Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang “BAGAIMANA
ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”. Kami juga berterima kasih
kepada Ibu Dewi Indasari S.Ag., M.H. selaku pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam
yang telah memberikan tugas ini.

Harapan kami, makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada kami sendiri mengenai
“BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”. Kami juga
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang membangun.

Palembang, 30 November 2019


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………….................……………………………….……… i
DAFTAR ISI ………..…………………………..................……………….……………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………........................…………………………. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................………....… 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................……….…... 1
C. Tujuan .....................................................................................................…….……...1
D. Manfaat ....................................................................................................……….…...2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................3


A. Islam Dalam Menjaga Eksistensinya di era modernisasi .........................………........3
B. Keadaan Masyarakat Islam Dalam Era Modernisasi...................................................4
C. Islam Pendidikan Sains & Iptek..................................................................................7
D. Konsep Islam di era modernisasi..................................... ...........................................

BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 10


A. Kesimpulan ..............................................................................................……….….. 10
B. Saran ........................................................................................................……….…10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang
sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa
dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula.
Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat
untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan
modernitas.
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai petunjuk
tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan. Islam yang
diakui pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup dirangkaikan petunjuk
Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya sebagai agama yang
paling sempurna. Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi terpadu antara normanitas
Islam dan historitas manusia di muka bumi yang selalu berubah-ubah. Maka setiap
zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang
disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman ini. Nasib agama Islam di zaman
modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan umat Islam merespon secara tepat
tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah
(transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang
memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam
merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan kami angkat
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana Islam tetap menjaga eksistensi di tengah era modernisasi dan sains barat?
2. Bagaimana keadaan masyarakat Islam di era modernisasi?
3. Bagaimana Islam dalam sains dan iptek ?

C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas dapat di simpulkan tujuannya yaitu:
1. Mengetahui Islam tetap menjaga eksistensi di tengah era modernisasi dan sains barat?
2. Mengetahui keadaan masyarakat Islam di era modernisasi?
3. Mengetahui Islam dalam sains dan iptek?
B. Manfaat
Agar penulis beserta pembaca dapat mengetahui konsep sains islam dalam
menanamkan kesadaran umum mengenai tolakukur dan acuan konseptual etikanya dalam
menghadapi era modernisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam Dalam Menjaga Eksistensinya Di Era Modernisasi


Menelusuri ide pemikiran Daniel W. Brown yang berkaitan dengan kontroversi sunnah
pada abad modern, akan terasa sulit dilakukan jika tanpa merujuk kembali pada realitas ummat
Islam ketika dalam masa krisis pada dekade awal abad ke-19. Bagaimanapun pemahaman
mengenai hal ini merupakan buah dari rangkaian panjang sejarah yang dialami oleh kaum
Muslim, karena krisis yang terjadi dalam sebuah masyarakat atau komunitas akan membawa
kepada kritik pemikiran dan kebudayaan, sedangkan krisis kebudayaan itu sendiri akan
membawa kepada kritik nalar, atau paling tidak kritik terhadap dirinya sendiri dalam artian
mengkritisi kaidah-kaidah nalar, mekanisme pikiran, logika dan metode pengabsahan. Berawal
dari kondisi dunia Islam Modern khususnya “dunia Arab” yang mengalami krisis yang tidak
terselesaikan, dan memunculkan perselisihan yang berkepanjangan dengan proporsi yang luas
antara kekuatan-kekuatan perubahan sebagai gaung modernitas, dengan kekuatan-kekuatan
yang ingin memapankan tradisi.
Krisis yang dihadapi ini telah berlangsung lama bermula dari awal abad ke-19, ketika
kebudayaan Arab tradisional pertama kali bertemu dengan kebudayaan Eropa secara besar-
besaran yang skalanya meningkat, khususnya dalam konteks hegemoni kolonial Barat yang
disertai dengan penetrasi kultural secara gradual. Manifestasi krisis saat ini adalah berupa
jeratan keterbelakangan Arab, dominasi imperialisme Barat, dan kekalahan dari zionisme. Hal
ini telah mendorong para intelektual Muslim untuk mencurahkan upaya dalam membahas
“warisan” kebudayaan Arab dengan melihat muatan, fungsi, dan nilainya. Dari aspek
pemikiran dan intelektual, kreatifitas umat Islam seakan terhenti dan aktifitas ilmiah hanya
terbatas untuk menjelaskan, menyingkat dan mereproduksi pengetahuan lama untuk kebutuhan
terhadap masalah-masalah baru yang muncul. Keterpurukan ini telah menyadarkan sebagian
masyarakat Muslim akan identitas dan eksistensinya yang jauh tertinggal di hadapan komunitas
dan tradisi lainnya terutama sekali masyarakat Barat Modern. Kondisi ini menyadarkan Ummat
Islam untuk bangkit kembali membangun peradaban mereka ketika memasuki era modern.
Berbagai di hal usahakan untuk mewujudkan hal tersebut, dari mulai perbaikan sistem politik,
kebudayaan, ekonomi, sosial, pendidikan dan pola interaksi terhadap fondasi esensial otoritas
agama (al-Qur’an dan Sunnah).

