Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“Solusi Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi”

Disusun Oleh :
1. SITI ZULIDHA KUSUMA FAHMI
NIM : 2330203030193
2. GINA SONIA
NIM : 2330203030128
3. DIANA
NIM : 2330203030107
4. GHINA MAULIDA ZAHRA
NIM : 2330203030209
5. ERYANTI
NIM : 233020303010

Kelompok 8

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan judul “SOLUSI ISLAM
DALAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Syamhudianoor, S.Hi, M.Ag
selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis. Penulis
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.
Harapan kami, makalah ini dapat berguna agar menambah wawasan serta pengetahuan
kepada para pembaca dan yang terpenting yaitu kepada kami sendiri. Kami juga menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang membangun.

Palangka Raya, 9 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I.......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN....................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
C. Tujuan...............................................................................................................................4
D. Manfaat.............................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................... 6
A. Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernitas............................................................ 6
B. Memahami Konsep Islam tentang Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan pendidikan.
7
C. Diperlukannya Perspektif Islam dalam Implementasi Iptek, ekonomi, politik, sosial-
budaya, dan pendidikan.........................................................................................................10
D. Menggali Sumber Historis, Sosiplogis, dan Filosofis tentang Konsep Islam mengenai
Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan pendidikan......................................................... 12
E. Membangun Argumen tentang Kompatibel dan Tantangan Modernisasi.......................13
F. Esensi dan Urgensi Kontelektualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi tantangan
Modernisasi........................................................................................................................... 14
BAB III..................................................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 16
B. Saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama ditantang untuk bisa hidup secara ekstensial pada masa yang modern ini.
Agama pun diharapkan memiliki pengaruh besar dalam keberlangsungan hidup umat manusia.
Persoalan antara agama dan modernitas selalu menjadi gerakan menentang dengan
modernisasi. Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW mempunyai berbagai
petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup dan kehidupan dalam
artian yang lebih luas dan bermakna.
Islam mempunyai beberapa karaktristik dalam menanggapi modrnisasi. Islam
mengajarkan kehidupan yang bermakna dan luas. Islam diakui oleh para pemeluknya
sebagai agama terakhir (penutup dari agama-agama yang ada) yang dirangkaikan petunjuk
oleh Allah SWT untuk membimbing kehidupan manusia.
Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi terpadu antara normalitas. Pada setiap
zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan rektualisasi ajaran Islam sesuai dengan tingkat
pemikiran manusia pada zaman itu. Nasib agama Islam di era yang modern ini sangat
ditentukan oleh tingkat kemampuan umat Islam dalam menyikapi secara tepat sebuah
kebutuhan dan perubahan sejarah yang terjadi pada masa modern.
Islam juga menghadapi sifat konsektual dan urgensi dalam menghadapi tantangan
modernisasi. Modernisasi selamanya mengubah cara berpikir, pergaulan, dan kehidupan
manusia. Oleh karena itu, program reinterpretasi diperlukan untuk membangun kembali misi
Islam yang rasional dan empiris. Selain untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh Bapak
Dr. Syamhudianoor, S.Hi, M.Ag, penulis menyusun makalah ini agar para pembaca dapat
mengetahui lebih detail mengenai bagaimana caranya agar umat Islam bisa menghadapi
tantangan pada era modernisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi?
2. Bagaimana konsep Islam tentang Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya dan pendidikan?
3. Bagaimana prespektif Islam dalam implementasi Iptek, ekonomi, politik, sosial budaya
dan pendidikan?
4. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan filosofis tentang konsep Islam mengenai
Iptek, politik sosial-budaya dan pendidikan?
5. Bagaimana membangun argumen tentang kompatibel Islam dan tantangan modernisasi?
6. Bagaimana esensi dan urgensi kontekstualisasi pemahaman Islam dalam menghadapi
tantangan modernisasi?

C. Tujuan
1. Menjelaskan Islam dalam mengehadapi masalah tantangan modernisasi.
2. Mengetahui konsep Islam berkaitan tentang Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan
pendidikan.
3. Menjelaskan perspektif Islam dalam implementasi Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya,
dan pendidikan.
4. Mengetahui sumber historis, sosiologis, dan filosofis tentang Iptek, ekonomi, politik,
sosial-budaya, dan pendidikan.

4
5. Mengetahui esensi dan urgensi pemahaman Islam dalam menghadapi tantangan
modernisasi

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar penulis beserta para pembaca dapat
mengetahui cara ataupun konsep Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi yang terkait
cakupan di bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya, serta pendidikan. Sehingga
nantinya dapat menumbuhkan generasi yang paham akan syariat Islam dan lebih memahami
akan perkembangan agama Islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernitas


Modernisasi selalu dikaitkan dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Kedua
hal ini sangat berkaitan dengan modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Oleh
karena itu, ketika seseorang berbicara tentang modernisasi, pasti yang akan dibicarakan
adalah tentang liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang
secara konseptual berkaitan dengan barat yang modern.
Untuk itu, berbicara tentang modernisasi juga harus mengacu pada budaya Barat.
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentu saja merupakan tantangan
yang sangat serius bagi agama. Agama dipandang sebagai perwujudan dari
tradisionalisme yang diasosiasikan dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan
kemiskinan yang sangat nyata. Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan
dunia tradisionalnya, maka yang pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan
bertindak dalam konteks pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi cara hidup yang mempengaruhi
sebagian besar masyarakat yang ingin melakukan modernisasi, tetapi juga menjadi
pemimpin dalam segala macam perilaku pada tingkat tertinggi. Ajaran agama yang
berdasarkan ajaran yang membatasi kebebasan ditolak dan dianggap sebagai penghambat
kemajuan. Agama dianggap menjadi penyebab lambatnya pembangunan masyarakat.
Agama dianggap candu masyarakat, agama dianggap rumor dari surga, dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki ranah pemikiran keagamaan. Ada banyak gagasan
tentang interpretasi agama. Banyak generasi muda yang mencoba menafsirkan agama
dalam konteks sosial saat ini. Pemahaman terhadap konteks sosial begitu kuat sehingga
teks-teks yang selama ini dianggap penting malah ditinggalkan. Jika ada teks yang
dianggap tidak relevan lagi pada saat itu, maka teks tersebut harus ditolak. Dengan cara
ini, mereka menafsirkan ajaran agama dalam kerangka yang mereka kembangkan sendiri.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, Umat Islam dipengaruhi
oleh tiga sikap, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun., apa yang ada di barat
itulah yang dilakukannya, apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat
identik dengan kemajuan dan kehebatannya. Jadi agar menjadi modern maka harus
mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga
menjadi trennya lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Segala sesuatu yang
berasal dari Barat harus ditolak dan disingkirkan.
Tidak ada hal baik yang datang dari Barat. Sikap inilah yang menjadi dasar
munculnya banyak sikap keras atau fundamentalis dalam beragama. Sikap evaluatif
Barat dan seluruh kebudayaannya merupakan sikap umum terhadap sikap dan tindakan
kaum fundamentalis. Barat harus dilawan dengan sekuat tenaga. Tidak ada alasan untuk
tidak melawan Barat yang dianggap merusak moralitas dan menyebabkan kemerosotan
moral umat Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan sikap permisif yang melanda
masyarakat saat ini harus disalahkan pada pengaruh Barat yang tidak dapat dilawan.
Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun tidak imbang
perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan perlawanan
melalui teror dan sebagainya.
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah
menerima dengan sikap kritis. Ada yang berpendapat bahwa ada budaya Barat yang
positif dan ada budaya Barat yang negatif. Oleh karena itu, budaya barat yang positif

6
diambil dan budaya barat yang negatif dibuang. Ponsel merupakan produk budaya barat
yang lebih banyak aspek positifnya. Dengan ponsel, jarak tidak lagi menghalangi orang
untuk berkomunikasi satu sama lain.
Teknologi ponsel dapat digunakan untuk membicarakan hal sehari-hari dan
bahkan melakukan bisnis internasional, namun penggunaan ponsel tidak selalu positif.
Jika yang disimpan di dalam ponsel adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi
adalah kejelekan. Akan tetapi jika yang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat Al-
Quran, dan Al-Quran itu dibaca pasti ponsel tersebut memiliki sifat menguntungkan atau
bermanfaat. Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas mengambil sikap di tengah
modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi
harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap
penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.

B. Memahami Konsep Islam tentang Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan


pendidikan.
Kata Ilmu diambil dari bahasa Arab, alima-ya”lamu-ilman artinya mengetahui,
pengetahuan. Secara etimologis, ilmun artinya jelas, terang, baik proses perolehannya
maupin kajiannya. Kata ilmun dalam Al-Quran di ungkap sebanyak 854 kali. Kata ini
digunakan untuk mengetahui objek pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya
sehingga diperoleh suatu kejelasan. Pengetahuan diperoleh manusia dengan cara
memperdayakan panca indra terhadap segala objek.
Dengan demikian, pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui manusian melalui
tangkapan pancaindra dan hati (al-qalb). Adapun llmu dalam arti sains atau ilmu
pengetahuan atau disebut juga pengetahuan ilmiah adalah suatu sistem pengetahuan yang
menyangkut suatu bidang pengalaman tertentu dan disusun sedemikian rupa dengan
metodologi tertentusehingga menjadi satu kesatuan. Masing- masing sistem diperoleh
sebagai hasil penyelidikan dan pengkajian yang dilakukan secara teliti dengan
menggunakan metode- metode tertentu. Islam tidak membedakan antara satu disiplin
ilmu dan disiplin ilmu lainnya. Semua disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi
Allah. Demikian juga, mulialah orang yang mempelajari, menguasai, dan
mengembangkannya. Orang yang menguasai disiplin ilmu disebut ‘alim (jamak: ‘ulama).
Ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang diketahui, di pelajari oleh umat manusia
melalui tahapan menggunakan pancaindra, pengalaman, dan sebagainya. Sedangkan
teknologi adalah suatu sarana yang dapat kita gunakan secara mudah, dan tentu saja
teknologi yang ada sekarang sangat membantu dalam aspek apapun. Artinya ilmu
pengetahuan dan teknologi ini tentang dimana keterampilan dalam membuat sebuah alat
teknologi yang bermanfaat di kehidupan sehari-hari.
IPTEK juga di isyaratkan Allah dalam Al-Quran tentang betapa pentingnya ilmu
pengetahuan dan teknologi ini terutama di masa sekarang dan saat masa jahiliyah.
Perhatikan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 164 ini:

