Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Pengantar Studi Pemikiran Islam

Tentang :
Tokoh-Tokoh Pembaharu Dalam Islam atau Pemikiran Modern Dalam Masa Islam di
Timur Tengah dan Turki

Disusun Oleh :
Ali Mal Zulfahmi : 1811010034
Muhamad David : 1811010044

Dosen Pengampu:
Martias, S.Ag, S.Pd, M.Ag

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1440 H/2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena berkat rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul
“Tokoh-Tokoh Pembaharu dalam Islam atau Pemikiran Modern Dalam Masa Islam di Timur
Tengah dan Turki”.

Shalawat dan salam selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak lupa pula kami ucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Studi Pemikiran Islam.
Semoga apa yang beliau ajarkan bermanfaat bagi kita dan menjadi amal jariyah untuk beliau
kelak.

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian terhadap makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena tidak ada gading yang tak
retak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang
tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus
diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan
secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu
pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses
pembaharuan Islam. Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam
yang sangat memerlukan satu system yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka
mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting
yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa
perubahan phragmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga
ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Dalam makalah ini, kami lebih menekankan pada makna pembaharuan beserta
landasan dan tujuan pembaharuan Islam.

2. Rumusan Masalah
- Siapa Tokoh Pembaharuan Dalam Islam kawasan Timur ?
- Apa pemikiran dari Tokoh Pembaharuan Dalam Islam kawasan Timur ?
- Siapa Tokoh Pembaharuan Islam di Turkey ?
- Apa pemikiran dari Tokoh Pembaharuan Islam di Turkey ?

3. Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui Tokoh Pembaharuan dalam Islam kawasan Timur
- Untuk mengetahui pemikiran dari Tokoh Pembaharuan dalam Islam Kawasan
Timur
- Untuk mengetahui Tokoh Pembaharuan Islam di Turkey
- Untuk mengetahui pemikiran dari Tokoh Pembaharuan Islam di Turkey
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tokoh Pembaharuan Dalam Islam kawasan Timur


1. Jamaluddin Al-Afghani
a. Biografi
Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul,
Afghanistas tahun 1839 dan meninggal di Istambul tahun 1897.1 Tetapi penelitian
para sarjana menunjukkan bahawa ia sebenarnya lahir di kota yang bernama sama
(As’adabad) tetapi bukan di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini menyebabkan
banyak orang, khususnya mereka di Iran lebih suka menyebut pemikir pejuang
muslim modernis itu Al-As’adabi, bukan Al-Afghani, walaupun dunia telah
terlanjur mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang bersangkutan sendiri,
dengan sebutan Al-Afghani. Ia mempunyai pertalian darah dengan Husein bin Ali
melalui Ali At-Tirmizi,ahli hadis terkenal. Keluarganya mengikuti mazhab
Hanafi. Ia adalah seorang pembaharu yang berpengaruh di Mesir. Ia menguasai
bahasa-bahasa Afghan, Turki, Persia, Perancis dan Rusia.
Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengaji Al-Qur’an dari
ayahnya sendiri, di samping bahsa Arab dan Sejarah. Ayahnya mendatangkan 
seorang guru ilmu tafsir, hadits, dan fiqih yang dlengkapi dengan ilmu tasawuf

1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, op cit hal. 130
dan ilmu ketuhanan, kemudian dikirim ke India untuk mempelajari ilmu
pengetahuan modern (Erofa).
Ia menetap di Kairo dan menjauhkan urusan politik untuk berkonsentrasi
ke bidang ilmiah dan sastra Arab. Rumah tempat tinggalnya menjadi pusat
pertemuan bagi para mahasiswa, diantaranya adalah Muhammad Abduh.
Melihat kepada kegiatan politik yang demikian besar dan daerah yang
demikian luas, maka dapat dikatakan bahwa Al-Afghani lebih banyak bersifat
pemimpin politik daripada pemimpin dan pemikir pembaharuan dalam Islam,
tetapi kegiatan yang dijalankan Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-
idenya tentang pembaharuan dalam Islam.

b. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani


Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan suatu
bangsa, dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang kadangkala
berpusat di Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang mengembangkan pertanian,
industri, dan perdagangan, yang menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta.
Tetapi filsafat menurutnya merupakan ilmu yang laping teratas kedudukannya di
antara ilmu-ilmu yang lain.
Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang
universal. Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-laki dan
perempuan. Menurutnya keduanya mempunyai akal untuk berpikir, maka tidak
ada tantangan bagi wanita bekerja di luar jika situasi menginginkan.2
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama
agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan. Dalam hal
menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja melainkan perempuan pun
harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut.
2. Tahtawi
a. Biografi
 al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, ia
merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di
pertengahan pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta
merupakan kota yang berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di

