Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU KALAM

PEMIKIRAN ULAMA MODERN DAN KONTEMPORER

‘‘Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah Ilmu Kalam’’

Disusun Oleh :

Kelompok 12

Hanif Maulana 2122508

Ahmad Zacky 2122530

Dosen Pengampu :

Melfa Nelodi S.Ag M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M.DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah, berkat rahmat dan


karunia-Nyalah sehingga penulis dapat merampungkan makalah ini. Salawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepadanya, keluarganya, para sahabatnya, dan
Insya Allah sampai kepada kita semua yang tetap istiqamah pada risalah yang
dibawahnya untuk mencerahkan dunia ini, yang dulunya dunia ini diliputi
kegelapan akan kejahiliaan, menjadi dunia yang penuh dengan cahaya Islam yang
terang-benderang.

Seiring dengan bergantinya zaman, maka semakin banyak pula pendapat


dari para Ulama, baik itu Ulama Kontemporer maupun Ulama Modern,
khususnya dalam mengkaji Ilmu Kalam. Melihat fenomena ini, maka penulis
mencoba mengupas tentang pemikiran Kalam dari para Ulama Kontemporer
maupun Ulama modern. Makalah yang anda pegang sekarang ini berjudul
“Pemikiran Kalam Ulama Kontemporer dan Modern”.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu


yang telah membimbing penulis sehingga bisa menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok yang diberikan.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita tentang Keislaman,


dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Bukittinggi, 29 November 2023

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................iii
A. Latar Belakang......................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah.................................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................1
A. Ulama Syekh Muhammad Abduh.........................................................................1
B. Sayyid Ahmad Khan...............................................................................................2
C. Sir Muhammad Iqbal.............................................................................................4
D. Ismail Raji Al-Faruqi.............................................................................................6
E. Hasan Hanafi...........................................................................................................9
F. H.M.Rasyidi.............................................................................................................11
G. Harun Nasution.......................................................................................................12
BAB III PENUTUP...........................................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................................13
B. Saran........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ajaran Islam yang ajarannya berdasarkan dari Al Qur’an dan Al Hadits telah diyakini
oleh umat Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh perputaran
zaman. Pada dasarnya islam itu satu, tetapi pada kenyataannya bahwa tampilan Islam itu
beragam, karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam, perubahan zaman
telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda. Misalnya, ada komunitas yang
senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan, ada pula yang senang
pemerintahan Republik.

Bahkan, ada yang ingin kembali ke Pemerintah bentuk Khilafah ada yang terikat
dengan teks Al Qur’an dan Hadits dalam memahami ajaran Islam. Tampaknya, pemahaman
itu utuh, pesan Ketuhanan dapat ditangkap, Fanatik buta dapat diredam, sejarah tampilan
ajaran Islam dari waktu ke waktu perlu dicermati. Dengan cara ini proses terselenggaranya
syari’at Islam di masa Nabi dan generasi-generasi berikutnya dapat dipahami. Dalam era
Kontemporer ini kemudian teraktualisasi perdebatan Kalam di kalangan Tokoh Modernis.

B. Rumusan Masalah

1. Pemikiran Ulama Syekh Muhammad Abduh


2. Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
3. Pemikiran Sir Muhammad Iqbal
4. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi
5. Pemikiran Hasan Hanafi
6. Pemikiran H.M.Rasyidi
7. Pemikiran Harun Nasution

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami Pemikiran Ulama Syekh Muhammad Abduh


2. Memahami Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
3. Memahami Pemikiran Sir Muhammad Iqbal
4. Memahami Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi
5. Memahami Pemikiran Hasan Hanafi
6. Memahami Pemikiran H.M.Rasyidi
7. Memahami Pemikiran Harun Nasution

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Syekh Muhammad Abduh

Karir Muhammad Abduh sendiri dimulai setelah Abduh menamatkan kuliahnya pada
tahun 1877,atas usaha Perdana Mentri Riadl Pasya,Ia diangkat menjadi dosen pada
Universitas Darul Ulum,disamping itu menjadi dosen pula pada Universitas al-Azhar ,Ia terus
mengadakan perubahan-perubahan yang radikal sesuai dengan cita-citanya,yaitu memasukan
udara baru yang segar pada perguruan-perguruan tinggi Islam itu,menghidupkan Islam
dengan metode-metode baru baru sesuai dengan kemajuan zaman,memperkembangkan
kesusastraan Arab sehingga ia merupakan bahasa yang hidup dan kaya raya ,serta
melenyapkan cara-cara lama yang kolot dan fanatik. Tidak itu saja ia mengkritik politik
pemerintah pada umumnya, terutamasekali politik pengajarannya yang menyebabkan para
mahasiswa Mesir tidak mempunyai roh kebangsaan yang hidup,sehingga rela dipermainkan
oleh politik penjajah asing.1