B. Kondisi Masyarakat Islam pada Era Modern

A.Modernisasi, Globalisasi dan Kehidupan Masyarakat


Modernisasi, definisi modernisasi secara bahasa di dalam Kamus Ilmiah Populer, modernisasi
berarti gerakan untuk merombak cara kehidupan lama menuju bentuk/model kehidupan baru,
penerapan model-model baru, pemodernan. Kemudian ada beberapa tokoh yang juga
mengungkapkan definisi tentang modernisasi diantaranya adalah Eisenstadt dan Everett
Rogers.

Eisenstadt, ia menyatakan bahwa : ”Menurut sejarahnya, modernisasi merupakan proses


perubahan menuju tipe sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa
Barat dan Amerika Utara dari abad ke-19 dan abad ke-20 yang meluas ke negara-negara
Amerika Selatan, Asia serta Afrika”.

Sedangkan Everett Rogers menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses individu


berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara
teknologis serta cepat berubah.

Jadi modernisasi adalah proses gerakan perubahan individu dari cara hidup yang bersifat
tradisional atau yang bersifat lama menuju cara hidup yang baru atau yang maju dan bersifat
kompleks dan pada arah kemajuan.

Adanya proses modernisasi ini melahirkan modernisasi ekonomi, modernisasi sosial.


Modernisasi ekonomi penekannya adalah pada perkembangan akan kemajuan ekonomi,
kemajuan ekonomi ini ditandai oleh tingginya tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi
teknologi, intensitas modal yang semakin besar dan organisasi birokrasi yang rasional.
Kemudian modernisasi sosial, modernisasi sosial ini menekankan pada perubahan dalam
kehidupan masyarakat, pola-pola kelembagaan dan peranan status dalam struktur sosial
masyarakatnya. Selain itu juga modernisasi sosial ini perhatiannya pada perubahan sosial
terencana, sekularisme, perubahan sikap dantingkah laku, pengeluaran dalam pendidikan
umum, adanya revolusi pengetahuan, hubungan sosial kemudian diferensiasi struktural
fungsional.
Globalisasi. Dalam Kamus Ilmiah Populer Globalisasi adalah perubahan secara menyeluruh
disegala asek kehidupan. Dalam mendefinisikan globalisasi, para teoritisi umumnya melihat
globalisasi sebagai penyebaran ekonomi pasar ke seluruh kawasan dunia yang berbeda-beda.
Kata globalisasi sendiri berasal dari kata global atau globe. Globe berarti bumi, bumi yang
menjadi tempat hunian manusia dan kata global diidentikkan dengan kata internasional, yaitu
hubungan antar bangsa atau antar negara. Kemudian ada yang mengungkapkan bahwa
globalisasi berarti arah perkembangan atau kecenderungan untuk menyatukan serta hubungan
hidup bangsa-bangsa di dunia dalam berbagai bidang kehidupan, dengan didukung oleh
sarana prasarana tertentu, terutama kemajuan teknologi informasi, komunikasi, transportasi
bahkan ideologi.

Jadi globalisasi adalah penyebaran perkembangan kehidupan ke seluruh kawasan yang


ditandai dengan adanya hubungan antar bangsa ataupun antar negara yang meliputi berbagai
aspek kehidupan.

Kehidupan masyarakat seperti yang kita lihat dari realita yang ada nyatanya kehidupan
masyarakat selalu mengalami perubahan.

Definisi masyarakat itu sendiri adalah uraian ringkas untuk memberikan batasan-batasan
mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisis. Di sini akan kita
kemukakan beberapa definisi menenai masyarakat seperti misalnya:

1. M.J. Herskaurts mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang


diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.

