Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH MEDIA SOSIAL DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam Dosen Pengampu Drs. H. Toto Suryana A, M.Pd.

disusun oleh
Indri Octaviyani 1505025

Maya Novita Rachman 1501791

Nadia Ulfa 1503694

Nisa Dwi Kumalasari 1501889

Nurul Budiarti 1505766

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “Pengaruh Media Sosial dalam
Pandangan Islam sebagai Perkembangan Teknologi”. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam. Makalah ini disusun agar pembaca mengerti dan mengetahui
mengenai perkembangan teknologi, khususnya media sosial dalam pandangan
Islam.

Dalam penyusunan makalah ini, terdapat beberapa masalah yang dihadapi


oleh kami, baik datangnya dari kami sendiri maupun datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Toto Suryana A, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam, orang tua kami,
dan semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Bandung, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................ 2
D. Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 3
A. Media Sosial ....................................................................................... 3
B. Perkembangan Media Sosial .............................................................. 4
C. Manfaat Media Sosial......................................................................... 5
D. Dampak Buruk dari Media Sosial ...................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 7
A. Media Sosial Dipandang dari Islam ................................................... 7
B. Penggunaan Media Sosial yang Baik Dipandang dari Islam ........... 10
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 19
A. Simpulan .......................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kita dihadapkan pada beberapa bentuk sikap masyarakat, yang
berasal dari dampak modernitas, yang kini kita dituntut dalam kehidupan untuk
selalu dapat berdampingan dengannya. Dalam paradigma hukum, beberapa
dampak sikap tersebut terdapat berbagai macam tanggapannya baik dari segi
hukum positif maupun hukum agama (yang dalam hal ini adalah hukum agama
Islam). Dalam hukum Islam sendiri telah banyak kita ketahui bahwasanya,
Islam tersebut di dalam berbagai aturannya tidak terlalu menutup diri dari
berbagai perkembangan zaman yakni “modernitas” dan dapat dikatakan pula
Islam pada dasarnya malah menjembatani kita sebagai umatnya untuk bersikap
terbuka dan dianjurkan untuk dapat menyaring dan mengkomparasikan antara
modernitas tersebut dengan apa-apa yang telah diajarkan dalam beberapa nash-
Nya, yang pada akhirnya kita juga dapat menjadi umat yang maju dan lebih
mengembangkan segala hal yang telah diberikan oleh-Nya.
Modernitas yang banyak kita jumpai sekarang salah satunya adalah
banyaknya perkembangan dalam bidang teknologi. Jika kita berbicara
mengenai teknologi, akan terdapat banyak contoh yang berdasarkan padanya
namun, yang lebih mempengaruhi kehidupan (dan terutamanya pemikiran dan
pandangan) masyarakat dan umat Islam pada zaman ini adalah media sosial.
Jika pada beberapa periode sebelumnya, media sosial menggunakan Koran,
radio, televisi, telegram dan peralatan sederhana lainnya, maka zaman sekarang
telah diubah menjadi lebih mudah dengan teknologi. Yang perlu diperhatikan
dalam hal ini adalah, manakala kemudahan-kemudahan tersebut tidak
membatasi segala gerak-gerik, norma-norma dan beberapa aturan yang berlaku
tersebut makin merajalela. Akibat yang paling dikhawatirkan adalah, media
sosial tersebut akan lebih cenderung sebagai alat untuk melancarkan berbagai
pemikiran-pemikiran yang nantinya sangat tidak relevan, dan merusak tatanan
kehidupan yang sesuai dengan hukum, ajaran agama dan norma yang berlaku.
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis mengangkat tema “Penggunaan
Media Sosial yang baik berdasarkan Syariat Islam” guna mengetahui batasan-
batasan yang seharusnya ada dalam ber-media sosial tersebut, agar masyarakat
dan umat kita nantinya tidak terjerumus lebih dalam lagi terhadap hal-hal yang
bersifat provokatif, ambigu, rancu, dan semua hal yang berujung pada
kerusakan akhlaq dan pemikiran masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam terhadap media sosial?
2. Bagaimana penggunaan media sosial yang baik berdasarkan Syariat
Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap media sosial.
2. Untuk mengetahui penggunaan media sosial yang baik berdasarkan
Syariat Islam.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini terbagi menjadi dua, yakni:
1. Manfaat Teoretis, yaitu untuk memberikan informasi tentang bagaimana
pandangan Islam terhadap media sosial dan penggunaan media sosial yang
baik berdasarkan syariat Islam.
2. Manfaat Praktis, yaitu untuk memenuhi salah satu tugas individu mata
kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam di Jurusan Pendidikan
Matematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Media Sosial
Media sosial adalah sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi antar
penggunanya (Bimo, 2017). Istilah lain untuk media sosial adalah Social
Network, SNS, Communication Network (Bimo, 2017). Media sosial
menggunakan sistem yang terhubung dengan internet. Media sosial merupakan
media interaksi online seperti aplikasi chatting, forum online, dan blog. Contoh
dari media sosial yang banyak digunakan adalah whatsapp, LINE, twitter,
facebok, blogspot, kaskus, email, dll. Di media sosial ini kita dapat mengirim
pesan, gambar, video, menelpon,dll.
Terdapat ciri-ciri media sosial (NN, 2017) diantaranya sebagai berikut.
1. Berbasis pengguna.
User atau pengguna merupakan orang yang ‘menghuni’ atau menggunakan
media sosial dengan konten-konten yang mereka publikasikan.
2. Interaktif.
3. Konsep komunitas.
Media sosial seperti komunitas di masyarakat umumnya dibentuk atas dasar
persamaan, seperti alumni sekolah, hobi tertentu, dll.
4. Menghubungkan orang-orang.
Media sosial mengembangkan hubungan antar manusia.
5. Isi konten tidak terbatas.
Media sosial tidak memiliki lembaga sensor seperti tayangan pada televisi.
Sehingga konten yang dipublikasikan oleh penggunanya sangat bebas.
6. Faktor emosional atas konten.
Media sosial memberi rasa aman dan kemudahan untuk menjangkau kerabat
dalam kondisi apapun.
7. Konten yang dipublikasikan bisa tersebar dengan cepat.
8. Biaya konten murah karena hanya mengandalkan koneksi internet saja.
9. Pengguna media sosial yang menentukan waktu interaksi.
10. Konten memiliki catatan waktu publikasi.
Terdapat keterangan catatan waktu dalam setiap postingan (konten yang
dipublikasikan) oleh pengguna.
11. Tempat aktualisasi diri.
Pengguna bisa mengaktualisasikan diri dan menempatkan dirinya dalam
media sosial sesuai dengan kemampuannya.
B. Perkembangan Media Sosial
Perkembangan teknologi di dunia saat ini sangatlah cepat. Internet
merupakan salah satu perkembangan teknologi pada era modern ini. Media
sosial merupakan dampak dari perkembangan teknologi yang sangat
memengaruhi kehidupan di seluruh lapisan masyarakat dunia (Nur Aksin,
2016). Dewasa ini, media sosial menjadi sesuatu yang akrab dengan keseharian
manusia di seluruh dunia dan tentunya umat Islam. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan jumlah pengguna media sosial terbesar di dunia.
Dulu media yang paling banyak diakses oleh manusia diantaranya yaitu
televisi, radio, surat kabar, dll (Bimo, 2017). Peralihan dan perkembangan
teknologi terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman masa kini.
Rasulullah SAW mengabarkan sekitar 15 abad yang lalu dalam hadits riwayat
Imam Ahmad, bahwa diantara tanda-tanda dekatnya kiamat adalah dzuhurul
qalam, artinya yaitu tersebarnya pena atau tulisan. Ulama menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan pena tersebut adalah tersebarnya tulisan-tulisan di media
komunikasi atau sosisal media secara masif (Dian, 2016).
Media sosial merupakan media baru yang hadir untuk menggantikan media
komunikasi yang konvensional karena lebih mudah terhubung ke berbagai
orang di belahan dunia manapun dengan cepat dan mudah (Bimo, 2017). Media
sosial bisa menjadi sarana yang murah dan mudah untuk bergerak dalam bidang
sosial, pendidikan, ekonomi, dll.
Konten pada media sosial dapat diakses secara bebas dan tentunya memiliki
dampak yang baik maupun buruk bagi para penggunanya. Terdapat dua
kemungkinan atau kondisi yang menunjukkan potret masyarakat di dunia
terhadap perkembangan media sosial (Nur Aksin, 2016), yaitu sebagai berikut.
1. Masyarakat mampu mengakses dan berbagi informasi, semakin
berpengetahuan, berdaya, dan memiliki peluang dalam banyak hal berkat
teknologi informasi-komunikasi.
2. Masyarakat yang gagap teknologi hanya mengikuti tren, menjadi sasaran
empuk pasar teknologi, dan terus berkutat dengan cerita dan keluhan
dampak negatif teknologi terhadap kehidupan sehari-hari.