Di al-Azhar sendiri Ia mengajar logika, teologi dan filsafat, etika dan sejarah. Untuk
etika dipilihnya buku Tahzib al-Akhlaq (pembinaan akhlaq) karangan Ibnu Maskawaih dan
Sejarah Peradaban Eropa karangan F. Guizot untuk pelajaran sejarah..

1) Pemikiran Pembaharuan di Bidang Pendidikan

Salah satu isu paling penting yang menjadi perhatian Abduh sepanjang hayat dan
kariernya adalah pembaharuan pendidikan. Baginya pendidikan itu penting sekali, sedangkan
ilmu pengetahuan itu wajib dipelajari, bahkan hal itu juga menjadi tujuan hidupnya. Ia
menulis tujuan hidupnya ada dua: (1) membebaskan pemikiran dari ikatan taqlid dan
memahami ajaran agama sesuai dengan jalan yang ditempuh ulama zaman klasik (salaf),
zaman sebelum timbulnya perbedaan-perbedaan faham yaitu dengan kembali kepada sumber
utamanya, (2) memperbaiki bahasa Arab yang dipakai baik oleh instansi-instansi pemerintah,
maupun surat-surat kabar dan masyarakat umumnya dalam surat menyurat.2

Yang juga menjadi perhatiannya adalah mencari alternatif jalan keluar dari stagnasi
yang dihadapinya sendiri di sekolah agama Mesir, yang tercerminkan dengan baik sekali
dalam pendidikannya di a1-Azhar. Dia mengkritik sekolah modern yang didirikan oleh
misionaris asing, dia juga mengkritik sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Katanya di
sekolah misionaris, siswa dipaksa mempelajari Kristen sedangkan di sekolah pemerintah
siswa tidak diajar agama sama sekali.

Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Teologi

1
Studi Pemikiran Muhammad Abduh  Komaruzaman TARBAWI 96 Vol. 3. No. 01, 2017,
hal.90-101.
2
JURNAL SASTRANESIA Vol. 3, No. 3 2015. Hal.16.

1
Menurut Abduh, sebab-sebab yang membawa kemunduran adalah faham jumud yang
melanda kalangan umat Islam. Dalam kata jumud terkandung pengertian membeku, statis dan
tidak ada perubahan. Umat Islam berpegang teguh pada tradisi dan tidak mau menerima
perubahan. Paham ini dapat dimungkinkan karena pengaruh dunia non-Arab yang telah
berhasil memegang kekuasaan politik dunia Islam yang tidak menginginkn rakyatnya maju.
Rakyat ditinggalkan dalam kebodohan agar mudah diperintah dan dikendalikan. Di samping
itu, dunia Islam telah dicemari praktek bid’ah, seperti pemujaan yang berlebihan pada
“syaikh dan wali”, taqlid pada ulama’-ulama’ terdahulu dan penyerahan secara bulat-bulat
dalam segala-galanya kepada qodo’ dan qodar.

Menurut Abduh, jalan untuk mengetahui Tuhan bukanlah wahyu saja tetapi juga akal.
Akal dengan kekuatan yang ada dalam dirinya berusaha memperoleh pengetahuan tentang
Tuhan dan wahyu, yang turun untuk memperkuat pengetahuan akal dan untuk menyampaikan
kepada manusia apa yang tak diketahui akalnya. Menurut Abduh akal dapat mengetahui dua
dasar pokok dalam agama, yaitu kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban melakukan
perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat. Dari dua masalah pokok itu dipecah menjadi
empat, yaitu :

1. Mengetahui Tuhan
2. Kewajiban berterima kasih kepada Tuhan
3. Mengetahui kebaikan dan kejahatan
4. Mengetahui kwajiban berbuat baik dan kwajiban menjauhi perbuatan jahat.