2
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta: Djambatan, 1992.), h.
300
kairo. Ketika Muhammad Ali mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua
al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh
pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar dan pada
tahun 1822 ia menyelesaikan studinya.
Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-
Attar yang banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke
mesir. Gurunya al-Tahtawi ini sering mengadakan kunungan kepada ahli-ahli dari
Prancis tersebut untuk mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Dan
mereka pun menerima kunjungan itu dengan senang hatu karena mereka bisa
belajar bahasa arab dari gurunya al-Tahtawi.
b. Pemikiran
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang
universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian
kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat.
Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan
kesempatan belajar yang sama antara pria dan wanita, sebab wanita itu memegang
posisi yang menentukan dalam pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi
isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan melahirkan
putra-putri yang cerdas.3
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan.
Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak
dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan
matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra,
ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah
pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam
berbagai disiplin ilmu.4
Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta
dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik
hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar.

3
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah dan Kebudayaan
Islam. (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.) h, 220
4
Ibid, h. 221
Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab
merusak perkembangan anak didik.5
Dengan demikian, dipahami bahwa al-Tahtawi sangat memperhatikan
metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.
3. Muhammad Abduh
a. Biografi
Syekh Muhamad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah.  Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-
Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong
kaya dan bukan pula keturunan bangsawan.
Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga petani di pedesaan. 
Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi
pertolongan. Semua saudaranya membantu ayahnya mengelola usaha pertanian,
kecuali Muhammad Abduh yang oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu
pengetahuan.  Pilihan ini bisa jadi hanya suatu kebetulan atau mungkin juga
karena ia sangat dicintai oleh ayah dan ibunya. Hal tersebut terbukti dengan sikap
ibunya yang tidak sabar ketika ditinggal oleh Muhammad Abduh ke desa lain,
baru dua minggu sejak kepergiannya, ibunya sudah datang menjenguk. Beliau
dikawinkan dalam usia yang sangat muda yaitu pada tahun 1865,  saat ia baru
berusia 16 tahun.
Pendidikan Muhammad Abduh dimulai dari Masjid al-Ahmadi Thantha
(sekitar 80 Km. dari Kairo) untuk mempelajari tajwid Al-Qur'an.  Setelah dua
tahun berjalan di sana, pada tahun 1864 ia memutuskan untuk kembali ke desanya
dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya.  Waktu kembali ke desa inilah
ia dikawinkan.
b. Pemikiran
Menurut Abduk, pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial secara sistematis.
Gagasannya yang paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah bahwa ia
sangat menentang sistem dualisme. Menurutnya, dalam lembaga-lembaga
pendidikan umum harus diajarkan agama. Sebaliknya, dalam lembaga-lembaga
pendidikan agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.

5
Ibid, h. 221-222
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan
pembaharuannya adalah melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh
kurikulum pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan saat itu. Ilmu-ilmu filsafat
dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan, dihidupkan kembali. Demikian juga
dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-Azhar. Dengan memasukkan ilmu
pengetahuan modern ke lembaga-lembaga pendidikan agama dan sebaliknya,
dimaksudkan untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan ulama dan ahli
modern, dan diharapkan kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul di zaman modern.

4. Rasyid Redha
a. Biografi
Nama lengkap Muhammad Rasyid Rida adalah al-Sayyid Muhammad
Rasyid Rida ibn Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn al-Sayyid Baharuddin
ibn al-Sayyid Munla Ali Khalifah al-Baghdadi. beliau dilahirkan di Qalmun, suatu
kampung sekitar 4 Km dari Tripoli, Libanon, pada bulan Jumadil ‘Ula 1282 H
(1864 M). Dia adalah seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan
langsung dari Sayyidina Husain, putra Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah putri
Rasulullah saw.6
Pada tahun 1898 M. Muhammad Rasyid Rida hijrah ke Mesir untuk
menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dua tahun kemudian ia menerbitkan
majalah yang diberi nama “al-Manar” untuk menyebar luaskan  ide-idenya dalam
usaha pembaharuan.
b. Pemikiran
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu,
peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat Islam. Hal ini relevan dengan
pendapat gurunya (Muhammad Abduh) bahwa ilmu pengetahuan yang
berkembang di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk kemajuan mereka. 7 Beliau
juga berpendapat bahwa mengambil ilmu pengetahuan Barat modern sebenarnya
mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.8

6
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), h.
280.
7
Harun Nasution, op. cit., h. 151.
8
Ibid, h. 75
Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah membangun sekolah
misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader Muballig yang
tangguh, sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut
didirikan pada tahun 1912 di Kairo dengan nama Madrasah al-Dakwah wa al-
Irsyad.9
Dalam lembaga tersebut Ridha memadukan antara kurikulum Barat dan
kurikulum yang biasa diberikan madrasah tradisional.