Media sosial saat ini tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi saja,
tetapi juga digunakan untuk kepentingan politik, pemerintahan, dll. Selain itu,
petisi-petisi online semakin marak dan tujuannya untuk melakukan gerakan-
gerakan atau gagasan-gagasan agar dapat berkontribusi dalam mengatur
perkembangan masyarakat. Kemudian, media sosial pun digunakan untuk
melakukan promosi suatu produk (bisnis) (Bimo, 2017).

C. Manfaat Media Sosial


Manfaat adanya media sosial dalam pandangan Islam (Suharyanto, 2018)
adalah sebagai berikut.
1. Media penyambung silaturahim dengan kerabat, saudara, ataupun teman-
teman yang sudah lama tidak bertemu. Media sosial memudahkan manusia
dalam berkomunikasi tanpa mengenal jarak dan waktu. Rasulullah SAW
bersabda “Sesungguhnya Rahmat itu tidak diturunkan kepada kaum yang
didalamnya ada seorang pemutus keluarga.” (HR. Bukhori). Jelas bahwa
umat Islam sangat dianjurkan untuk menjali silaturahim.
2. Sebagai media untuk membagikan hasil karya seperti kaligrafi atau karya
tulis ilmiah yang tidak menyimpang dari Islam.
3. Sebagai media untuk berbisnis.
4. Sebagai media untuk berdakwah atau menyampaikan ajaran Islam.
5. Media sosial sebagai sumber informasi.
6. Media sosial bisa digunakan dalam menghubungkan diri kita dengan
komunitas-komunitas pengembangan diri yang tidak menyimpang dari
Islam.
D. Dampak Buruk dari Media Sosial
Dampak Buruk dari penggunaan media sosial yaitu sebagai berikut.
1. Waktu terbuang sia-sia karena kecanduan media sosial.
Rasulullah bersabda, “Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian
besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang” (HR. Bukhori)
(Cahaya, 2012).
2. Malas atau lalai dalam menjalankan ibadah.
3. Penebar informasi palsu (hoax) atau fitnah.
4. Media untuk membicarakan orang lain atau gibah.
5. Debat kusir masalah agama.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah
mereka dulunya berada diatas hidayah kecuali yang suka berdebat,
kemudian beliau membaca (ayat) ‘mereka tidak memberikan perumpaan itu
kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja” (HR. Tirmidzi dan
Ibnu Majah) (Cahaya, 2012).
6. Ajang pencarian jodoh yang tidak syar’i.
Media sosial sering menjadi tempat yang paling aman bagi mereka yang
mencari jodoh tidak pada jalur yang tepat. Padahal dunia maya bukan
tempat yang baik untuk mencari jodoh karena pribadi, sikap, dan ilmu
agamanya belum tentu nyata dan sama dengan di dunia yang sebenarnya
(Cahaya, 2012).
7. Media sosial membuat seseorang menjadi Riya.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Media Sosial Menurut Pandangan Islam