2) Pemikiran Pembaharuan di bidang Sosial Keagamaan

Menurut Abduh, sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah faham jumud
yang terdapat dikalangan umat Islam. Karena paham jumud inilah umat Islam tidak
menghendaki perubahan, umat Islam statis tidak mau menerima perubahan. Adapun
pokok-pokok pikiran Abduh dalam bidang sosial keagamaan adalah: (1) Kemajuan agama
Islam itu tertutup oleh umat Islam itu sendiri, dimana umat Islam beku dalam memahami
ajaran Islam, dihafalkan lafaznya tapi tidak berusaha mengamalkan isinya. (2) Akal
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, menurutnya ‘‘agama islam
sejalan dengan akal dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menggunakan akal’’. 3)
Ajaran Islam sesuai dengan pengetahuan modern begitu pula ilmu pengetahuan modern
juga sesuai dengan ajaran Islam.

B. Sayyid Ahmad Khan

Sejalan dengan paham Qadariah yang dianutnya, ia menentang keras taklid. Khan
berpendapat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan
zaman. Gaung peradaban Islam klasik masih melenakan mereka sehingga tidak menyadari
bahwa peradaban baru telah timbul di Barat. Peradaban baru ini timbul dengan berdasarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan inilah penyebab utama bagi kemajuan dan kekuatan
orang Barat.

2
Menurutnya, hubungan Tuhan dengan manusia itu laksana hubungan arloji dangan
pembuatnya. Arloji akan terus berjalan secara mekanik tanpa ada hubungan lagi dengan
pembuat. Apa yang diprogramkan si pembuat itulah ketetapan yang mesti dijalaninya. Begitu
juga dengan manusia, ia tidak berbeda dengan arloji.

Menurutnya, Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam, karena
hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Quran adalah firman-Nya maka sudah tentu
keduanya seiring sejalan dan tidak ada pertentangan.

Mengenai kedua sumber hukum Islam, ia amat kritis. Apalagi hadis, yang
kedudukanya sebagai sumber kedua dalam hukum Islam, amat hati-hati dipakainya. Karena
menurutnya hadis banyak yang palsu, yang sahih saja kalau bertentangan dengan Al-Quran,
perlu dipertimbangkan untuk dipakai. Atas dasar tersebutlah ia memunculkan konsep ijtihad
baru dan rasionalisme. Ia menolak taklid dan membawa Al-Quran untuk menguraikan
relevansinya dengan masyarakat baru pada zaman tersebut. Sebagai konsekuensi dari
penolakan terhadap taklid, Khan memandang perlu diadakan ijtihad-ijtihad-ijtihad baru untuk
mrnyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi masyarakat yang
senantiasa mengalami perubahan.

Beberapa karya Ahmad Khan yang terkenal sebagai bagian ide pembaruan, salah
satunya yaitu, Tahzibul Akhlaq, ‘Ala Dahiyyin. Sebagai puncak pengakuan dunia (Barat) atas
jasa-jasanya, Universitas Eidenburg memberikan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang
hukum pada tahun1889.3

Diantara ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut:

1. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India,
dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan
penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan
bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya
akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian
dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu bukanlah
kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan
memperkuat hubungan baik dengan Inggris.
2. Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak
mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul
peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia.
Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi
sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal
bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal,
3
Rozak, Abdul; Anwar, Rosihin, Ilmu Kalam Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Cet ke-V Pustaka Setia: Bandung,
2010. Hal. 219.

3
sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia
dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan
selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan
Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud
semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus
hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud sesuatu itu akan lenyap.

3. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan
menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an
dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam
dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern.
Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami
perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan
pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam
mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam
yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada hadits
buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian
yang seksama tentang keasliannya.

4. Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya,
adalah system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan
oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system
monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus
tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib
dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam
keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi
pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari
pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah,
perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam..

5. Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan
satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat
Islam harus mempunyai Negara tersendiri, Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu
Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam
mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.

C. Sir Muhammad Iqbal

Sir Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari kasta
Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal Salih. Guru pertama
Sir Muhammad Iqbal adalah ayahnya sendiri, kemudian beliau dimasukkan ke sebuah
Makhtab untuk mempelajari Al Qur’an.

4
Setelah itu ia dimasukkan di Scottish Mission School. Di bawah bimbingan Mir
Hasan. Ia diberi pelajaran Agama,Bahasa Arab, dan Bahasa Persia. Setelah menyelesaikan
sekolahnya di Sialkot, Muhammad Iqbal pergi ke Lahore, sebuah kota besar di India untuk
melanjutkan belajarnya di Government College.

