengan konsep “jihad” yang dikemukakannya, Rasyid
menganjurkan umat Islam memiliki satu kekuatan untuk menghadapi beratnya
tantangan dunia modern. Kekuatan itu hanya dapat dimiliki jika umat Islam bersedia
menerima peradaban Barat. Jalan untuk memperoleh peradaban Barat itu ialah
berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi Barat itu sendiri. Ilmu

14
Imarah Muhammad,“Mencari Format Peradaban Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005). h. 1.
15
Kurnial Ilahi, “Perkembangan Modern dalam Islam”, (Riau: Lembaga Penelitian dan
Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan Pusaka Riau, 2002), h. 58.

10
pengetahuan dan teknologi tidak berlawanan dengan Islam16,bahkan umat Islam wajib
mempelajari dan menerima ilmu pengetahuan dan teknologi itu bila mereka ingin maju.
Dalam berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk menggunakan
kekayaannya dalam pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Menurut Rasyid,
membangun lembaga pendidikan lebih baik dari membangun masjid. Baginya masjid
tidaklah besar nilainya apabila orang-orang yang shalat di dalamnya hanyalah orang-
orang bodoh. Dengan membangun lembaga pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan
dan dengan demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik. Satu-satunya
jalan menuju kemakmuran adalah perluasan pendidikan secara umum.
Di bidang pendidikan ia mendirikan sekolah sebagai misi Islam dengan nama
Madrasah al-dakwah Wa al-Irsyad di Kairo pada tahun 1912 M. Para alumni madrasah
ini disebarkan keberbagai dunia Islam. Muhammad Rasyid Ridha sebagai penggerak
pembaharuan Islam yang masih condong pada ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah. Ia sebagai
penyokong aliran Wahabi, karena dalam ajaran aliran tersebut dikemukakan pengakuan
bermazhab salaf yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada al-Qur’an dan al-
Hadis17.
4. Ide pembaharuan bidang agama
Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh ketinggalan
oleh orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan ajaran-ajaran yang nampaknya
Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran
yang tidak sesuai lagi dengan ajaran Islam sebenarnya.
Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar ketinggalannya dari bangsa
Eropa, jika mereka kembali kepada ajaran Islam sebenarnya sebagaimana telah
diajarkan Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh sahabat. Dengan demikian,
Rasyid menganjurkan untuk menggali kembali teks al-Qur’an.
Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang memenuhi
seluruh kebutuhan pembaruan “karena syariat Islam adalah syariat penutup dari Tuhan,
dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya Allah swt, telah menyempurnakan
agama ini dan menjadikannya agama yang universal antara ruh dan jasad, dan
memberikan kesempatan seluas-luasnya pada umatnya untuk berijtihad yang benar dan
dalam mengambil istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai dengan kemaslahatan manusia
di setiap tempat dan waktu.

16
Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), h. 71.
17
A. Munir, Sudarsono, “Aliran Modern Dalam Islam”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), h.
163.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jamaludin al-Afghani nama aslinya adalah Sayyid Muhammad bin Safdar al-
Husayn. la adalah putra dari Sayyid Syafdar yang lahir di Asadabad, Iran, pada 1838
dan wafat pada 1897. Pemikiranya adalah ia menyimpulkan penyakit kronis yang
menggerogoti umat Islam, di antaranya. Absolutisme dan despotisme penguasa
muslim. Jamaluddin memiliki ide untuk Menggerakkan rakyat supaya mengadakan
revolusi, jamaluddin melihat kenyataan bahwa dunia Islam didominasi oleh
pemerintahan yang otokrasi dan absolut.
Muhammad Abduh adalah sosok pembaharu pada abad 19 yang ide-idenya.
sangat cemerlang untuk pembaharuan Islam dari bebagai aspek. Abduh bisa
membangkitkan kembali semangat juang umat Islam untuk terus maju dalam bidang
ilmu pengetahuan setelah mengalami fase kejumudan. Ide pembaruan Abduh
merupakan hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan pada saat itu dan
masih terasing hingga kini. la menggagas kurikulum pendidikan yang berbasis ilmu
pengetahan dan filsafat yang menggunakan akal dengan tidak meninggalkan pelajaran
agama. Pengaruh pemikiran Muhammada Abduh juga berpengaruh sampai ke
Indonesia. Salah satunya Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhamadiyah. la
menyebarkan gagasan-gagasan Muhamad Abduh dalam perjuangannya di Indonesia..
Salah satunya aalah ide konep pendidikan. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
Muhamadiyah dan memasukkan kurikulum-kurikulum modern seperti halnya ide
pembaruan yang dilakukan oleh Abduh dalam pendidikan.
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan
Tarablus Syam pada tahun 1282-1354 H/1865-1935 M. Keluarganya dari keturunan
yang terhormat berhijrah dari Baghdad dan menetap di Qalmun. Pada tahun 1898
Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud berguru dan bergabung dengan
Muhammad Abduh. Menurut Rasyid, untuk menyembuhkan penyakit umat ialah
pendidikan serta menyiarkan ide-ide yang pantas untuk menentang kebodohan dan
pikiran-pikiran yang mengendap dalam diri umat seperti fatalistik dan khurafat. Dalam
terbitan majalah perdananya dijelaskan bahwa tujuan al-Manar sebagai media
pembaharuan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, menghilangkan faham-faham
yang menyimpang dari agama Islam, peningkatan mutu pendidikan, dan membela umat
Islam dari kebuasan politik Barat
B. Saran
Demikian makalah kami ini semoga bermanfaat bagi pembaca dan kami harapkan
kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki karya tulis ilmiah kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

al Bahy, Djarnawi. 1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas


Amin, Husayn Ahmad. 2001. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Azhari, Afif dan Mimien Maemunah Z. 1996. Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di
Indonesia. Surabaya: al Ikhlas.
Ade Armanto, et.al, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001) Jilid 3.

Iqbal Muhammad, dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam:Dari Masa
Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana Pranada Media
Group, 2017).

Imarah Muhammad,“Mencari Format Peradaban Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2005).

Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta; Bulan Bintang.

Majid Fakhry, A History Of Islamic Philosophy, Terj. Mulyadi Kartanegara, Sejarah


Dan Pemikiran, Filsafat Islam, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1997) Cet. V.

Munir, Sudarsono, “Aliran Modern Dalam Islam”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994).

Mizan. Sani, Abdul. 1998. Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Kurnial Ilahi, “Perkembangan Modern dalam Islam”, (Riau: Lembaga Penelitian dan
Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan Pusaka Riau,
2002)

13

Anda mungkin juga menyukai