Dalam pandangan Islam, media sosial adalah pedang bermata dua yakni
media sosial bisa membawa kita ke Surga atau membawa kita ke Neraka. Ada
banyak orang yang tidak dapat membagi waktunya dengan proporsional,
karena dari pagi sampai larut malam yang dia kerjakan hanyalah memainkan
media sosial sehingga dia tidak mengurus anak-anaknya dengan baik, dia tidak
menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak yakni berbakti kepada kedua
orang tuanya, dia lupa untuk melaksanakan perintah Allah seperti menjalankan
sholat lima waktu, dia juga lupa untuk menuntut ilmu hanya karena terlalu
sibuk memainkan media sosial. Bahkan yang paling parahnya lagi, ada juga
orang yang sampai tidak tidur karena memainkan media sosial, padahal
tubuhnya memiliki hak untuk tidur. Waktu itu ibarat pedang, kalau Anda tidak
tebas dia, maka dia akan tebas Anda.

Bergabung dalam sebuah grup di media sosial yang membahas hal-hal


yang positif dan meninggalkan grup yang membahas mengenai hal-hal yang
bersifat negatif. Sebagaimana Nabi mengatakan dalam hadits Tirmidzi nomor
2317 yaitu bahwa “Salah satu tanda baiknya Islam seseorang (salah satu ciri
kualitas agama kita itu bagus) apabila kita meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat”.

Apabila memposting sebuah tulisan, gambar, video atau membagikan


sebuah artikel di media sosial yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain
maka akan dicatat dengan rapi oleh Malaikat sebagai amal kebaikan. Jika
memposting sebuah tulisan atau gambar yang berbau negatif maka akan dicatat
oleh Malaikat sebagai amal buruk. Seperti yang terkandung dalam Al-Qur’an
Surah Qaf ayat 18 yang artinya “Dan apapun yang meluncur dari lisan anda (
apapun yang anda katakan dan diqiaskan, apapun yang anda tuliskan di media
sosial tersebut) akan dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid”.
Dalam berkomentar pada sebuah postingan harus dicerna baik-baik,
karena apabila ada seseorang yang tersinggung akan komentar yang
dilontarkan di media sosial maka kita akan dihisab oleh Allah SWT. Oleh
karena itu sebaiknya diam, Nabi mengatakan “Barang siapa yang diam, dia
akan selamat”.

Sama halnya dalam membaca sebuah tulisan harus dapat dicerna baik-
baik, jangan langsung meng-copy paste, apalagi langsung membagikan ke
grup-grup, sebaiknya tabayyun dulu, memastikan kebenaran berita dengan
mencari tahu sumber-sumbernya. Allah mengatakan kalau kita tidak mengecek
dengan baik berita yang dibaca “Kalian akan salah paham gara-gara
kebodohan kalian dan kalian akan menyesal nanti (karena anda salah tuduh,
anda salah dalam membuat opini, anda salah membuat kesimpulan), anda
akan menyesal pada hari kiamat (karena anda akan ditanya oleh Allah)”.

Tuntutan dalam menyampaikan tulisan-tulisan yang benar, disebutkan


dalam surat Al-Isra ayat 53. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam “Dan katakanlah kepada hamba-Ku
“Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).
Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. Jadi jika
ingin memposting tulisan maka gunakanlah bahasa yang terbaik atau bahasa
yang santun dan lembut, jangan menggunakan bahasa yang membuat orang
salah tafsir dan membuat orang tersinggung.Semakin banyak seseorang aktif
dalam media sosial, baik itu memposting atau berkomentar pada artikel-artikel,
maka kelak akan semakin banyak pula pertanyaan-pertanyaan Allah kepada
kita.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa No.


24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media
Sosial. Fatwa ini mengatur dan memberikan pedoman kepada masyarakat,
khususnya umat Islam, tentang bagaimana tata cara penggunanan media digital
berbasis media sosial secara benar berlandaskan kepada kepada Al-Quran,
Sunnah dan pendapat para sabahat serta pakar teknologi informasi dan
komunikasi. Menurut Fatwa tersebut, dalam berinteraksi dengan sesama, baik
secara riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada
keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf), persaudaraan
(ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada
kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu ‘an al-
munkar). Interaksi melalui media sosial hendaklah digunakan untuk
mempererat ukhuwwah (persaudaraan), baik ukhuwwah Islamiyyah
(persaudaraan ke-Islaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan
kebangsaan), maupun ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan)
serta juga guna memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar
umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.