Ketika belajar di India, ia menawarkan beberapa konsep pemikiran, seperti, perlunya


pengembangan Ijtihad dan dinamisme Islam. Pemikiran ini muncul sebagai bentuk
ketidaksepakatannya terhadap perkembangan dunia Islam enam abad terakhir. Posisi umat
Islam mengalami Kemunduran. Perkembangan Islam pada enam abad terakhir, umat Islam
berada dalam lingkungan kejumudan yang disebabkan kehancuran Baghdad sebagai symbol
peradaban ilmu pengetahuan dan agama pada pertengahan abad 13.4

Setelah belajar di India, Sir Muhammad Iqbal pindah ke Munich, Jerman. Disana ia
memperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The Development
of Metaphysics in Persia (perkembangan Metafisika di Persia).

Ia tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Setelah kembali dari Munich, ia
menjadi advokat dan juga sebagai dosen. Salah satu karyanya yang berjudul The
Recontructions of Religius Thought in Islam merupakan kumpulan ceramah-ceramahnya
sejak tahun 1982 dan merupakan karya terbesarnya dalam bidang Filsafat.

Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua konferensi
tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan tahun 1992, beliau ikut
dalam Konferensi Meja Bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada
bulan Oktober tahun 1933, beliau di undang ke Afganistan untuk membicarakan
pembentukan Universitas Kabul. Pada tahun 1935, beliau jatuh sakit dan bertambah parah
setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan beliau meninggal pada tanggal 20
April 1935.5

Berikut pemikiran kalam Sir Muhammad Iqbal:

1. Hakikat Teologi

Secara umum beliau melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan,
mendasarkan pada esensi tauhud (universal dan inklusivistik). Didalamnya terdapat
jiwa yang bergerak berupa “ persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan ”.
pandangannya tentang ontologi teologi membuatnya behasil melihat anomali
(penyimpanan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik.

2. Pembuktian Tuhan

Dalam membuktikan eksistensi Tuhan,beliau menolak argumenteleologis yang


berusaha yang membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari
sebelah luar. Walaupun demikian, beliau menerima landasan teleologis yang imamen

4
Abdul Wahab Azzam, Iqbal, Siratuh wa Falsafah wa Syi’ruh. (Bandung: Pustaka, 1985), hal. 1
5
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hal.220-221.

5
(tetap ada). Untuk menopang hal ini, beliau menolak pandangan yang statis tentang
matter serta menerima pandangan Whiteheaad tentangnya sebagai struktur kejadian
dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata dalam konsep tersebut
ditemukan beliau dalam “jangka waktu murni”-nya Bergson, yang tidak terjangkau
oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni”, ada perubahan, tetapi tidak ada
suksesi (penggantian).

3. Jati Diri Manusia

Faham dinamisme beliau berpengaruh besar terhadap jati diri manusia.


Penelusuran terhadap pendaptnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya
tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosfisnya. Kata itu diartikan dengan
kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan
mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya,
seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana denga
Allah.

4. Dosa

Beluai secara tegas menyatakan dalam seluruh kualitasnya bahwa Al-Quran


menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam
hubungan ini, beliau mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena
memeakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisis pelajaran tentang “kebangkitan
manusia dari kondisi primitif yang dikuasai oleh hawa nafsu naluriah kepada
pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu
mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan “timbulnya
ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memiliki.”

5. Surga dan Neraka

Surga dan Neraka, kata beliau adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-
gambaran tentang keduanya di dalam Al-Quran adalah penamplan-penampilan
kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Quran
adalah “api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati,”
pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan mnausia. Surga adalah
kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai golongan
yang menuju kepada perpecahan.

D. Ismail Raji Al-Faruqi

Al Faruqi memiliki perjalanan hidup yang cukup menantang dan dinamis. Hijrah
secara geografis, sosial dan pendidikan menjadi selimut perjalanan panjang Al Faruqi dalam
kehidupannya. Ismail Raji Al Faruqi dilahirkan di palestina di daerah Jaffa, yaitu pada
tanggal 1 Januari 1921. Ayahnya bernama Abdul Huda Al Faruqi, seorang qâdhi terkemuka
di Palestina. Philip K. Hitti (1974) menguraikan jika dipandang secara geografis, wilayah

6
Palestina awalnya merupakan daerah yang berada di bawah penaklukan Romawi. Selanjutnya
palestina dibawa kekuasaan oleh bangsa Arab pada masa khalifah Umar bin Khattab. Pasca
masa penaklukan atau ekspansi ini penduduknya sebagian besar memeluk Islam dan bersama
dengan pasukan Arab turut serta berjihad di dalam berbagai penaklukan dan perluasan
wilayah kekuasaan Islam.