7
Artinya : “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang,
kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang
diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah
mati (kering), dan dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan
perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu)
sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.”
(Q.S Al-Baqarah ayat 164)

Salah satu kandungan dari ayat tersebut ialah hendaklah manusia merenungkan
sekaligus mensyukuri semua yang telah di beri oleh Allah SWT, yang telah memberikan
seluruh rahmat, kecerdasan pikiran, yang bermanfaat untuk kita gunakan di dunia ini,
salah satunya adalah ilmu dan teknologi. Juga Allah SWT ingin manusia melakukan
penelitian supaya mendapatkan ilmu pengetahuan agar berguna bagi alam dan
kesejahteraan umatnya.
Di zaman milenial ini, perkembangan IPTEK semakin meluas. Manusia semakin
mengeluarkan ide gagasan yang dia miliki untuk tujuan yang dia inginkan semakin
berkembang. Salah satunya untuk perkembangan suatu negara, negara sekarang sangat
membutuhkan IPTEK supaya membantu keberlangsungan hidupnya. Lihat saja di negara
yang berkembang dimana intensitas IPTEK mereka disana sangat tinggi dan berkualitas
sehingga membantu jalan nya akses kehidupan yang berlangsung.
IPTEK pastinya di bantu dengan beberapa hal lain nya seperti keberlangsungan
ekonomi, politik, sosial budaya, dan pendidikan.

1. Ekonomi
Kekuatan ekonomi sangat berpengaruh bagi kehidupan, karena jika ekonomi stabil
maka negara tersebut dapat maju dan mendukung akses lain nya salah satunya
IPTEK. Dalan Islam, ekonomi merupakan wadah untuk usaha memenuhi kebutuhan
nya berlandaskan nilai-nilai islam. Islam juga tidak pernah melarang melakukan
kegiatan jual-beli asal tindakan yang dilakukan sesuai dengan syariat/hukum Islam.
Ekonomi dalam Islam juga memiliki prinsip terhadap tidak boros, karena sesuatu
yang berlebihan itu tidak baik.
Sistem ekonomi Islam di zaman sekarang bisa dikatakan berkembang dengan baik,
karena banyaknya kesadaran umat Islam untuk mengikuti syariat ekonomi Islam
yang telah ada. Seperti berutang tanpa ada riba, jual beli produk yang halal, dan juga
di Indonesia adanya bank syariah (BSI).

8
2. Politik
Sebagai sebuah ilmu, Islam tentunya banyak panduan terhadap berbagai bidang nya,
salah satunya ialah politik dan hukumya wajib. Banyak yang memandang buruk
“politik” akibat banyak aspek yang kurang jelas di dunia politik sekarang. Padahal,
politik membantu untuk penghubungan antara organisasi satu dan yang lain dalam
urusan publik/negara.
Imam Al- Ghazali mengatakan : “Agama adalah dasar perjuangan, sedang kan
penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak
memiliki prinsip agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak ditemani akan
sia-sia”
Sejak awalnya Islam, banyak para ulama yang berpolitik. Rasulullah SAW dan para
sahabat beliau juga berpolitik dalam pandangan Islam. Maka dari itu, berpolitik lah
dengan bijak dan sesuai dengan ajaran Islam. Supaya tidak menjadikan politik wadah
yang “kotor” bagi bangsa dan negara.

3. Sosial Budaya
Islam menganjurkan umatnya untuk berbudaya dan bersosial terhadap sekitar. Pada
bidang ini Islam membawa pengaruh positif karena membuat masyarakat semakin
meningkatkan tingkat keadilan nya, kerukunan masyarakat satu sama lain, toleransi
antar umat beragam dan ada istidat, dan masih banyak lagi. Tapi tidak dapat
dipungkiri juga bahwa banyak hal dalam sosial budaya yang berketimpangan karena
teknologi yang semakin canggih dan banyaknya budaya budaya barat yang masuk ke
wilayah Indonesia.