Selanjutnya, fatwa tersebut juga menegaskan secara jelas berbagai macam


perbuatan yang haram untuk dilakukan oleh setiap muslim dalam berinteraksi
melalui media sosial. Perbuatan yang diharamkan tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:

a. Melakukan ghibah, fitnah (buhtan), namimah (adu domba), dan


penyebaran permusuhan.
b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku,
agama, ras, atau antar golongan.
c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik,
seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang
terlarang secara syar’i.
e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau
waktunya.
Dalam Islam, terdapat banyak ayat dalam Al-Quran dan Hadit Rasullah
saw yang menjelaskan tentang tata cara berinteraksi yang baik antar sesama.
Sebagai contoh, Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuk
melakukan tabayyun (klarfikasi) ketika memperoleh informasi (Lihat: QS. Al-
Hujurat: 6). Hal ini penting dilakukan untuk memastikan agar informasi yang
diperoleh memang benar adanya. Banyaknya berita dan informasi yang
disebarkan melalui media sosial tidak boleh serta merta diterima begitu saja.
Mesti diklarifikasi terlebih dahulu kebenarannya agar tidak terjebak pada
perbuatan yang tidak benar. Di ayat lain (Lihat QS. An-Nur 16) Allah juga
melarang hambanya untuk menyebarkan praduga dan kecurigaan, mencari
keburukan orang serta menggunjing. Fakta dilapangan, perbuatan di atas telah
banyak terjadi dan dilakukan melalui media digital berbasiskan media sosial
dengan berbagai macam motif kepentingan. Berdasarkan ayat ini, perbuatan
tersebut jelas dilarang dan tidak boleh dilakukan. Demikian juga Nabi
Muhammad saw dalam berbagai Hadisnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim juga memerintahkn umatnya untuk berbuat jujur, bertutur kata yang
baik, menutupi aib saudaranya dan melarang untuk berbohong dan melakukan
ghibah. Nabi juga melarang umat muslim untuk terburu-terburu, termasuk
terburu-terburu menyebarkan informasi sebelum ada kejelasannya.

B. Penggunaan Media Sosial yang Baik dan Benar Menurut Syariat Islam
Pada zaman sekarang, hampir seluruh sisi kehidupan kita terkait dengan
internet. Berbagai kebutuhan hidup dipenuhi dengannya, mulai jalinan
komunikasi via chatting, ikatan pertemanan, ataupun grup terjalin dengan
berbagai media dan aplikasi yang menggunakan internet. Demikianlah
ketentuan dari Rabb alam semesta yang telah menentukan segalanya,
mengandung hikmah syar'iyyah dan kauniyyah pada setiap ketentuan-Nya, hal
ini bisa jadi sebagai kenikmatan, sebagaimana dalam firman-Nya,
‫سخ َر ٱّللَ أَن ت ََروا أَلَم‬
َ ‫ت فِي ما لَ ُكم‬
ِ ‫ض فِي َو َما ٱلس َٰ َم َٰ َو‬ َ َٰ ‫اطنَة‬
ِ ‫ظ ِه َرة نِ َع َمهۥُ َعلَي ُكم َوأَسبَ َغ ٱۡلَر‬ ِ َ‫ َوب‬٢٠

“Tidakkah kamu memerhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang

ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan
menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin”. (QS. Luqman: 20).
Namun bisa juga hal ini merupakan ujian bagi kita, sebagaimana yang Ia
subhanahu wa ta'ala sebutkan dalam firman-Nya,
‫ تُر َجعُونَ َوإِلَينَا فِتنَة َوٱلخَي ِر بِٱلش ِر َونَبلُو ُكم‬٣٥

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai

cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al Anbiya :
35).
Maka bagaikan sebilah pedang yang sangat tajam, dengannya kita
menebas lawan atau jika kita tidak pandai mengayunkannya maka kita
sendirilah yang akan tertebas. Dalam ranah praktis berteknologi, penyampai
informasi juga dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan etis
sebagaimana dituntunkan dalam Al-Qur’an Ini tercermin dalam berbagai
bentuk ahlakul karimah yang kontekstual dalam menggunakan dan media
sosial, antara lain :
1. Muraqabah
Yaitu senantiasa menyadari dan meyakini bahwa Allah ta'ala selalu
mengawasi segala sesuatu.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
‫ َع ِليما شَيء ِب ُك ِل َكانَ ٱّللَ فَإِن تُخفُوهُ أَو أٔشَي تُبد ُوا ِإن‬٥٤

“Jika kamu menampakkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Ahzab:


54).
Sudah sepatutnya kita senantiasa merasa dan meyakini akan pengawasan
Allah subhanahu wa ta'ala Yang Maha Mengetahui segala sesuatu tanpa
terkecuali. Keimanan seperti inilah diantara perkara yang bisa membantu
seseorang agar bisa mewujudkan keikhlasan dalam amalannya.
Dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
ِ ‫ ٱلس َما ٓ ِء فِي َو َل ٱۡلَر‬٥
‫ض فِي شَيء َعلَي ِه يَخفَ َٰى َل ٱّللَ إِن‬

“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di

bumi dan di langit”. (QS. Ali Imran : 5).