5. Qasim Amin
a. Biografi
Qasim Amin di lahirkan  di kota Cairo paada tahun 1863, dari seorang
ayah Muhammad Beik Amin yang berdarah Turki dan Ibundanya berdarah Mesir
Kelahiran Sha’id. Keluarga Muhammad Beik berasal dari keluarga penguasa
negara dan tergolong kaya.
Muhammad Beik juga merupakan sosok pratisi yang tergolong ilmuan dan
kaya dengan pengalaman praktis, terutama dari pengalaman  sebagai pegawai
tinggi Turki, Beliau juga turut berperan dalam karir Amin. Karena sang ayah tidak
rela jika anaknya hanya sekedar mempunyai kemampuan teoritis.
Cara Beliau mewujudkan kepeduliannya yaitu dengan cara menjalin
hubungan yang baik dengan Mustafa Fahmi. Yaitu dengan cara, menitipkan
putranya untuk dilatih secara praktis di kantor pengacara tersebut.
Qasim Amin ialah sosok intelektual Mesir yang memiliki basis pendidikan
dan pergaulan yang luas, perjalanannya pun mulai dari Dunia Arab khas Timur
Tengah hingga dunia Eropa dan Amerika yang metropolis. Qasim Amin bisa
diandaikan sebagai “ikon” yang begitu getol memperjuangkan terciptanya
peradaban baru islam yang berbingkai keadilan, kesetaraan dan kemuliaan bagi
laki-laki dan perempuan sekaligus.
b. Pemikiran
Usaha Amin memberdayakan dan mengangkat martabat perempuan, di
mata Amin, adalah usaha untuk menegakkan apa yang di pandangnya  sebagai
prinsip  ideal Islam vis avis realitas sosial perempuan Mesir, dan juga demi sebuah
kemajuan bangsa.

9
Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit., h. 163.
Gagasan ini muncul sebagai refleksi dan wujud kepedulisn intelektual
Amin terhadap realitas perempuan Mesir. Ia juga melihat perempuan di
Mesir telah dipinggirkan dalam relasi laki-laki. Ide emansipasi wanita yang
dicetuskan oleh Qasim Amin timbul karena sentakan tulisan wanita prancis  Duc.
D’ Haorcourt yang mengkritik  struktur sosial masyarakat Mesir, terutama
keadaan perempuan di sana.10
Qasim Amin begitu menaruh harapan kepada kaum perempuan untuk
dapat menempuh pendidikan. Karena terdapat hubungan yang positif antara
pendidikan perempuan dengan kemajuan perempuan. Pendidikan untuk
perempuan di yakini sebagai salah satu cara untuk melepaskan kaum perempuan
Mesir dari perlakuan diskriminatif.

6. Thaha Husein
a. Biografi
Thaha Husein dilahirkan tahun 1889 M. di Izbat al-Kilu. Ketika berumur
dua tahun telah terkena penyakit optualmia (kebutaan), penyakit yang biasa
menyerang anak-anak ketika itu, namun penyakit tersebut tidak menghalanginya
menuntut ilmu. Ia belajar al-Quran dan dapat menghafalnya pada usia sembilan
tahun.
Pada tahun 1902, ia dikirim orang tuanya untuk belajar di al-Azhar dengan
harapan agar kelak Thaha Husein menjadi alim Azhar, memberi palajaran agama
dalam halaqah yang besar.
Akan tetapi Thaha Husein keluar dari al-Azhar, ia kecewa dengan sistem
pengejarannya yang sempit dan tidak berkembang serta materi pelajarannya amat
tradisonal dan menjemukan. Pada tahun 1905, ia mendalami pemikiran
Muhammad Abduh, salah satu yang amat menonjol dari keterpengaruhannya
adalah sikapnya yang menentang praktek tawassul di desanya sehingga dicap
sebagai seorang yang tersesat dan menyesatkan.
Pada tahun 1908 bersamaan dengan dibukanya Universitas Kairo, Thaha
Husein mendaftarkan diri, di sinilah ia berkenalan dengan sederatan orientalis
semisal Iguazio Buidi, Enno Litman, Santillana, Nallino dan Masignon. Pada
tanggal 5 Mei 1914 Thaha Husein mempertahankan disertasinya yang

