Anda di halaman 1dari 12

PEMBAHARUAN DI MESIR (2):

JAMALUDDIN AL-AFGHANI, MUHAMMAD ABDUH

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pemikiran Modern Dalam Islam

Dosen Pengampu: Hanafi, S.Ag M.A

Disusun oleh:

Kelompok 2

Avisena (11210331000077)

Siti Nur Lailatul Afifah (11210331000080)

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2023

M/1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahii robbil ‘aalamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufik
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembaharuan Islam di Mesir (2):
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh” dengan baik dan sebagaimana mestinya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mendapatkan bantuan dari banyak pihak, maka dari itu
penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya. Pertama, kepada Bapak Hanafi, S.Ag M.A. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam. Dan kepada teman-teman seperjuangan di jurusan Aqidah
dan Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu pengetahuan dan motivasi serta dukungan positif yang
diberikan kepada penulis. Semoga dapat menjadi amal jariyah dan mendapat kemudahan dalam segala urusan dan
menggapai kesuksesan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan bisa menjadi petunjuk ataupun pedoman bagi
pembaca. Penulis menyadari dengan adanya banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang terbaik dari para pembaca demi kebaikan dalam
meningkatkan dan menyempurnakan makalah ini.

Ciputat, 11 Maret 2023

Penulis
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………..3
BAB I……………………………………………………………………………………………….....4
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………….....4
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………………...4
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..4
1.3. Tujuan……………………………………………………………………………………4
BAB II………………………………………………………………………………………………...5
2.1. Jamaluddin al-Afghani…………………………………………………………………..5
2.2. Muhammad Abduh………………………………………………………………………8
BAB III………………………………………………………………………………………………10
PENUTUP…………………………………………………………………………………………...10
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………………..10
3.2. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..11
3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdapat satu mata kuliah yang dinamakan “Pemikiran Modern Dalam
Islam”, dan mata kuliah ini dibahas oleh mahasiswa semester 4. Karena Dosen sudah mempercayai bahwa
mahasiswa semester 4 sudah mahir dalam penyusunan makalah dan mempresentasikannya, kemudian
mendiskusikannya dengan selurh mahasiswa yang lain.
Maka dari itu pada hari pertama perkuliahan Dosen pengampu mata kuliah “Pemikiran Modern Dalam Islam”
memberikan mahasiswa silabus perkuliahan dan masing-masing dari mahasiswa dibagi menjadi beberapa
kelompok. Dengan ini, penulis dari kelompok 2 ditugaskan untuk membahas tentang “Pembaharuan Di Mesir
(2)”. Di dalam pembahasan ini menjelaskan tentang pembaharuan di Mesir dan tokoh yang berpengaruh di
dalamnya yaitu Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Berikut adalah pembahasan yang kami jadikan latar belakang makalah kelompok kami. Agar dapat
memahami lebih dalam lagi, maka dapat dibaca pada lembar selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Siapakah Jamaluddin Al-Afghani?
2. Siapakah Muhammad Abduh?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Jamaluddin Al-Afghani
2. Untuk mengetahui biografi Muhammad Abduh
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Jamaluddin Al-Afghani
a. Biografi Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani as-Sayid Muhammad bin Shafdar Al-Husaini atau yang akrab dipanggil dengan
nama Jamaluddin Al-Afghani. Beliau adalah putra dari Sayyid Syafdar dan Sukayna Beygum, dan beliau juga
masih keturunan Rasulullah SAW melalui Husein bin Ali bin Abi Thalib. Beliau merupakan kelahiran tahun
1839 dan beliau wafat di tahun 1897, jadi usia beliau perkiraan adalah kurang lebih 58 tahun. Ada dua
pendapat tentang tanah kelahiran Jamaluddin Al-Afghani. Menurut pengakuannya bahwa ia dilahirkan di
As’adabad dekat kanar wilayah kabul Afghanistan. Dan menurut pendapat yang lain bahwa ia lahir di
As’adabad dekat hamadan wilayah Persia. Al-Afghani mengaku orang Afghanistan untuk meyelamatkan diri
dari kesewenang-wenangan penguasa Persia.1 Sedangkan tempat beliau wafat adalah di Istambul.
Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang pemikir Islam, aktivis politik, dan jurnalis terkenal. Ia pandai,
berwibawa, memiliki karisma yang besar, dan berkeyakinan teguh akan masa depan peradaban Islam yang
cemerlang. Di tengah keterbelakangan kaum muslim dan gejolak kolonialisme bangsa Eropa di negri-negri
Islam, al-Afghani menjadi seorang tokoh yang amat mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi-aksi
sosial pada abad ke-19 dan ke-20.2 Al-Afghani juga dikenal sebagai seorang filosof, jurnalis, sufi, refornis dan
modernis. Namun yang lebih banyak dipublikasikan adalah sebagai seorng politikus.
Al-Afghani dikenal dengan seorang yang bayak melakukan pengembaraan. Dari Teheran ia pindah ke al-
Najd di Irak, pusat studi keagamaan Syi’ah, disitulah ia menghabiskan waktunya selama empat puluh tahun
sebagai murid Murtadha al-Anshari, seorang teologi dan sarjana yang terkenal. Pada tahun 1853 ia melawat ke
India, dimana ia diperkenalkan dengan studi-studi ilmu-ilmu Eropa. Ada waktu selanjutnya ia melakukan
perlawatan ke berbagai negara di dunia. Seperti Hijaz, Mesir, Yaman, Turki, Russia, Inggris, dan Perancis.
Salah satu yang paling berkesan dari perjalanannya ini adalah kunjungan ke Mesir pada tahun 1869 dan di
negeri ini ia memulai memunculkan pemikiran pembaruan.
b. Masa Muda dan Aktifitas Politik Jamaluddin Al-Afghani
Ketika baru berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di
Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh
Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri Afghanistan. Pada masa itu Inggris telah mencampuri hal-
hal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi ia memilih pihak yang melawan
golongan Inggris. Pihak pertama kalah dan al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat

1
Munawir Sjazdili, Islam dan Tata Negara, Ajarah Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1933) cet. 5. h. 117
2
Ade Armanto, et.al, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, Jilid 3, h. 55
kelahirannya dan pergi ke India I tahun 1869. Namun, karena di India al-Afghani juga merasa tidak bebas
bergerak karena negara ini telah jatuh ke bawah kekuasaan Inggris, dan oleh karena itu ia pindah ke Mesir di
tahun 1871. Ia menetap di Cairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir dan
memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. 3

5
Rumah yang ditempatkan oleh al-Afghani di Cairo ia jadikan sebagai tempat pertemuan murid-murid dan
pengikut-pengikutnya. Disanalah ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi. Menurut keterangan
Muhammad Salam Madkur4, para peserta terdiri atas orang-orang terkemuka dalam bidang pengadilan, dosen-
dosen, mahasiswa dari Al-Azhar serta perguruan-perguruan tinggi lain, dan juga pegawai-pegawai
pemerintah. Di antara murid-murid Al-Afghani ada yang kemudian menjadi pemimpin kenamaan di Mesir
seperti Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaghlul, pemimpin kemerdekaan Mesir. 5
Dikarenakan salah satu kemahiran Al-Afghani adalah di bidang politik. Maka dari itu beliau tidak bisa
meninggalkan terlalu lama lapangan politik. Di tahun 1876 turut campur tangan Inggris dalam soal politik di
Mesir makin meningkat. Untuk dapat bergaul dengan orang-orang politik di Mesir ia memasuki perkumpulan
Freemason Mesir. Diantara anggota perkumpulan ini terdapat Putra Mahkota Tawfiq. 6 Pada tahun 1876 ia
bergabung dengan politikus di Mesir dan pada tahun 1879 membentuk partai politik dengan nama Hizb al-
Wathani (Partai Kebangsaan/Partai Nasional). Dengan partai ini ia berusaha menanamkan kesadaran
nasionalisme dalam diri orang-orang Mesir. Hingga pada akhirnya slogan “Mesir untuk orang Mesir” mulai
kedengaran. Tujuan partai ini juga ialah untuk pendidikan universal, kemerdekaan pers, dan pemasukan unsur-
unsur Mesir ke dalam posisi-posisi dalam bidang militer.
Ketika berada di Mesir, Al-Afghani secara terbuka menentang pemeritah Mesir dan pengaruh serta
campur tangan Inggris di negeri itu. Pandangannya ini menjadi preseden bagi aktivitas politik Islam di masa
mendatang, meskipun hal tersebut menyebabkan ia terusir dari Mesir pada tahun 1879. 7 Namun, masa delapan
tahun Al-Afghani menetap di Mesir menurut pihak Mesir sendiri beliau mempunyai pengaruh yang tidak kecil
bagi umat Islam di sana. Menurut M.S. Madkur, Al-Afghanilah yang membangkitkan Gerakan berfikir di
Mesir sehingga negara ini dapat mencapai kemajuan. “Mesir Modern, demikian Madkur, adalah hasil dari
usaha-usaha Jamaluddin Al-Afghani”.
Dari Mesir Al-Afghani pergi ke Paris, dan beliau mendirikan perkumpulan Al-‘Urwah Al-Wusqa.
Didalamnya terdiri atas orang-orang Islam dari India, Mesir, Suria, Afrika Utara, dan lain-lain. Tujuan yang
hendak dicapai adalah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam, dan membawa umat Islam
kepada kemajuan. Perkumpulan ini menerbitkan majalah yang cukup terkenal, juga di Indonesia, tetapi tidak
berumur panjang. Penerbitannya terpaksa dihentikan karena dunia Barat melarang pemasukannya ke negara-
negara Islam yang berada di bawah kekuasaan mereka.

