Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

POLA MAKAN PADA SUKU MELAYU

Disusun Oleh :

MITA DEWI ASTUTI P2.31.31.0.11.025

JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sosiologi Antropologi pada semester II tahun 2012 dengan judul Pola Makan pada Suku Melayu. Dengan membuat tugas ini saya diharapkan agar dapat mengetahui tentang materi yang dibahas dalam makalah ini. Dalam penyusunan makalah atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-teman sekitar, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen mata kuliah Sosiologi Antropologi yang telah memberikan petunjuk, kepada saya sehingga dapat termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini. 2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai. 3. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Jakarta, 25 Mei 2012

Mita Dewi Astuti


1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2 BAB I BAB II PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3 A. KARAKTERISTIK DAERAH .. 3 B. POL KEBIASAAN MAKAN MASYARAKAT SETEMPAT . 4 C. ADAT ISTIADAT DALAM UPACARA ADAT .. 5 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 7 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 7

BAB I PENDAHULUAN
Suku Melayu adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri utamanya adalah penuturan bahasa Melayu. Nama Melayu sering dikaitkan dengan sifat orangnya yang merendah, melayu-layukan diri seperti bunga atau daun yang layu, karena bunga yang kelopaknya layu pasti melempai atau terkulai ke bawah. Lawan dari sifat merendah adalah sifat yang suka menonjolkan diri, sombong, serta merasa serba pandai. Sifat-sifat ini paling dibenci orang Melayu. Sikap merendah orang Melayu tidak hanya ditujukan kepada orang yang lebih tua, orang besar, pemuka adat, dan alim ulama, tetapi juga ditujukan kepada penghuni alam sekelilingnya. Karakteristik wilayah tempat masyarakat dengan suku tertentu juga mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Seperti masyarakat suku melayu di Pontianak yang tinggal berdekatan dengan sungai, namun tidak memiliki kondisi tanah yang baik ini menyebabkan mereka hanya bisa menangkap ikan untuk dikonsumsi dan hanya sedikit dari penduduk sekitar yang beraktifitas untuk menanam padi. Selain itu sayur-sayuran juga jarang ditemukan di daerah yang bertepatan dengan garis Khatulistiwa tersebut karena iklimnya yang tropis. Hal inilah yang dapat mempengaruhi kebiasaan atau pola makan dari masyarakat suku tertentu secara turun temurun.

BAB II PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK DAERAH Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan) kelurahan dengan luas 107,82 km Kota Pontianak terletak pada Lintasan Garis Khatulistiwa dengan ketinggian berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut. Kota Pontianak dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar = 400 meter, kedalaman air antara 12 s/d 16 meter, sedangkan cabangnya mempunyai lebar 250 meter. Besarnya curah hujan di Kota Pontianak berkisar antara 3.0004.000 mm per tahun. Curah hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan Mei dan Oktober, sedangkan curah hujan terkecil (bulan kering) jatuh pada bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata per bulan berkisar 15 hari.

Tinggi permukaan tanah dari permukaan laut antara 0,8 s/d 1,5 meter. Struktur tanah merupakan lapisan tanah gambut bekas endapan Lumpur Sungai Kapuas. Lapisan tanah liat baru dicapai pada kedalaman 2,4 meter dari permukaan laut Kota Pontianak termasuk beriklim tropis dengan suhu yang tertinggi ( berkisar antara 28 32 derajat C dan suhu rata rata pada siang hari 30 derajat C ). Kota Pontianak terletak pada garis lintang 0 derajat bertepatan dengan garis Khatulistiwa dan 109 derajat, 20 menit, 00 detik Bujur Timur. Rata rata kelembapan nisbi dalam daerah Kota Pontianak maksimum 99,58 % dan minimum 53 % dengan rata rata penyinaran matahari minimum 53 % dan maksimum 73 %. Sebagai kota yang terbuka dengan kota-kota lain serta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, swasta, dan sosial budaya sehingga menjadikan kota ini tempat pendatang dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga lebih heterogen. Hampir sebagian besar suku bangsa yang ada di Indonesia terwakili menjadi warga masyarakat kota. Suku-suku bangsa yang ada di Kota Pontianak seperti suku bangsa Dayak, suku bangsa Batak, suku bangsa Padang, suku bangsa Jawa, suku bangsa Bugis, suku bangsa Melayu, suku bangsa Tionghoa, dan lain-lain. Komposisi Penduduk Kota Pontianak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Suku Keturunan Cina Melayu Bugis Jawa Madura Lain-lain TOTAL Persentase (%) 31,24 26,05 13,12 11,67 6,35 8,57 100