Terkadang ketika seseorang berselancar di dunia maya, seakan-akan dia
berada di tempat yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya
dirinya sendiri, hingga akhirnya dia berbuat segala yang diinginkan tanpa
mengenal batasan-batasan syariat lagi.
2. Hisab
Yaitu keyakinan akan kepastian adanya perhitungan dari seluruh amal
perbuatan tanpa terkecuali.
Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman untuk menasihati kita semua,
‫ يَ َرهۥُ خَيرا ذَرة ِمثقَا َل يَع َمل فَ َمن‬٧ ‫ يَ َرهۥُ شَرا ذَرة ِمثقَا َل يَع َمل َو َمن‬٨

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat Dzarrah, niscaya dia

akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan


seberat Dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az
Zalzalah: 7-8).
Dunia maya/internet dengan segala jenis media sosial itu bisa menjadi
salah satu lahan tempat kita beramal. Suatu kepastian adalah kita semua
akan mempertanggungjawabkan kelak segala amalan tersebut di hadapan
Allah subhanahu wa ta'ala, jika baik maka baiklah pula yang akan dipetik
dan jika buruk maka keburukanlah pula yang akan ditimpakan.
ٔ‫ ٱّللُ بِ ِه يُ َحا ِسب ُكم تُخفُوهُ أَو أَنفُ ِس ُكم فِ ٓي َما تُبد ُوا َوإِن‬..٢٨٤

“Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu

sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu)


bagimu”. (QS. Al Baqarah: 284).
Kaum muslimin rahimakumullah
Dua poin di atas, merupakan landasan yang sangat penting untuk
menentukan baik atau tidaknya poin-poin selanjutnya.
3. Istifadah
Yaitu menjadikannya sebagai sarana untuk mengambil manfaat dan
kebaikan. Hanya ada dua pilihan yang harus dilihat, bermanfaat atau
merugikan. Apabila seseorang mendapatkan kejelekan yang lebih sering
dan lebih banyak dari internet, maka internet dengan segala bentuknya
menjadi haram bagi dirinya, perhatikanlah pengharaman minuman yang
memabukkan dan judi, disebutkan bahwa sebabnya adalah karena
kejelekannya lebih banyak dari kebaikannya, Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman,
‫اس َو َم َٰنَ ِف ُع َك ِبير ِإثم فِي ِه َما ٓ قُل َوٱل َميس ِِر ٱلخَم ِر َع ِن لُونَكَ َٔٔ َيس‬
ِ ‫نف ِع ِه َما ِمن أَك َب ُر َو ِإث ُم ُه َما ٓ ِللن‬
..٢١٩

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan judi.

Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat


bagi manusia. Namun, dosanya lebih besar daripada manfaatnya”. (QS. Al
Baqarah: 219).
Oleh karena itulah disebutkan dalam kaidah umum, bahwasanya haram
hukumnya setiap perkara yang mengandung kejelekan lebih besar
daripada kandungan kebaikannya. Dan hal ini bersifat umum, baik pada
perkara duniawi apalagi pada perkara keagamaan. Oleh karena itulah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫يَع ِني ِه َمالَ ت َر ُكهُ ال َمر ِء إِس‬
‫الم ُحس ِن ِمن‬

“Diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan

perkara yang tidak bermanfaat bagi dirinya”. (HR. Tirmidzi).


Dan Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata,
‫آخرته أمر في ول دنياه أمر في ل فارغا أراه الرجل ۡلبغض إني‬

“Sungguh saya sangat benci dengan seseorang yang aku lihat sama sekali

tidak ada kegiatannya yang bermanfaat, baik dalam urusan duniawi


maupun urusan agamanya!.” (Az-Zuhd Al Kabir, karya Al-Baihaqi).
Dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
ِ ‫شغلَهُ يَجعَ َل أَن العَب ِد َع ِن تَعَالَى ّللاِ إِع َر‬
‫اض َع َال َم ِة ِمن‬ ُ ‫يَعنِي ِه َل فِي َما‬

“Diantara tanda Allah ta'ala berpaling dari seorang hamba adalah dengan

menjadikannya sibuk pada perkara yang tidak bermanfaat bagi dirinya”.


(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
4. Memastikan Sesuatu Sebelum Menyebar Tulisan/Posting atau
Mengambil Tulisan atau Sekedar Memberi Komentar
Hendaknya kita senantiasa memperhatikan firman Allah ta'ala,
ٓ َٰ
‫ف َو َل‬
ُ ‫س َما تَق‬ َ ‫ ول ُٔٔ َمس َعنهُ َكانَ أُولَئِكَ ُكل َوٱلفُ َؤادَ َوٱل َب‬٣٦
َ ‫ص َر ٱلسم َع ِإن ِعلم ِب ِهۦ لَكَ لَي‬
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena

pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta


pertanggunganjawaban-nya.” (QS. Al Isra': 36).
Maka seorang muslim yang ingin menjaga dengan baik diri dan agamanya,
ia tidaklah bermudah-mudahan dalam mengambil, menyebarkan atau
mengomentari sesuatu dengan memberi tanda jempol (like) atau bintang
yang pada umumnya bermakna persetujuan, ataupun sebaliknya
menanggap jelek sesuatu, karena semua itu adalah teranggap sebagai
persaksian yang akan diminta pertanggungjawabannya, Allah subhanahu
wa ta'ala berfirman,
ٔ ُ‫ستُكتَب‬ َ َٔ َ‫ لُون‬١٩
َ ‫ٔويُس َش َٰ َهدَت ُ ُهم‬
“Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintakan

pertanggungjawaban”. (QS. Az Zukhruf: 19).


