PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen
dan mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka
akan selalu diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang
dikenal dengan teori peluru (Bullet Theory) atau biasanya disebut dengan teori
jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini menganggap bahwa media
massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang.
Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa
oleh para teoritis komunikasi pada tahun 1970-an. Teori ini ditampilkan pada
tahun 1950 an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio CBS di
Amerika berjudul The Invasion From Mars. Wilbur Schramm pada tahun 1950
an itu mengatakan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru
komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang pasif dan tidak berdaya.
Teori ini juga berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Teori ini
mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar
dan juga lebih segalanya dari audience. Tetapi pada tahun 1970-an Scrhamm
meminta pada khalayak peminatnya agar teori peluru komunikasi itu tidak ada,
sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif.
Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle
(teori jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori
sabuk transmisi). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu
makna , yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek
yang sangat kuat terhadap komunikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat ditarik dari pembahasan di atas yaitu :
1. Bagaimana sejarah dari teori Bullet ?
2. Definisi dari teori Bullet ?
3. Bagaimana pengaruh teori Bullet ?
4. Bagaimana keterkaitan teori Bullet ?
5. Bagaimana ruang lingkup teori Bullet ?
6. Bagaimana manfaat dan fungsi dari teori bullet ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Teori Bullet
Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa oleh para
pakar komunikasi tahun 1970-an yang dinamakan Hypodermic Needle Theory
(Teori Jarum Hipodermik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa
penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul The
2
diotomatisasikan
dan kurang
yang
lari
menyelamatkan
kekasihnya,
ada
yang
menelpon
pasca
Perang
Dunia
I,
kekuatan
terhadap
propaganda
telah
10
Bila surat kabar memuat secara besar-besaran pernikahan seorang ratu, maka
pernikahan itu akan menjadi bahan pembicaraan khalak pula. Begitu pula bila
televisi sering menampilkan adegan kekerasan, orang rajin menontonnya akan
menganggap dunia ini penuh dengan tindakan-tindakan kejahatan. Pendeknya,
media massa memilih informasi yang dikehendaki berdasarkan informasi yang
diterima, dan khalayak membentuk persepsinya tentang berbagai peristiwa.
Mungkin ucapan Bernard Cohen ( ahli ilmu politik ), berhasil menyimpulkan
model agenda setting dengan dua kalimat sebagai berikut : " It may not be
successful much of the time in telling people what to think but it is stunningly
successful in telling its readers what to think about." ( Cohen, 1963:13 ). Model
agenda setting masih tetap dikembangkan sampai sekarang. Bersamaan dengan
itu, perlahan-lahan para peneliti kelihatan mau kembali kepada efek komunikasi
yang perkasa.
Pada awal 1970-an, kampanye media massa terbukti mempunyai efek yang
penting terhadap sikap dan perilaku. Mendelsonn ( 1973 ) menunjukkan
bagaimana kampanye CBS perihal keselamatan pengemudi telah mendorong 35
ribu pemirsa mendaftarkan diri pada kursus latihan mengemudi. Maccoby
mengkampanyekan kesehatan untuk mengurangi penderita penyakit jantung.
Di Jerman, Elisabeth Noelle-Neumann dapat dianggap sebagai sarjana yang
menekankan pentingnya kembali kepada konsep efek perkasa dari media massa.
Menurut Noelle-Neumann, penelitian terdahulu tidak memperhatikan tiga faktor
penting dalam media massa. Faktor itu bekerja sama dalam membatasi persepsi
yang selektif. Faktor itu adalah ubiquity, kumulasi pesan, dan keseragaman
wartawan.
Ubiquity artinya serba ada. Media massa mampu mendominasi lingkungan
informasi dan berada dimana-mana. Karena sifatnya yang serba ada, agak sulit
orang menghindari pesan media massa. Sementara itu, pesan-pesan media massa
bersifat kumulatif. Berbagai pesan yang sepotong-sepotong bergabung menjadi
satu kesatuan setelah lewat waktu tertentu. Perulangan pesan yang berkali-kali
dapat memperkokoh dampak media massa. Dampak ini diperkuat dengan
11
12
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu teori komunikasi massa dalam media adalah Bullet Theory atau
biasa yang disebut dengan teori peluru, artinya media massa sangat mempunyai
kekuatan penuh dalam menyampaikan informasi. Apapun pesan yang disiarkan
oleh media bisa dengan sendirinya dapat mempengaruhi khalayaknya. Teori ini
menyatakan bahwa efek-efek merupakan reaksi spesifik terhadap khalayak. Jika
seseorang menerapkan dan memprediksikan hubungan yang dekat antara pesan
media dan reaksi khalayak, maka media tersebut dapat menembakkan teori ini
tepat pada sasarannya.
Untuk mengkaji pengaruh pesan pada khalayak, diperlukan lebih banyak
fariabel, antara lain jenis informasi yang diikuti dari media, frekuensi dan
15
DAFTAR PUSTAKA
Bland Michael, dkk. 2001. Hubungan Media Yang Efektif. Jakarta : ERLANGGA.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filisafat Komunikasi. Cet. Ke-3. Citra
Aditya Bakti: Bandung. 2003.
J.Severin dan Tankard. 2008. Teori Komunikasi. Jakarta : Kencana: Media
Pressindo.
Mulyana Deddy. 2005. Konteks Konteks Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Notoatmodjo, Soekidjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet.
ke-2, Mei. Rineka Cipta: Jakarta. 2003.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Rajawali Pers.
16
17