B. POLA KEBIASAAN MAKAN MASYARAKAT SETEMPAT

Seperti yang telah dijelaskan di atas, suku melayu Pontianak tinggal di daerah yang beriklim tropis dan tanah yang gambut sehingga tidak memungkinkan untuk bercocok tanam. Hal ini menyebabkan masyarakat setempat lebih memilih mengonsumsi hasil sungai yang banyak terdapat di sana. Oleh karena itu, masyarakat suku melayu lebih sering makan menggunakan tangannya sendiri dari pada sendok dan garpu untuk memudahkan dalam memilih duri yang banyak terdapat dalam ikan sungai.

Suku Melayu Pontianak pada umumnya makan sebanyak 3 kali sehari dan sering memakan camilan berupa pisang goeing kipas khas Pontianak pada sore hari. Makanan pokok yang sering dikonsumsi meliputi karbohidrat yaitu nasi, protein berupa ikan, sayuran seperti sayur lodeh dan buah-buahan seperti jeruk manis. Masyarakat Melayu senang memakan camilan pada sore hari karena pada saat itu, mereka memiliki waktu luang sehingga dapat berkumpul di suatu tempat guna bersilaturahmi dan saling berkunjung. Ketika makan, masing-masing orang yang ikut makan bersama duduk bersila. Yang muda mengambilkan nasi yang lebih tua. Ketika makan, seseorang hendaknya berpakaian sopan dan berpeci (bersongkok). Ketika makan tidak boleh berbicara kuat-kuat, tidak boleh berbicara kotor dan menjijikkan (menggelikan), tidak boleh berludah atau berdahak (membuang lendir mulut), dan sebagainya. Jika orang muda selesai makan, ia harus menunggu orang yang lebih tua selesai, setelah itu barulah mencuci tangannya. Menurut tata tertib lama, apabila makan dengan lauk kerang rebus, maka kerang itu harus dibuka dengan sebelah tangan, yaitu dengan tangan kanan. Jika ingin membalik ikan harus minta izin terlebih dahulu kepada yang lebih tua. Meletakkan atau mengangkat hidangan harus dilakukan dengan cara yang paling sopan. Saat ini tingkah-laku sopan-santun makan tersebut telah banyak mengalami perubahan. Sudah banyak orang Melayu yang makan sambil duduk di kursi, karena hidangan disajikan di atas meja. Pada beberapa keluarga modern juga sudah ada yang menggunakan sendok-garpu seperti orang Barat. Menjemput atau mengundang makan sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat Melayu. Orang yang diundang biasanya kerabat dekat yang baru datang dari jauh, sahabat atau teman akrab yang baru saja bertemu setelah sekian lama berpisah, dan sahabatsahabat dekat yang disenangi. Ada tiga kriteria orang yang dikenal, yaitu pertama, kenalan yang boleh dibawa ke rumah dan boleh dikenalkan dengan seluruh keluarga. Kedua, kenalan yang hanya boleh dibawa minum di kedai kopi. Orang demikian jangan dibawa ke rumah, apalagi dikenalkan kepada keluarga. Ketiga, kenalan yang dikenal di jalan. Orang demikian tidak boleh diajak minum ke kedai kopi, apalagi dibawa ke rumah. Kenalan yang diundang makan ke rumah adalah kenalan yang benar-benar akrab dan dapat dipercaya. Menjemput makan juga salah satu bentuk menanam budi kepada orang-orang yang diundang makan. C. ADAT ISTIADAT DALAM UPACARA ADAT Berikut dibawah ini adalah beberapa jenis makanan dan kebiasaan makan yang sering digunakan oleh masyarakat suku melayu untuk melaksanaan upacara-upacra adat. Pelaksanaan Perkawinan

Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan Gladak yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi

untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan.