3
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), h. 51
4
Lihat bukunya Al-Hakim Al-Tsair Jamal Al-Din Al-Afghani, Cairo, 1962, h. 54
5
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), h. 52
6
Ibid
7
Ade Armanto, et.al, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, Jilid 3, h. 55
Di tahun 1889 Al-Afghani diundang ke Persia. Penguasa Persia Shah Nasiruddin Qachar menawarkan
posisi perdana menteri. Ia pun menerima tawaran tersebut dan karena ide pembaruan Islamnya ia semakin
populer di Persia. Al-Afghani diundang ke Persia juga untuk menolong mencari penyelesaian tentang
persengketaan Rusia-Persia yang timbul karena pro-Inggris yang dianut pemerintah Persia ketika itu. Al-
Afghani tidak setuju dengan pemberian konsessi-konsessi kepada Inggris dan akhirnya timbul pertikaian
paham antara Al-Afghani dan Syah Nasir Al-Din.

6
Al-Afghani juga terang-terangan mengkritik praktek kekuasaan penguasa di negara tersebut. Beliau juga
melihat bahwa Syah Nasir Al-Din perlu digulingkan, tetapi sebelum sempat menjatuhkannya ia telah dipaksa
keluar dari Persia.
Setelah itu, atas undangan Sultan Abdul Hamid. Al-Afghani selanjutnya pindah ke Istanbul, Turki di
tahun 1892. Dan inilah tempat akhir hayatnya, beliau wafat di Istanbul pada tanggal 9 Maret 1897 dalam usia
59 tahun.
Melihat kegiatan politik yang dilakukan Al-Afghani begitu besar di negara-negara yang begitu luas.
Maka Al-Afghani lebih banyak memiliki sifat pemimpin politik dari pada pemimpin dan pemikir
pembaharuan dalam Islam. Tetapi dari pada itu, tidak boleh dilupakan bahwa kegiatan politik yang dijalankan
Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang pembaharuan dalam Islam. Kegiatan politik itu
timbul sebagai akibat yang semestinya dari pemikiran-pemikirannya tentang pembaharuan. Jadi pada
hakikatnya Al-Afghani adalah pemimpin pembaharuan dan pemimpin politik.
Salah satu pemikiran Al-Afghani adalah tentang jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam, yaitu
dengan melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat pada umumnya dan kembali kepada
ajaran-ajaran dasar Islam yang sebenarnya. Hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali dan
demikian pula kesediaan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman pada ajaran-ajaran dasar,
umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan. 8