Maka hendaknya kita berupaya sebisa mungkin untuk memastikan adanya
kemanfaatan bagi kepentingan agama dan kaum muslimin ataupun
kepentingan duniawi, baik yang bersifat umum atau juga untuk diri sendiri.
5. Menjaga Batasan-Batasan Pergaulan
Khususnya antara lawan jenis, pria dan wanita yang bukan mahramnya
apalagi tidak ada hajat atau keperluan. Meskipun jika ada keperluan maka
tetap harus memperhatikan batasan-batasan dalam pergaulan, lihatlah
bagaimana nasihat dari firman Allah ta'ala untuk para wanita,
َ ‫ مع ُروفا قَول َوقُلنَ َم َرض قَلبِ ِهۦ فِي ٱل ِذي فَيَط َم َع بِٱلقَو ِل ت َخ‬٣٢
‫ضعنَ فَ َال ٱتقَيتُن إِ ِن‬

“Jika kamu bertakwa maka janganlah kamu tunduk (melemahlembutkan

suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (QS. Al Ahzab: 32).
Berbagai kerusakan terjadi antara wanita dan pria karena tidak lagi
memperhatikan batas-batas pergaulan ini khususnya dalam pembicaraan
atau chatting, kata seorang penyair :
‫وإنما الفؤاد لفي الكالم إن‬

“Sesungguhnya sumber pembicaraan itu ada di dalam hati”

‫دليال الفؤاد على اللسان جعل‬


“Dan hanyalah lisan itu terucap darinya apa yang ada di dalam hati”
Demikian juga harus tetap memperhatikan hak orang lain, menjaga
kehormatan dan menghargai orang lain, postingan atau chatting atau
dengan istilah lainnya, hendaknya dihiasi dengan nilai-nilai ketakwaan dan
kebaikan, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
‫ت َوٱلعُد َٰ َو ِن بِٱ ِۡلث ِم تَت َ َٰنَ َجوا فَ َال تَ َٰنَ َجيتُم إِذَا َءا َمنُ ٓوا ٱلذِينَ َٰ ٓيَأَي َها‬
ِ َ‫صي‬
ِ ‫سو ِل َو َمع‬ُ ‫َوٱلتق َو َٰى بِٱلبِ ِر َوت َ َٰنَ َجوا ٱلر‬
‫ِي ٱّللَ َوٱتقُوا‬ ٓ ‫ تُحش َُرونَ إِلَي ِه ٱلذ‬٩ ‫ط ِن ِمنَ ٱلنج َو َٰى إِن َما‬ َ َٰ ‫س َءا َمنُوا ٱلذِينَ ِليَح ُزنَ ٱلشي‬ َ ‫َولَي‬
َ ِ‫ ٱل ُمؤ ِمنُونَ فَليَت ََوك ِل ٱّللِ َو َعلَى ٱّللِ بِإِذ ِن إِل أٔشَي ب‬١٠
‫ضا ٓ ِرهِم‬

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan

pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan perbuatan dosa,


permusuhan, berbuat durhaka kepada Rasul. Namun, bicarakanlah tentang
perbuatan kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang
kepada-Nya kamu akan dikumpulkan kembali. Sesungguhnya
pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang
yang beriman itu bersedih hati, sedangkan (pembicaraan) itu tidaklah
memberi bencana sedikitpun kepada mereka kecuali dengan izin Allah.
Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal”.
(QS. Al Mujadilah: 9-10).
6. Tidak Bermudah-Mudahan Untuk Mengikuti Sesuatu dan Juga Tidak
Pula Asal Sekedar Mencari Pengikut
Terkadang hanya karena ada suatu topik yang sedang tren lalu dengan
mudah diikuti, atau juga sengaja mengangkat suatu topik agar banyak yang
mengikuti atau yang biasa dikenal dengan istilah followers, hendaknya hal
ini benar-benar dipastikan di atas kebaikan dengan timbangan ilmu syar'i,
Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu menasihati kita,
َ ‫ ُمشتبِ َهات َوأ ُ ُمور َهنَات‬, َ‫ بِالت َؤدَةِ فَعَلَيك‬، ُ‫َرأسا ت َ ُكونَ أَن ِمن خَير الخَي ِر ِفي ت َا ِبعا فَتَ ُكون‬
‫ستَ ُكونُ إِن َها‬
‫الش ِر فِي‬

“Kelak akan ada masa yang penuh dengan kerusakan dan banyaknya

kesamaran, harus bagimu untuk bersikap tidak tergesa-gesa, jika engkau


sekedar menjadi pengikut kebaikan maka itu lebih baik daripada engkau
menjadi panutan dalam kejelekan”. (Al-Ibanah, Karya Ibnu Baththah).
7. Jadikan Sebagai Wasilah (Sarana) Kepada Kebaikan
Tidaklah diragukan semua media tersebut masuk dalam pembahasan
wasilah, dan dalam kaidah umum disebutkan oleh para Ulama,
‫المقاصد أحكام لها الوسائل‬

“Wasilah (sarana) itu dihukumi sesuai dengan tujuan-tujuannya”.