2. J.r. Steinmetz mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar
yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang
mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.

3. R. Linton, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang
dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu yang telah lama hidup dan
bekerjasama dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat itu memerlukan adanya adaptasi dan
organisasi dari tingkah laku para anggota, timbul perasaan berkelompok secara lambat laun
proses ini biasaya tanpa disadari oleh anggota kelompok. Umpamanya adalah adanya
masyarakat Jawa, ada masyarakat Sunda, dapat disimpulkan bahwa masyarakat harus
mempunyai syart berikut :

1. Harus ada pengumpulan manusia itu


2. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
3. Adanya aturan-aturan/undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan bersama.

Tipe-tipe masyarakat

1.Masyarakat-masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral


Masyarakat yang mewakili tipe ini adalah masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelekang
tingkat perkembangan teknik mereka rendah dan pembagian kerja atau pembidangan kelas-
kelas sosial mereka relatif masih kecil. Setiap anggota ini bersama-sama menganut agama
yang sama oleh karena itu keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok
keagamaan adalah sama.

Dalam tipe masyarakat ini berpendapat agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke
dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak dan dalam keadaan Lembga lain selain keluarga,
relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan
persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.

2.Tipe masyarakat-masyarakat Pra-industri yang sedang berimbang


Masyarakat ini tidak begitu terisolasi, berubah lebih cepat, lebih luas daerahnya dan lebih
besar jumlah penduduknya serta ditandai dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih
tinggi.

Ciri-ciri adalah pembagian kerja yang luas, kelas-kelas sosial yang beraneka ragam, serta
adanya kemampuan tulis baca sampai tingkat tertentu. Agama tentu saja memberikan arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tipa masyarakat ini. Akan tetapi pada saat yang sama
lingkungan yang sakral dan yang sekuler itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan. Nilai-
nilai keagamaannya dalam masyarakat tipa kedua menempatkan fokus utamanya pada
pengintegrasian tingkahlaku perorangan dan pembentukan citra pribadinya.

3.Tipe masyarakat-masyarakat Industri-Sekuler


Masyarakat-masyarakat ini sangat dinamik. Teknologi semakin berpengaruh terhadap semua
aspek kehidupan. Sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang
penting adalah penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan mereka
sendiri. Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat juga mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting bagi agama.

Dalam bentuk ioni nilai-nilai tersebut tetap memberikan sumbangan sampai batas yang
sangat sukar diukur terhadap keterpaduan masyarakat buktinya adalah khususnya pola masa-
masa penuh ketegangan, sering muncul himbauan masyarakat untuk menerapkan warisan
tradisi keagamaan yang umum ini.

Mobilitas masyarakat selain berkembang sesuai dengan perkembangannya zaman, mobilitas


yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi
pendidikan yang akan memiu pada perubahan status sosialnya.

