Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU KALAM

PEMIKIRAN KALAM ULAMA KONTEMPORER


(Muhammad Abduh & Muhammad bin Abdul Wahab)

Dosen pengampu :
Dr. Akhsanul Fuadi, S.Ag., M.Pd.I.

Disusun Oleh Kelompok 9:


Siti Nurul Hikmah_221100816
Divandra Rahmat Kurniawan_221100834
Avip Zul allim_221100829
Moh Tri Kurniawan Laode_221100850

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, dan terus dapat menimba ilmu di Universitas
Alma Ata Yogyakarta
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata
kuliah Ilmu Kalam. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang
dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama,
bangsa dan negara.
Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami
sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun
apabila terdapat kesalahan.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi saya sendiri umumnya para pembaca makalah ini.
Terima kasih, wassalamu’ alaikum.

Yogyakarta, 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Biografi Muhammad Abduh.........................................................................
B. Pemikiran Kalam Muhammad Abduh...........................................................
1. Kedudukan akal.......................................................................................
2. Fungsi wahyu..........................................................................................
3. Kebebasan Manusia dan Fatalisme.........................................................
C. Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab......................................................
D. Pemikiran kalam Muhammad bin Abdul Wahhab........................................
BAB III : PENUTUP...............................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imu Kalam atau Theologi Islam di Indonesia masih sebatas dikaji di
Perguruan Tinggi Islam dan hanya diberikan di Madrasah Aliyah dengan
sedikit pembahasan. Berbeda dengan kajian fiqih atau ilmu "syariat" yang
berdimensi ibadah sering disampaikan di setiap lembaga pendidikan, baik
formal maupun informal. Demikian pula di majelis-majelis ta’lim, materi ilmu
kalam (bukan ilmu tauhid, atau usuhuludin) jarang bahkan tidak pernah
disampaikan kepada para jama’ah. Hal ini dikarenakan beberapa hal, pertama
persoalan pembahasan ilmu kalam akan menimbulkan penafsiran yang
beragam, kedua ilmu kalam memerlukan kapasitas penerima dan pemberi
materi yang memadai, ketiga ada unsur perdebatan yang berkepanjangan yang
melibatkan emosional, keempat dalam forum-forum umum seringkali harus
dihindari persoalan khilafiyah dengan kaidah "berbicaralah kepada umat
manusia sesuai dengan kadar kemampuan akal mereka (para Audiens)
Di sisi lain ajaran Islam yang universal ternyata menyangkut berbagai
bidang kehidupan, mulai dari persoalan yang pelik dalam bidang studi Islam
seperti fiqih, akhlak-tasawuf, filsafat dan - tentunya - Ilmu kalam, juga kajian
kemasyarakatan baik bidang politik, ekonomi, teknologi, sosial, budaya, hidup
berbangsa dan bernegara sampai kepada masalah-masalah praktis, masalah
rumahtangga, makanan, minuman, lingkungan, kesehatan, kebersihan dan lain
sebagainya. Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan
segala sesuatu yang berkait dengan-Nya secara rasional, dan inilah yang
sekaligus menjadi obyek formanya. Secara ilmiah, Ilmu Kalam dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, Ilmu Kalam klasik
teoritik yang hanya membahas secara teoritik aspek-aspek ketuhanan dan
berbagai kaitan-Nya, yang selama ini dibicarakan oleh berbagai aliran teologi
Islam. Teologi Lingkungan, adalah pembahasan secara mendalam doktrin-
doktrin agama Islam dengan argumen rasional yang nilainya berupaya
mengadvokasi permasalahan lingkungan alam semesta.
Ilmu Kalam atau teologi Islam adalah salah satu dari empat disiplin
keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang
agama Islam. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah ilmu kalam
atau teologi Islam masih tetap relevan untuk menjawab pelbagai tantangan
dunia modern? Oleh karena itu ketika ditulis "teologi Islam dan dunia
modern", tidak berarti terdapat dua entitas. Kata "dan" merupakan kopula
dalam konteks tersebut. Penolakan bahwa krisis atau permasalahan dunia
modern tidak harus dijawab oleh teologi Islam menjadi salah tempat. Jawaban
teologi Islam atas tantangan dunia modern lebih merupakan soal sinaran atau
lokus peristiwa persemaian teologi Islam dalam menjawab persoalan yang
ada. Sehingga perbincangan diskursus teologi dalam dunia Islam kontemporer
menyentuh banyak atau beragam dimensi dan permasalahan, yang secara
historis merupakan suatu hal yang berkembang. Ia turut ditentukan oleh faktor
relasi sosial dan infrastruktur-suprastruktur yang ikut berubah.