M. Shafiq (2000) menuliskan bahwa pada tahun 1948, ketika Palestina diduduki oleh
Yahudi, kondisi dan situasi ini memaksa Faruqi dan keluarganya pindah dari Palestina dan
selanjutnya bermigrasi ke negeri Paman Sam. Di Amerika Faruqi melanjutkan studi di
Indiana University’s Graduate School of Arts and Sciences dan memperoleh gelar Master of
Art pada bidang filsafat..6

Ismail Raji Al Faruqi, Selain sebagai aktivis beliau juga aktif dalam menulis untuk
menuangkan gagasan-gagasan sebagai bagian dari kegelisahan akademik beliau. Fokus kajian
keilmuannya meliputi masalah dunia Islam, modernitas, Ilmu pengetahuan dan Islamisasi
Ilmu pengetahuan. Seperti yang tertulis dalam beberapa karyanya di bawah ini:

Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi

Al Faruqi merupakan pemikir Islam yang berpegangan pada konsep tauhid dalam
setiap dimensi kehidupan khususnya yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Dalam hal
islamisasi ilmu pengetahuan Al Faruqi menawarkan kerangka kerja untuk mengintegrasikan
ilmu pengetahuan modern dengan ilmu-ilmu keislaman.

Pemikiran Al Faruqi memiliki implikasi positif baik bagi personal pemikir Islam, dan
juga pada perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan. Setidaknya
pemikiran Al Faruqi menjadi turbin penggerak semangat pemikir Islam kontemporer untuk
melakukan integrasi ilmu pengatahuan, bahkan sampai menciptakan situasi yang lebih tinggi
yaitu transdisipliner. Selanjutnya jika diinterpretasikan dan diimplemetasikan dalam praktek
pendidikan, maka lembaga pendidikan mempunyai visi yang berbasiskan pada ketauhidan.

1. Konsep Tauhid

Barbour (1966) menjelaskan konsentrasi terhadap kehidupan material dan benda saja
tidak dapat memenuhi hakikat hidup manusia, karena manusia memerlukan dimensi
spiritualitas dalam system dan pola kehidupannya. Sebagai respons terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi modern, terdapat kecenderungan para ilmuwan dan para teolog untuk
merelasikan dan mendamaikan tujuan yang dipikul ilmu pengetahuan dengan ajaran agama.

Dalam konteks pendidikan, Al Faruqi memberikan konsep pemikiran dan arah baru
bertalian dengan paradigma pendidikan Islam selama ini yang selalu mencari dan
menerapkan sistem filsafat Barat, terutama tentang konsep dikotomi pendidikan. Menurutnya,
dikotomi pendidikan harus dibumi hanguskan dan disubtitusi dengan paradigma pendidikan
yang terpadu dan terintegrasi. Konsep pendidikan yang selama ini dibangun dan diterapkan
tidak berpedoman pada konsep awal tauhid. Jika Islam memandang tujuan pengembangan
6
, Aris Try Andreas Putra Jurnal Pemikiran ,Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.2020. hal. 23-
26.

7
obyek didik untuk mencapai awarness atas eksistensi tuhan sang pencipta, maka segala
aktivitas yang dilakukan untuk menuju tujuan tersebut seharusnya berakar pada konsep
tauhid. 7

Sebagai landasan awal dalam pendidikan, Al Faruqi membangun konsep pendidikan


Islam bermula dari pendidikan keluaga. Menurut Al Faruqi (1982), tauhid sebagai prinsip
keluarga, memposisikan keluarga sebagai media untuk memenuhi tujuan Ilahi
(penghambaan). Keluarga memancarkan suatu relasi yang luas dan kompleks karena di
dalamnya tercipta suatu nilai pendidikan dasar. Nilai pendidikan dasar tersebut seperti nilai
mencintai, menolong, mendukung, dan nilai lainnya.

2. Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Lembaga Pendidikan

Islamisasi ilmu pengetahuan adalah konsep yang bertujuan menyaring ilmu-ilmu


pengetahuan yang tidak berlandaskan pada nilai-nilai ketauhidan agar sesuai dengan ajaran
agama Islam. Menurut Al Faruqi (1982), Islamisasi merupakan upaya “meredefenisi,
mereformulasi, mereposisi, argumen dan rasionalisasi yang bertalian dengan berbagai
fenomena dan fakta, selanjutnya melakukan penilaian atau reassessment, membuat
kesimpulan dan tafsiran baru, menyusun kembali tujuan-tujuan sehingga disiplin ini
memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi harapan dan citacita umat Islam.
Berdasarkan perumusan tersebut maka integrasi ilmu pengetahuan merupakan turbin
penggerak dinamisnya kehidupan akademik di lembaga pendidikan khususnya di lembaga
pendidikan tinggi. Sejarah mencatatkan setelah Abad 14-15 M peradaban Islam mengalami
kemunduran ditandai dengan hancurnya dinasti Abbasiyah sebagai bukti besar kejayaan
kebudayaan dan peradaban umat islam.