C. Islam Pendidikan Sains & IPTEK

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah disinggung dari berbagai sisi dalam Al-Quran dan
Hadits sebagai sumber utama ajaran Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk
menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Dikutip dari ucapan Albert Einstein "Ilmu
(dunia) tanpa sinaran agama akan buta, dan agama tanpa ditopang ilmu pengetahuan dan
teknologi akan menjadi lemah". Dalam Al-Qur'an manusia memiliki potensi untuk
mengembangkan dan mendapatkan ilmu atas izin Allah SWT, karena begitu banyak ayat
dalam Al-Qur'an yang memerintahkan manusia untuk meaktualisasikan potensinya. Seperti
firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rahman ayat 33 : "Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan." Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. dalam karya
ilmiahnya yang berjudul "Iptek Berwawasan Moral" menerangkan bahwa ayat diatas
mensyariatkan pentingnya iptek untuk kemajuan umat manusia. Dari beberapa sisi, memang
tantangan Allah pada surat A-Rahman ini bercorak pada kehidupan keduniaan. Oleh sebab
itu, ilmu pengetahuan dikembangkan untuk menjawab tantangan Allah diatas cenderung
profan dan menekankan dimensi keduniaan. Alhasil, banyak ilmu pengetahuan modern yang
hanya mengarahkan pada pengetahuan materil yang diperoleh melalui berbagai penelitian dan
metode ilmiah, sehingga membatasi ilmu pengetahuan hanya pada bidang tersebut. Menurut
para ilmuwan modern ini, ilmu pengetahuan hanya mencakup kealaman saja yang hanya
dapat dibuktikan melalui penalaran pancaindra serta penerapannya dapat berkembang dari
segi kualitas dan pengembangannya dapat berkembang dari segi kuantitas. Sedangkan objek
ilmu pengetahuan menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan non-materi, karena
keyakinan religius akan adanya alam spiritual membimbing mereka untuk meyakini dan
memahaminya. Sebagai mana dikemukakan oleh Mohammad al-Toumy al-Syaibani tentang
adanya keyakinan bahwa pengetahuan adalah segala yang kita capai dengan panca indra atau
akal kita, atau kita terima melalui intuisi, ilham atau agama. Sumber pengetahuan manusia
itu bermacam-macam, pengalaman secara langsung, pengamatan dan penelitian hanyalah
beberapa diantaranya. Selebihnya adalah sumber-sumber seperti pemikiran akal, bacaan dan
telaah terhadap orang-orang terdahulu, perasaan, rasa hati dan bimbingan ilahi. Sumber
pengetahuan inilah yang sering kali dipandang tidak ilmiah oleh para ilmuwan. Dikutip dari
Mulyadi Kartanegara : "Sains modern sangat bias positivisnya dan yang kuat sering
menganggap tidak objektif seluruh pengalaman manusia selain pengalaman indrawi. Bagi
mereka, selain pengalaman indrawi, semua pengalaman manusia lain, seperti pengalaman
intelektual, intuitif, mistik dan religius, sangat rentan terhadap subjektifitas yang semena-
mena untuk dapat mencapai tingkat objektivitas yang memadai untuk diperhitungkan sebagai
data-data ilmiah, sambil melupakan kenyataan bahwa pengalaman indra pun tidak kalah
subjektivitasnya dibandingkan dengan yang lain, bahwa pengalaman- pengalaman manusia
yang lainnya, seperti mimpi, pengalaman mistik, religius, juga memiliki basis ontologisnya
yang kuat sekalipun berbeda wujud dan karakternya dengan dunia fisik". Ada sekitar 750
ayat dalam Al-Qur'an yang membicarakan tentang alam materi dengan segala
karakteristiknya. Secara tegas Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengetahui,
meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkannya. (Djojonegoro, et al., 1997) Seperti
dikatakan dalam Q.S An-Nur ayat 35 : "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu." Dilihat dari segi peran dan fungsinya, cahaya dalam ayat
tersebut dapat diperumpamakan sebagai ilmu yaitu sebagai penerang dan penjelas terhadap
segala sesuatu. Segala kejadian, fenomena dan peristiwa akan sulit dijelaskan tanpa teori
penjelasnya. Allah SWT memberikan cahaya tersebut kepada yang dikehendaki-Nya, yakni
mereka yang telah menyucikan dirinya melalui latihan spiritual yang intens dan berat
(riyadhah) dan berusaha keras mengendalikan hawa nafsunya (mujahadah), sebagaimana
dijelaskan dalam ilmu tasawuf.

Dari pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi berasal dari Allah SWT, maka penggunaannya pun harus bertujuan untuk ibadah,
yakni mengupayakan terciptanya kenyamanan dan kesejahteraan dalam hidup baik secara
materil maupun spiritual. Juga harus membawa manusia untuk semakin dekat, beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT. Karena melalui berbagai teori ilmu pengetahuan yang diperoleh
dari hasil pengamatan, penelitian dan percobaan tehadap berbagai fenomena yang merupakan
bagian dari tanda kekuasaan-Nya. Membahas hubungan ilmu pengetahuan dengan Al-Qur'an
diutamakan meletakkan pada sisi "social psychology" (psikilogi sosial) bukan pada "history
of scientific progress" (sejarah perkembangan ilmy pengetahuan). Bukan dinilai dengan
cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul didalamnya, bukan pula dengan menunjukkan
kebenaran-kebenaran teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi
yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Qur'an dan sesuai pula dengan
logika ilmu pengetahuan itu sendir.

D. Konsep Islam di era modernisasi

pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui manusian melalui tangkapan pancaindra dan hati
(al-qalb). Adapun llmu dalam arti sains atau ilmu pengetahuan atau disebut juga pengetahuan
ilmiah adalah suatu sistem pengetahuan yang menyangkut suatu bidang pengalaman tertentu
dan disusun sedemikian rupa dengan metodologi tertentusehingga menjadi satu kesatuan.

a. Bidang Seni
Seni merupakan ekspresi kesucian hati. Hati yang bening melahirkan karya seni yang
beradap, sedangkan hati yang kotor tentu melahirkan karya seni yang tidak beradap. Hidup
dengan seni menjadikan hidup menjadi indah, damai, dan nyaman.