B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam Makalah ini yaitu :
1. Siapakah Muhammad Abduh dan bagaimanakah pemikiran kalamnya ?
2. Siapakah Muhammad bin Abdul Wahhab dan bagaimanakah pemikiran
kalamnya?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Makalah ini yaitu :
1. Mengetahui Muhammad Abduh dan pemikiran kalamnya.
2. Mengetahui Muhammad Bin Abdul Wahhab dan pemikiran kalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Abduh


Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Abdul Hasan Khairullah. Ia
lahir di Delta Nil (Mesir) Pada tahun 1849. Pada Masa kecil Muhammad
Abduh, Kedua orang tua Abduh selalu mendorong dirinya untuk belajar
membaca dan menghafal Al Qur’an. Sampai kemudian di tahun 1862. Abduh
dikirim ke Tanta untuk belajar Islam lebih dalam dan memahami ilmu Nahw,
Fiqh, Sharf, bahasa Arab, dan lain sebagainya.
Setelah merampungkan studinya di Tanta, kemudian ia melanjutkan
belajar di Al Azhar pada tahun 1886. Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al
Afghani tokoh Islam yang sangat berpengaruh pada saat itu. Kemudian pada
tahun 1871, ia menjadi murid Jamaluddin Al Afghani yang paling setia dan
mulai belajar filsafat di bawah bimbingannya.
Beberapa karya yang dihasilkan oleh Muhammad abduh, antara lain:
- Karangan-karangannya di harian Al Ahram
- Majalah Al Urwah al Wusqa’, bersama dengan Jamaluddin Al Afghani.
- Al Islam Din Al Ilimwa Al Madaniyah
- Risalah Al tauhid, berbicara tentang perbuatan manusia
Dan lain-lain