Maka jadikanlah tujuan dari itu semua untuk kebaikan, sebab akan
terlarang hukumnya berbagai media tersebut jika dijadikan sebagai
wasilah untuk kejelekan.
Jadikanlah gadget sebagai wasilah (sarana) untuk menebar kalam yang
indah dari Al-Qur’an Al-Karim, Sunnah Nabawiyyah, ucapan-ucapan
mutiara dari kalangan salafush shalih, aqidah shahihah, permasalahan fikih
ibadah, dan seterusnya dari kebaikan-kebaikan.
8. Jangan Sampai Terlalaikan
Allah ta'ala berfirman:
ٓ َ ‫ٱل َٰ َخس ُِرونَ ُه ُم فَأُو َٰ ٓلَئِكَ َٰذَلِكَ يَف َعل َو َمن ٱّللِ ذِك ِر َعن أَو َٰلَد ُ ُكم َو‬
‫ل أَم َٰ َولُ ُكم تُل ِه ُكم َل َءا َمنُوا ٱلذِينَ َٰ ٓيَأَي َها‬
٩

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-

anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat


demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al
Munafiqun: 9).
Betapa banyak media sosial yang telah melalaikan seseorang dari
kewajiban dan amanah yang ada di pundaknya dari hak-hak Allah ta'ala,
berupa kewajiban untuk belajar agama dan mendalami ilmu agama pada
aqidahnya dan fikih ibadahnya, shalat, dan yang lainnya?!
Betapa banyak yang terlalaikan dari tangisan anak-anaknya?!
Betapa banyak hak para suami atau istri yang terlalaikan?!
Hal-hal ini terjadi hanya karena sibuk chatting dan browsing!
9. Menjadikannya Sebagai Lahan Untuk Mengumpulkan Kebaikan
Sebanyak-Banyaknya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah me-motivasi kita untuk
merebut kebaikan sebanyak-banyaknya, khususnya dengan menjadi sebab
kebaikan yang diikuti,
‫سن َمن‬ َ ‫ص َل ال ِقيَا َم ِة يَو ِم إِلَى بِ َها َع َم َل َمن َوأج ُر أَجرهَا لَه َكانَ ا ِۡلس َال ِم في َح‬
َ ‫سنَة سنة‬ ُ ُ‫ذلِكَ يَنق‬
ِ ‫شَيئا أ ُ ُج‬
‫ورهِم ِمن‬

“Barangsiapa yang memberi tauladan dalam Islam ini suatu kebaikan maka

baginya pahala, dan juga pahala setiap orang yang mengamalkannya


hingga hari kiamat tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka”(H.R
Imam Muslim).
Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah memperingatkan kita,
‫سن َو َمن‬ َ ‫ص َل ال ِقيَا َم ِة يَو ِم إِلَى بِ َها َعم َل َمن َو ِوز ُر ِوز ُرهَا لَه َكانَ اۡلسالَ ِم في‬
َ ‫سيِئ َة سنة‬ ُ ُ‫يَنق‬
َ‫شَيئا أوزَ ِارهِم ِمن ذلِك‬

“Barangsiapa yang memberi tauladan dalam Islam ini suatu kejelekan

maka baginya dosa, dan juga dosa setiap orang yang mengamalkannya
hingga hari kiamat tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka”. (HR.
Muslim)
10. Ikhlaskan Seluruh Amalan Hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala
Semata
Jagalah keikhlasan untuk mendapatkan kemuliaan negeri akhirat, dan
ingatlah bahwa media sosial yang ada di gadget itu bukanlah ajang untuk
pamer amal ibadah, terkadang status akun pribadi selalu diupdate hanya
untuk menampilkan diri sedang beramal dan beribadah agar disanjung dan
dipuji.
Inilah bentuk riya' yang sangat dikhawatirkan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam akan menimpa umat beliau karena bisa merusak amalan dan
menjadikannya sia-sia di negeri akhirat kelak.
Oleh karena itulah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
‫ع َم ِن‬ َ َ ‫صا ِلح َع َمل ِمن ِخبء لَهُ يَ ُكونَ أَن ِمن ُكم است‬
َ ‫طا‬ َ ‫فَليَفعَل‬
“Barangsiapa yang bisa untuk merahasiakan amalan shalihnya maka

hendaknya ia lakukan”. (Diriwayatkan Al-Khatib dalam At-Tarikh, dan


dishahihkan Al Albani)
Dengan berupaya untuk menyembunyikan amalan itu akan lebih mudah
menghindari dari riya dan ujub. Dahulu para Salafush Shalih senantiasa
berusaha menyembunyikan amalan ibadah mereka dari manusia, Imam
Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,

“Selayaknya seorang alim itu memiliki amalan rahasia yang tersembunyi,

hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu
yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di
akhirat kelak.”
Disebutkan bahwa Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah pernah pura-pura
mengusap wajahnya, lalu ia berkata, “Aku mungkin sedang pilek berat.”
padahal ia tidak pilek, namun ia hanya ingin menyembunyikan
tangisannya.
Begitu juga Abu As-Sa’ib rahimahullah tatkala ingin menangis ketika
mendengar bacaan Al-Qur’an atau hadits, ia pun pura-pura
menyembunyikan tangisannya di hadapan orang lain dengan sambil
tersenyum. (Ta’thirul Anfas).
Lihatlah para Salafush Shalih, mereka justru berusaha agar tidak diketahui
orang lain amal ibadahnya, bukan dengan sengaja ditampakkan kepada
yang lainnya untuk mendapatkan pujian dan sanjungan, falaa haulaa walaa
quwwata illah billah.
Oleh karena itulah, imam Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata:
َ ‫الخَا ِلق بعظمة لجهله ِإل ِب ِعل ِم ِه الخلق ِإلَى ال‬
‫مرائِي نظر َما‬

“Tidaklah seseorang yang ingin dilihat itu mencari perhatian makhluk,

melainkan disebabkan kejahilan dirinya akan keagungan Sang Khaliq”.