Faruqi (1986) menjelaskan bahwa seluruh disiplin kelimuan harus diwujudkan


kembali sehingga ilmu dapat mengungkapkan relevensi Islam selama ketiga pokok Tauhid
yaitu: kesatuan pengetahuan, hidup dan kesatuan sejarah diimplementasikan dalam
kehidupan manusia. Sebagai penegasan dari kesatupaduan sumber-sumber kebenaran. Tuhan
pencipta alam dari mana manusia memperoleh pengetahuannya. Objek pengetahuan adalah
pola-pola alam yang merupakan hasil karya Tuhan.

Faruqi (1989) menguraikan dalam bukunya Islamization of Knowledge bahwa ilmu


modern bukannya bersifat universal, tetapi umumnya bersifat etnosentrik dan eurosentrik
(kecenderungan ilmu pengetahuan dan tafsiranya hanya berpusat pada benua eropa atau
bangsa eropa). Maka ilmu pengetahuan modern tidak boleh digunakan apa adanya,
khususnya dalam masyarakat Islam yang mempunyai nilai dan kepercayaan yang berbeda
dengan peradaban Barat. Selanjutnya, Hasim (2005) menjelaskan, Al Faruqi melihat
pentingnya mengembalikan visi pendidikan Islam pada visi tauhid Hal ini jelasterlihat pada
beberapa pemikirannya yang terangkum dalam karyanya “tauhid its implication of knowledge
and life”. Al Faruqi menjelaskan bahwa seluruh hasil pemikiran ilmu pengetahuan dan aspek
dimensi kehidupan harus dijiwai oleh tauhid sebagai esensi utama dalam ajaran Islam.

7
Ibid. Hal. 23-30.

8
Islamisasi ilmu Faruqi (1989) yaitu, memuat rencana 12 (dua belas) program kerja
untuk islamisasi ini yang kemudian program kerja tersebut dijadikan 5 (lima) landasan objek
rencana kerja islamisasi ilmu pengetahuan. Landasan objek tersebut relevan dengan kondisi
lembaga pendidikan tinggi sebagai laboratorium implementasi nilai-nilai islamisasi ilmu
pengetahuan, sebagai berikut:

1. Menguasai disiplin-disiplin ilmu modern. Disiplin ilmu modern merupakan bidang


ilmu sains, dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
2. Menguasai ilmu pengetahuan yang memiliki wilayah kajian studi Islam.
3. Menentukan relevansi Islam secara spesifik pada setiap bidang ilmu pengetahuan
modern yang ada.
4. Menemukan metode untuk melakukan integrasi, sintesis antara nuansa Islam dengan
ilmu pengetahuan modern.
5. Mengarahkan pemikiran Islam pada wilayah atau domain yang mengarah pada
terpenuhinya pola rancangan Allah atau sunatullah.

Menurut Faruqi ilmu pengetahuan modern jauh dari substansi ketauhidan. Sehingga
perlu upaya islamisasi ilmu pengetahuan dengan memperhatikan langkahlangkah yang telah
ditetapkan oleh Faruqi. Langkah tersebut dimulai penguasaan terhadap ilmu pengetahuan
modern, mereformulasi kembali ilmu modern, memasukkan substansi ajaran Islam
selanjutnya sampai pada kegiatan mensosialisasikan ilmu pengetahuan hasil perkawinan
antara ilmu pengetahuan modern dengan khasanah keislaman.

E. Hasan Hanafi

Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia lahir
pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan Al-
Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi
keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang
telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab,
Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa moderen. 8 Hal ini menunjukkan bahwa
Mesir, terutama kota Kairo, mempunyai arti penting bagi perkembangan awal tradisi
keilmuan Hasan Hanafi. Selain itu ia juga mempelajari pemikiran sayyid Quthub tentang
keadilan sosial dan keislaman.

Untuk mengetahui perkembangan pemikiran Hassan Hanafi, secara sederhana dapat


dibagi menjadi tiga periode. Pertama, tahun 1960-an, Kedua, tahun 1970-an, Ketiga, tahun
1990-an.