B. Pemikiran Muhammad Abduh


1. Kedudukan Akal
Dalam Al Islam Din Al Ilm wa Al Madaniyah, Abduh menyatakan
bahwa kebudayaan yang dibawa oleh orang-orang bukan Arab ke dalam
dunia Islam dapat menyebabkan kejumudan. Dengan masuknya mereka ke
dalam dunia Islam, adat-istiadat dan faham animism mereka turut
mempengaruhi umat Islam, sehingga menjadi jumud dan taklid, tidak
memfungsikan akalnya secara maksimal. Umat Islam hanya diajarkan
untuk mengkonsumsi hasil pemikiran yang telah matang, tidak turut
mengolahnya menjadi sebuah pemikiran yang kreatif. Mereka membawa
ajaran-ajaran yang akan membuat rakyat berada dalam keadaan statis,
seperti pujaan yang terlalu membuta pada para wali, ulama, dan taklid
kepada ulama-ulama terdahulu. Karena hal seperti itu, maka akal dan
pemikiran umat Islam menjadi beku dan berhenti tidak meghasilkan
sesuatu yang baru, yang sesuai dengan zaman.
Menurut Abduh, hal seperti ini adalah bid’ah dan harus
dihilangkan dengan cara membawa kembali umat Islam ke dalam ajaran-
ajaran Islam yang semula, yang ada pada zaman sahabat dan ulama salaf.
Seperti yang dianjurkan oleh Muhammad Abd Al Wahab, karena zaman
dan suasana umat Islam sekarang telah jauh berubah, maka ajaran-ajaran
Islam pun harus disesuaikan dengan keadaan modern zaman sekarang.
Muhammad Abduh menyatakan bahwa ajaran-ajaran Islam terbagi
menjadi dua kategori, yakni Ibadat dan mu’amalat. Untuk kategori ibadat,
banyak sekali sumber yang disajikan dalam Al Quran dan Hadis.
Sedangkan untuk muamalat sendiri, sebagai sebuah ilmu tentang hidup
bermasyarakat, maka itu hanya sebagian kecil yang tercantum dalam Al
Quran dan hadis, sehingga untuk pengajarannya bisa disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Untuk menyesuaikan dasar-dasar pengajaran itu dengan dunia
modern, maka perlu untuk dibuka pintu ijtihad demi terbukanya alam
pikiran baru dalam dunia umat Islam. Namun, hanya orang-orang tertentu
yang memenuhi syarat yang boleh dan berhak untuk melakukan ijtihad itu.
Ijtihad ini dijalankan langsung pada Al Quran dan Hadis sebagai sumber
utama pengajaran umat Islam di seluruh dunia. Bentuk pengajaran
muamalat ini yang lebih penting untuk di-ijtihadi, sehingga sesuai dengan
kemajuan zaman yang semakin modern.
Islam memandang akal memiliki kedudukan yang tinggi. Allah
menunjukan perintah-perintah dan larangannya kepada akal. Karena itulah,
menurut Abduh Islam adalah agama yang rasional. Mempergunakan akal
adalah salah satu dari dasar-dasar Islam. Iman seseorang tidak akan
sempurna jika tidak didasarkan pada akal. Dalam pandangan Islamiah,
ikatan tali persaudaraan pertama kali didasarkan pada akal. Bagi Abduh
akal ini memiliki kedudukan yang amat tinggi. Menurutnya pula bahwa
wahyu tidak dapat membawa segala hal yang bertentangan dengan akal.
Jika tidak sesuai, maka harus dicari interpretasi yang memuat ayat,
sehingga sesuai dengan pendapat akal.
Kepercayaan kepada akal adalah dasar peradaban suatu bangsa.
Akal yang terlepas dari ikatan tradisi akan dapat memikirkan dan
memperoleh jalan-jalan menuju sebuah kemajuan. Pemikiran akallah yang
memunculkan sebuah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah salah
satu dari penyebab kemajuan umat Islam di masa lampau, dan juga salah
satu kemajuan barat di masa sekarang. Karena itulah untuk mencapai
sebuah kesuksesan dan kecermelangan yang sempat hilang, umat Islam
harus segera kembali mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan.

2. Fungsi Wahyu
Kenabian dan wahyu Allah ini adalah berdasarkan sifat Maha
Pengasih Allah dan ketidakdewasaan manusia dalam persepsi dan motivasi
ethisnya. Para Nabi adalah manusia-manusia luar biasa dengan kepekaan
dan ketabahan mereka. Berkat wahyu Allah yang mereka terima hingga
kemudian disampaikan kepada umat dengan ulet dan simpatik, maka itu
akan mengalihkan hati nurani manusia dari ketenangan tradisional ke
dalam sebuah kesadaran untuk mengenal Tuhan dengan benar dan sesuai.
Al Quran memandang kenabian sebagai sebuah fenomena yang bersifat
universal. Ajaran atau wahyu yang mereka bawa pun bersifat dan harus
diyakini dan diikuti oleh semua manusia.
Muhammad Abduh percaya kepada kemampuan akal manusia.
Agama hampir saja menjadi pelengkap atau pembantu akal. Akal
menempati posisi yang sangat menentukan. Di atas segala-galanya,
Islam adalah agama akal dan seluruh doktrin-doktrinnya dapat
dibuktikan secara logis dan rasional. Dalam pemikiran Abduh, bahwa Al
Quran berbicara bukan semata kepada hati manusia, namun kepada
akalnya. Karena itulah Islam memandang akal dengan kedudukan yang
sangat tinggi. Hubungannya dengan wahyu bahwasannya ilmu-ilmu
pengetahuan modern yang banyak didasarkan pada hukum alam
(sunatullah) tidak bertentangan dengan Islam. Hukum alam itu adalah
ciptaan Tuhan, sebagaimana wahyu juga adalah berasal dari Tuhan. karena
keduanya berasal dari Tuhan, maka ilmu pengetahuan modern yang
berasal dari hukum alam tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya
berasal dari wahyu yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