(Kalimatul Ikhlash Wa Tahqiqu Ma’naaha).
Kaum muslimin rahimakumullah, Demikianlah 10 tips yang walaupun
masih terdapat banyak rincian lebih jauh dalam masalah ini, namun yang
sedikit ini mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua, agar kita tidak
hanyut dalam derasnya arus kemajuan media teknologi, dengan tetap
berupaya kokoh di atas agama, tata krama, etika, sopan santun, dan adab
yang mulia dari tuntunan Agama yang penuh dengan keindahan dan
kemuliaan.
Nasihat yang sangat indah dari Abu Hazim rahimahullah untuk kita semua,
‫بلية فهي هللا من تقرب ل نعمة وكل‬

“Semua anugrah yang tidak bisa membuat semakin dekat kepada Allah,

maka hal itu merupakan bencana”. (Asy-Syukr, karya Ibnu Abid-Dunya)


BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Menurut pandangan Islam, penggunaan media sosial dapat membawa
kita kepada arah surga dan arah neraka. Jika kita bijak dalam menggunakan
media sosial maka media sosial tersebut akan membawa kita ke arah yang baik.
Dan sebaliknya, jika kita tidak dapat menggunakan media sosial dengan baik,
maka akan menjerumuskan kita ke arah yang buruk.
Terdapat dampak positif dari penggunaan media sosial, yaitu media
penyambung silaturahim dengan kerabat, saudara, ataupun teman-teman yang
sudah lama tidak bertemu, sebagai media untuk berbisnis, sebagai media untuk
berdakwah atau menyampaikan ajaran Islam dan media sosial sebagai sumber
informasi. Ada pula dampak negatifnya, yaitu waktu terbuang sia-sia karena
kecanduan media sosial, malas atau lalai dalam menjalankan ibadah. media
untuk membicarakan orang lain atau gibah.
Namun diantara dampak-dampak tersebut, terdapat beberapa perilaku
ahlakul karimah dalam menggunakan media sosial, diantaranya : Muraqabah,
Hisab, Istifadah, memastikan sesuatu sebelum menyebar tulisan/posting atau
mengambil tulisan atau sekedar memberi komentar, menjaga batasan-batasan
pergaulan, tidak bermudah-mudahan untuk mengikuti sesuatu dan juga tidak
pula asal sekedar mencari pengikut, jadikan sebagai wasilah (sarana) kepada
kebaikan, jangan sampai terlalaikan, menjadikannya sebagai lahan untuk
mengumpulkan kebaikan sebanyak-banyaknya, dan ikhlaskan seluruh amalan
hanya untuk allah subhanahu wa ta'ala semata.
B. Saran
Dalam makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang terdapat didalamnya baik berupa penggunaan bahasa maupun cara
penyusunannya. Untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan pembuatan makalah di
kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Aksin, Nur. (2016). Pandangan Islam Terhadap Pemanfaatan Media Sosial. Vol.
2 No. 2 Jurnal Informatika UPGRIS. [Online]. Diakses dari:
http://journal.upgris.co.id (13 Mei 2018).

Arby, Suharyanto. (2018). Media Sosial Menurut Islam dan Dalilnya. [Online].
Diakses dari: http://dalamislam.com (13 Mei 2018).

Asmawati. (2017). Media Sosial Berdasarkan Pandangan Islam. [Online]. Diakses


dari: http://indokku.com/2017/06/14/media-sosial-berdasarkan-pandangan-
islam/ (13 mei 2018).

Assalam, Cahaya. (2012). Bermain Media Sosial dalam Pandangan Islam.


[Online]. Diakses dari: http://assalammadani.or.id (13 Mei 2018).

Bimo. (2017). Perkembangan Media Sosial di Indonesia. [Online]. Diakses dari:


http://pakarkomunikasi.com (13 Mei 2018).

NN. (2017). 13 Ciri-ciri Media Sosial dan Fungsinya. [Online]. Diakses dari:
http://pakarkomunikasi.com (13 Mei 2018).

Pratiwi, Dian. (2016). Sosmedmu, Surga dan Nerakamu. [Online]. Diakses dari:
muslimah.or.id (13 Mei 2018).

Rasyid, Abdul. (2017). Interaksi Melalui Media Sosial Dalam Pandangan Islam.
[Online]. Diakses dari: http://business-law.binus.ac.id/2017/06/30/interaksi-
melalui-media-sosial-dalam-pandangan-islam/ (13 mei 2018).

Hudzaifah. (2018). 10 tips seputar gadget sesuai syariat.[Online]. Diakses dari :


http://buletin.tauhid.or.id/2018/01/10-tips-seputar-gadget-yang-
sesuai.html/(13 mei 2018).

Anda mungkin juga menyukai