10
Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki, Menggurat Perempuan
Baru, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) h. 85-109
berjudul Dzikra Abi al-'Ala dan berhasil yudisium jayyid jiddan pada tahun itu
juga Thaha Husein dikirim ke Perancis untuk belajar sejarah.
b. Pemikiran
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat bahwa
perguruan tinggi adalah sarana terbaik mencetak ilmuwan dan tenaga ahli yang
diharapkan melakukan perubahan-perubahan fundamental yang dapat memajukan
Mesir yang saat itu masih berada pada kondisi yang memprihatinkan dan
terkebelakang dalam berbagai bidang khususnya pendidikan, di banding dengan
Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual,
keilmiahan, dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan intelektual dan
kemerdekaan jiwa menurutnya hanya bisa diperoleh melalui kemerdekaan ilmu
dan intelektual.
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual, maka beliau
menegaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem dan
metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke Perguruan Tinggi, demikian juga
metode penelitiannya.
Gagasan Thaha Husain ini memiliki arti penting bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di Mesir karena mampu melahirkan inovasi-inovasi baru dalam
bidang pendidikan dan di sinilah muncul kemampuan belajar efektif dalam belajar
yang sesungguhnya.

B. Tokoh Pembaharuan Islam di Turki


1. Sultan Mahmud II
Kegagalan Sultan Sanlim III tidak menyulutkan penggantinya  Sultan
Mahmud II untuk mengadalan pembaharuan. Pada tahun 1826 Sultan Mahmud II
membentuk korp tentara baru di luar Jeniseri dan menggunakan instruktur dari Mesir 
tidak berasal dari Eropa agar tidak direspon negatif oleh ulama dan segera
membubarkan. 
Jeniseri serta melarang Tarekat Bektasy, mengadakan penghapusan wajir
agung diganti dengan perdana menteri, wajir agung pada saat itu dipegang oleh syaikh
al-Islam, pembaharuan sistem hukum yang memberlakukan hukum sekuler di
samping hukum syari’ah, peradilan syariah diserahkan kepada syaikh al-Islam
sedangkan peradilan sekuler diserahkan kepada Majlich-I Ahkam-I Adliye, dan
pembaharuan di bidang pendidikan dengan membentuk sekolah umum ( Mekteb-I
Ma’arif) dan sekolah sastra ( mekteb-i ‘Ulum-u Edebiye).11
2. Tanzimat
Sepeninggal Sultan Mahmud II, gerakan pembaharuan dilakukan oleh Abdul
Majid (1839-1861) dengan perdana menteri Rasyid Pasya. Periode ini disebut masa
Tanzimat  yang mengandung arti peraturan dan perundang-undangan baru. Tokoh-
tokoh Tanzimat antara lain: Rasyid Pasya, Mehmed Sadik Rifat Pasya, dan
Muhammad Ali Pasya dan Fuad Pasya.
Diantara beberapa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan pada masa
tanzimat antara lain:12
a. Piagam Hatt-I Sherif Gulhane tahun 1839 sebagai dasar pembaharuan di bidang
administrasi, perpajakan, hukum, pendidikan, kau minoritas dan militer yang
menyebabkan perang di Crimea akibat penolakan kaum ulama akibat dari 
reduksi  peran ulama.
b. Piagam Hatt-I Humayun ( 1856 M) yang mengakomodir hak-hak minoritas.
Piagam ini mendapat reaksi keras dari ulama dan kelompok penduduk yang
berpendidikan Barat yang tergabung dalam Usmani Muda.
3. Utsmani Muda
Usmani Muda merupakan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1865
dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut menjadi pemerintahan yang
konstitusional. Tokoh Usmani muda antara lain Mihdat Pasya, Ziya Pasya, dan Nanik
Kemal.
Kematian Perdana Menteri Ali Pasya ( 1871 M)  menandai berakhirnya
Tanzimat, gerakan pembaharuan diganti oleh kelompok Usmani Muda yang berhasil
menurunkan secara paksa Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 melalui fatwa Syaikh
al-Islam dan diganti oleh Murad V yang mendapat dukungan Usmani Muda. Akan
tetapi karena Murad V dianggap tidak berhasil memimpin Turki Usmani dan
dianggap sakit mental oleh Syaikh al-Islam di kemudian hari, maka diganti oleh S
sultan Abdul Hamid ( 31 Agustus 1876) dan perdana menterinya Mihdat Pasya salah
seorang tokoh Usmani Muda.13