Dalam tataran epistemologi seni tidak bebas nilai sebab seni hakikatnya adalah ekspresi jiwa
yang suci. Kesucian jiwa menghasilkan karya seni yang jernih, suci, dan indah. Adapun hati
yang kotor melahirkan ekspresi seni yang kotor pula, jorok, dan tidak beradab. Secara
aksiologi seni identik dengan tekonologi yaitu tidak bebas nilai. Artinya, seni bukan untuk
seni. Seni adalah keindahan, kesucian, dan sarana untuk kembali kepada Tuhan.

b. Bidang Ekonomi
Segala bentuk transaksi yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemasaran barang dan
jasa yang mendatangkan keuntungan finasial itu merupakan kegiatan ekonomi. Menurut AM
Saefudin (1997) ada enam pokok prekonomian, yaitu:
 Barang dan jasa yang di produksi.
 Sistem produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.
 Sistem distribusi yang berlaku diantara para pelaku ekonomi.
 Efesiensi dalam menggunakan faktor- faktor produksi.
Dalam bidang ekonomi juga terdapat riba yang harus di perhatikan oleh masyarakat islam.
Seorang pakar ekonomi islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan jenis- jenis riba, yaitu:
 Riba qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
 Riba Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
 Riba Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya
 Riba dalam nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara
yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.

c. Bidang Politik
Politikus dalam Islam disebut siyāsah, merupakan bagian integral (tak terpisahkan) dari fikih
Islam.
 Siyāsah dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentang cara dan metode
suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan kepemimpinan
politik, pembagian kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), institusi pertahanan
keamanan, institusi penegakan hukum (kepolisian) dan lain-lainnya.
 Siyāsah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubungan internasional). Objek
kajiannya adalah hubungan antar-negara Islam dengan sesama negara Islam, hubungan
negara Islam dengan negara non-muslim, hubungan bilateral dan multilateral, hukum
perang dan damai, genjatan senjata, hukum kejahatan perang dan lain-lain.
 Siyāsah māliyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara). Kontens yang
dibahas adalah sumber-sumber keuangan negara, distribusi keuangan negara,
perencanaan anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan dan
pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara dan pilantropi Islam.
Prinsip-prinsip siyāsah (politikus) antara lain:
 Al-Amānah
Kekuasaan adalah amanah (titipan), maksudnya titipan Tuhan. Amanah tidak bersifat
permanen tetapi sementara. Sewaktu-waktu pemilik yang sebenarnya dapat mengambilnya.
Setiap yang diberi amanah akan dimintai pertanggungjawabannya. Nabi Muhammad saw.
bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban menyangkut kepemimpinannya dan rakyat yang dipimpinnya” (Muttafaq
Alaih).

 Al-Adalah
Kekuasaan harus didasarkan atas prinsip keadilan. Kekuasaan dalam pandangan Islam
bukanlah tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan kekuasaan, menurut al- Mawardi
adalah menjaga agama, mewujudkan kesejahteraan, dan keadilan umat. Kekuasaan harus
dijalankan di atas landasan keadilan dan untuk menegakkan keadilan agar tujuan utama
kekuasaan tercapai yaitu kesejahteraan umat.

 Al-Hurriyyah
Al-Hurriyah artinya kemerdekaan dan kebebasan. Kekuasaan harus dibangun di atas dasar
kemerdekaan dan kebebasan rakyat yakni kemerdekaan dalam berserikat, berpolitik, dan dalam
menyalurkan aspirasinya. Adapun kebebasan adalah kebebasan dalam berpikir dan berkreasi
dalam segala aspek kehidupan.

 Al-Musāwāh
Al-Musāwāh secara etimologis artinya „kesetaraan‟, „kesamaan‟. Siyāsah harus dibangun di
atas fondasi kesamaan dan kesetaraan. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban
yang sama terhadap negara dan juga berkedudukan sama di hadapan hukum. Tidak boleh ada
diskriminasi karena gender, ras, agama dan kesukuan dalam politik, ekonomi, budaya, hukum
dan lain-lain. Negara harus menjamin semua warga untuk merdeka dalam berpolitik dan bebas
dalam kehendak dan tindakan menuju kemaslahatan.
 Tabadul al-Ijtima
Tabadul al-ijtima artinya tanggung jawab sosial. Siyāsah tidak lepas dari tanggung jawab
sosial. Secara individual, kekuasaan merupakan sarana untuk mendapatkan kesejahteraan bagi
para pelakunya, mewujudkan kesejahteraan bersama. Tanggung jawab sosial dapat diwujudkan
dalam bentuk pengaturan pilantropi Islam dengan baik, misalnya, dalam membangun
manajemen zakat, infak, sedekah dan wakaf, atau dalam membuka lapangan kerja secara luas
dan terbuka bagi semua lapisan masyarakat yang membutuhkannya.

d. Bidang Pendidikan
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku, dan Tuhanku
memberikan pendidikan dengan cara yang amat baik kepadaku”. Sehingga tujuan pendidikan
dalam Islam adalah merealisasikan ubudiah kepada Allah baik secara individu maupun
masyarakat dan mengimplementasikan khilafah dalam kehidupan untuk kemajuan umat
manusia. Untuk mewujudkan tujuan luhur tersebut, menurut An-Nahlawi, Islam
mengemukakan tiga metode yaitu:
 Paedagogis psikologis yang lahir dalam dirinya. Pendorongnya adalah rasa khauf dan
cinta kepada Allah, serta ketaatan untuk melaksanakan syariat-Nya karena ingin
menghindarkan kemurkaan dan azab-Nya serta mendapat pahala-Nya.
 Saling menasihati antar-individu dan masyarakat agar menepati kebenaran dan
menetapi kesabaran. Masyarakat, yang cinta kepada syariat Allah dan segala
kehormatannya, tidak akan pernah membiarkan kemungkran dan tidak akan pernah
membenarkan pengabaian salah satu pokok-pokok ajaran Islam seperti salat, zakat,
puasa, haji dan jihad.
 Menggunakan jalur kekuasaan untuk mengamankan hukum bagi masyarakat muslim
sehingga keamanan berjalan stabil dan masyarakat menikmati keadilan hukum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-
negatifnya,menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisi
keterpurukannya.Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala
potensinya untukmenyelesaikan permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga dan
melsetarikan ajaranIslam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh
umat Islam.
Sebenarnya modernisasi bukanlah sesuatu hal yang substansial untuk ditentang
kalaumasih mengacu pada ajaran Islam. Sebab Islam adalah agama universal yang tidak
akanmembelenggu manusia untuk bersikap maju, akan tetapi harus berpedoman kepada
Islam.Dalam Islam yang tidak dibenarkan adalah Westernisasi, yaitu total way of life di
manafaktor yang paling menonjol adalah sekularisme, sebab sekulraisme selalu
berkaitandengan ateisme dan sekularisme itulah sumber segala imoralitas.
Dengan demikian, kaum Muslim klasik telah dengan bebasmenggunakan bahan-
bahan yang datang dari dunia Hellenis tanpa mengalami Hellenisasi,kaum Muslim saat
sekarang juga sebenarnya dapat menggunakan bahan-bahan modernyang datang dari Barat
tanpa mengalami pembaratan (Westernisasi).Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi
esensial dan sejalan dengan ajaranagama Islam adalah rasionalisasi yakni usaha untuk
menundukkan segala tingkah laku. kepada kalkulasi dan pertimbangan akal. Rasionalisasi
pada selanjutnya akan mendorongummat Islam untuk bisa bersikap kritis dan
meninggalkan taqlid yang dikecam dalamIslam.Dengan demikian, pada dasarnya
modernisasi bukanlah sebuah esensi yangbertentangan dengan ajaran dasar agama
Islam.

B. Saran
1. Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya sekedar diketahui namun
benar-benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para mahasiswa mahasiswi agar
dapat menerapkan menjalankan sesuai syariat islam dalam Menghadapi Tantangan
Modernisasi.
2. Selanjutnya, penulis menyadari kekurangan dari makalah ini sehingga diharapkan
adanya masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
pembuatan makalah ini dan bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Butt, Nasim. 1991. Science and muslim society. London : Grey Seal Books
Syari’ati, Ali. 1986. What is to be done : The enlightened Thinkers and Islamic Renaissance
Muthahhari, Ayatullah Murdatha. 1993. Islam Menjawab Tuntutan Zaman. Bandung : Yayasan
Muthahhari.

Anda mungkin juga menyukai