Pada awal dasawarsa 1960-an pemikiran Hanafi di pengaruhi oleh faham-faham


dominan yang berkembang di Mesir, yaitu nasionalistik-sosialistik-populistik yang juga
dirumuskan sebagai ideology Pan Arabic, dan oleh situasi nasional yang kurang
menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun 1967.

8
Iwad, Dirasat fi al-Hadlarat, Kairo: Dar al-Mustaqbal al-‘Arabiy, 1989, hal. 133.

9
Untuk tujuan rekonstruksi itu, selama berada di Perancis ia mengadakan penelitian
tentang metode interpretasi sebagai upaya pembaharuan dibidang ushul fiqh (teori hukum
Islam, Islamic Legas the Ary) dan tentang fenomenologi sebagai metode untuk memahami
agama dalam konteks realitas kontemporer.

Pada fase awal pemikirannya ini, tulisan-tulisan Hanafi masih bersifat ilmiah murni.
Baru pada akhir dasawarsa itu ia mulai berbicara tentang keharusan Islam untuk
mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dan berdimensi pembebasan (taharrur
liberation). Ia mensyarat fungsi pembebasan jika diinginkan Islam dapat membawa
masyarakat pada kebebasan dan keadilan, khususnya keadilan sosial, sebagai ukuran utama.

Periode kedua, periode tahun 1970-an berbeda dengan fase awal tulisan Hanafi pada
fase ini banyak berbicara tentang problem pemikitan kontemporer sebagai uapaya mencari
penyebab kekalahan umat Islam ketika perang melawan Israel tahun 1967, Hanafi berusaha
menggabungkan antara semangat keilmuan dengan semangat kerakyatan, ia menyadari
bahwa seorang ilmuwan tidak harus hanya duduk, asyik berpikir tetapi juga harus
memberikan jalan keluar bagi rakyat yang sedang mengalami kesulitan.9

Periode 1970-an diliputi oleh situasi politik Sadat yang pro Barat dan memberikan
kelonggaran pada Israel, meskipun pada sekitar tahun pertama periode ini Sadat berhasil
menggunakan kekuatan Islam.

Periode 1980-an sampai dengan awal 1990-an, dibelatarbelakngi oleh kondisi politik
yang relatif stabil dari masa sebelumnya, sesungguhnya pemerintah Husni Mubarak belum
sepenuhnya mampu meredam gejolak kelompok radikal. Dalam situasi seperti ini, cita-cita
Hanafi ingin memperbaharui pemikiran Islam secara total. Karenanya, tahun 1980-an ia
menulis sebuah buku yang berjudul al-Turas wa al-Tajdid. Buku ini mendiskusikan sikap
yang dibutuhkan umat Islam terhadap Khazanah Barat untuk menjaga supaya tidak
teralienasi. Dalam buku ini terlihat bahwa Hassan Hanafi terlalu teoritis seperti yang
dilontarkan oleh Boulatta.

Hassan Hanafi dikenal sebagai seorang filosuf dan teologi kontemporer Mesir,
sebagai seorang pemikir, Hanafi aktif menulis buku dan aktif di dunia akademisi serta
organisasi masyarakat. Terbentuknya pemikiran Hanafi secara sosiologis (Socially
Constradted) lewat suatu proses yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi politik serta situasi
gerak intelektual di Mesir dan Perancis. Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi
tradisional, Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sstem
kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks sosial politik yang terjadi. Sementara
itu konteks sosial politik sekarang sudah berubah. Karena itu, lanjut Hanafi, kerangka-
kerangka konseptual lama masa-masa permulaan, yang berasal dari kebudayaan klasik diubah
menjadi kerangka konseptual baru, yang berasal dari kebudayaan modern.

Sebagai intelektual muslim, Hanafi berpandangan bahwa persoalan teologi belum


selesai dan tidak akan pernah selesai berhenti sejalan dengan perkembangan sejarah manusia.
9
Hassan Hanafi, Qadaya Mu’asirah fi fikrina al-Mu’ashir, Beirut, Dar al Tanwir li al-Thibai’at al-
Nasyr, 1983.

10
F. H.M Rasyidi

H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah


mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas
Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru
pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar.

Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh seangkatannya. Hal
ini dilihat dari keritikan beliau terhadap Harun Nasution, dan Nurcholis Majid. Secara garis
besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut:10

a) Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi.

Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian


ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada kesan bahwa ilmu kalam
adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam Kristen.”[2] Selanjutnya Rasyidi
menelurusi sejarah kemunculan teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah
teologi untuk menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah
lain.11

b) Tema-tema ilmu kalam

Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah
deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam
sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa
menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana
dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak
ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan
bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk.12

c) Hakikat iman

Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan
Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan
sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang.
Sikap ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.
Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga
menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan.13

G. Harun Nasution
10
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 61
11
H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution, Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 32
12
Ibid, hal. 52
13
Ibid, hlm. 63

11
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya,
Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS.
Selama tujuh tahun, Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu,
dia berada dalam lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai
pendidikan Agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah
lainnya. Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada
tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di
Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan
ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962. 14

Pemikiran Harun Nasution

a. Peranan Akal

Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam
system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill,
Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran sangat
menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan
dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian: “Akal melambangkan kekuatan
manusia”.15

b. Pembaharuan Teologi

Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya dibangun
atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia (juga di mana
saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini serupa
dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-
Afghani, Sayid Amer Ali, dan lain-lain) yang memandang perlu untuk kembali kepada
teologi Islam yang sejati. Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat Islam dengan
teologi fatalistic, irasional, predeterminisme serta penyerahan nasib telah membawa nasib
mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan.16

c. Hubungan akal dan wahyu

Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan wahyu. Ia
menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan, tetapi
keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an.17

BAB III

14
Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003) hal. 240
15
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1980) hlm. 101
16
Mansoer Faqih, Mencari Teologi Tertindas (Kidmat Dan Kritik) Untuk Guruku Prof. Harun Nasution, dalam
Suminto, hlm.167
17
Nurcholis Madjid. Teologi Islam Rasional ”Apresiasi Terhadap Wacana Praktis Harun Nasution” (Ciputat:
Cetakan, 2005), hal. 234

12
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Menurut Abduh, jalan untuk mengetahui Tuhan bukanlah wahyu saja tetapi juga akal.
Akal dengan kekuatan yang ada dalam dirinya berusaha memperoleh pengetahuan
tentang Tuhan dan wahyu, yang turun untuk memperkuat pengetahuan akal dan untuk
menyampaikan kepada manusia apa yang tak diketahui akalnya.
2. Sayyid Ahmad Khan menurutnya, Islam adalah agama yang paling sesuai dengan
hukum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Quran adalah firman-
Nya maka sudah tentu keduanya seiring sejalan dan tidak ada pertentangan.
3. Pemikiran kalam Sir Muhammad Iqbal yaitu Hakikat Teologi, Pembuktian Tuhan,
jati diri manusia, dosa, surga dan neraka.
4. Pemikiran Al Faruqi memiliki implikasi positif baik bagi personal pemikir Islam, dan
juga pada perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan.
Setidaknya pemikiran Al Faruqi menjadi turbin penggerak semangat pemikir Islam
kontemporer untuk melakukan integrasi ilmu pengatahuan, bahkan sampai
menciptakan situasi yang lebih tinggi yaitu transdisipliner.
5. Pemikiran kalam H.M Rasyidi yaitu : Peranan Akal, Pembaharuan Teologi, Hubungan
akal dan wahyu.

B. Saran

Pembuatan makalah ini dibuat guna untuk supaya bisa di pelajari dan di pahami oleh
mahasiswa, dan mohon maaf jika dalam pembuatan makalah ini ada kurangnya, supaya
dengan adanya makalah ini dapat melangsungkan proses belajar mengajar kita, dan terima
kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan serta arahan nya dan kami
dari pihak pemakalah meminta agar memberikan evaluasi terkait makalah kami.

TERIMA KASIH.

DAFTAR PUSTAKA

13
Studi Pemikiran Muhammad Abduh  Komaruzaman TARBAWI 96 Vol. 3. No. 01, 2017.

Rozalk, Abdu; Anwar, Rosihin, Ilmu Kalam Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Cet ke-V Pustaka
Setia: Bandung, 2010.

Abdul Wahab Azzam, Iqbal, Siratuh wa Falsafah wa Syi’ruh. (Bandung: Pustaka, 1985).

Aris Try Andreas Putra, Jurnal Pemikiran ,Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Kendari.2020.

Hassan Hanafi, Qadaya Mu’asirah fi fikrina al-Mu’ashir, Beirut, Dar al Tanwir li al-Thibai’at
al-Nasyr, 1983.

Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 61

H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution, Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya”,

14

Anda mungkin juga menyukai