3. Kebebasan Manusia dan Fatalisme


Kepercayaan pada kekuatan akal itu selanjutnya membawa
Muhammad Abduh kepada faham bahwa manusia manusia memiliki
kebebasan dan kemauan dalam perbuatan (free will and free act).
Pemikirannya mengenai hal ini tercantum dalam karyanya Risalah Al
Tauhid yang menyebutkan bahwa manusia mewujudkan perbuatannya atas
kemauan dan usahanya sendiri, dengan tidak melupakan bahwa di atasnya
masih ada sebuah kekuatan yang lebih tinggi, Allah. Dalam keyakinan
hidup yang seperti itu, menurutnya bersama dengan Jamaluddin Al
Afghani, sikap memilih itu memiliki sisi dinamis kehidupan manusia.
Bahwa manusia tidak hanya tunduk patuh pada hal-hal yang belum
diketahui dan dipahaminya, namun mencoba untuk mencari tahu
bagaimana dan apa yang diyakininya itu, sehingga dalam melaksanakan
segala hal, akan dilakukan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
Dengan cara tersebut, mengerti dan memahami segala sesuatu
secara mendalam, akan menghilangkan faham jumud (Jalan pikiran) dalam
kehidupan umat Islam, dan digantin dengan faham dinamika. Karena
itulah umat Islam akan senantiasa berusaha untuk merubah nasibnya
dengan usaha sendiri agar bisa menjalani kehidupan yang lebih baik lagi.
Dalam hal ini, jelas sekali bahwa Abduh sangat mendukung faham
Qadariyah yang lebih mengedepankan usaha mandiri daripada tunduk
pasrah terhadap keadaan yang membelenggu.

C. Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab


Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) adalah
seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan
keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang
kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Muhammad Bin ʿAbd al-
Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bin
Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin
Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Lahir di Nejed
(Uyainah), 70 km di sebelah barat daya Riyadh, ibukota kerajaan Saudi Arabia
pada tahun 1703M dan wafat pada tahun 1787 M di Uyainah Saudi Arabia.
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama yang berusaha
membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Pada
dasarnya ajaran Ibnu Wahhab adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran
tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka
sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".