Doa Rasul

Doa khusus ini dibaca sesuai dengan hajat atau nazar yang diniatkan oleh kedua orang tua bayi. Dengan beberapa perlengkapan adat yang menjadi simbol antara lain:

Ayam melambangkan bahwa diharapkan kepada anak tersebut menjadi patuh


kepada kedua orangtua, taat kepada agama dan menjadi anak yang penurut

Nasi kuning melambangkan makanan pokok kebesaran adat Bugis Inti kelapa adalah melambangkan bahwa yang sangat bermanfaat adalah yang
mempunyai pengetahuan

Air putih melambangkan sucinya hati jangan dikotori Dupa (stanggi) sebagai pengharum agar malaikat dapat mendekat di tempat
upacara. Upacara Robo - Robo Robo-robo adalah nama upacara tahuan (tahun Islam) yang diselenggarakan oleh penduduk daerah Kabupaten Pontianak. Kata robo-robo berasal dari kata robo. Kata ini paling dekat dengan istilah yang dipakai nama hari keempat setiap minggu yaitu hari rabu dari kata robo-robo sangat dekat dengan Rabu-Rabu. Upacara ini deselenggarakan setiap tahun pada hari rabu terakhir bulan syafar tahun Islam. Menurut kepercayaan masyarakat bulan syafar banyak turun balak yang mengambil dari sejarah nabi yang mendapat cobaan dari Tuhan. Secara magis bala itu adalah karena mahluk gaib dapat menolong dari ancaman bala bila diimbali dengan imbalan tertentu. Bagi masyarakat Kabupaten Pontianak bersifat historis yang berkaitan dengan kehidupan kerajaan Mempawah. Pendaratan pertama Opu Daeng Manambon, putra Bugis pendiri kerajaan Mempawah. Bersifat magis karena memberi persembahan dan permintaan ampun dari manusia kepada leluhur khusus arwah Panembahan Mempawah. Bersifat sosio cultural, karena mempunyai nilai ekonomis menarik wisatawan ke Mempawah. Perlengkapan Upacara Robo-robo ini antara lain : Sesajian terdiri dari nasi pulut warna kuning,panggang ayam satu ekor, bertih beras kuning dan setanggi. Air tepung tawar, air tolak bala dan ramuan bunga Makanan terutama ketupan Bagi Masyarakat setempat Air tolak bala dan air salamun tujuh Nasi lauk pauk secukupnya Ketupat dan kue-kue khas pontianak

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat saya ambil kesimpulan bahwa : 1) Masyarakat suku melayu jaman dahulu masih sering makan menggunakan makan dan patuh terhadap aturan makan mereka. 2) Masyarakat suku melayu jaman sekarang dan modern sudah banyak yang menggunakan sendok dan garpu serta makan di atas meja. 3) Masyarakat melayu senang makan bersama-sama atau beramai-ramai dan sering mengadakan hajatan. 4) Makanan khas dan kue khas suku tersebut sering dihidangkan dan menjadi syarat utama dari upacara adat suku Melayu tersebut. Saran yang dapat saya berikan adalah tetap lestarikan upacara-upacara adat terdahulu yang telah ada. Hal ini bertujuan untuk mengikat tali silaturahmi dan persaudaraan serta agar upacara khas suku melayu Pontianak tidak diklaim oleh Negara lain. Selain itu, sebaiknya masyarakat melayu modern jaman sekarang sedikit kembali ke jaman dahulu, karena untuk tetap mengajarkan kesopan santunan kepada generasi generasi selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.pontianakkota.go.id/?q=tentang http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pontianak http://limang-tiban.blogspot.com/2009/12/saling-menghormati-dan-saling-memberi.html http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01/upacara-adat-suku-melayu-mempawah.html Harsono Dibyo, 1997. Memudarnya Masyarakat Tradisional Kasus Kampung Melayu. Balai Kajian Jarahnitra Tanjugpinang Asnaini. 1995. Ungkapan-Ungkapan tradisional Masyarakat Melayu Sambas

Anda mungkin juga menyukai