11
H.M. Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Isam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 3
12
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke masa, Bandung: Remaja Rosdakarya,  hal. 283
13
John J. Donohue, John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal.
144-145
Usmani Muda dalam pembaharuannya terbagi kepada 2 partai ditinjau dari
segi liberalisnya. Usmani Muda pertama liberal yang menghendaki sistem
pemerintahan otonomi bagi daerah-daerah ( desentralisasi), kedua Usmani muda yang
tergabung dalam partai Ittihadi ve Terekki, pemenang pemilu 1908 yang ingin
mempertahankan sistem pemerintahan sentralistik. Dan pada tahun 1912 M, partai
tersebut juga tampil sebagai pemenang  yang melibatkan diri Turki Usmani dalam
perang Balkan bersama Jerman dengan harapan menjadi media untuk merebut
kembali daerah-daerah yang sudah memerdekakan diri sebelumnya dalam sistem
pemerintahan federasi. Diantara negara yang sudah memerdekakan diri dari Turki
Usmani Bulggaria,Austria, Yunani, Bosnia dan Herzegivina.

4. Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan Usmani Muda,
maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut.
Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang demikian timbullah
gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana
halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan
perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan rahasia, dikalangan cendekiawan
dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana melanjutkan oposisi
mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite
rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki
Muda.Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza (1859-1930),
Mehmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).14
5. Kemal At-Turk
Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah di Salonika. Sering dikenal
dengan nama Mustafa Kemal Pasya. Dan dikenal juga dengan Mustafa Kemal
Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat julukan Ghazi, artinya sang
pembela keyakinan. Julukan ini diberikan ketika beliau dengan gemilang membawa
Turki kepada kemenangan dalam perang kemerdekaan melawan Yunani, Mustafa
Kemal dielu-elukan dan dipanggil dengan gelar kehormatan Ghazi. Ayahnya bernama
Ali Riza, seorang juru tulis rendahan di salah satu kantor pemerintahan di kota itu.
Beliau sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara menegak racun.
14
Ibid,
Sedangkan Ibunya bernama Zubayde, seorang wanita sholihah. Ali Riza meninggal
saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya.15
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak
terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia secara brutal menentang
peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia sering memaki-maki gurunya saat
bersekolah. Sehingga suatu hari pernah ditampar salah satu gurunya karena sang guru
sudah kehilangan kesabaran menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya,
Mustafa Kemal kecil lari dan tidak mau masuk sekolah lagi.

15
Ibid, h. 146
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakteristik pembaharuan Islam yang terjadi di Mesir dan Turki ada  keragaman
yang menjadi  acuan serta latar belakang tokohnya. Pembaharuan di Mesir lebih banyak
berangkat dan digerakan pembaharuan pemikiran akademis baik itu dari lulusan Al-Azhar
sebagai tempat khazanah ilmu atau perguruan tinggi lainnya. Begitu pula latar belakang
kehidupan dan pengalaman seorang tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan
pembaharuan yang dilakukannya, seperti adanya perbedaan gerakan pembaharuan 
Jamaludin al-Afghani dengan Muhammad Abduh.  Sedangkan pembaharuan di Turki
lebih terpokus kepada tokoh kepemimpinan atau kelompok yang  menyokong kekuasaan
pada saat itu dengan melihat Barat sebagai acuannya.
Di Mesir tokoh pembaharuan berhadapan dengan keadaan pola pendidikan, politik
dan sosial keagamaan masyarakat yang sedang mengalami penjajahan dari bangsa Barat,
sementara di Turki melihat Barat sebagai negara yang telah mengalahkan mereka di
kancah perpolitikan dunia dengan cara mengimbangi atau lebih banyak belajar kepada
Barat dalam segala halnya. Sehingga segala sesuatu yang akan menghalangi tujuan
tersebut akan dilawan  dengan cara revolusioner seperti yang dilakukan Mustafa  Kemal
yang menghapuskan kekhilafahan Turki Usmani menjadi Republik Turki.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan
yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Islam dari Masa ke masa, Bandung: Remaja /Rosdakarya.

John J. Donohue, John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

H.M. Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Isam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang,
1994.

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang. 

Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki, Menggurat


Perempuan Baru, .Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan,


1992.

Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.

Anda mungkin juga menyukai