D. Pemikiran kalam Muhammad bin Abdul Wahab


Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah suatu aliran
yang bernama Wahabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19. Pelopornya
adalah Muhammad Abdul Wahab (1703-1787 M). Pemikiran yang
dikemukakan oleh Muhammad Abdul Wahab adalah upaya memperbaiki
kedudukan umat Islam terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat
Islam saat itu. Paham tauhid mereka telah bercampur dengan ajaran-ajaran
tarikat yang sejak abad ke-13 tersebar luas di dunia Islam
Persoalan yang menonjol dalam pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab
adalah masalah pemurnian tauhid, disamping masalah ibadah dan sejarah nabi.
Menurutnya, pemurnian akidah merupakan pondasi utama dalam pendidikan
Islam. Ia juga menegaskan bahwa pendidikan melalui teladan atau contoh
merupakan metode pendidikan yang paling efektif.
Ia juga berpendapat bahwa manusia bebas berpikir dalam batas-batas yang
telah ditetapkan oleh Aquran dan Sunah. Menurutnya Ketauhidan yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw., telah dikotori oleh khurafat-khurafat dan
faham kesufian. Kebanyakan dari mereka telah meninggalkan mesjid-mesjid
dan lebih memilih beribadah di kuburan-kuburan keramat dan mereka senang
memakai azimat guna melindungi diri.
Masalah tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar dalam Islam.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Muhammad bin Abdul Wahab
memusatkan perhatiannya pada persoalan ini. Pokok-pokok pemikiran
Muhammad bin Abdul Wahab yaitu:
1. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan, dan orang yang
menyembah selain Tuhan telah menjadi musyrik.
2. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang
sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi dari Tuhan,
melainkan dari syekh atau wali dan dari kekuatan gaib, dan orang Islam
yang demikian juga telah menjadi musyrik.
3. Menyebut nama nabi, malaikat atau syekh sebagai perantara dalam doa‟
adalah merupakan syirik.
4. Meminta syafaat selain kepada Tuhan adalah juga syirik.
5. Bernazar selain kepada Tuhan juga syirik.
6. Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur‟an, Hadis, Ijma dan qiyas
(analogi) merupakan kekufuran.
7. Tidak percaya kepada Qadha dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran
8. Menafsirkan al-Qur‟an dengan takwil (intrepretasi bebas) adalah kafir.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid tersebut, makam-makam yang
banyak dikunjungi denngan tujuan mencari syafaat, keberuntungan dan lain-
lain sehingga membawa kepada paham syirik, mereka usahakan untuk
dihapuskan. Pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahab yang
mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaruan di abad ke-
19 adalah sebagai berikut:
1. Hanya Al-Quran dan Hadis yang merupakan sumber asli ajaran Islam
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan
3. Pintu ijtihad senantiasa terbuka dan tidak tertutup
Muhammad Abdul Wahab merupakan pemimpin yang aktif mewujudkan
pemikirannya. Ia mendapat dukungan dari Muhammad Ibn Su’ud dan
putranya Abdul Aziz di Nejed. Paham-paham Muhammad Abdul Wahab
tersebar luas dan pengikutnya bertambah banyak sehingga di tahun 1773 M
mereka dapat menjadi mayoritas di Ryadh.
Selain itu, Muhammad bin Abdul Wahhab juga mendapat julukan rajul
ad-da’wah (pejuang dakwah), bahkan dia termasuk orang terdepan dalam
pasukan kerajaan yang daerahnya meluas sampai meliput timur Jazirah dan
sebagian Yaman, Makkah, Madinah, dan Hijaz.
Pembaruan Ibnu Abdul Wahhab dan ijtihadnya lebih banyak berupa
pemilihan yang masih dalam lingkup mazhab Hambali serta mengajak kepada
nash dan ucapan para tokohnya-khususnya ucapan pendiri mazhab, Imam
Ahmad bin Hambal (164-241 H/780-855 M) dan Ibnu Taimiyah (661-728
H/1263-1328 M) daripada kreasi pemikiran, penemuan, dan hal-hal baru.
Ijtihadnya adalah pilihan dalam lingkup mazhab, mengajak kepada nash dan
pendapat yang memurnikan akidah tauhid dari tanda-tanda kesyirikan, bid’ah,
dan khurafat. 
Menurutnya, Allah swt semata-mata Pembuat Syariat dan akidah. Allah-
lah yang menghalalkan dan mengharamkan. Ucapan seseorang tidak dapat
dijadikan hujah dalam agama, selain Kalamullah dan Rasulullah. Adapun
pendapat para teolog tentang akidah serta pendapat para ahli fikih dalam
masalah halal dan haram bukanlah hujah. Setiap orang yang telah memenuhi
syarat untuk melakukan ijtihad berhak melakukannya. Bahkan dia wajib
