Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MODERNISASI BERAGAMA

DOSEN PENGAMPU
ANIK SUNARIYAH, S.Pd.I/M.Pd.I

KELOMPOK 4
1. Fery Kurniawan
2. M. Maulana Rizqy
3. Dharma Arya Pragota
4. Karina Wulandari

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN 2020/2021

1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................4
D. Manfaat..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5
A. Pengertian Modernisasi Beragama..........................................................................5
B. Faktor Penyebab Modernisasi Beragama..........................................................7
C. Peran Agama Dalam Modernisasi......................................................................9
D. Cara Mengatasi Masalah Modernisasi Agama Islam.....................................10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................12
KESIMPULAN...............................................................................................................12
A. Saran....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perbincangan tentang modernisasi telah menyita Perhatian


dan  konsentrasi para sarjana baik Muslim maupun non-Muslim
dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran dibidang
ini menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup
proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan
ditambah lagi dengan intensnya upaya-upaya pembaharuan tersebut
dilakukan secara serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di
luar dunia Islam, merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak
dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang
kemanusiaanya. Sebagaimana gerakan modernis Islam yang berusaha
mejembatani jurang pemisah antara orang-orang Islam tradisional dengan
para pembaharu yang sekuler. Modernisasi Islam seperti tanggapan
Muslim modern terhadap Barat pada abad ke-20 mempunyai sikap yang
ambivalen terhadap Barat, yaitu tertari sekaligus menolak. Eropa
dikagumi karena kekuatan, teknologi, ideal politiknya tentang kebebasan,
keadilan dan persamaan, tetapi sering juga ditolak karena tujuan dan
kebijaksanaan imperialisnya.

Untuk itulah dalam tulisan yang singkat ini akan mencoba melacak
tradisi modernisasi dalam dunia Islam maupaun medernisasi dalam
pandangan Islam. dan juga bagaimana hubungan Islam dengan negara
modern, yang jelas sangat berkaitan dengan kemajuan dicapai Barat dalam
segala bidangnya sebagai indikasi sederhana bahwa “genderang”
modernisasi yang “ditabuh” di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari
mata rantai dan tranmisi terhadap prestasi kemajuan yang diukir oleh
dunia Barat.Baik modernisasi yang dilakukan hari ini sebagai  langkah
negara barat yang ingin menguasai negara dan meyebarkan ideologinya.

B. Rumusan Masalah
3
1. Apakah pengertian dari modernisasi beragama ?
2. Apa saja faktor penyebab modernisasi beragama ?
3. Apa peran agama dalam modernisasi ?
4. Bagaimana cara mengatasi masalah modernisasi agama islam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian modernisasi beragama
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab modernisasi
beragama
3. Untuk mengetahui dan memahami peran agama dalam modernisasi
4. Untuk mengetahui dan memahami cara mengatasi masalah
modernisasi agama islam

D. Manfaat
Supaya saya dan pembaca mengetahui dan memahami pengertian
modernisasi beragama. Dengan harapan seseorang bisa mengatasi masalah
modernisasi beragama.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Modernisasi Beragama

Pengertian Moderasi beragama adalah wacana keagamaan yang


berkembang sejak beberapa tahun ke belakang hingga sekarang. Wacana ini
digaungkan kembali oleh Kementerian Agama Republik Indonesia karena
merespons ekspresi keagamaan yang dianggap membahayakan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-
sedang-an. Maksud sedang di sini ialah tidak kelebihan dan tidak kekurangan.
Secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah
moderasi berakar dari kata sifat “moderat” yang berarti selalu menghindarkan
perilaku atau pengungkapan yang ekstrem. Kata ini juga bisa dimaknai
berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah.
Adapun definisi atau pengertian moderasi beragama menurut para ahli
dijelaskan berikut ini:
Menurut Prof. M. Quraish Shihab (Guru Besar Bidang Tafsir Al-Qur’an),
moderasi beragama dalam konteks Islam sebenarnya sulit didefinisikan. Hal
itu karena istilah moderasi baru muncul setelah maraknya aksi radikalism dan
ekstremisme. Pengertian moderasi beragama yang paling mendekati dalam
istilah Al-Qur’an yakni “wasathiyah”.
Wasath berarti pertengahan dari segala sesuatu. Kata ini juga berarti adil,
baik, terbaik, paling utama. Hal ini diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat
143 (wa kadzalika ja’alanakum ummatan wasathan) yang dijadikan sebagai
titik tolak moderasi beragama.
Ada tiga kunci pokok dalam penerapan wasathiyyah ini, yaitu
pengetahuan yang benar, emosi yang terkendali dan kewaspadaan. Tanpa

5
ketiga hal ini, wasathiyyah akan sangat susah bahkan mustahil untuk
diwujudkan.
Menurut Prof. Komaruddin Hidayat (Guru Besar Bidang Filsafat Islam),
pengertian moderasi beragama muncul karena ada dua kutub ekstrem, yakni
ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Ekstrem kanan terlalu terpaku pada teks dan
cenderung mengabaikan konteks, sedangkan ekstrem kiri cenderung
mengabaikan teks. Maka, moderasi beragama berada di tengah-tengah dari dua
kutub ekstrem tersebut, yakni menghargai teks tetapi mendialogkannya dengan
realitas kekinian.
Dalam konteks Pendidikan Islam, moderasi ini berarti mengajarkan agama
bukan hanya untuk membentuk individu yang saleh secara personal, tetapi juga
mampu menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai
umat agama lain.
Menurut Prof. Azyumardi Azra (Guru Besar Sejarah Islam), moderasi
beragama di Indonesia yang sangat terlihat adalah umat Islam. Pengertian
Moderasi beragama dalam konteks umat Islam kemudian disebut Islam
Wasathiyah. Kondisi moderasi beragama di Indonesia saat ini sudah mapan
dengan adanya Islam Wasathiyah. Artinya, dalam memahami agama tidak
banyak masyarakat Indonesia yang ekstrem kanan ataupun yang ekstrem kiri.
Keunikan dari Moderasi Islam Indonesia adalah umat Islam sebagai
mayoritas, tapi para pemimpin dan ulamanya menerima empat pilar
kebangsaan; Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-Undang
1945. Hal ini yang kemudian membuat peneliti Eropa terheran-heran mengapa
umat Islam Indonesia tidak menjadi Islam, padahal Islam mayoritas.
Moderasi Islam Indonesia senantiasa dijunjung dan dikembang oleh
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU dengan gagasan Islam
Nusantara-nya sejalan dengan Islam Wasathiyah. Begitu pula dengan
Muhammadiyah dengan gagasan “Islam berkemajuan”-nya juga merupakan
Islam Wasathiyah.
Menurut Drs. Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama tahun 2014-
2019), dalam istilah moderasi beragama harus dipahami bahwa yang
dimoderasi bukan agamanya, melainkan cara kita beragama. Hal ini karena
agama sudah pasti moderat.
Hanya saja ketika agama membumi, lalu hakikatnya menjadi sesuatu yang
dipahami oleh manusia yang terbatas dan relatif. Agama kemudian melahirkan
aneka ragam pemahaman dan penafsiran. Oleh karena itu, moderasi beragama
merupakan keniscayaan untuk menghindari penafsiran yang berlebihan dan
paham keagamaan yang ekstrem, baik ekstrem kanan maupun kiri.
Moderasi beragama seperti istilah moderasi Islam. Agama Islam tak perlu
dimoderasikan lagi, namun cara seseorang berislam, memahami Islam, dan
mengamalkan Islam yang senantiasa harus dijaga pada koridornya yang
moderat.
6
Ada dua poin penting dalam melihat Moderasi Islam. Pertama, senantiasa
adil, yakni memosisikan diri ke tengah tidak condong ke salah satu sisi. Dalam
konteks beragama, seseorang harus adil melihat berbagai sudut pandang
berbeda asalkan masih dalam koridor moderat. Jika mengarah ke sudut
pandang ekstrem, maka itu tak bisa ditoleransi.
Kedua, keseimbangan. Banyak kalangan yang mencoba untuk
menafsirkan ajaran agama supaya bisa menjadi pedoman kehidupan manusia.
Akan tetapi, keterbatasan manusia menyebabkan upaya penafsiran tersebut
tidak sempurna sehingga muncul sudut pandang berbeda dalam menafsirkan
agama.
Dalam konteks kehidupan berbangsa, moderasi dalam beragama sangat
erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap tenggang
rasa. Hal itu agar paham agama yang berkembang tidak bertentangan dengan
nilai-nilai kebangsaan.

B. Faktor Penyebab Modernisasi Beragama


Pandangan Al-Jabiri ini tampaknya diciptakan berdasarkan
pengamatannya yang mendalam terhadap realitas objektif kebanyakan negara-
negara Arab. Jadi pandangannya didasarkan kepada nasionalisme Arab.
Ada saja orang yang mengatakan kembali ke Islam artinya kembali ke
jaman onta. Ada juga yang mengatakan jika kembali ke Islam kita akan
mundur beberapa ratus tahun ke belakang. Seolah-olah jika kita menjalankan
aturan Islam secara kaffah harus meninggalkan semua teknologi yang kita
miliki. Tentu saja pendapat tersebut keliru.
Dilihat dari sisi historis saja pendapat tersebut jelas kesalahannya.
Sebab pada masa yang lalu justru Islam adalah pemimpin dunia dalam urusan
sains dan teknologi.
Ada dua kemungkinan mengapa pendapat seperti seperti itu muncul.
Mungkin berasal dari keinginan melecehkan Islam. Atau mungkin timbul dari
pemahaman Islam yang kurang sempurna.
Sebagai contoh, saya pernah mendengar cerita dari teman yang entah
benar atau salah. Katanya dahulu seorang syaikh Arab menolak alat bor
minyak bumi dengan alasan bid’ah Masuknya kebudayaan luar yang ada di
Indonesia. Kontak kebudayaan tersebut akan berpengaruh dampak positif dan
negatif.
Pengaruh positifnya adalah transformasi ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pengaruh negatifnya mereka luar negri. Dari masuknya

7
kebudayaan luar kita harus menyaring dan memilih sisi positifnya serta
membuang sisi negatifnya.
Orang yang sudah tidak mempunyai kesadaran lagi biasanya berbuat
sesuatu tanpa perhitungan, tidak peduli apakah pebuatannya tiu akan
menghancurkan didrinya sendiri atau tidak.

“Ketika hati orang-orang kafir sudah dicekam kesombongan yaitu


kesombongan jahiliyah, Allah menurunkan ketenangan kepada rasul-nya dan
kepada orang-orang yang beriman. Allah mewajibkan kepada mereka
keharusan bertaqwa, dan mereka itu memang patut dan berhak memiliki
ketaqwaan. Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (S. Al-Fath : 26)
Salah satu penyebab lainnya adalah:
- Kecanggihan teknologi yang sangat pesat sehingga banyak masyarakat yang
melupakan kewajiban beragamanya.
- Kurang disiplinya generasi muda dalam menjalankan kewajibannya yang
berakibat para pemuda selalu mengulur waktu untuk kewajibannya.
- Kuatnya arus globalisasi
- Tidak ada rasa istiqomah dalam menjalankan kewajiban
- Kurangnya rasa tanggungjawab dalam diri generasi muda sehingga banyak
generasi muda yang saling memfitnah satu sama lain.
Para ahli sosiologi pernah mengklasifikasikan masyarakat menjadi
masyarakat yang statis dan dinamis. Masyarakat statis merupakan masyarakat
yang mengalami sedikit sekali perubahan dan perubahan pun berjalan lambat.
Adapun masyarakat dinamis merupakan masyarakat yang mengalami
berbagai perubahan secara cepat. Oleh karena itu, pada masa tertentu, suatu
masyarakat dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis, sedangkan
masyarakat lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis. Segala perubahan
yang terjadi tidak terlalu berarti kemajuan (progress), namun dapat pula berarti
sebagai kemunduran (regress).
Saat ini ketika teknologi komunikasi semakin modern, teknologi
komunikasi banyak mempengaruhi terjadinya perubahan. Informasi semakin lama
semakin mudah didapat dan komunikasi pun menjadi lebih mudah dilakukan.
Penemuan-penemuan baru di bidang teknologiyang terjadi di suatu tempat
dapat dengan cepat diketahui oleh masyarakat lain yang jauh dari tempat tersebut.
Sejumlah ahli sosiologi mengemukakan pendapatnya tentang perubahan
sosial. William F. Ogburn tidak memberikan pengertian konkrit, apa itu
perubahan sosial. Menurutnya, perubahan sosial mencakup unsur-unsur
kebudayaan, baik yang materiil maupun yang immaterial, terutama menekankan
pengaruh yang besar dari unsurunsur kebudayaan materiil terhadap kebudayaan
immaterial.

8
Adapun Mac Iver lebih senang membedakan antara utilitarian elements
dan cultural elements yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan manusia
yang primer dan sekunder. Semua kegiatan dan ciptaan manusia dapat
diklasifikasikan ke dalam kedua kategori tersebut.
Sebuah mesin ketik, alat pencetak, komputer atau sistem keuangan
merupakan utilitarian elements karena manusia tidak menginginkan benda-benda
tersebut secara langsung memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Walaupun benda-benda tersebut dapat dipakai untuk memenuhi
kebutuhannya. Cultural elements merupakan ekspresi dari jiwa yang terwujud
dalam cara-cara hidup dan berfikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama,
rekreasi, dan hiburan.

C. Peran Agama Dalam Modernisasi

Kemoderenan selalu identik dengan kehidupan keserbadaan. Sedangkan


modernisasi merupakan salah satu ciri dari peradaban maju. Modernisasi selalu
diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya manusia menjadi mampu
menguasai alam dengan memanfaatkan teknologi modern. Masih banyak lagi
pengertian modernisasi, namun intinya menurut Lerner, modernisai itu
mencangkup : 1) pertumbuhan ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan, 2)
partisipasi politik, 3) penyebaran norma-norma, 4) tingginya tingkat mobilitas
social dan geografis, 5) Transformasi kepribadian.modernitas tersebut menurut
Hardgrave gejalanya apat dilihat dalam tiga dimensi: teknologis, organisasional
dan sikap.
Aspek teknologinya bisa dilacak pada dominasi industrialisasi sehingga
masyarakat dapat dibedakan menjadi praindustri dan industri. Sedangkan dimensi
organisasional mengejawantah dalam tingkat diferensiasi dan spesialisasi serta
menjelma menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks. Di pihak lain
pihak segi sikap dalam kemeoderenan mencangkup rasionalitas dan sekularisasi
dan pertentangan cara pandang ilmiah lawan magis religius.
Dari pandangan terakhir diatas jelas betapa marginal kedudukan agama
dalam masyarakat industri modern. Ada dua corak agama yang memiliki cara
yang berbeda dalam merespon tuntutan perkembangan masyarakat, yaitu agama-
agama wahyu yang relative bisa bertahan menghadapi arus gelombang
modernisasi seperti Islam, Yahudi dan Kristen juga agama-agama wahyu lain,
yang begitu rentan terhadap amukan modernisasi sehingga tidak mampu
bertahan.Semua agama mempunyai klaim yang sama, untuk dapat berlaku dalam
semua situasi, dalam segala satuan social dan dalam rentangan waktu yang tidak
terbatas.
Setiap agama memiliki empat isi pokok, yaitu: doktrin, organisasi, ritual
dan pemimpin. Kecanggihan unsur-unsur tersebut sangat tergantung pada tingkat
kemajuan yang dialami oleh masyarakat pendukungnya. Karena itu agama yang
mempunyai tingkat kecanggihan abstraksi yang rendah biasanya sangat mudah
terpengaruh oleh perubahan yang dialami pemeluknya.
9
Salah satu penyebab utama merosotnya peran agama dalam peradaban
industri modern adalah karena agama dianggap tidak memiliki kontribusi
langsung bagi upaya mengejar kehidupan fisik-material. Bahkan seperti
ditandaskan Mahden Ilmuan social Amerika, yang menilai agama sebagai faktor
negatif dalam proses modernisasi. Agama bagi mereka adalah suatu penghambat
dalam meraih modernisasi. Jadi agama adalah penghambat kemajuan. Anggapan
ini telah berakar sejak abad ke-19 seperti dapat dilacak pada pemikiran Comte,
Spenser, Marx dan lain-lain. Agama yang mengutamakan kepercayaan akan yang
Maha Ghaib, kebersamaan dan berorientasi kepada hidup sesudah mati sangat
sulit untuk bisa diterima oleh pemikiran positivistik dan sekularistik, sehingga
agama terdepak dari segala aspek kehidupan.
Pada sisi lain, krisis peradaban modern, meminjam istilah J.A Camilleri,
juga menimbulkan keberantakan yang gejalanya dapat dilihat dalam ketidak
seimbangan psiko-sosial, structural, sistematis dan ekologis.
Dari dampak yang telah dikemukakan diatas, terlihat jelas peran agama
menjadi sangat marginal, karena agama dianggap tidak dapat memberi kontribusi
apapun dalam menghadapi tuntutan hidup yang begitu keras dan penuh
persaingan. Gejala kemerosotan agama tampak dalam melemahnya doktrin-
doktrin yang ada, organisasi agama tidak mampu mengikuti irama dan ritme
perubahan social, ritual agama makin sedikit peminatnya, dan pemimpin agama
juga menampakkan diri seperti kurang semangat karena tidak berdaya berpacu
dengan arus tuntutan hidup budaya materialisticindividualistik, bahkan sangat
hedonistik, hal tersebut nampaknya juga merupakan suatu gejala sosial pemimpin
agama dewasa ini, dimana sebagian diantara mereka memahami agama secara
dangkal, hingga akhirnya “membodohkan umat”. Agama di lain pihak, dipandang
tidak mampu melerai konflikkonflik maupun dis-organisasi sosial bahkan
dituding sebagai bermasa bodoh “cuek” terhadap malapetaka kemanusiaan
universal.

Namun sebaliknya harus dipahami pula bahwa satu sisi, agamalah yang
diharapkan bisa memainkan peranan positif aktifnya dalam mengerem perilaku
serakah, brutal, dan mengancam kelangsungan hidup serta mengabaikan sama
sekali spiritualitas dan transendentalisme untuk diarahkan kepada kehidupan
yang bertatanan ketuhanan, kemanusiaan dan transcendental dalam menuju
dunia yang damai dan berperadaban. Disinilah letak peran penting pemimpin
agama, untuk dapat menginterpretasi agama, dari berbagai sudut pandang,
rasional, universal dan mengejawantah “membumi” sesuai dengan kebutuhan
umat dan zaman, hingga agama tidaklah dipandang sebagai momok penghalang
dari era modern ini.

D. Cara Mengatasi Masalah Modernisasi Agama Islam

10
Cara mengatasinya dengan cara istiqomah. Karena, jika manusia itu
memiliki iman yang kuat maka ia memiliki pendirian yang teguh dan
kecanggihan teknologi bisa dimanfaatkan dengan sebaiki-baiknya. Jika manusia
itu tidak memiliki iman yang kuat maka ia tidak memiliki pendirian yang teguh
dan mudah terjerumus. Dan kecanggihan teknologi masa kini bisa menjadi
dampak yang buruk baginya. Selain itu harus kuat iman karena dengan kuatnya
iman insya Allah kita tidak akan terbawa oleh arus negatif. Banyak orang yang
mengartikan bahwa modernisasi adalah zaman untuk bergaya, padahal dalam
pandangan islam modernisasi ialah batasan yang tidak boleh keluar dari norma-
norma Islam.
Selain cara tersebut, bisa dilakukan dengan memberi dasar pendidikan
keimanan. Contoh:
1. Setelah anak lahir disunatkan azan di telinganya, ini adalah awal dari
pendidikan keimanan. Dari sejak dini hendaknya orang tua memperkenalkan
kehidupan yang bernapaskan islam sehingga anak tidak akan asing dengan
tradisidan budaya islam yang dijumpai didalam rumahnya atau pada
lingkungannya.
2. Mengajarkan kalimah La ilaha illallah. Riwayat dari Al-Hakim dari ibnu
Abbas r.a. dari nabi SAW. Ia berkata:”Permulaan kalimat yang harus diajarkan
kepada anakanakmu ialah kalimat La ilaaha illallah”.
3. Anak sejak mulai berakal hendaknya dikenal dengan apa-apayang tidak
haram dan apa-apa yang haram. Hadist dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu
Mundzir dari Ibnu Abbas ia berkata:”lakukan ketaatan kepada Allah dan takutlah
kemaksiatan kepada Allah, printah putramu agar menjalankan printah dan
menjauhkan diri dari larangan, yang serupa itu adalah pembentengan bagi
mereka dan bagi kamu dari neraka”.
4. Memperkenalkan suasana semangat (gemar) salat sedini mungkin,
mengajarkan mulai umur tujuh tahun
5. Sejak dini perlu dididik agar timbul rasa cintanya kepada Rasul SAW.
Kepada ahli baitnya dan suka membaca Al- Qur’an. Hadist riwayat Thabrani
dari Ali r.a. bahwa nabi saw. Berkata:”Dididiklah anakmu atas tiga hal:
Mencintai nabinya, mencintai ahli baitnya dan membaca Al-Qur’an, bahwa Al-
Qur’an itu berada dibawah naungan Arasy Allah bersama-sama dengan para
Nabi dan hambanya yang suci pada hari tidak ada naungan kecuali hanya
naungan Allah”.
6. Para ahli pendidikan sependapat bahwa setiap anak lahir dalam fitrah
tauhid, dalam akidah iman pada Allah dan dalam keaslian suci dan bersih, bila
sejak dini mendapatkan pendidikan baik maka akan tumbuh dengan baik.

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

12
1. Walaupun arus globalisasi dan modernisasi deras mengalir
membanjiri jalan pikiran manusia, tetapi setiap orang pasti memiliki
agamanya masing-masing
2. Agama harus lebih di utamakan dari segalanya. Kehidupan di dunia
hanyalah sementara, karena kehidupan di akhirat adalah kehidupan
yang abadi dan lebih kekal dari pada kehidupan di dunia.

A. Saran

1. Walaupun kita sebagai individu yang mengikuti perkembangan zaman


tetapi sebagai seorang muslim yang baik kita harus tetap menjadikan
agama sebagai landasan hidup dan tidak menjadikan ego kita sebagai
penuntun hidup, karena ego kita seringkali bertolak belakang dengan
norma norma yang berlaku.
2. Sebaiknya kita harus bisa membagi waktu dengan sebaik-baiknya.
Dengan maksud, jika pada saatnya beribadah gunakanlah waktu
itu untuk beribadah, janganlah gunakan waktu itu untuk
kepentingan yang lain. Karena biasanya, penyesalan itu akan
datang pada saat akhir

DAFTAR PUSTAKA
http://rijalseventh.b;ogspot.com/2012/04/makalah-agama-dan-
modernisasi.html?m=1

13
http://alqomartasikmalaya.wordpress.com/2011/11/24/makalah-modernisasi-
dalam-pandangan-islam/
http://mohamadrofiul.blogspot.com/2010/05/makalah-agama-dan-
modernisasi.html?m=1
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar

14

Anda mungkin juga menyukai