4. Pendidikan
Dalam kehidupan Islam, tujuan pendidikan adalah etika, moralitas, dan yang utama
adalah akhlak. Pendidikan menurut Al-Quran yaitu sebuah usaha yang dilakukan
melalui sebuah rencana dan dilakukan bertahap untuk memberikan pengetahuan,
sikap sikap, serta keterampilan untuk masyarakat.
Dalam Al-Quran dikatakan ada tiga jenis umat manusia, yaitu:
a. Insan
Insan adalah makhluk yang dapat menyeimbangkan dirinya terhadap emosional
yang dia miliki. Insan juga menunjukkan kata spiritual dan intelektual. Insan
yang dimiliki setiap umat berjiwa dengan penuh sadar, pencerahan jiwa yang baik,
juga spiritual yang dimilikinya. Insan memiliki kelompok yang di sebut pada
istilah Ulul Albab dan Ulul Ilmi.
b. Naas
Naas adalah makhluk bersosialisasi yang suka membangun keberadaban,
keilmuan, serta selalu berpikir untuk memperbaiki nilai-nilai kehidupan yang ada.
Naas bisa memiliki 2 sifat, baik dan buruk. Tergantung bagaimana pada dirinya,
jika ia dapat mengontrol dan menggunakan sifat nya dengan baik maka Naas
tidak mudah untuk terjerumus pada hal negatif.
c. Basyar
Basyar adalah jenis umat manusia yang dasar, yang menunjukkan manusia
sebagai makhluk biologis. Maksud dari makhluk biologis yaitu masih
membutuhkan sandang, pangan, papan, nafsu, dan sebagainya. Basyar lebih
dominan emosional daripada intelektual dan spiritualnya. Ada beberapa yang
mengatakan bawah Bahsyar ini bersifat seperti hewani.

9
Pendidikan dikata berhasil jika proses yang dilakukan secara benar dan sesuai dengan
apa yang diajarkan. Pendidikan yang benar bisa dilihat jika ketiga aspek ini muncul:
a. at-Tarbiyah al-Aqliyyah : kecerdasan intelektual.
b. at-Tarbiyah al-Qalbiyyah : spiritual dan emosional.
c. at-Tarbiyah al-Jasmaniyyah : kesehatan jasmani.
Dari tiga aspek di atas berarti pendidikan harus mencapai dalam hal akal, hati dan fisik.
Jika manusia hanya memiliki 1 atau 2 dari hal tersebut susah untuk mencapai manusia
yang cerdas, bermoral, kuat.

C. Diperlukannya Perspektif Islam dalam Implementasi Iptek, Ekonomi, Politik,


Sosial-Budaya, dan Pendidikan.
Iptek dalam kacamata Islam tidak bebas nilai, baik secara ontologis,
epistemologis maupun aksiologis. Dalam kacamata Islam sumber ilmu itu terbagi dua
yaitu:

1. Ayat Qur`aniyah
Dari sumber yang pertama ini munculah berbagai disiplin ilmu, misalnya, teologi,
mistisisme, ilmu hukum, politik, ekonomi, perdata, pidana dan lainya. Ayatayat
qur`aniyah adalah wahyu Tuhan yang Allah berikan kepada Rasulullah, termaktub
dalam musḫaf untuk kemaslahatan umat manusia.

2. Ayat Kauniah
Ayat-ayat kauniah adalah alam semesta sebagai ciptaan allah yang diteliti dengan
paradigma ilmiah dan menggunakan akal yang juga ciptaan allah. Sumbernya adalah
alam ciptaan allah, instrumennya adalah akal manusia ciptaan allah pula. Dari
penelitian akal manusia terhadap rahasia alam ciptaan allah ini, maka lahirlah ilmu-
ilmu eksakta. Anda masih ingat eksakta adalah bidang ilmu yang bersifat konkret
yang dapat diketahui dan diselidiki berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan
dengan pasti. Implementasi ilmu eksakta menghasilkan teknologi. Teknologi dalam
tataran aksiologi jelas tidak bebas nilai.
Demikian juga, seni yang tidak bebas nilai. Dalam tataran epistemologi seni tidak
bebas nilai sebab seni hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang suci. Kesucian jiwa
menghasilkan karya seni yang jernih, suci, dan indah. Adapun hati yang kotor
melahirkan ekspresi seni yang kotor pula, jorok, dan tidak beradab. Secara aksiologi
seni identik dengan tekonologi yaitu tidak bebas nilai. Artinya, seni bukan untuk seni.
Seni adalah keindahan, kesucian, dan sarana untuk kembali kepada Tuhan. Jika Anda
terpesona melihat indahnya karya seni, atau mendengar merdunya seni baca Al-
Quran, serta merta keluarlah dari mulut Anda ucapan “SubḫāllāhTabārakallāhu
Aḫsanal Khāliqīn”. Artinya, “Mahasuci Allah, Mahaberkah Allah, Allah sebaikbaik
pencipta”.Dalam bidang ekonomi juga terdapat riba yang harus di perhatikan oleh
masyarakat islam. Seorang pakar ekonomi islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan
jenis- jenis riba, yaitu:
1. Riba Qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
2. Riba Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam
tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya

10
4. Riba dalam Nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.
Dalam masalah politik, perlu disadari bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler.
Sungguhpun demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama
dan melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah
negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusionalnya. Sistem demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kedaulatan di tangan rakyat dan demokrasi merupakan sarana untuk kedaulatan
yang diamanahkan kepada wakil-wakil rakyat di parlemen. Demikian juga
kedaulatan rakyat diamanahkan kepada para para eksekutif untuk menjalankan roda
pemerintahan. Untuk meraih kepercayaan rakyat, partai politik menjalankan
fungsinya dengan baik dan tidak melanggar norma-norma Ilahi dan aturan main
yang ditentukan. Kekuasaan harus diraih dengan berbagai cara, tetapi tidak
menghalalkan segala cara yang diharamkan. Kehidupan demokrasi akan terasa
menjadi berkah dan mendatangkan kemaslahatan bagi segenap rakyat jika dibingkai
dengan nilai-nilai keilahian. Demokrasi akan menjadi bencana disaaat para
pelakunya menjauhkan diri dari nilai-nilai Ilahi. Contohnya yang terjadi di beberapa
negara Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur, Asia Selatan dan lain-lainnya. Nilai-nilai
Ilahiah yang terkandung dalam fikih siyāsah (disebut prinsip-prinsip siyāsah)
sepertinya tidak lagi dijadikan etika dalam perpolitikan mereka. Prinsip-prinsip
siyāsah antara lain:

1. Al-Amānah
Kekuasaan adalah amanah (titipan), maksudnya titipan Tuhan. Amanah
tidak bersifat permanen tetapi sementara. Sewaktu-waktu pemilik yang
sebenarnya dapat mengambilnya. Setiap yang diberi amanah akan dimintai
pertanggungjawabannya. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban menyangkut
kepemimpinannya dan rakyat yang dipimpinnya” (Muttafaq Alaih).

2. Al-Adalah
Kekuasaan harus didasarkan atas prinsip keadilan. Kekuasaan dalam
pandangan Islam bukanlah tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan
kekuasaan, menurut al- Mawardi adalah menjaga agama, mewujudkan
kesejahteraan, dan keadilan umat. Kekuasaan harus dijalankan di atas landasan
keadilan dan untuk menegakkan keadilan agar tujuan utama kekuasaan tercapai
yaitu kesejahteraan umat.

3. Al-Hurriyyah
Al-Hurriyah artinya kemerdekaan dan kebebasan. Kekuasaan harus
dibangun di atas dasar kemerdekaan dan kebebasan rakyat yakni kemerdekaan
dalam berserikat, berpolitik, dan dalam menyalurkan aspirasinya. Adapun
kebebasan adalah kebebasan dalam berpikir dan berkreasi dalam segala aspek
kehidupan.

4. Al-Musāwāh
Al-Musāwāh secara etimologis artinya “kesetaraan‟, “kesamaan‟. Siyāsah
harus dibangun di atas fondasi kesamaan dan kesetaraan. Semua warga negara

11
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara dan juga
berkedudukan sama di hadapan hukum. Tidak boleh ada diskriminasi karena
gender, ras, agama dan kesukuan dalam politik, ekonomi, budaya, hukum dan
lain-lain. Negara harus menjamin semua warga untuk merdeka dalam berpolitik
dan bebas dalam kehendak dan tindakan menuju kemaslahatan.

5. Tabadul al-Ijtima
Tabadul al-ijtima artinya tanggung jawab sosial. Siyāsah tidak lepas dari
tanggung jawab sosial. Secara individual, kekuasaan merupakan sarana untuk
mendapatkan kesejahteraan bagi para pelakunya, mewujudkan kesejahteraan
bersama. Tanggung jawab sosial dapat diwujudkan dalam bentuk pengaturan
pilantropi Islam dengan baik, misalnya, dalam membangun manajemen zakat,
infak, sedekah dan wakaf, atau dalam membuka lapangan kerja secara luas dan
terbuka bagi semua lapisan masyarakat yang membutuhkannya. Tidak mungkin
urusan lapangan kerja diserahkan kepada pemerintah saja. Lapangan kerja akan
semakin luas manakala melibatkan pihak swasta.

D. Menggali Sumber Historis, Sosiplogis, dan Filosofis tentang Konsep Islam


mengenai Iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan pendidikan.
Kemajuan dalam politik, ekonomi, dan budaya dipengaruhi oleh kemajuan dalam
pendidikan dan kemampuan teknologi. Ini dapat dilacak secara historis ketika dunia
Islam unggul dalam teknologi. Kekuasaan politik umat Islam meningkat selama masa
keemasan Islam dan menyebar ke berbagai wilayah. Penguasaan politik ini juga
membawa kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat Islam. Kemajuan umat Islam
dalam penguasaan teknologi juga didorong oleh kesejahteraan yang merata. Akibatnya,
dunia Islam menjadi sangat kuat secara politik dan ekonomi, yang didasarkan pada
dominasi Iptek sepenuhnya. Zaman keemasan Islam terjadi di bawah pemerintahan
Dinasti Umayyah di Damaskus, Syria (yang kemudian berkembang di Spanyol) dan
Dinasti Abbasiyyah di Baghdad, Irak.
Rasulullah benar-benar meletakkan dasar-dasar kemajuan umat Islam. Beliau
memberi tahu para sahabatnya bahwa memperoleh pengetahuan adalah penting.
Kewajiban untuk tidak membuat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Nabi
Muhammad mengatakan bahwa kita harus belajar untuk menguasai ilmu jika perlu,
meskipun kita harus pergi ke Cina. Secara teologis, Allah telah menetapkan bahwa
bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dengan iman akan maju di masa depan. Kita
telah melihat bagaimana kemajuan teknologi umat Islam membawa kemajuan bagi umat
Islam dalam bidang ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Ada kemakmuran materi
dan rohani bagi orang Islam, serta keadilan dan adil.
Dalam kenyataannya, negara-negara yang beragama Islam tertinggal dalam
bidang teknologi, sehingga negara-negara yang tidak beragama Islam sekarang
menguasai ekonomi, politik, dan budaya dunia. Walaupun sebagian besar dari mereka
tidak beragama, mereka maju karena menguasai Iptek.Kemajuan yang dicapai hanyalah
kemajuan materi, karena kemajuan ini dapat dicapai oleh setiap orang yang memiliki
kemampuan untuk menguasai teknologi ini. Bangsa yang hanya memiliki kemampuan
untuk menguasai teknologi tetapi juga memiliki iman yang benar, tentu akan lebih maju
daripada mereka.
“Sesungguhnya Allah memberikan kemajuan materi kepada orang-orang yang
Allah cintai dan kepada orang-orang yang tidak Allah cintai, tetapi Allah tidak
memberikan iman kecuali kepada orang yang Allah cintai,” kata Ibnu Athailah. Sebagai

12
mahasiswa, Anda tidak boleh menutup diri. Sebenarnya, kemajuan yang dicapai umat
Islam di masa lalu sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara ilmuwan muslim
dengan satu sama lain dan antara ilmuwan muslim dengan tradisi intelektual non-muslim,
seperti filsuf Yunani. Interaksi dan adaptasi dengan pemikiran rasional mendorong
perkembangan cepat filsafat Islam. Begitu juga, disiplin ilmu lainnya saling
mempengaruhi untuk membentuk dan mengembangkan disiplin ilmu di masyarakat
Islam.

E. Membangun Argumen tentang Kompatibel dan Tantangan Modernisasi


Modern mengandung arti maju dan berkemajuan dalam segala aspek kehidupan:
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap
dan pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar.
Modernisasi merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala
bidang kehidupan melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi
telah mengubah wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi
serba cepat, dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar.
Terdapat beberapa karakteristik dalam ajaran islam, yaitu:

1. Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam
ajaran Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk
mengetahui sahih atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah sesuai
dengan akal. Hadis yang sahih pasti rasional. Sebaliknya, hadis yang tidak rasional itu
menjadi indikator bahwa hadis itu tidak sahih. Betapa banyak ayat-ayat Al-Quran
yang menyuruh kepada kita untuk menggunakan akal dalam sikap beragama.
Demikian pula, hadis nabi menyuruh umat Islam menggunakan akal.

2. Sesuai dengan Fitrah Manusia


Tidak ada satu pun ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang
beragama (ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang
tidak beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang
menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan, kegalauan,
ketidakpastian, dan kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup tidak ada
kenikmatan dan kenyamanan. Sekadar contoh agar Anda paham. Makrifatullah dan
Tauhidullah adalah fitrah manusia karena sesudah bermakrifat dan bertauhid kepada
Allah, orang akan mengabdi hanya kepada Allah, meminta tolong hanya kepada Allah,
dan memohon perlindungan hanya kepada Allah. Jika orang masih beribadah kepada
selain Allah, minta tolong dan perlindungan kepada selain Allah, maka akan terjadi
kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan kemunafikan, dan sakit secara
rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat rohaninya, maka ia tidak akan
mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.

3. Tidak Mengandung Kesulitan


Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan.
Tidak ada aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan
manusia. Allah sendiri menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak
menghendaki kesulitan dalam beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).

13
4. Tidak mengandung banyak Taklif
Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran
Islam hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut akhlak).
Landasan ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Secara keilmuan, ketiga
pilar tadi dapat dipisahkan yaitu dari akidah lahir ilmu akaid, ilmu tauhid atau ilmu
kalam. Dari syariat lahir ilmu syariat atau ilmu fikih (hukum Islam). Adapun dari
hakikat lahir ilmu tasawuf atau disebut juga ilmu hakikat atau ilmu akhlak. Ketiga
pilar tadi dalam aktualisasinya tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.

5. Bertahap
Ajaran Islam diturunkan Allah kepada Rasulullah secara bertahap. Demikian juga,
proses pembumiannya di tengah masyarakat pada saat itu juga bertahap.

F. Esensi dan Urgensi Kontelektualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi


tantangan Modernisasi
Perlu untuk disadari bahwa modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah
pola pikir, pola pergaulan, dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam
memproduksi barang dan jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang
dan jasa yang diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap
wujudnya stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja
atau buruh. Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika
berhadapan dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering kali
menjadi pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang
miskin semakin miskin.
Industrialisasi membuka lapangan kerja yang sangat signifikan bagi masyarakat
yang memiliki kualifikasi pedidikan yang memadai, tetapi industrialisasi juga
menyingkirkan sebagian masyarakat yang minus pendidikan atau memiliki pendidikan
yang tidak memadai. Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, industrialisasi
telah menambah tumbuhnya kelas masyarakat menengah ke atas secara ekonomi.
Petumbuhan kelas menengah ini berdampak pula terhadap perbaikan ekonomi secara
global dan tumbuh suburnya sektor riil di tengah masyarakat. Kemajuan dalam bidang
teknologi-komunikasi, misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam segala
aspeknya termasuk pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat, yang
semula menganggap bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka, bersua bertemu,
dan berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup hanya melalui
mendengar suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang informasi ini
sangat deras dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek kehidupan manusia.
Gelombang informasi telah menandai lahirnya generasi baru dalam masyarakat.
Kemajuan E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam
dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi.
Seseorang diukur dari seberapa cepat ia menerima informasi yang belum
diketahui orang lain. Semakin cepat ia menerima informasi itu semakin besar peluang
yang akan ia dapatkan untuk kemajuan dirinya. Jelas sebaliknya, orang yang tertinggal
dalam mendapatkan informasi, maka tertinggal pula kesempatan yang dapat ia raih untuk
kemajuan dirinya. Secara riil Islam harus menjadi solusi dalam menghadapi dampak
kemajuan industrialisasi dan derasnya gelombang komunikasi dan informasi. Islam
memang agama yang secara potensial memiliki kemampuan menghadapi semua itu.

14
Islam yang kafah memiliki doktrin yang jelas dalam teologis dan dalam waktu yang
bersamaan Islam memiliki fleksibilitas hukum dalam mengembangkan dan memahami
persoalanpersoalan masa kini. Peristiwa hukum, misalnya, harus dilihat secara
kontekstual dan tidak secara tekstual.
Islam dipahami secara rasional tidak sekedar dogma. Islam sebagai agama
rasional adalah agama masa depan, yaitu agama yang membawa perubahan untuk
kemajuan seiring dengan kemajuan kehidupan modern. Sebaliknya, Islam yang dipahami
secara tekstual dan dogmatis akan sulit eksis dan sulit beradaptasi dengan lingkungan
kemajuan yang semakin cepat perubahannya. Islam kontekstual akan menjadi solusi dan
pemandu dalam memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia. Islam yang
dipahami secara tekstual akan menjadi penghambat kemajuan, padahal Islam merupakan
ajaran yang berkarakter rasional, fleksibel, adaptable, dan berwawasan ke masa depan.
Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi untuk memerankan
kembali misi rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka
menghadapi modernisasi.
1. Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih
daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di
dalam Al-Quran.
2. Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif.
Tujuan dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk
menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh
ketentuan zakat. Secara subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan
jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan
sosial.
3. Program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini,
kita cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan kurang
memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu
menjadi kerangka teori ilmu. Secara normatif, kita mungkin hanya dapat
mengembangkan tafsiran moral ketika memahami konsep tentang fuqarā` dan
masākīn. Kaum fakir dan miskin paling-paling hanya akan kita lihat sebagai
orangorang yang perlu dikasihani sehingga kita wajib memberikan sedekah, infaq,
atau zakat kepada mereka. Dengan pendekatan teoretis, kita mungkin akan dapat
lebih memahami konsep tentang kaum fakir dan miskin pada koteksyang lebih riil
dan lebih faktual sesuai dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan kultural.
Dengan cara itu, kita dapat mengembangkan konsep yang lebih tepat tentang fuqarā`
dan masākīn itu pada kelas sosial dan sebagainya. Dengan demikian, kalau kita
berhasil memformulasikan Islam secara teoretis, banyak disiplin ilmu yang secara
orisinal dapat dikembangkan menurut konsep-konsep Al-Quran.
4. Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis.
Selama ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran
cenderung sangat bersifat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan
kisahkisah itu adalah justru agar kita berpikir historis.
5. Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum
menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif dan negatifnya
menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisi keterpurukannya.
Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan segala potensinya untuk
menyelesaikan permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga dan melsetarikan
ajaranIslam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh umat
Islam. Upaya tajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukan
cost yang besar. Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat
yang materialistis dan sekularis, maka nilai yang bersumberr dari agama belum
diupayakan secara optimal. Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan
yang hanya berkaitan dengan aspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai
agama hanya menjadi salah satubagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai
budaya secara keseluruhan. Fungsi sosial agama adalah memberi kontribusi untuk
mewujudkan dan mengekalkan suatu ordesosial (tatanan kemasyarakatan). Secara
sosiologis memang tampak ada korelasi positifantara agama dan integrasi masyarakat;
agama merupakan elemen perekat dalam realitasmasyarakat yang pluralistik.
Sebenarnya modernisasi bukanlah sesuatu hal yang substansial untuk ditentang
kalaumasih mengacu pada ajaran Islam. Sebab Islam adalah agama universal yang
tidak akanmembelenggu manusia untuk bersikap maju, akan tetapi harus berpedoman
kepada Islam. Dalam Islam yang tidak dibenarkan adalah Westernisasi, yaitu total
way of life dimana faktor yang paling menonjol adalah sekularisme, sebab
sekulraisme selalu berkaitan dengan ateisme dan sekularisme itulah sumber segala
imoralitas. Secara historis Islam sebenarnya tidak memiliki masalah dengan
modernitas. Dalam soal ilmu pengetahuan, banyak sekali Hadist Nabi yang secara
langsung menganjurkanumat Islam untuk menuntut ilmu. Al-Qur’an juga selalu
menyerukan manusia untukberpikir, menalar dan sebagainya. Dalam hal filsafat,
misalnya, meski tafsiran para filsufatas beberapa noktah ajaran agama tidak bisa
diterima kalangan ulama ortodoks, namunpara filsuf Muslim itu berfilsafat tentu
karena dorongan keagamaan, untuk membela danmelindungi keimanan agama.
Dengan demikian, kaum Muslim klasik telah dengan bebas menggunakan bahan-
bahan yang datang dari dunia Hellenis tanpa mengalami Hellenisasi, kaum Muslim
saat sekarang juga sebenarnya dapat menggunakan bahan-bahan modern yang datang
dari Barat tanpa mengalami pembaratan (Westernisasi). Inti dari modernisasi yang
kemudian menjadi esensial dan sejalan dengan ajaran agama Islam adalah
rasionalisasi yakni usaha untuk menundukkan segala tingkah laku. Kepada kalkulasi
dan pertimbangan akal. Rasionalisasi pada selanjutnya akan mendorong umat Islam
untuk bisa bersikap kritis dan meninggalkan taqlid yang dikecam dalam Islam.Dengan
demikian, pada dasarnya modernisasi bukanlah sebuah esensi yang bertentangan
dengan ajaran dasar agama Islam.

B. Saran

16
1. Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya sekedar diketahui namun
benar-benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para mahasiswa mahasiswi agar
dapat menerapkan menjalankan sesuai syariat islam dalam Menghadapi Tantangan
Modernisasi.
2. Selanjutnya, penulis menyadari kekurangan dari makalah ini sehingga diharapkan
adanya masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
pembuatan makalah ini dan bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya
untuk pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andiko, T. (2018). Signifikansi Implementasi Konsep Ekonomi Islam Dalam Transaksi Bisnis Di Era Modern. Jurnal Ilmiah
Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi Dan Keagamaan, 4(1), 9–22. https://doi.org/10.29300/mzn.v4i1.1004

Arif, M. (2022). Filsafat ekonomi islam. Merdeka Kreasi Group.

Arsi, A., & Nilda Miftahul Janna, D. (2021). Peranan Agama Menghadapi Modernisasi. Journal Mistar, 1, 1–3.

Budianto, M. R. R., Kurnia, S. F., & Galih, T. R. S. W. (2021). Perspektif Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 21(01), 55–61. https://doi.org/10.32939/islamika.v21i01.776

Ilmi, Z. (2013). Islam sebagai sarana IPTEK. Islam Sebagai Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,
53(9), 1689–1699.

Ishomuddin. (2013). PEMAHAMAN POLITIK ISLAM STUDI TENTANG WAWASAN PENGURUS DAN SIMPATISAN
PARTAI POLITIK BERASAS ISLAM DI MALANG RAYA Political Understanding Islam Study on the
Management Insights and Investigators Political Parties berasas Islam in Malang. Humanity, 8(2), 21–29.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/view/2097

Kholis, N. (2009). Membedah Konsep Ekonomi Islam: Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan OPSI, Tetapi SOLUSI!
Islamic Economics, III(2), 269–276.

Muhammad, R., & Sofyan, S. (2023). Implementation Of Islamic Perspective Character Education berpengaruh dan
mendukung . Menurut Asmaun Sahlan , pendidikan karakter dalam Islam adalah yaitu dasar normatif . Dasar
normatif adalah sesuatu yang dipakai sebagai landasan untuk berpijak ,. 10(01), 43–48.

Rofiani, R., Ahmad, N., & Suhartini, A. (2021). KONSEP BUDAYA DALAM PANDANGAN ISLAM SEBAGAI SISTEM
NILAI BUDAYA GLOBAL (Analisis terhadap terhadap pemikiran Ali Ahmad Madkur). At-Tajdid : Jurnal
Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 5(01), 62. https://doi.org/10.24127/att.v5i01.1556

Suhadi, M. D. (2015). Implementasi Prinsip Islam Dalam Aktivitas Ekonomi: Alternatif Mewujudkan Keseimbangan Hidup.
Jurnal Penelitian, 9(1), 67–92. https://doi.org/10.21043/jupe.v9i1.851

Syaifullah, M. S. (2006). Konsep Iptek Dan Keterpaduannya Dalam Alquran. HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3(3), 287–
298.

Yuyun Yunita, & Abdul Mujib. (2021). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. TAUJIH: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1),
78–90. https://doi.org/10.53649/taujih.v3i1.93

18

Anda mungkin juga menyukai