melakukannya. Menutup pintu ijtihad merupakan sebuah bencana atas kaum
muslim, karena hal itu dapat menghilangkan kepribadian dan kemampuan
mereka untuk memahami dan menentukan hukum. Menutupi pintu ijtihad
berarti membekukan pemikiran dan menjadikan umat hanya mengikuti
pendapat atau fatwa yang tertera dalam buku-buku orang yang di ikutinya.
Itulah dasar dakwah Muhammad bin Abd al-Wahhab. Dia mengikuti
ajaran Ibn Taimiyah. Atas dasar itu pula dibangunlah hal-hal yang  parsial.
Menurutnya, manusia bebas berpikir tentang batas-batas yang telah ditetapkan
oleh al-qur’an dan sunah. Dia memerangi segala macam bentuk bid’ah, dan
mengarahkan orang agar beribadah dan berdo’a hanya untuk Allah, bukan
untuk para wali, syeikh, atau kuburan. Menurutnya, kita harus kembali pada
islam pada zaman awal, yang suci dan bersih. Dia berkeyakinan bahwa
kelemahan kaum Muslim hari ini terletak pada akidah mereka yang tidak
benar. Jika akidah mereka bersih seperti akidah para pendahulunya yang
menjunjung tinggi kalimat la ilah illa Allah (yang berarti tidak menganggap
hal-hal lain sebagai Tuhan selain Allah, tidak takut mati, atau tidak takut
miskin dijalan yang benar), maka kaum Muslim pasti dapat meraih kembali
kemuliaan dan kehormatan yang pernah diraih oleh para pendahulu mereka.
Di tahun 1787, beliau meninggal dunia tetapi ajaran-ajarannya tetap hidup dan
mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan nama Wahabiyah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammad Abduh dalam perjuangannya untuk mengembalikan kemajuan
umat Islam, memberikan penyadaran kepada umat Islam untuk lepas dari
tradisi jumud dan taklid yang hanya tunduk patuh pada dogma ulama salaf
yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Akal sebagai salah satu
karunia terbesar yang Tuhan anugerahkan bagi manusia harus senantiasa
dimanfaatkan dengan cara berfikir dinamis demi kemajuan bersama.
Namun daripada itu, ajaran-ajaran yang diturunkan Tuhan melalui
Nabinya yang berupa wahyu juga tidak boleh untuk dikesampingkan. Akal
dalam melaksanakan ijtihadnya harus berrdasarkan pada ajaran wahyu sebagai
ciptaan Tuhan dan dasar utama umat Islam, yakni Al Quran dan Hadis.
Muhammad bin Abdul Wahab, adalah pendiri aliran (faham) Wahabiah di
Arab Saudi. Gerakan Wahabi adalah salah satu gerakan keagamaan yang
berusaha memurnikan agama Islam dari segala pemahaman dan praktek yang
sudah menyimpang dari tuntutan yang sebenarnya.
Menurutnya, akidah-akidah yang pokok dari aliran Wahabiah pada
hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu
Taimiyah. Perbedaan yang ada, hanya dengan cara melaksanakan dan
menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah atau tauhid umat Islam telah
dicemari oleh berbagai hal seperti takhayyul, bid’ah dan khurafat yang bisa
menjatuhkan pelakunya kepada syirik.
Lahirnya faham Wahabiah oleh Muhammad bin Abd Wahab, tidak
terlepas dari sikap pro dan kontra. Kelompok yang pro menilai hal itu adalah
suatu kehati-hatian dalam menjalani agama khususnya ibadah (pengabdian)
kepada Allah sebagi tujuan hidup. Semetrara yang kontra, menilai hal itu
sebagi hal yang ekstrim karena banyak hal yang berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, terabaikan karena pertimbangan bid‟ah dan musyrik
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas masih memiliki kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, besar harapan penulis agar para
pembaca makalah memberikan kritik/ saran. Penulis pun akan melakukan
perbaikan terhadap makalah berdasarkan kritik dan saran membangun dari
pembaca serta berbagai sumber lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Siti Matfuhah. 2013. Makalah : “Muhammad Abduh (Pemikiran dan Pengaruhnya


terhadap kemajuan Islam)”. Bandung : UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

As’ad Afifi. 2013. “Pemikiran Ilmu Kalam Kontemporer”


https://www.anekamakalah.com/2013/04/pemikiran-ilmu-kalam-
kontemporer.html
Romadhoni Wakit Wicaksono. 2019. Makalah : “MUHAMMAD BIN ABDUL
WAHAB DAN MUHAMMAD ABDUH (Studi Perbandingan Pemikiran
Pembaharuan Islam)”. Surabaya : UIN Sunan Ampel Surabaya.

Nurlaelah Abbas. 2019. “MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB: Gerakan


Revivalisme dan Pengaruhnya”. Makassar : UIN Alauddin Makasar

Mukhammad Aqil Muzzaki. 2014. “Pemikiran Kalam Muhammad Bin Abdul


Wahhab” http://adenazkey17.blogspot.com/2014/04/makalah-pemikiran-
kalam-muhammad-bin.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai