Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEOSOFI

MENEGAKKAN MODERASI ISLAM DI ERA DIGITAL

Dosen Pengampu:
Yulianto, M.Pd. I

Disusun oleh:
Exsanda Auriel Muhibah (220603110016)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puja
dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat serta
karunia-Nya. Sholawat serta salam tak lupa saya panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang
benderang.
Dalam penyusunan karya ilmiah berupa makalah dengan judul . Penulis haturkan
terima kasih kepada Bapak Yulianto, M.Pd. I selaku dosen teosofi Universitas Islam Negeri
Malang yang telah membimbing dengan sepenuh hati, memberi banyak ilmu, pengarahan dan
waktunya. Sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Saya selaku penulis menyadari masih banyak kekurangan serta kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan serta saran dari
pembaca. Penulis juga berharap agar makalah ini bermanfaat bagi pembaca, penulis serta
masyarakat umum.
Malang, 11 April 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB 1 ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
2.1 Pengertian Moderasi Beragama .................................................................................. 5
2.2 Sejarah Moderat Islam di Indonesia ............................................................................ 5
2.3 Sikap Bermoderasi Agama .......................................................................................... 6
2.4 Peluang Membangun Moderat di Era Digital ............................................................. 7
2.5 Tantangan Menegakkan Moderat di Era Digital ....................................................... 10
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP................................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12
3.2 Saran .......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

2
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Konsep moderasi beragama sangat penting Sikap bermoderasi agama sangatlah


penting, sikap ini mendorong agar seimbang antara keagamaannya sendiri dan keyakinan
orang lain yang berbeda agar saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.
Keseimbangan dan kompromi dalam praktik keagamaan mencegah sikap ekstrim, sikap
berlebihan, fanatik dan revolusioner dalam beragama. Moderasi beragama adalah solusi
bagi dua kutub ekstrem agamanya: ultra-konservatif atau paling kanan di satu sisi dan
liberal atau paling kiri di sisi lain.
Indonesia dengan keanekaragaman suku, budaya, tradisi, bahasa dan agama seringkali
berbenturan dengan berbagai faktor di sekitarnya akibat perbedaan tersebut. Oleh karena
itu, diperlukan langkah-langkah progresif untuk mengatasi persoalan kebhinekaan yang
sewaktu-waktu bisa meledak untuk kerugian besar.
Di era digital ini, ajaran Islam bukan lagi hak prerogatif para ulama. Anda dapat belajar
Islam kapan saja, di mana saja dengan berbagai cara. Masyarakat saat ini tidak boleh
mengandalkan ulama’ sebagai sumber agama, mereka haruslah memanfaatkan
perkembangan zaman yang ada. Masyarakat dapat menggunakan televisi, radio, surat
kabar, handphone, video, CD-ROM, buku, majalah, dan papan buletin. Bahkan, internet
kini telah menjadi media dimana anda dapat dengan mudah dan nyaman mencari tahu
tentang berbagai mata pelajaran agama. Dari masalah ibadah yang kecil hingga masalah
yang kompleks, semuanya sangat mudah ditemukan dan didapatkan. “Mbah Google”
sering dijadikan sebagai sumber dan rujukan utama dalam memperoleh ilmu agama.
Terkait dengan dakwah, peran media sangat strategis dalam upaya menyampaikan pesan
dakwah. Media dapat menembus batas ruang dan waktu. Ini berarti bahwa komunikasi
dapat dilakukan bahkan melalui panggilan jarak jauh. Tidak hanya itu, media juga
menyediakan berbagai informasi yang mengikuti kecepatan zaman. Media berkembang
pesat dewasa ini. Secara tradisional, media elektronik seperti televisi dan radio telah
menjadi sumber pilihan untuk pencarian informasi. Keuntungannya adalah Anda dapat
mengirim pesan suara dan gambar (visual). Kini kenyataan mulai berubah, masyarakat
umum beralih ke media elektroniksebagai sumber informasi. Padahal, minatnya saat ini
adalah media baru (Internet).
Era digital sering disebut oleh para ahli sebagai era multi layar. Kita hidup di zaman
dimana media seperti smartphone, laptop, dan televisi menjadi pusat perhatian masyarakat.
Di era digital, di mana informasi mudah diakses, masyarakat dapat dengan sangat mudah
menjawab isu-isu strategis yang hangat diperdebatkan dewasa ini, seperti isu keberagaman,
isu multikulturalisme, isu politik, isu ekonomi, isu hukum, dan keadilan. akan diterima dan
menjadi bagian integral dari, dan topik lainnya. Maraknya isu ini menunjukkan peran besar
media dalammembingkai dan membangun realitas secara subyektif untuk mengemasnya
menjadi topik yang trendi.
Perubahan besar dalam masyarakat ini harus diimbangi dengan perubahan cara berdakwah
para da'i. Dakwah tidak boleh dihentikan, hanya metode tradisional (ceramah) yang harus

3
digunakan. Dakwah harus dinamis, progresif dan penuh inovasi. Para menteri perlu
memunculkan kreasi-kreasi baru yang lebih realistis dan bermanfaat bagi rakyat. Jangan
sampai dakwah Anda menjadi beban masyarakat, apalagi memecah belah. Dakwah harus
dikemas dengan cara yang lebih manusiawi dan interaktif untuk memenuhi kebutuhan dan
kemampuan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian moderasi beragama?


2. Bagaimana sejarah moderasi islam di Indonesia?
3. Bagaimana sikap bermoderasi yang tepat?
4. Apa saja peluang membangun moderasi islam di era digital?
5. Apa saja tantangan membangun moderasi islam di era digital?
1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui definisi dari moderasi beragama.


2. Dapat mengetahui sejarah moderasi islam di Indonesia.
3. Dapat mengetahui sikap yang tepat dalam bermoderasi.
4. Dapat mengetahui peluang membangun moderasi islam di era digital.
5. Dapat mengetahui tantangan membangun moderasi islam di era digital.

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Moderasi Beragama

Moderasi beragama menurut definisi dari kementrian agama dari buku yang disusun
yang berjudul Moderasi Beragama, memiliki makna kepercayaan terhadap ajaran agama
yang sedang dianutnya, dengan berbagai tafsir agama yang telah dipelajarinya. Jadi,
moderasi beragama memiliki makna sebuah penerimaan, keterbukaan, dan adanya sinergi
dari mereka yang berbeda agamanya. Moderasi menurut Bahasa latin moderâtio artinya
penguasan terhadap diri sendiri. Sedangkan moderasi menurut arti Bahasa Inggris disebut
moderation memiliki makna rata-rata, baku, ketidak-berpihakan. Secara umum, moderat
memiliki arti sikap mengutamakan terkait keyakinan, moral, dan perilaku agar setimbang.
Terdapat ayat dan hadist yang merujuk pada konsep suatu moderasi beragama di
dalam islam, ada kata yang spesifik penggunaannya yaitu wasatha (‫)وسط‬. Agama islam
adalah wasathan. Wasathan dibagi menjadi 3 yaitu dalam dimensi akidah, ketuhanan antara
atheisme dan poletheisme, dimensi tasawuf seperti syariat dan hakikat,dan dimensi syariah
yaitu ketuhanan dan kemanusiaan. Dari dimensi tersebut dapat diketahui bahwa sifat
moderat adalah berada di tengah-tengah atau tidak memihak sama sekali.
Karakter seseorang yang bermoderat islam yaitu digambarkan memiliki sikap yang
tidak berlebih-lebihan (ifrath) atau sikap yang tidak meremehkan siapa pun (tafrith) terkait
masalah dunia maupun agama. Seseorang yang memiliki sifat yang bermoderat tidak akan
masuk dalam golongan yang ekstrem dalam beragama. Dikarenakan moderasi islam
melibatkan dua hak yang digabungkan, yaitu hak roh dan jasad, dengan tidak
menyepelekan salah satu dari dua hak tersebut. Mereka yang bermoderat islam ketika
melihat sesuatu akan berpikir secara obejektif dan komprehensif.

2.2 Sejarah Moderat Islam di Indonesia

Islam disebarkan dengan cara damai, tidak ada paksaan dari orang lain untuk masuk
dalam agama islam, tetap menghargai kebudayaan daerah setempat, dan bahkan proses
masuknya islam di Indonesia lewat kebudayaan lokal tanpa menghapus budaya daerah dan
kehilangan identitasnya. Sikap toleran ini menarik simpati masyarakat pada waktu itu dan
walisongo lah yang menyebarkan agama islam di Indonesia.
Walisongo merupakan tokoh penyebar agama islam di Indonesia. Pionir dakwah Islam
Warisongo begitu konkrit dan realistis sehingga luar biasa diimplementasikan dengan cara
sederhana yang tidak mengganggu tradisi dan adat setempat serta menghadirkan metode
dan alternatif baru yang mudah dipahami masyarakat luas. Tidak ribet dan menyatu dengan
kehidupan masyarakat. Model ini menampilkan keunikan para sufi Jawa, yang
memungkinkan mereka menyerap unsur-unsur budaya lokal dan asing sekaligus
memegang teguh prinsip-prinsip Islam.

5
Demikian pula, masa Walisongo disebut-sebut menjadi saksi pertarungan sengit antara
Islam dan budaya lokal. Periode ini menandai transisi besar dari penurunan bahasa Hindu-
Jawa ke fajar era Islam. Keramahtamahan tradisi dan budaya lokal menyatu dengan ciri
dasar budaya pondok pesantren. Wajah yang demikian memastikan bahwa Islam sangat
mudah diterima oleh berbagai suku bangsa Nusantara. Hal ini terjadi karena adanya
kesesuaian antara agama baru (Islam) dengan keyakinan lama. Setidaknya keberadaan
Islam tidak mengusik keyakinan lama, melainkan keyakinan tersebut dihargai dan
diintegrasikan ke dalam ajaran dan budaya Islam.
Walisongo tampaknya menyadari bagaimana seharusnya Islam mengakar di Indonesia.
Mereka memahami perlunya mengontekstualisasikan Islam menurut konteks lokal dan
dunia yang lazim, tanpa kehilangan prinsip dan esensi ajarannya. Ini kemudian dikenal
sebagai konsep “lokalisasi Islam”. Pemikiran ini bertujuan untuk mencairkan pola dan
karakteristik Islam sebagai praktik normatif dan keagamaan menjadi kontekstual.
“Lokalisasi Islam” menunjukkan bagaimana Islam, sebagai ajaran normatif yang berasal
dari Tuhan, diintegrasikan ke dalam budaya yang berasal dari manusia tanpa kehilangan
identitasnya masing-masing. Lebih spesifik, secara kontekstual, Islam dipahami sebagai
doktrin yang berkaitan dengan konteks waktu dan tempat. Pergeseran waktu dan perbedaan
wilayah menjadi kunci karya tafsir dan ijtihad. Dengan demikian, Islam akan mampu
senantiasa memperbaharui dirinya dan merespon secara dinamis perubahan zaman. Selain
itu, Islam cukup fleksibel untuk berinteraksi dengan situasi sosial yang berbeda dari satu
ujung dunia ke ujung lainnya. Kemampuan beradaptasi secara kritis inilah yang benar-
benar menjadikan Islam shalih li kulli zaman wa makan (cocok untuk segala usia dan
tempat).
2.3 Sikap Bermoderasi Agama

Seseorang yang memiliki sifat dan sikap bermoderat dalam agama, biasanya mereka
akan berpikir berkali-kali bahkan mereka tidak akan pernah melakukan tindakan menghina
atau merendahkan orang lain., mereka tidak akan pernah melakukan tindakan ekstrem
terhadap penganut agama lain yang tidak diikuti olehnya. Moderasi agama mengajarkan
dan memberikan peluang besar untuk berpikir dengan batinnya juga, sehingga mereka tidak
mudah terjebak pada ajaran atau sebuah pemikiran miring dalam beragama. Kemudian
akan lahir pemikiran yang bukan hanya kuat mentalnya serta kecerdasan yang dimilikinya
tetapi menjadi individu yang mandiri serta bertanggungjawab terhadap agamanya dalam
realita yang kompleks. Sehingga, tidak ada sifat mudah menyalahkan, yang bersikeras
terhadap mendapatnya sendiri (egois) dan mengganggap pendapatnya yang paling benar.
Bermoderasi beragama di Indonesia tidak lepas dari dua organisasi islam penting di
Indonesia yaitu organosasi Nahdatul Ulama’ dan Muhammadiyah. Organisasi ini
mendakwahkan serta mengamalkan moderasi beragama melalui politik, doktrin, dan
perilaku hidup bersosial dengan orang lain. Indonesia menjadi contoh toleransi yang baik
bagi dunia, menunjukkan bahwa agama islam itu saling merhargai antara satu sama lain
dan tidak saling merendahkan. Kedua organisasi ini menerapkan ajaran yang
mencerminkan ajaran yang Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu konsep islam moderat

6
Ummatan Washatan. Ummatan Washatan adalah umat yang berperilaku baik dan
menghindari kemungkaran, sehingga hidupnya menjadi seimbang antara dunia maupoun
akhirat, dan menjadikan islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Berbagai
perbedaan pendapat antara masyarakat Indonesia tidak menjadikan itu sebuah perselisihan
dalam menciptakan persatuan dan kesatuan sebuah bangsa. Sikap toleransi ini menciptakan
kerukunan antara umat islam di Indonesia.
Adapun ciri-ciri orang yang bermoderat agama, yang memiliki sikap washatiyah, yaitu:
1) Besikap Tathawwur wa Ibtikar, yaitu memilki sifat yang inovatif dan dinamis. Yang
berarti terbuka dengan hal baru dan siap menerima suatu perubahan yang mengarah
pada arah kebaikan.
2) Bersikap Aulawiyah, yaitu mendahulukan apa yang menjadi prioritas. Yang artinya
lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
3) Bersikap Ishlah, merupakan kemampuan mengutamakan reformatif, menampung
segala perubahan dan segala perubahan zaman akan tetapi tidak melupakan tradisi
lama. Tradisi lama yang relevan akan tetap lestari diimbangi dengan kemajuan
zaman.
4) Bersikap Syura, musyawarah, mengambil keputusan dan meyelesaikan segala
persoalan dengan jalan musyawarah untuk mencapi mufakat agar adil dan tidak ada
salah satu pihak yang dirugikan.
5) Musawah, egalitarianisme, artinya tidak menuduh orang lain diskriminatif semata-
mata karena perbedaan agama, kepercayaan, tradisi, atau asal usul seseorang.
6) Besikap Tasamuh, toleransi, yaitu sikap saling menghargai, menghormati terhadap
siapapun, dalam penyampaian pendapat,pandangan, maupun kepercayaan yang
berbeda dan bertolak belakang dengan dirinya.
7) Bersikap I’tidal, lurus dan tegas, bersikap secara adil dan tegas, melakukan segala
sesuatu sesuai pada tempatnya.
8) Bersikap Tawazun, berkeseimbang, bisa seimbang antara urusan dunia maupun
akhirat.
9) Bersikap Tawassuth, mengambil jalan tengah, yaitu tidak melebih-lebihkan, dan
tidak terlalu fanatic dalan beragama sehingga dapat menerima segala kemajuan
zaman yang ada.

2.4 Peluang Membangun Moderat di Era Digital

Digitus artinya digital dalam Bahasa Yunani, yang berarti jari. Dengan
demikian, era digital adalah masyarakat yang terkomputerisasi di mana setiap aktivitas
manusia dapat disosialisasikan dengan menggunakan media teknologi komputer (multi-
screen) dengan berbagai representasi, bentuk, angka, dan model naratif yang majemuk.
Dalam postmodernisme seperti saat ini, manusia hidup dalam apa yang disebut
Jalaluddin Rakhmat sebagai zaman "kelebihan informasi". Paradigma kehidupan
masyarakat telah berubah cukup drastis. Interaksi sebelumnya menyampaikan
kebutuhan secara langsung kepada individu atau kelompok dengan cara tradisional

7
(tatap muka), namun pola ini mulai berubah dengan budaya digital. Yasraf Amir Piliang
menyebutkan sebagai “kota digital” atau “kota dunia maya”. Berita yang disebarkan
oleh Yasraf menyebar di antara penduduk kota, pengaruhnya sangat terasa di pedesaan,
dan pengaruhnya sangat besar. Era informasi, perkembangan digital dan dunia maya
telah mengubah citra kota saat ini. Kota arsitektur kini telah menjadi kota digital dan
kota informasi, dan hubungan serta komunikasi antar manusia tidak diterima begitu
saja, tetapi dimediasi melalui teknologi digital.
Adapun beberapa peluang menyampaikan dakwah di era digital agar menjadi
seseorang mukmin yang bermoderat, yaitu:

1. Mengemas Dakwah Melalui Pesan di Era Digital


Sebuah pesan memiliki tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk
menyampaikan makna, dan format atau struktur pesan. Simbol yang paling penting
adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mewakili objek, gagasan, emosi, baik bahasa
(percakapan, wawancara, diskusi, kuliah, dll).
Pesan juga dapat diungkapkan secara non-verbal melalui tindakan dan gerak
tubuh (jempol, anggukan, senyum, tatap muka, dll), musik, lukisan, tarian, dan film.
Dapat juga dikomunikasikan secara lisan, tatap muka, secara langsung, atau melalui
media/saluran. Selain komponen, pesan juga memiliki sifat khusus yang
menjadikannya informatif, persuasif, dan persuasif. Berita bermanfaat karena hanya
memberikan informasi. Dalam situasi tertentu, pesan informatif lebih efektif daripada
pesan persuasif. Pesan persuasif memiliki kekuatan persuasif untuk membangkitkan
pemahaman dan kesadaran. Pesan paksa, di sisi lain, adalah sarana paksaan. Bentuk
penyampaian pesan yang menarik yang terkenal adalah provokasi. Artinya,
menonjolkan tekanan-tekanan yang berujung pada penindasan batin dan ketakutan
publik. Komunikasi wajib dapat berupa perintah, arahan, dll.
Beberapa konsep pesan di atas dapat dijadikan acuan dalam mengemas pesan
dakwah. Jika digabungkan, pengemasan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
termasuk yang disarankan oleh Wilson. Secara khusus, mempertimbangkan dimensi
abstraksi pesan, kesesuaian audiens, jenis desain strategi pesan untuk mencapai tujuan
tertentu, atau menyesuaikan tujuan yang berbeda, jenis tema konten, pesan, pemilihan
kata-kata tertentu, dll.
Agar koresponden (penerima pesan) dapat menerima pesan dengan baik, maka
pesan komunikasi yang terdiri dari isi pesan dan simbol harus dibuat secara cermat.
Dalam konteks ini, dosen Abdul Somad, Yusuf Mansur, dan Gus Baha nampaknya telah
menganut ajaran retorika Aristoteles. Menurut Aristoteles, hubungan antara pembicara
dan audiens sangat penting, dan audiens harus menjadi fokus percakapan yang sukses.
Humornya selalu berhasil karena dia selalu dekat dengan penonton. Dengan cara ini ia
mampu membangun keintiman yang lebih kuat dengan penonton.
2. Digitalisasi Moderasi Dakwah melalui Website
Seperti yang dikemukakan M. Quraysh Shihab terkait moderasi dakwah
dengan munculnya situs resmi M. Quraysh Shihab yang memiliki variasi menarik

8
dalam transformasi wawasan keagamaan. Sekilas situs mengungkapkan: Lima menu
utama muncul di bagian atas situs: beranda, blog, pekerjaan, buku, dan kontak. Menu
Blog dibagi menjadi enam bagian: artikel, audio, E-poster, acara, kutipan, dan video.
Menu Buku, di sisi lain, dibagi menjadi dua bagian: buku cetak dan e-book. Menu
kontak utama memiliki deskripsi situs yang membuka layanan bagi mereka yang ingin
bertanya tentang Islam, dan pertanyaan yang dijawab diarsipkan di Alifmaqz.com.
Selain itu, menu kontak juga menawarkan buku-buku karya M. Quraish Shihab.
Tampilan dan nuansa situs resmi M. Quraish Shihab disusun untuk menyajikan
berbagai wawasan keagamaan. Anda dapat melihatnya di menu Kategori. Menu
kategori memiliki 41 subtopik penelitian. Iklan menarik lainnya, situs tersebut juga
menampilkan kalender dan memiliki menu rekomendasi.
3. Memaksimalkan Video Dakwah di Era Digital
Media sosial menyediakan multimedia berupa gambar, video, dan desain yang
dibagikan kepada pengguna lain. Contohnya adalah Youtube. YouTube saat ini adalah
penyedia layanan video terbesar dan pengunggahan media gratis. Youtube juga sangat
cocok bagi mereka yang ingin mencari informasi tanpa harus membaca artikel.
Keunggulan lain dari YouTube adalah kemampuan untuk mendistribusikan konten ke
jutaan penonton. YouTube tersedia di hampir di seluruh penjuru negara, di komputer
apapun dengan akses internet, dan dikunjungi oleh jutaan orang setiap harinya.
Abdul Somad, Yusuf Mansur dan Gus Baha baru-baru ini memanfaatkan
transisi ke era digital untuk mewakili sekelompok pembicara yang menggunakan media
sosial (youtube) untuk berbicara. Dia tampaknya memiliki pemahaman yang sangat
baik tentang kecenderungan konsumsi media dari mereka yang lebih banyak
menggunakan Internet saat ini. Konteks persoalannya adalah nilai-nilai Islam
masyarakat madani. Sosiolog Ariel Herianto, dalam bukunya Identity and Pleasure:
The Politics of Screen Culture in Indonesia, melihat kelas menengah tertarik pada
segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam. Oleh karena itu, simbol-simbol yang
memperkuat identitas Islam dianggap penting.
4. Moderasi dalam Khotbah Keluarga
Keluarga adalah bagian penting dari masyarakat. Kesejahteraan masyarakat
ditentukan oleh kesejahteraan keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Dalam
Islam, setelah perbaikan diri dimulai, proses perbaikan adalah perbaikan keluarga
sebelum perbaikan masyarakat secara keseluruhan. Seperti halnya kisah dakwah
kenabian Muhammad SAW yang diawali dengan ajakan untuk berdakwah terlebih
dahulu kepada keluarga terdekatnya sebelum menganiaya kaumnya secara umum dan
meluas. Firman Allah SWT menyebutkan: (Q.S. al-Syu'araâ': 214)
Karena kerabat adalah model bagi orang lain, tidak ada perantara yang
diketahui dalam Islam antara Tuhan dan hamba-hamba-Nya, dan Nabi Muhammad
SAW tidak menjamin keselamatan kerabat dekat, pertama-tama diturunkan sebuah ayat
yang mengarahkan mereka untuk berdakwah. Betapa pentingnya status keluarga dalam
Islam, al-Qur'an berbicara secara khusus tentang hukum keluarga dalam banyak ayat.

9
Sebagaimana Al-Qur'an pada umumnya memiliki karakter moderat, nilai-nilai moderat
terlihat dalam kandungan teks-teks hukum keluarga.
Bahkan memandang wanita, Islam adalah agama yang sangat menghormati
wanita. Dari perspektif Al-Qur'an, kita dapat menemukan banyak ayat di mana
perempuan diberi hak yang sama dengan laki-laki, seperti yang tertulis dalam Al-Qur'an
Surat al-Nisâ'. Wanita percaya bahwa mereka akan masuk surga dan diperlakukan
zalim (Q.S. al-Nisâ': 124).39 .
Dilihat dari sudut pandang Alquran, Alquran memiliki huruf al-Nisa'a yang
artinya perempuan. Mengapa surat ini disebut surat al-Nisa'a?Karena banyak sekali
ayat dalam surat ini yang menyebutkan wanita, lebih banyak dari pada pembahasan
lainnya.Padahal sering disebut surat al-Nisaq al-Kubra, untuk membedakannya dengan
surat-surat lainnya. yang ayat-ayatnya membahas tentang wanita, yaitu Surat al-Talaq
disebut Surat al-Nisa’ al-Shughra. Pembahasan wanita dalam Al-Qur'an, khususnya
Surat al-Nisa’, jika dicermati lebih dalam, bermuara pada pemuliaan dan penghormatan
terhadap wanita sebagai anggota masyarakat dan tidak boleh ditinggalkan.

2.5 Tantangan Menegakkan Moderat di Era Digital

Tantangan dakwah banyak bentuknya, namun setahu kami bisa berkisar dari
penolakan, hinaan, ketakutan hingga fitnah dalam bentuk klasiknya. Banyak pendeta
berhasil mengatasi tantangan dan rintangan ini karena kemauan mereka yang kuat
sebagai pejuang. Namun, beberapa orang tidak dapat mengatasinya, sehingga mereka
dikeluarkan dari utama.
Jalannya berdakwah bukanlah bentang pendek atau bebas hambatan. Karakter
inilah yang harus diketahui dan disadari dalam kegiatan dakwah agar para da'i siap
menghadapi setiap peluang yang muncul seiring kita mengatasi revolusi informasi dan
komunikasi di jalan dakwah. Ujian memang sangat diperlukan bagi orang beriman
untuk meningkatkan kemampuannya. Di tengah kehidupan ini ada cobaan dan
rintangan yang nyata. Ini akan membuktikan siapa yang benar dan siapa yang
berbohong. Masalah yang dihadapi kegiatan dakwah di bidang dakwah terlalu banyak
untuk disebutkan satu per satu. Berikut kami ungkapkan beberapa hambatan batin yang
sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari: gangguan jiwa,
ketidakseimbangan aktivitas, latar belakang dan masa lalu, penyesuaian diri, dll.
Belajar dari hal tersebut, para penggiat dakwah terlebih dahulu harus mampu
menyeimbangkan dan mengatasi keterbatasan batinnya sendiri agar dapat menunaikan
misi dakwahnya secara maksimal. Masalah internal aktivis dakwah ada beberapa, yaitu:

1. Kebingungan mental
Para pendakwah adalah manusia biasa dengan segala unsur kemanusiaannya.
Itu normal bagi mereka untuk memiliki masalah mental. Kamu bisa sedih, senang,
kecewa, dan bangga. Mereka juga bisa bingung, cemas, gelisah, dan marah, tetapi

10
mereka juga memiliki saat-saat tenang dan gembira. Manusia memiliki banyak
kemungkinan yang mengarah pada kebaikan manusia, tetapi mereka juga memiliki
potensi yang mengarah pada kejahatan. Jadi terserah masing-masing manusia untuk
menetapkan potensi itu. Sebagai manusia biasa, setiap aktivitas dakwah memberinya
kesempatan untuk mengalami berbagai gejolak dalam dirinya. Jika tidak dikelola
dengan baik, gejolak ini dapat berdampak negatif terhadap aktivitas dakwahnya,
bahkan dalam kondisi tertentu dapat merusak citra aktivitas dan da'aur itu sendiri.
2. Syahwat Bergejolak
Menurut Cahyadi, setiap jiwa manusia memiliki banyak potensi yang bisa
menyeretnya ke jalan kejahatan, seperti masalah nafsu. Padahal, keinginan tersebut
merupakan kemungkinan yang wajar diberikan oleh Allah SWT kepada manusia,
namun diketahui banyak orang yang terjerumus ke dalam jurang kehinaan dan
kemaksiatan dengan mengikuti atau menerima keinginannya. Manusia seperti halnya
para misionaris berpeluang untuk terjebak dalam pusaran nafsu. Keinginan Allah SWT
sebagai realitas naluriah, setiap manusia memilikinya.
3. Amanah Bergejolak
Di sisi lain, bisa terjadi kebingungan mental saat menangani kasus dakwah. Isu
dakwah seringkali menimbulkan luapan amarah dalam jiwa para penggiat dakwah dan
jika dibiarkan akan menimbulkan luapan amarah baik dalam perkataan maupun
perbuatan. Dalam keadaan seperti itu, emosi menjadi lebih dominan bahkan
pertimbangan akal sehat dan kalkulasi manhaj dakwah pun diabaikan. Hal ini tentu saja
menjadi peluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan manhajiya dalam gerakan
penginjilan, sekaligus membuka celah yang tidak menguntungkan bagi kondisi
pengkhotbah itu sendiri.
Kebingungan psikologis yang muncul pada diri pendakwah ketika melihat
situasi baik bidang mahar maupun dalam tatanan gerakan mahar dapat membuka
kemungkinan munculnya fitnah di kalangan umat Islam itu sendiri, yang dapat
menimbulkan masalah pergaulan yang membahayakan dakwah. gerakan itu sendiri. Di
sini kita melihat peran penting pengkhotbah dalam menyelesaikan kebingungan ini. Sisi
mengeluarkan peringatan, dan mereka yang melanggarnya bahkan dapat dihukum.
Sementara itu, mereka mampu menyelesaikan masalah akibat turbulensi yang terjadi.
Saat melawan musuh, Anda mungkin menemukan banyak Heroic Spirit di medan
perang. Semangat yang kuat yang muncul dari kegagahan seorang prajurit adalah
mengalahkan dan menaklukan musuh. Akhirnya bahkan menjadi semacam obsesi
heroik. Namun, ini juga bisa merugikan jika tidak diposisikan dengan benar.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Moderasi beragama menurut definisi dari kementrian agama dari buku yang
disusun yang berjudul Moderasi Beragama, memiliki makna kepercayaan terhadap
ajaran agama yang sedang dianutnya, dengan berbagai tafsir agama yang telah
dipelajarinya. Jadi, moderasi beragama memiliki makna sebuah penerimaan,
keterbukaan, dan adanya sinergi dari mereka yang berbeda agamanya. Moderasi
menurut Bahasa latin moderâtio artinya penguasan terhadap diri sendiri. Sedangkan
moderasi menurut arti Bahasa Inggris disebut moderation memiliki makna rata-rata,
baku, ketidak-berpihakan. Secara umum, moderat memiliki arti sikap
mengutamakan terkait keyakinan, moral, dan perilaku agar setimbang.
Seseorang yang memiliki sifat dan sikap bermoderat dalam agama, biasanya
mereka akan berpikir berkali-kali bahkan mereka tidak akan pernah melakukan
tindakan menghina atau merendahkan orang lain, mereka tidak akan pernah
melakukan tindakan ekstrem terhadap penganut agama lain yang tidak diikuti
olehnya. Moderasi agama mengajarkan dan memberikan peluang besar untuk
berpikir dengan batinnya juga, sehingga mereka tidak mudah terjebak pada ajaran
atau sebuah pemikiran miring dalam beragama. Kemudian akan lahir pemikiran
yang bukan hanya kuat mentalnya serta kecerdasan yang dimilikinya tetapi menjadi
individu yang mandiri serta bertanggungjawab terhadap agamanya dalam realita
yang kompleks. Sehingga, tidak ada sifat mudah menyalahkan, yang bersikeras
terhadap mendapatnya sendiri (egois) dan mengganggap pendapatnya yang paling
benar
Tantangan dakwah banyak bentuknya, namun setahu kami bisa berkisar dari
penolakan, hinaan, ketakutan hingga fitnah dalam bentuk klasiknya. Banyak
pendeta berhasil mengatasi tantangan dan rintangan ini karena kemauan mereka
yang kuat sebagai pejuang. Namun, beberapa orang tidak dapat mengatasinya,
sehingga mereka dikeluarkan dari utama.
Era digital sering disebut oleh para ahli sebagai era multi layar. Kita hidup
di zaman dimana media seperti smartphone, laptop, dan televisi menjadi pusat
perhatian masyarakat. Di era digital, di mana informasi mudah diakses, masyarakat
dapat dengan sangat mudah menjawab isu-isu strategis yang hangat diperdebatkan
dewasa ini, seperti isu keberagaman, isu multikulturalisme, isu politik, isu ekonomi,
isu hukum, dan keadilan. akan diterima dan menjadi bagian integral dari, dan topik
lainnya. Maraknya isu ini menunjukkan peran besar media dalammembingkai dan
membangun realitas secara subyektif untuk mengemasnya menjadi topik yang
trendi.

12
3.2 Saran

Beberapa saran penulis adalah:


1. Moderasi keagamaan bertujuan menanamkan sikap keagamaan yang inklusif
kepada generasi muda.
2. Mampu mengenali dan menghormati perbedaan yang ada di tengah masyarakat
yang multikultural dan multireligius, serta memposisikan diri secara bijak
dalam interaksi sosial di tengah masyarakat.
3. Selalu bertindak cerdas dan selalu bersabar ketika berhadapan dengan berbagai
tipe kepribadian orang yang melakukan sesuatu.

13
DAFTAR PUSTAKA
Tiarasari, D. (2023). Model Moderasi Beragama DiIndonesia Dalam Perspektif Aswaja.
Lazulfa, H. L., & Faristiana, A. R. (2023). Strategi Mainstreaming Moderasi Beragama di
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Melalui Media Sosial. Dewantara: Jurnal
Pendidikan Sosial Humaniora, 2(1), 16-33.
Zuhri, A. M. (2022). Islam moderat: konsep dan aktualisasinya dalam dinamika gerakan Islam
di Indonesia (Vol. 1). Academia Publication.
Syalafiyah, N., & Harianto, B. (2020). Walisongo: Strategi Dakwah Islam di Nusantara. J-KIs:
Jurnal Komunikasi Islam, 1(2), 41-52.
Sutrisno, E. (2020). Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun Peradaban
Baru. Al-INSAN Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 1(1), 56-83
Ahmad, N. (2014). Tantangan Dakwah di Era Teknologi dan Informasi. Addin, 8(2), 319-344.

14

Anda mungkin juga menyukai