8
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), h. 56
7

2.2. Muhammad Abduh


a. Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 M (1265 H) di Mahallah Nasr, suatu perkampungan agraris
termasuk Mesir Hilir di Propinsi Gharbiyyah. Ayahnya bernama Abduh bin Hasan Chairullah, seorang
berdarah Turki sedangkan ibunya Junainah binti Utsman al-Kabir mempunyai silsilah keluarga besar
keturunan Umar Bin Khattab. Tahun 1866 Muhammad Abduh pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar.
Ketika berada di Al-Azhar ia bertemu Jamaluddin al-Afghani yang datang ke Mesir dan kemudian Abduh
bergabung bersama al-Afghani untuk memperluas studinya. Di bawah bimbingan Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh belajar filsafat dan ilmu sosial serta politik. Termasuk didalamnya terdapat Sa’d Zaghlul.
Al-Afghani aktif memberikan dorongan kepada siswa-siswanya ini untuk menghadapi intervensi Eropa di
negeri mereka dan pentingnya melihat umat Islam sebagai umat yang satu. Tahun 1878 Muhammad Abduh
mendapat tugas mengajar di perguruan tinggi Dar al-‘Ulm yang baru saja didirikan. Dia memanfaatkan ini
sebagai peluang untuk berbicara dan menulis soal politik dan social, dan khususnya soal pendidikan nasional,
selama periode kesadaran nasional kian tinggi di Mesir. Setahun kemudian Abduh diberhentikan dari jabatan
mengajarnya di Dar al-‘Ulm karena sikap politiknya yang dianggap terlalu keras. Tetapi kemudian Abduh
diangkat oleh perdana menteri menjadi editor sebuah koran resmi di Mesir yakni Al-Waqa’i’ Al Mishriyah.
Dalam posisi itu Muhammad Abduh menjadi sangat berpengaruh dalam membentuk pendapat umum. Dengan
semakin kritis, posisi Abduh semakin terancam dan kemudian diasingkan dari Mesir selama tiga tahun. Pada
1888 ia diizinkan kembali ke Kairo, diangkat menjadi hakim, dan menjadi anggota dewan administratif Al-
Azhar pada 1895. Selain itu ia juga diangkat menjadi Mufti Besar Mesir. Muhammad Abduh meninggal pada
11 Juli 1905.

b. Pemikiran Muhammad Abduh:


Muhammad Abduh memandang bahwa salah satu tugas utamanya sebagai intelektual muslim adalah
memberikan tanggapan kepada orang-orang Mesir yang karena terpengaruh oleh keberhasilan Eropa sekuler
dan serangannya terhadap Islam- berpendapat bahwa agama merupakan unsur pokok yang menghambat
masyarakat Muslim. Perhatian utama Abduh adalah problem kemunduran umat Islam, dan banyaknya
dorongan untuk mengubah kemunduran ini dengan berupaya meniru Barat. Menurut pendapatnya hal ini
disebabkan oleh :
1. Umat Islam sendiri yang tidak melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Mereka lebih cenderung pada
ajaran tarekat yang ekstrim dan menimbulkan pengkultusan syeikh tarekat serta dijadikannya perantara
dengan Tuhan.
2. Paham fatalisme, menerima qadha dan qadar yang salah-hanya menerima nasib tanpa usaha. Padahal al-
Qur’an mengajarkan dinamisme untuk meraih cita-cita kesejahteraan duniawi.
3. Taqlid buta, hal ini akan menjadikan kebekuan akal, padahal akal dapat digunakan untuk memahami
kandungan yang bernilai strategis bagi kemaslahatan umat.
4. Fanatisme madzab yang menyebabkan perpecahan umat.
5. Bid’ah yang menyimpang dari akidah murni.

8
Untuk memajukan masyarakat, maka perlu dilakukan pembaharuan agama melalui perbaikan al-Azhar,
sebagai pusat ilmu dan dakwah islamiyah. Dengan perbaikan al-Azhar akan menghasilkan orang yang
bergairah terhadap agama dan bisa menyiarkan agama keseluruh dunia. Pandangan keagamaan Abduh untuk
memperbaiki umat ialah meluruskan akidah dan menghilangkan kesalahan melalui cara menafsirkan al-
Qur’an. Oleh karena itu, Abduh mengarah pada upaya reformulasi Islam, memisahkan yang esensial dari yang
tidak esensial, mempertahankan aspek fundamental dan meninggalkan aspek aksidental warisan sejarah Islam.
Ia membenarkan al-Qur’an dan Hadis sebagai petunjuk Tuhan, tetapi ia menyatakan bahwasanya pemikiran
adalah unsur utama dalam hal-hal yang tidak tercantum di dalam al-Qur’an dan Hadis. Sementara al-Qur’an
dan Hadis harus selalu diterapkan dalam urusan peribadatan, keputusan individu, atau ijtihad adalah sangat
penting untuk menata hubungan-hubungan sosial yang hanya dicapai dengan ide-ide rasional yang bersifat
umum dan dengan pertimbangan rasional. Dibalik konsep-konsep Muhammad Abduh tersebut bersandar
gerakan internasional reformasi Islam, dan ide membangkitkan semangat masyarakat Mesir abad delapan
belas-sembilan belas terhadap al-Qur’an dan Hadis.
Sebagai theolog yang berpengalaman pada garis-garis tradisional yang merasa yakin bahwa sains dan
Islam tidak mungkin bertentangan, menyatakan bahwa agama dan pemikiran ilmiah bekerja pada level yang
berbeda. Oleh karena itu ia memandang bahwa tugasnya ialah menyuguhkan ajaran-ajaran dasar Islam dalam
batasan-batasan yang diterima oleh pikiran modern dan mengizinkan pembaharuan lebih lanjut di satu pihak
serta mengizinkan orang mempelajari ilmu pengetahuan modern di lain pihak. Meskipun Muhammad Abduh
dalam materi aktual penafsiran kembalinya tentang Islam tidak menyuguhkan ide-ide baru dalam kumpulan
ide-ide Islam tradisional namun kedudukannya memberikan kemajuan kepada pembaharu-pembaharu pra-
modern pada dua hal yang penting, yaitu :
1. Penekanan umum atas peranan akal dalam Islam, yakni ide bahwa walaupun agama dan akal bekerja pada
lapangan yang berbeda, namun keduanya bukan saja tidak mungkin bertentangan, tapi harus bekerjasama
secara positif dalam memajukan dan menggerakkan manusia.
2. Menyatakan kembali ide-ide dasar Islam dengan cara sedemikian rupa hingga bisa membuka pintu bagi
pengaruh ide-ide baru dan usaha pencarian ilmu pengetahuan modern pada umumnya.
Sekalipun demikian konsep ide modernisme dan reformasi Islam di Mesir yang digelorakan Muhammad
Abduh memberikan semangat paradigma intelektual dan membuka jalan bagi konsep nasionalis mengenai
identitas dan politik pembaharuan Mesir yang lebih sekuler.

9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang pemikir Islam, aktivis politik, dan jurnalis terkenal. Ia
pandai, berwibawa, memiliki karisma yang besar, dan berkeyakinan teguh akan masa depan peradaban Islam
yang cemerlang. Di tengah keterbelakangan kaum muslim dan gejolak kolonialisme bangsa Eropa di negri-
negri Islam, al-Afghani menjadi seorang tokoh yang amat mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi-
aksi sosial pada abad ke-19 dan ke-20. Salah satu pemikiran Al-Afghani adalah tentang jalan untuk
memperbaiki keadaan umat Islam, yaitu dengan melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat
pada umumnya dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang sebenarnya. Hati mesti disucikan, budi
pekerti luhur dihidupkan kembali dan demikian pula kesediaan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan
berpedoman pada ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.
Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 M (1265 H) di Mahallah Nasr, suatu perkampungan
agraris termasuk Mesir Hilir di Propinsi Gharbiyyah. Ayahnya bernama Abduh bin Hasan Chairullah, seorang
berdarah Turki sedangkan ibunya Junainah binti Utsman al-Kabir mempunyai silsilah keluarga besar
keturunan Umar Bin Khattab. Muhammad Abduh memberikan semangat paradigma intelektual dan membuka
jalan bagi konsep nasionalis mengenai identitas dan politik pembaharuan Mesir yang lebih sekuler.
10
3.2. Daftar Pustaka
Harun Nasution, 1991. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT Bulan
Bintang
Ade Armanto, et.al, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, Jilid 3
Al-Hakim Al-Tsair Jamal Al-Din Al-Afghani, Cairo, 1962
Munawir Sjazdili, 1933. Islam dan Tata Negara, Ajarah Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press
Harun Nasution, 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT Bulan
Bintang
11

Anda mungkin juga menyukai